Lompat ke isi

Margono Sukarjo: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
 
(32 revisi perantara oleh 17 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox person
'''Prof. Dr. Margono Soekarjo''' ([[Sokaraja]], [[Banyumas]], [[Jawa Tengah]], [[29 Maret]] [[1897]] — [[Jakarta]], [[1970]]) adalah dokter pribumi pertama yang diakui oleh pemerintahan [[Hindia Belanda]]. Setelah lulus [[STOVIA]], Margono melanjutkan sekolah di Belanda dan menjadi ahli bedah lulusan [[Universitas Amsterdam]] pada tahun 1927. Margono Soekarjo (pendidikan Belanda) dan Ery Soedewo (pendidikan Swedia, Lund) adalah perintis pembedahan jantung di Indonesia, yang memulai pembedahan toraks dan jantung RSU Jakarta, RSU Surabaya, dan RSAD Jakarta. Pada tahun 1948 telah dikerjakan operasi mitral stenosis secara tertutup oleh Prof. dr. Margono Soekarjo dan antara tahun 1950 s/d 1951 Prof. dr. Margono Soekarjo telah melaporkan operasi mitral stenosis ini pada pertemuan ilmiah di Paris, Perancis. Penghargaan tertinggi yang diberikan Pemerintah [[Indonesia]] kepadanya adalah Pisau Bedah Emas. Jabatan terakhir Margono adalah Dekan FK [[Universitas Indonesia|UI]]. Ia wafat pada1970 dan dimakamkan di Keboetoeh, Sokaraja. Nama beliau diabadikan menjadi nama sebuah rumah sakit [[Purwokerto]], yaitu Rumah Sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo (http://www.rsmargono.go.id).
| name = Margono Soekarjo
| image =
| image_size =
| alt =
| caption =
| birth_name =
| birth_date = {{Birth date|1897|3|29}}
| birth_place = [[Banyumas]], [[Jawa Tengah]], [[Hindia Belanda]].
| death_date = [[1970]]
| death_place = [[Jakarta]], [[Indonesia]]
| nationality = [[Jawa]] (Indonesia)
| alma_mater = [[ELS]], [[STOVIA]], [[Universiteit van Amsterdam]]
| Other-Name =
| occupation = Dokter
| years_active =
| known_for = Salah satu perintis pembedahan jantung di Indonesia
| spouse =
| notable_works =
}}


'''Prof. Dr. Margono Soekarjo''' ([[Banyumas]], 29 Maret 1897 — [[Jakarta]], 1970) adalah salah satu perintis pembedahan jantung di Indonesia.
Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Margono Soekarjo (RSMS) adalah sebuah rumah sakit type B Pendidikan milik Pemerintah Provinsi [[Jawa Tengah]] yang berada di kota Purwokerto. Rumah sakit ini merupakan fusi dari RSU Purwokerto. Rumah sakit ini sekarang telah menjadi rumah sakit terbesar dan terlengkap di kawasan Jawa Tengah barat selatan, dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 507 TT dengan fasilitas layanan: medis, penunjang medis, asuhan keperawatan serta non medis, yang lengkap dan modern, menjadikan RSMS menjadi pusat rujukan kesehatan dari berbagai institusi pelayanan kesehatan di sekitarnya.


==Riwayat hidup==
{{indo-bio-stub}}


Margono Soekarjo, dokter bumiputra pertama yang diakui oleh pemerintahan Hindia Belanda. Lahir di Kebutuh, Sokaraja, [[Banyumas]] pada 29 Maret [[1897]]. Ia merupakan putra dari [[Raden Wiryo Atmojo]]. Ia menempuh pendidikan di Europesche Lagere School ([[ELS]]) pada tahun ([[1904]]-[[1910]]), kemudian melanjutkan ke Sekolah Kedokteran Bumiputera atau School Tot Opleiding van Inlandsche Artsen ([[STOVIA]]). Karena kecerdasannya, tahun [[1927]] melanjutkan pendidikannya di [[Universitas Amsterdam]] Belanda dengan memperoleh gelar Artz, dan menekuni spesialisasi bedah hingga diberi kesempatan Bedah bersama Prof. Sauerburch, Prof Van Hebeer, Prof Schiieden serta Prof Volcker. Selama 3 tahun, berkecimpung dibagian bedah di negara Kincir Angin Belanda.
{{DEFAULTSORT:Sukarjo, Margono}}

{{cquote2|''Prof. Dr. Margono Soekarjo bersama dr. Ery Soedewo adalah perintis pembedahan jantung di Indonesia, yang memulai pembedahan toraks dan jantung''}}

