Lompat ke isi

Suku Tidung: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Kesoadi (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
k Added content
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
(28 revisi perantara oleh 18 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{ethnic group|
{{ethnic group|
|group=Suku Dayak Tidung
|group=Suku Tidung<br/>تيدوڠ
|image=[[Berkas:Baloyrumahkhastidung.JPG|center|200px|''Baloy'', rumah adat khas '''Suku Tidung''']]
|image=[[Berkas:Baloyrumahkhastidung.JPG|pus|200px|''Baloy'', rumah adat khas '''Suku Tidung''']]
|poptime=kurang lebih '''235.000'''(Indonesia), '''58.000'''(Malaysia)
|poptime=kurang lebih '''20.000'''(Indonesia), '''30.000'''(Malaysia)
|popplace=kurang lebih '''190.000'''([[Kalimantan Utara]]), '''45.000'''([[Kalimantan Timur]])
|popplace='''11.000'''([[Kalimantan Utara]], [[Indonesia]]) '''9.000'''([[Kalimantan Timur]], [[Indonesia]])
'''28. 750'''([[Sabah]], [[Malaysia]])
|langs= [[bahasa Tidung|Tidung]], [[bahasa Indonesia|Indonesia]]
|langs= [[Bahasa Tidong|Tidung]], [[bahasa Indonesia|Indonesia]], [[Bahasa Melayu|Melayu]]
|rels=[[Islam]]
|rels=[[Islam]]
|related=[[Suku Dayak]] dan [[Suku Banjar]]}}
|related=[[Dayak]], [[Banjar]], [[Murut]], [[Lundayeh]] dan [[Kutai]]}}


'''Suku Tidung''' ({{lang-ms|'''Tidung'''}}; [[Aksara Jawi|Jawi]]: تيدوڠ) merupakan suku yang tanah asalnya berada di bagian [[utara]] Pulau Kalimantan ([[Kalimantan Utara]]) dan Sabah, Malaysia. Suku ini juga merupakan anak negeri di [[Sabah]], jadi merupakan suku bangsa yang terdapat di [[Indonesia]] maupun [[Malaysia]] (negeri Sabah).<ref>{{Cite web |url=http://pmr.penerangan.gov.my/index.php/component/content/article/395-artikel/7481-etnik-sabah-dalam-kepelbagaian-kebudayaan.html |title=ETNIK SABAH DALAM KEPELBAGAIAN KEBUDAYAAN |access-date=2012-12-17 |archive-date=2013-12-15 |archive-url=https://web.archive.org/web/20131215041147/http://pmr.penerangan.gov.my/index.php/component/content/article/395-artikel/7481-etnik-sabah-dalam-kepelbagaian-kebudayaan.html |dead-url=yes }}</ref> Suku Tidung semula memiliki kerajaan yang disebut [[Kerajaan Tidung]]. Tetapi akhirnya punah karena adanya politik adu domba oleh pihak Belanda.


== Bahasa ==
'''Suku Tidung''' merupakan suku yang tanah asalnya berada di bagian [[utara]] [[Kalimantan Timur]]. Suku ini juga merupakan anak negeri di [[Sabah]], jadi merupakan suku bangsa yang terdapat di [[Indonesia]] maupun [[Malaysia]] (negeri Sabah).<ref>[http://pmr.penerangan.gov.my/index.php/component/content/article/395-artikel/7481-etnik-sabah-dalam-kepelbagaian-kebudayaan.html ETNIK SABAH DALAM KEPELBAGAIAN KEBUDAYAAN]</ref> Suku Tidung semula memiliki kerajaan yang disebut [[Kerajaan Tidung]]. Tetapi akhirnya punah karena adanya politik adu domba oleh pihak Belanda.
Bahasa Tidung dialek [[Kota Tarakan|Tarakan]] merupakan bahasa Tidung yang pertengahan karena dipahami oleh semua warga suku Tidung. Beberapa kata bahasa Tidung masih memiliki kesamaan dengan bahasa [[Kalimantan]] lainnya. Kemungkinan suku Tidung masih berkerabat dengan suku [[Dayak]] rumpun [[Murut]] (suku-suku Dayak yang ada di Sabah). Karena suku Tidung beragama [[Islam]] dan mengembangkan [[kerajaan]] Islam sehingga tidak dianggap sebagai suku [[Dayak]], tetapi dikategorikan suku yang berbudaya [[Melayu]] (hukum adat Melayu) seperti [[suku Banjar]], [[suku Kutai]], dan [[suku Dayak Paser|suku Pasir]].

== Bahasa Tidung ==
Bahasa Tidung dialek [[Tarakan]] merupakan bahasa Tidung yang pertengahan karena dipahami oleh semua warga suku Tidung. Beberapa kata bahasa Tidung masih memiliki kesamaan dengan bahasa [[Kalimantan]] lainnya. Kemungkinan suku Tidung masih berkerabat dengan suku [[Dayak]] rumpun [[Murut]] (suku-suku Dayak yang ada di Sabah). Karena suku Tidung beragama [[Islam]] dan mengembangkan [[kerajaan]] Islam sehingga tidak dianggap sebagai suku [[Dayak]], tetapi dikategorikan suku yang berbudaya [[Melayu]] (hukum adat Melayu) seperti [[suku Banjar]], [[suku Kutai]], dan [[suku Pasir]].


=== Bahasa Tidung ===
=== Bahasa Tidung ===
Bahasa Tidung termasuk dalam "Kelompok Bahasa Tidung" salah satu bagian dari Kelompok Bahasa Dayak [[Murut]].
Bahasa Tidung termasuk dalam "Kelompok Bahasa Tidung" salah satu bagian dari Kelompok Bahasa Dayak [[Murut]].


Kelompok Bahasa Tidung terdiri :
Kelompok Bahasa Tidung terdiri:
# [[Bahasa Tidung]] (tid)
# [[Bahasa Tidong|Bahasa Tidung]] (tid)
# [[Bahasa Bulungan]] (blj)
# [[Bahasa Bulungan]] (blj)
# [[Bahasa Kalabakan]] (kve)
# [[Bahasa Kalabakan]] (kve)
Baris 24: Baris 24:
# [[Bahasa Murut Serudung]] (srk)
# [[Bahasa Murut Serudung]] (srk)


Persamaan kosakata bahasa Tidung dengan bahasa-bahasa Kalimantan lainnya, misalnya :
Persamaan kosakata bahasa Tidung dengan bahasa-bahasa Kalimantan lainnya, misalnya:
* ''matonandow'' dalam bahasa Tidung sama dengan ''matanandau'' ([[bahasa Ngaju]]) artinya matahari.
* ''matonandow'' dalam bahasa Tidung sama dengan ''matanandau'' ([[bahasa Ngaju]]) artinya matahari.
* ''bubuan'' dalam bahasa Tidung sama dengan ''[[bubuhan]]'' ([[bahasa Banjar]]) artinya keluarga, kerabat.
* ''bubuan'' dalam bahasa Tidung sama dengan ''[[bubuhan]]'' ([[bahasa Banjar]]) artinya keluarga, kerabat.
* ''taka'' dalam bahasa Tidung sama dengan ''takam'' ([[bahasa Maanyan]]), ''ta'am'' ([[bahasa Abal]]), ''taka'' ([[bahasa Pasir]]) artinya kita.
* ''taka'' dalam bahasa Tidung sama dengan ''takam'' ([[bahasa Maanyan]]), ''ta'am'' ([[bahasa Abal]]), ''taka'' ([[bahasa Pasir]]) artinya kita.


{|
{|
Baris 108: Baris 108:
Sejauh mata dan pengamatan agaknya Bahasa Tidung itu dapat dibedakan menjadi dua dialek besar, yaitu dialek Tidung Sesayap dan dialek Tidung sembakung. Dialek Tidung Sesayap terdapat di sepanjang sungai sesayap dan pulau-pulau di muaranya seperti [[Bebatu]], Pulau Tarakan, Pulau Bunyu dan pulau-pulau di Nunukan. Dialek Sembakung terdapat di sungai Sembakung sebelah utara sungai sesayap.
Sejauh mata dan pengamatan agaknya Bahasa Tidung itu dapat dibedakan menjadi dua dialek besar, yaitu dialek Tidung Sesayap dan dialek Tidung sembakung. Dialek Tidung Sesayap terdapat di sepanjang sungai sesayap dan pulau-pulau di muaranya seperti [[Bebatu]], Pulau Tarakan, Pulau Bunyu dan pulau-pulau di Nunukan. Dialek Sembakung terdapat di sungai Sembakung sebelah utara sungai sesayap.