Sekembalinya dari [[Belanda]], Margono Soekarjo menjadi Asisten di Geneeskunding Hooge School (GH). tapi hanya beberapa waktu lamanya, karena ia harus menjadi dosen di Nederland Indische Artzen School ([[NIAS]]), sekolah kedokteran di [[Surabaya]] menggantikan Dr. Wieberdink. Ia juga pernah menjabat sebagai direktur Centraale Burgerlijke Ziekenhuis (CBZ), [[Semarang]] dari tahun ([[1944]]-[[1947]]), yang kemudian berubah nama menjadi Pusat Rumah Sakit Rakyat (PURUSARA). Kariadi diangkat menjadi Kepala bagian Laboratorium. Kemudian pada 25 Januari [[1947]], ia diangkat sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Bedah Indonesia oleh [[FKUI]]. Sebagai seorang guru besar, tidak hanya berkecimpung di dalam negeri saja, namun sering menimba ilmu keluar negeri seperti dalam Seminar, Konggres, Penataran, maupun Simposium-simposium khususnya dalam dunia Kedokteran. Karena kecerdasannya, ia juga menjadi dokter kondang di dunia, yang sering mendapat penghargaan dari luar negeri. Penghargaan tertinggi diberikan pemerintah Indonesia terhadap beliau berupa pisau bedah emas.

Pada tahun [[1948]], telah dikerjakan operasi mitral stenosis secara tertutup oleh Margono Soekarjo dan antara tahun ([[1950]]-[[1951]]), beliau telah melaporkan operasi mitral stenosis ini pada pertemuan ilmiah di Paris, [[Perancis]]. Penghargaan tertinggi yang diberikan Pemerintah Indonesia kepadanya adalah [[Satyalancana Kebudayaan]].

Selain ke negeri Belanda, pada Congress International D’anesthesie, di Paris tahun [[1951]], juga di Zurich ([[Swiss]]) dalam Congress Internatioanal D’alergie. Setiap kembali dari lawatannya keluar negeri, Margono Soekarjo menularkan ilmu dan pengalamannya pada para mahasiswanya. Disiplin ilmu dan waktunya sangat tinggi. Tahun [[1952]], berangkat lagi ke Groningen ([[Belanda]]) dalam rangka Post Graduate Course Ini Foundamentals of Thoracie Clinical Science and Surgey. Pembedahan Paru-paru di Indonesia masih sangat jarang dilakukan, maka tahun berikutnya dia berangkat ke Kopenhagen ([[Denmark]]) dan Malmo ([[Swedia]]), untuk belajar bedah Paru-paru di Klinik Prof Cristoph Wulf dan Prof Hushfeldt.

Tidak hanya dalam pembedahan Paru-paru dia belajar, namun juga pembedahan jantung yang dipelajari di Klinik Amerika Serikat tahun [[1955]]. Kembali ke Kopenhagen dalam konggres ke XVI, Societe Internatioan de chirurgie, dan diterima sebagai Membrane Titulaire. My Experince on Mitralastenose merupakan pengalamannya yang dituangkan dalam makalah dan sempat menimbulkan kekaguman di kalangan dokter-dokter dalam World Congress of Cardiology, yang diadakan di Brussel ([[Belgia]]). Kemudian dia melanjutkan perjalanan ke [[Moscow]] dan Leningrad (sekarang; [[Saint Petersburg]]), Uni Soviet, meninjau Rumah Sakit Bedah Istimewa.

Bukan hanya memburu ilmu dan pengalaman saja, dengan pergi ke luar negeri, namun Margono juga merupakan seorang pecinta alam dan adat kebudayaan suatu bangsa yang dikunjunginya. Seperti pada musim semi di Jepang, keindahan hamparan Sakura sempat membuatnya terkagum-kagum. Pertemuannya dengan Shigeru Sakakibara, seorang guru besar pada Women Medical College of Tokyo, dan Ahli Bedah Jantung, juga memberinya pengetahuan tentang adat istiadat bangsa [[Jepang]], serta menemani meninjau kebeberapa rumah sakit.

Tahun [[1960]], kembali memperoleh gelar Fellow of the American College of Surgeons, saat menghadiri Second Asia Pacific Congress of Cardiology, di Melbourne ([[Australia]]), yang membahas pengalamannya tentang Tumor Percardial, dan juga menjabat ketua Delegasi. Sebagai dokter yang banyak berpengalaman, maka gagasannya tentang Medical Education yang dibahas dengan beberapa orang Dekan dari [[Amerika Serikat]], yaitu tentang kesepakatan bagi dokter muda untuk ikut aktif di klinik-klinik Amerika. Selain itu juga menghadiri Conference of the American College of Surgeons, di Winnipeg ([[Kanada]]).