Dialek Sesayap meliputi Subdialek Sesayap, Malinaw dan Tarakan. Subdialek Malinaw umumnya terdapat didaerah hulu sungai sesayap yang meliputi Kabupaten Malinau dan Tideng Pale (Ibukota Kab. Tana Tidung). Subdialek Tarakan meliputi banyak lokasi pemukiman diantaranya pulau Tarakan, Salimbatu, [[Bebatu]], Nunukan dan Pulau bunyu. Dialek Sembakung terdapat di Sembakung, Lumbis, Sebuku dan Tana Lia. Subdialek Tarakan dianggap dapat menjembatani subdialek lainnya, oleh karena itu disebut pula sebagai Tidung Tengara atau Tidung Tengah atau Penengah. Bahasa tidung dialek Tarakan memiliki ciri khas sendiri yakni tidak ditemukannya Fonem /C/. Kalaupun ada, kata itu pinjaman dan umumnya direalisasikan sebagai /S/.
Dialek Sesayap meliputi Subdialek Sesayap, Malinaw dan Tarakan. Subdialek Malinaw umumnya terdapat didaerah hulu sungai sesayap yang meliputi Kabupaten Malinau dan Tideng Pale (Ibu kota Kab. Tana Tidung). Subdialek Tarakan meliputi banyak lokasi pemukiman diantaranya pulau Tarakan, Salimbatu, [[Bebatu]], Nunukan dan Pulau bunyu. Dialek Sembakung terdapat di Sembakung, Lumbis, Sebuku dan Tana Lia. Subdialek Tarakan dianggap dapat menjembatani subdialek lainnya, oleh karena itu disebut pula sebagai Tidung Tengara atau Tidung Tengah atau Penengah. Bahasa tidung dialek Tarakan memiliki ciri khas sendiri yakni tidak ditemukannya Fonem /C/. Kalaupun ada, kata itu pinjaman dan umumnya direalisasikan sebagai /S/.


== Tradisi Lisan atau tertulis ==
== Tradisi Lisan atau tertulis ==
Dahulu pernah ada cerita tentang masyarakat Tidung yang tertulis, terutama yang berhubungan dengan riwayat para raja atau cerita kepahlawanan orang Tidung. akan tetapi, kini tulisan seperti itu tidak pernah ditemukan lagi. Yang masih hidup adalah cerita rakyat Tidung yang diwariskan secara lisan dari orang tua kepada anaknya.
Dahulu pernah ada cerita tentang masyarakat Tidung yang tertulis, terutama yang berhubungan dengan riwayat para raja atau cerita kepahlawanan orang Tidung. akan tetapi, kini tulisan seperti itu tidak pernah ditemukan lagi. Yang masih hidup adalah cerita rakyat Tidung yang diwariskan secara lisan dari orang tua kepada anaknya.
Beberapa cerita lisan rakyat Tidung itu, antara lain sebagai berikut :
Beberapa cerita lisan rakyat Tidung itu, antara lain sebagai berikut:
# [[Asal-usul Orang Tidung Tengara]]
# [[Asal usul Orang Tidung Tengara]]
# [[Lasedne sinan pagun / Tenggelamnya kampung Jelutung]]
# [[Lasedne sinan pagun / Tenggelamnya kampung Jelutung]]
# [[Seludon Ibenayuk / Cerita Ibenayuk]]
# [[Seludon Ibenayuk / Cerita Ibenayuk]]
# [[Si Benua dan Si Sumbing]]
# [[Si Benua dan Si Sumbing]]
# [[Seludon Yaki Yamus / Cerita Raja Empat Mata]]
# [[Seludon Yaki Yamus / Cerita Raja Empat Mata]]
# [[Seludon Batu Tinagad / Cerita Batu di tebang]]
# [[Seludon Batu Tinagad / Cerita Batu di tebang]]
# [[Yaki Balak / Aki Balak]]
# [[Yaki Balak / Aki Balak]]


== Huruf yang dipakai ==
== Huruf yang dipakai ==
Orang Tidung tidak mempunyai tradisi tulisan sendiri. Untuk keperluan tulis-menulis mereka menggunakan huruf arab melayu
Orang Tidung tidak mempunyai tradisi tulisan sendiri. Untuk keperluan tulis-menulis mereka menggunakan huruf arab melayu
sebelum mengenal huruf latin seperti sekarang. Masyarakat Tidung menganut Agama Islam sekitar abad ke 18. Bersamaan dengan masuknya
sebelum mengenal huruf latin seperti sekarang. Masyarakat Tidung menganut Agama Islam sekitar abad ke 18. Bersamaan dengan masuknya
agama Islam, ikut pula masuk tradisi tulisan arab melayu itu.
agama Islam, ikut pula masuk tradisi tulisan arab melayu itu.


== Kesultanan Sulu ==
== Kesultanan Sulu ==
{{artikel|Kesultanan Sulu}}
{{artikel|Kesultanan Sulu}}
Dikatakan Sultan Sulu yang bernama Sultan Salahuddin-Karamat atau Pangiran Bakhtiar telah berkahwin dengan seorang gadis Tionghoa yang berasal dari daerah Tirun (Tidung). Dan juga karena ingin mengamankan wilayah North-Borneo (Kini Sabah) selepas mendapat wilayah tersebut dari Sultan Brunei, seorang putera Sultan Salahuddin-Karamat iaitu Sultan Badaruddin-I juga telah memperisterikan seorang Puteri Tirun atau Tidung (isteri kedua) yang merupakan anak kepada pemerintah awal di wilayah Tidung. (Isteri pertama Sultan Badaruddin-I, dikatakan adalah gadis dari [[Soppeng]], [[Sulawesi Selatan]]. Maka lahirlah Datu Lagasan yang kemudianya menjadi Sultan Sulu bergelar, Sultan Alimuddin-I ibni Sultan Badaruddin-I). Dari zuriat Sultan Alimuddin-I inilah dikatakan datangnya Keluarga Kiram dan Shakiraullah di Sulu.
Dikatakan Sultan Sulu yang bernama Sultan Salahuddin-Karamat atau Pangiran Bakhtiar telah berkahwin dengan seorang gadis Tionghoa yang berasal dari daerah Tirun (Tidung). Dan juga karena ingin mengamankan wilayah North-Borneo (Kini Sabah) selepas mendapat wilayah tersebut dari Sultan Brunei, seorang putera Sultan Salahuddin-Karamat iaitu Sultan Badaruddin-I juga telah memperisterikan seorang Puteri Tirun atau Tidung (isteri kedua) yang merupakan anak kepada pemerintah awal di wilayah Tidung. (Isteri pertama Sultan Badaruddin-I, dikatakan adalah gadis dari [[Soppeng]], [[Sulawesi Selatan]]. Maka lahirlah Datu Lagasan yang kemudianya menjadi Sultan Sulu bergelar, Sultan Alimuddin-I ibni Sultan Badaruddin-I). Dari zuriat Sultan Alimuddin-I inilah dikatakan datangnya Keluarga Kiram dan Shakiraullah di Sulu.