Selain cerdas, Margono juga merupakan pejuang sejati. Dengan segenap jiwa, ia memberikan obat-obatan rahasia kepada para pejuang Indonesia yang sedang berperang melawan [[Jepang]] pada saat itu. Ia mengobati para korban kekejaman tentara Dai Nippon. Kecerdasan dan kebesaran jiwanya, membuat Indonesia berhutang kemerdekaan pada seorang putra Banyumas bernama Margono Soekarjo. Ia wafat pada [[1970]] dan dimakamkan di Kebutuh, [[Sokaraja]]. Kini namanya diabadikan menjadi nama rumah sakit di tanah kelahirannya di Jl. Dr. Gumbreg No.1 Kec. Purwokerto, [[Kabupaten Banyumas|Banyumas]], [[Jawa Tengah]].<ref>Hari Jantung Sedunia: Dokter Lulusan STOVIA sebagai Perintis Pembedahan Jantung di Indonesia.[https://muskitnas.kemdikbud.go.id/history-today-hari-jantung-sedunia-dokter-lulusan-stovia-sebagai-perintis-pembedahan-jantung-di-indonesia/#:~:text=Dr.%20Margono%20Soekarjo%20bersama%20dr,di%20sekolah%20kedokteran%20di%20Surabaya.]</ref>

==Penghargaan==
*[[Satyalancana Kebudayaan]]|[[Berkas:Pita (Ribbon) Satyalencana Kebudayaan.png|100px]]
*Pisau Bedah Emas

==Lihat pula==
*[[Goembrek]]
*[[Asmaoen]]

== Referensi ==
{{reflist}}


[[Kategori:Kelahiran 1897]]
[[Kategori:Kematian 1970]]
[[Kategori:Dokter Indonesia]]
[[Kategori:Dokter Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Banyumas]]

Revisi terkini sejak 24 Desember 2023 02.02

Margono Soekarjo
Lahir(1897-03-29)29 Maret 1897
Banyumas, Jawa Tengah, Hindia Belanda.
Meninggal1970
Jakarta, Indonesia
KebangsaanJawa (Indonesia)
AlmamaterELS, STOVIA, Universiteit van Amsterdam
PekerjaanDokter
Dikenal atasSalah satu perintis pembedahan jantung di Indonesia

Prof. Dr. Margono Soekarjo (Banyumas, 29 Maret 1897 — Jakarta, 1970) adalah salah satu perintis pembedahan jantung di Indonesia.

Riwayat hidup

[sunting | sunting sumber]

Margono Soekarjo, dokter bumiputra pertama yang diakui oleh pemerintahan Hindia Belanda. Lahir di Kebutuh, Sokaraja, Banyumas pada 29 Maret 1897. Ia merupakan putra dari Raden Wiryo Atmojo. Ia menempuh pendidikan di Europesche Lagere School (ELS) pada tahun (1904-1910), kemudian melanjutkan ke Sekolah Kedokteran Bumiputera atau School Tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA). Karena kecerdasannya, tahun 1927 melanjutkan pendidikannya di Universitas Amsterdam Belanda dengan memperoleh gelar Artz, dan menekuni spesialisasi bedah hingga diberi kesempatan Bedah bersama Prof. Sauerburch, Prof Van Hebeer, Prof Schiieden serta Prof Volcker. Selama 3 tahun, berkecimpung dibagian bedah di negara Kincir Angin Belanda.

Prof. Dr. Margono Soekarjo bersama dr. Ery Soedewo adalah perintis pembedahan jantung di Indonesia, yang memulai pembedahan toraks dan jantung

Sekembalinya dari Belanda, Margono Soekarjo menjadi Asisten di Geneeskunding Hooge School (GH). tapi hanya beberapa waktu lamanya, karena ia harus menjadi dosen di Nederland Indische Artzen School (NIAS), sekolah kedokteran di Surabaya menggantikan Dr. Wieberdink. Ia juga pernah menjabat sebagai direktur Centraale Burgerlijke Ziekenhuis (CBZ), Semarang dari tahun (1944-1947), yang kemudian berubah nama menjadi Pusat Rumah Sakit Rakyat (PURUSARA). Kariadi diangkat menjadi Kepala bagian Laboratorium. Kemudian pada 25 Januari 1947, ia diangkat sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Bedah Indonesia oleh FKUI. Sebagai seorang guru besar, tidak hanya berkecimpung di dalam negeri saja, namun sering menimba ilmu keluar negeri seperti dalam Seminar, Konggres, Penataran, maupun Simposium-simposium khususnya dalam dunia Kedokteran. Karena kecerdasannya, ia juga menjadi dokter kondang di dunia, yang sering mendapat penghargaan dari luar negeri. Penghargaan tertinggi diberikan pemerintah Indonesia terhadap beliau berupa pisau bedah emas.