Maka dari darah keturunan dari '''Puteri Tidung''' ini lah seorang putera bernama '''Datu Bantilan''' dan seorang puteri bernama Dayang Meria. Datu Bantilan kemudiannya menaiki takhta Kesultanan Sulu (menggantikan abangnya Sultan Alimuddin-I) pada tahun sekitar 1748, bergelar '''Sultan Bantilan Muizzuddin'''. Adindanya '''Dayang Meria''' dikatakan berkahwin dengan seorang pedagang Tionghoa, dan kemudiannya melahirkan '''Datu Teteng''' atau '''Datu Tating'''. Dan dari '''zuriat Sultan Bantilan''' '''Muizzuddin''' inilah datangnya '''Keluarga Maharajah Adinda''', yang kini merupakan ''"Pewaris Sebenar"'' kepada Kesultanan Sulu mengikut Sistem Protokol Kesultanan yang dipanggil''' "Tartib Sulu".'''
Maka dari darah keturunan dari '''Puteri Tidung''' ini lah seorang putera bernama '''Datu Bantilan''' dan seorang puteri bernama Dayang Meria. Datu Bantilan kemudiannya menaiki takhta Kesultanan Sulu (menggantikan abangnya Sultan Alimuddin-I) pada tahun sekitar 1748, bergelar '''Sultan Bantilan Muizzuddin'''. Adindanya '''Dayang Meria''' dikatakan berkahwin dengan seorang pedagang Tionghoa, dan kemudiannya melahirkan '''Datu Teteng''' atau '''Datu Tating'''. Dan dari '''zuriat Sultan Bantilan''' '''Muizzuddin''' inilah datangnya '''Keluarga Maharajah Adinda''', yang kini merupakan ''"Pewaris Sebenar"'' kepada Kesultanan Sulu mengikut Sistem Protokol Kesultanan yang dipanggil''' "Tartib Sulu".'''


Dikatakan juga pewaris sebenar itu bergelar, '''Duli Yang Maha Mulia (DYMM) Sultan Aliuddin Haddis Pabila''' (Wafat pada 30.06.2007 di Kudat, Sabah). Dan juga dinyatakan bahawa ''''Putera Mahkota'''' kesultanan Sulu kini adalah putera bongsu kepada DYMM Sultan Aliuddin yang bernama '''Duli Yang Teramat Mulia (DYTM) Datu Ali Aman''' atau digelar juga sebagai '''"Raja Bongsu-II"''' (*Gelaran ini mungkin mengambil sempena nama moyang mereka yang bernama '''Raja Bongsu''' atau '''Pengiran''' '''Shahbandar Maharajalela''', yang merupakan putera-bongsu kepada '''Sultan Muhammad Hassan''' dari Brunei. Dikatakan Raja Bongsu ini telah dihantar ke Sulu menjadi Sultan Sulu menggantikan pamannya Sultan Batarasah Tengah ibnu Sultan Buddiman Ul-Halim yang tiada putera. Ibu Raja Bongsu ini adalah puteri kepada Sultan Pangiran Buddiman Ul-Halim yang berkahwin dengan Sultan Muhammad Hassan). KEMUNGKINAN RAJA TERAKHIR YAITU KESO ADI SAPUTRO
Dikatakan juga pewaris sebenar itu bergelar, '''Duli Yang Maha Mulia (DYMM) Sultan Aliuddin Haddis Pabila''' (Wafat pada 30.06.2007 di Kudat, Sabah). Dan juga dinyatakan bahawa ''''Putera Mahkota'''' kesultanan Sulu kini adalah putera bongsu kepada DYMM Sultan Aliuddin yang bernama '''Duli Yang Teramat Mulia (DYTM) Datu Ali Aman''' atau digelar juga sebagai '''"Raja Bongsu-II"''' (*Gelaran ini mungkin mengambil sempena nama moyang mereka yang bernama '''Raja Bongsu''' atau '''Pengiran''' '''Shahbandar Maharajalela''', yang merupakan putera-bongsu kepada '''Sultan Muhammad Hassan''' dari Brunei. Dikatakan Raja Bongsu ini telah dihantar ke Sulu menjadi Sultan Sulu menggantikan pamannya Sultan Batarasah Tengah ibnu Sultan Buddiman Ul-Halim yang tiada putera. Ibu Raja Bongsu ini adalah puteri kepada Sultan Pangiran Buddiman Ul-Halim yang berkahwin dengan Sultan Muhammad Hassan).

== Referensi ==
{{reflist}}


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==
* {{id}} [http://www.bahasatidung.blogspot.com/ Bahasa Tidung]
* http://www.academia.edu/2045560/Sejarah_dan_Kebudayaan_Tidung_di_Kabupaten_Malinau
* {{ms}} [http://www.etawau.com/Life/Gallery/Festival/TidungDancer.htm Suku Tidung di Tawau, Sabah]
* {{ms}} [http://www.etawau.com/Life/Gallery/Festival/TidungDancer.htm Suku Tidung di Tawau, Sabah]
* http://www.academia.edu/2045560/Sejarah_dan_Kebudayaan_Tidung_di_Kabupaten_Malinau Academia
* {{id}} [http://www.bahasatidung.blogspot.com/ Bahasa Tidung]

== Referensi ==

{{reflist}}


[[Kategori:Suku bangsa di Indonesia|Tidung]]
[[Kategori:Suku bangsa di Indonesia|Tidung]]

Revisi per 11 Desember 2023 13.57

Suku Tidung
تيدوڠ
Baloy, rumah adat khas Suku Tidung
Baloy, rumah adat khas Suku Tidung
Daerah dengan populasi signifikan
11.000(Kalimantan Utara, Indonesia) 9.000(Kalimantan Timur, Indonesia) 28. 750(Sabah, Malaysia)
Bahasa
Tidung, Indonesia, Melayu
Agama
Islam
Kelompok etnik terkait
Dayak, Banjar, Murut, Lundayeh dan Kutai

Suku Tidung (bahasa Melayu: Tidung; Jawi: تيدوڠ) merupakan suku yang tanah asalnya berada di bagian utara Pulau Kalimantan (Kalimantan Utara) dan Sabah, Malaysia. Suku ini juga merupakan anak negeri di Sabah, jadi merupakan suku bangsa yang terdapat di Indonesia maupun Malaysia (negeri Sabah).[1] Suku Tidung semula memiliki kerajaan yang disebut Kerajaan Tidung. Tetapi akhirnya punah karena adanya politik adu domba oleh pihak Belanda.

Bahasa

Bahasa Tidung dialek Tarakan merupakan bahasa Tidung yang pertengahan karena dipahami oleh semua warga suku Tidung. Beberapa kata bahasa Tidung masih memiliki kesamaan dengan bahasa Kalimantan lainnya. Kemungkinan suku Tidung masih berkerabat dengan suku Dayak rumpun Murut (suku-suku Dayak yang ada di Sabah). Karena suku Tidung beragama Islam dan mengembangkan kerajaan Islam sehingga tidak dianggap sebagai suku Dayak, tetapi dikategorikan suku yang berbudaya Melayu (hukum adat Melayu) seperti suku Banjar, suku Kutai, dan suku Pasir.

Bahasa Tidung

Bahasa Tidung termasuk dalam "Kelompok Bahasa Tidung" salah satu bagian dari Kelompok Bahasa Dayak Murut.

Kelompok Bahasa Tidung terdiri:

  1. Bahasa Tidung (tid)
  2. Bahasa Bulungan (blj)
  3. Bahasa Kalabakan (kve)
  4. Bahasa Murut Sembakung (sbr)
  5. Bahasa Murut Serudung (srk)

Persamaan kosakata bahasa Tidung dengan bahasa-bahasa Kalimantan lainnya, misalnya:

Melayu Tidung
Kepala Utok
Rambut Abuk
Telinga Telingo
Hidung Adung
Pipi Malo
Mulut Kabang
Leher Liog
Perut Tinay
Tangan Tendulu
Kaki Tanog
kuku Sandop
Paha Apa
Lutut Atud
Pinggang Awak
Dada Kubab
Bapak Yama
Ibu Ina
Nenek Yadu
Kakek Yaki
Paman Yujang
Tante Keminan
Adik Yadi
Kakak Yaka
Keponakan Yakon
Cucu Ingkupu
Saudara Pensulod
Nenek Moyang Yadu yaki
Ipar Yangu
Menantu Anak Iwan
Mertua Iwan

Wilayah penutur Bahasa Tidung

Penutur Bahasa Tidung pada umumnya terdapat diwilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Utara dan Sabah Malaysia. Penutur Bahasa Tidung terdapat pada dua Kabupaten di kaltim, lima kab/kota di Kaltara dan tiga kota di negeri sabah. Sepuluh daerah tersebut adalah Kota Tarakan, Kab. Malinau, Kab. Bulungan, Kab. Nunukan, Kab. Tana Tidung, Kab. Berau, Kab. Kutai Kartanegara, Kota Tawau, Kota Sandakan dan Kota Lahad Datu.