Pada tahun 1948, telah dikerjakan operasi mitral stenosis secara tertutup oleh Margono Soekarjo dan antara tahun (1950-1951), beliau telah melaporkan operasi mitral stenosis ini pada pertemuan ilmiah di Paris, Perancis. Penghargaan tertinggi yang diberikan Pemerintah Indonesia kepadanya adalah Satyalancana Kebudayaan.

Selain ke negeri Belanda, pada Congress International D’anesthesie, di Paris tahun 1951, juga di Zurich (Swiss) dalam Congress Internatioanal D’alergie. Setiap kembali dari lawatannya keluar negeri, Margono Soekarjo menularkan ilmu dan pengalamannya pada para mahasiswanya. Disiplin ilmu dan waktunya sangat tinggi. Tahun 1952, berangkat lagi ke Groningen (Belanda) dalam rangka Post Graduate Course Ini Foundamentals of Thoracie Clinical Science and Surgey. Pembedahan Paru-paru di Indonesia masih sangat jarang dilakukan, maka tahun berikutnya dia berangkat ke Kopenhagen (Denmark) dan Malmo (Swedia), untuk belajar bedah Paru-paru di Klinik Prof Cristoph Wulf dan Prof Hushfeldt.

Tidak hanya dalam pembedahan Paru-paru dia belajar, namun juga pembedahan jantung yang dipelajari di Klinik Amerika Serikat tahun 1955. Kembali ke Kopenhagen dalam konggres ke XVI, Societe Internatioan de chirurgie, dan diterima sebagai Membrane Titulaire. My Experince on Mitralastenose merupakan pengalamannya yang dituangkan dalam makalah dan sempat menimbulkan kekaguman di kalangan dokter-dokter dalam World Congress of Cardiology, yang diadakan di Brussel (Belgia). Kemudian dia melanjutkan perjalanan ke Moscow dan Leningrad (sekarang; Saint Petersburg), Uni Soviet, meninjau Rumah Sakit Bedah Istimewa.

Bukan hanya memburu ilmu dan pengalaman saja, dengan pergi ke luar negeri, namun Margono juga merupakan seorang pecinta alam dan adat kebudayaan suatu bangsa yang dikunjunginya. Seperti pada musim semi di Jepang, keindahan hamparan Sakura sempat membuatnya terkagum-kagum. Pertemuannya dengan Shigeru Sakakibara, seorang guru besar pada Women Medical College of Tokyo, dan Ahli Bedah Jantung, juga memberinya pengetahuan tentang adat istiadat bangsa Jepang, serta menemani meninjau kebeberapa rumah sakit.

Tahun 1960, kembali memperoleh gelar Fellow of the American College of Surgeons, saat menghadiri Second Asia Pacific Congress of Cardiology, di Melbourne (Australia), yang membahas pengalamannya tentang Tumor Percardial, dan juga menjabat ketua Delegasi. Sebagai dokter yang banyak berpengalaman, maka gagasannya tentang Medical Education yang dibahas dengan beberapa orang Dekan dari Amerika Serikat, yaitu tentang kesepakatan bagi dokter muda untuk ikut aktif di klinik-klinik Amerika. Selain itu juga menghadiri Conference of the American College of Surgeons, di Winnipeg (Kanada).

Selain cerdas, Margono juga merupakan pejuang sejati. Dengan segenap jiwa, ia memberikan obat-obatan rahasia kepada para pejuang Indonesia yang sedang berperang melawan Jepang pada saat itu. Ia mengobati para korban kekejaman tentara Dai Nippon. Kecerdasan dan kebesaran jiwanya, membuat Indonesia berhutang kemerdekaan pada seorang putra Banyumas bernama Margono Soekarjo. Ia wafat pada 1970 dan dimakamkan di Kebutuh, Sokaraja. Kini namanya diabadikan menjadi nama rumah sakit di tanah kelahirannya di Jl. Dr. Gumbreg No.1 Kec. Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah.[1]

Penghargaan

[sunting | sunting sumber]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Hari Jantung Sedunia: Dokter Lulusan STOVIA sebagai Perintis Pembedahan Jantung di Indonesia.[1]