Peranan dan kedudukan Bahasa

Penutur Bahasa tidung, khususnya Tidung Tarakan adalah dwibahasa. Mereka berbahasa Tidung,tetapi juga dapat berbahasa Indonesia.Kedudukan Bahasa Tidung di dalam interaksi sosial, orang-orang tidung kelihatannya cukup kuat.Tidak ada kesan sikap rendah diri kalau mereka menggunakan bahasa Tidung baik di dalam percakapan ketika mereka sedang berbahasa lain,maupun dalam kesempatan berbicara dengan suku lain dalam bahasa Tidung. Mereka merasa bangga jika ada suku lain ikut berbicara bahasa Tidung atau mencoba-coba menggunakan bahasa tidung. Mereka pada umumnya dengan senang membetulkan kesalahan apabila seseorang yang bukan penutur asli bahasa Tidung mencoba berbahasa Tidung.

Suku Tidung semuanya menganut agama Islam. Mereka banyak bergaul dengan berbagai suku lain, Seperti orang bugis, Banjar, Jawa, Bulungan dan etnis Tionghoa. Oleh karena pergaulan ini, mereka pun banyak yang menguasai bahasa-bahasa suku itu. Akibat pergaulan ini, banyak terjadi peminjaman kata-kata daerah lain yang terserap kedalam bahasa Tidung. hal yang sama terjadi pula dalam bahasa Indonesia. Akibatnya adalah terjadinya interfensi bahasa lain, khususnya bahasa Indonesia kedalam bahasa Tidung. Bahasa ini juga dapat diinteraksikan diseluruh nusantara

Variasi Dialektis

Bahasa tidung mempunyai beberapa dialek dan bahkan juga mempunyai subdialek. Selama ini telah ada beberapa pendapat tentang jumlah dialek bahasa Tidung ini, seperti pendapat Stort, Beech, dan Prentice. Stort(1958) menyebut adanya lima dialek bahasa Tidung yaitu dialek Tarakan, Sembakung,Penchangan, sedalir, dan Tidung sungai Sembakung. Beech (1908) mengidentifikasi empat dialek, yaitu Tidung Tarakan, Bulungan, nunukan dan Sembakung. sedangkan Prentice (1970)menyebut tiga kelompok bahasa Tidung, yaitu Tarakan, Tinggalan (Sembakung), dan Tanggara.

Sejauh mata dan pengamatan agaknya Bahasa Tidung itu dapat dibedakan menjadi dua dialek besar, yaitu dialek Tidung Sesayap dan dialek Tidung sembakung. Dialek Tidung Sesayap terdapat di sepanjang sungai sesayap dan pulau-pulau di muaranya seperti Bebatu, Pulau Tarakan, Pulau Bunyu dan pulau-pulau di Nunukan. Dialek Sembakung terdapat di sungai Sembakung sebelah utara sungai sesayap.

Dialek Sesayap meliputi Subdialek Sesayap, Malinaw dan Tarakan. Subdialek Malinaw umumnya terdapat didaerah hulu sungai sesayap yang meliputi Kabupaten Malinau dan Tideng Pale (Ibu kota Kab. Tana Tidung). Subdialek Tarakan meliputi banyak lokasi pemukiman diantaranya pulau Tarakan, Salimbatu, Bebatu, Nunukan dan Pulau bunyu. Dialek Sembakung terdapat di Sembakung, Lumbis, Sebuku dan Tana Lia. Subdialek Tarakan dianggap dapat menjembatani subdialek lainnya, oleh karena itu disebut pula sebagai Tidung Tengara atau Tidung Tengah atau Penengah. Bahasa tidung dialek Tarakan memiliki ciri khas sendiri yakni tidak ditemukannya Fonem /C/. Kalaupun ada, kata itu pinjaman dan umumnya direalisasikan sebagai /S/.

Tradisi Lisan atau tertulis

Dahulu pernah ada cerita tentang masyarakat Tidung yang tertulis, terutama yang berhubungan dengan riwayat para raja atau cerita kepahlawanan orang Tidung. akan tetapi, kini tulisan seperti itu tidak pernah ditemukan lagi. Yang masih hidup adalah cerita rakyat Tidung yang diwariskan secara lisan dari orang tua kepada anaknya. Beberapa cerita lisan rakyat Tidung itu, antara lain sebagai berikut:

  1. Asal usul Orang Tidung Tengara
  2. Lasedne sinan pagun / Tenggelamnya kampung Jelutung
  3. Seludon Ibenayuk / Cerita Ibenayuk
  4. Si Benua dan Si Sumbing
  5. Seludon Yaki Yamus / Cerita Raja Empat Mata
  6. Seludon Batu Tinagad / Cerita Batu di tebang
  7. Yaki Balak / Aki Balak

Huruf yang dipakai

Orang Tidung tidak mempunyai tradisi tulisan sendiri. Untuk keperluan tulis-menulis mereka menggunakan huruf arab melayu sebelum mengenal huruf latin seperti sekarang. Masyarakat Tidung menganut Agama Islam sekitar abad ke 18. Bersamaan dengan masuknya agama Islam, ikut pula masuk tradisi tulisan arab melayu itu.

Kesultanan Sulu

Dikatakan Sultan Sulu yang bernama Sultan Salahuddin-Karamat atau Pangiran Bakhtiar telah berkahwin dengan seorang gadis Tionghoa yang berasal dari daerah Tirun (Tidung). Dan juga karena ingin mengamankan wilayah North-Borneo (Kini Sabah) selepas mendapat wilayah tersebut dari Sultan Brunei, seorang putera Sultan Salahuddin-Karamat iaitu Sultan Badaruddin-I juga telah memperisterikan seorang Puteri Tirun atau Tidung (isteri kedua) yang merupakan anak kepada pemerintah awal di wilayah Tidung. (Isteri pertama Sultan Badaruddin-I, dikatakan adalah gadis dari Soppeng, Sulawesi Selatan. Maka lahirlah Datu Lagasan yang kemudianya menjadi Sultan Sulu bergelar, Sultan Alimuddin-I ibni Sultan Badaruddin-I). Dari zuriat Sultan Alimuddin-I inilah dikatakan datangnya Keluarga Kiram dan Shakiraullah di Sulu.

Maka dari darah keturunan dari Puteri Tidung ini lah seorang putera bernama Datu Bantilan dan seorang puteri bernama Dayang Meria. Datu Bantilan kemudiannya menaiki takhta Kesultanan Sulu (menggantikan abangnya Sultan Alimuddin-I) pada tahun sekitar 1748, bergelar Sultan Bantilan Muizzuddin. Adindanya Dayang Meria dikatakan berkahwin dengan seorang pedagang Tionghoa, dan kemudiannya melahirkan Datu Teteng atau Datu Tating. Dan dari zuriat Sultan Bantilan Muizzuddin inilah datangnya Keluarga Maharajah Adinda, yang kini merupakan "Pewaris Sebenar" kepada Kesultanan Sulu mengikut Sistem Protokol Kesultanan yang dipanggil "Tartib Sulu".

Dikatakan juga pewaris sebenar itu bergelar, Duli Yang Maha Mulia (DYMM) Sultan Aliuddin Haddis Pabila (Wafat pada 30.06.2007 di Kudat, Sabah). Dan juga dinyatakan bahawa 'Putera Mahkota' kesultanan Sulu kini adalah putera bongsu kepada DYMM Sultan Aliuddin yang bernama Duli Yang Teramat Mulia (DYTM) Datu Ali Aman atau digelar juga sebagai "Raja Bongsu-II" (*Gelaran ini mungkin mengambil sempena nama moyang mereka yang bernama Raja Bongsu atau Pengiran Shahbandar Maharajalela, yang merupakan putera-bongsu kepada Sultan Muhammad Hassan dari Brunei. Dikatakan Raja Bongsu ini telah dihantar ke Sulu menjadi Sultan Sulu menggantikan pamannya Sultan Batarasah Tengah ibnu Sultan Buddiman Ul-Halim yang tiada putera. Ibu Raja Bongsu ini adalah puteri kepada Sultan Pangiran Buddiman Ul-Halim yang berkahwin dengan Sultan Muhammad Hassan).

Referensi

  1. ^ "ETNIK SABAH DALAM KEPELBAGAIAN KEBUDAYAAN". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-12-15. Diakses tanggal 2012-12-17. 

Pranala luar