Lompat ke isi

Melayu Tanjung: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Gombang (bicara | kontrib)
k sesuaikan dengan judul, sedikit
Ekirahardian (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(36 revisi perantara oleh 21 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{infobox ethnic group
{{rapikan}}
|group = Melayu Tanjung
'''Melayu Cape''' ({{lang-en|Cape Malay}}) adalah warga keturunan Melayu yang berada di [[Cape Town]], Provinsi [[Western Cape]], [[Afrika Selatan]]. Sebagian besar dari Cape Malay itu adalah keturunan [[Indonesia]]. Berdasarkan sejarah mereka adalah keturunan orang-orang buangan semasa era kolonial Belanda.<ref>{{cite web |url=http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/420510/ | title=Cape Malay |date=4 August 2012}}</ref> Saat ini, di Cape Town diperkirakan ada 200.000 warga orang Melayu Cape.
|image = File:The National Archives UK - CO 1069-214-85.jpg
|caption = Pengantin Melayu dan<br>pengiring pengantin di [[Afrika Selatan]].
|population = 300.000+
|popplace = {{flag|Afrika Selatan}} <br/> <small> [[Western Cape|Tanjung Barat]], [[Gauteng]] </small>
|langs = Sekarang: [[Bahasa Afrikaan|Afrikaan]], [[:en:South African English|Inggris Afrika]] <br/> Sebelumnya: [[bahasa Melayu|Melayu]],<ref>sampai abad 19</ref> [[bahasa Jawa|Jawa]], [[bahasa Bugis|Bugis]], [[bahasa Belanda|Belanda]].<ref name="Stell2012">{{cite journal |format=PDF |last=Stell |first=Gerald |title=From Kitaab-Hollandsch to Kitaab-Afrikaans: The evolution of a non-white literary variety at the Cape (1856-1940) |journal=Stellenbosch Papers in Linguistics |publisher=Stellenbosch University |volume=37 |year=2007 |doi=10.5774/37-0-16 |url=http://sun025.sun.ac.za/portal/page/portal/Arts/Departments/linguistics/documents/SPIL37-GS.pdf |accessdate=24 April 2016 |deadurl=yes |archiveurl=https://web.archive.org/web/20160531151114/http://sun025.sun.ac.za/portal/page/portal/Arts/Departments/linguistics/documents/SPIL37-GS.pdf |archivedate=31 May 2016 }}</ref>
|rels = Mayoritas: [[Islam]] [[Sunni]] <br/> Minoritas: [[Islam]] [[Syiah]]|related = [[Suku Jawa]], [[Suku Melayu|etnis Melayu]], [[India Afrika]], [[:en:Bantu people in South Africa|orang Bantu]], [[bangsa Malagasi]], [[Belanda Cape]], [[orang Indo]], [[bangsa Belanda]], [[:en:Cape Coloureds|orang Tanjung]], [[Suku Bugis|bangsa Bugis]]
}}


'''Melayu Tanjung''' (''{{Lang-en|Cape Malay}}''; ''{{Lang-af|Kaapse Maleiers}}'') adalah orang-orang keturunan penduduk [[Hindia Belanda]] yang tinggal di [[Kotа Tanjung|Kota Tanjung]], [[Western Cape|Provinsi Tanjung Barat]], [[Afrika Selatan]]. Kebanyakan orang Melayu Tanjung merupakan keturunan [[Indonesia]] dan secara historis, mereka adalah keturunan orang buangan dari zaman penjajahan [[Belanda]].<ref>{{cite web |url=http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/420510/ | title=Cape Malay |date=4 August 2012}}</ref> Saat ini, terdapat lebih dari 300.000 orang Melayu Tanjung di [[Kotа Tanjung|Kota Tanjung]].
==Kekeliruan asal nama ==


[[Berkas:Cape Malay Flowers.jpg|jmpl|Melayu Tanjung.]]
Meskipun disebut sebagai orang Melayu sebenarnya orang Melayu Cape berasal dari Jawa da Sulawesi. Dirunut ke belakang, jumlah budak dari Hindia Belanda yang dibawa [[VOC]] ke [[Cape Town]] sebesar 31,47 persen. Jumlah ini adalah jumlah terbesar kedua setelah India (36,30 persen) yang kini keturunan mereka lebih banyak tinggal di Natal. Adapun budak dari Malaysia hanya 0,49 persen.


== Sejarah ==
Hanya, waktu itu belum ada negara serta nama Malaysia dan Indonesia. Orang [[Indonesia]] juga disebut Malay (Melayu). Dan, nama Malay itu bertahan sampai sekarang, meski Hindia Belanda sudah merdeka dan memakai nama Indonesia.
Perbudakan tumbuh subur di lepas pantai Afrika Barat dan Timur, sedangkan di Afrika Selatan baru ada sejak VOC datang dan mendirikan pemukiman Cape of Good Hope (Tanjung Harapan) pada tahun 1652. Ketika itu, Jan van Riebeeck datang ke Tanjung Harapan untuk mendirikan pos perdagangan dan benteng perbekalan untuk kapal dagang yang melintasi rute Eropa-Hindia Timur. Didirikan pula pemukiman Belanda untuk menghasilkan makanan dan pasokan-pasokan bagi kapal-kapal VOC. Oleh karena itu, budak dibutuhkan untuk bekerja di lahan-lahan pemukim Belanda<ref>{{Cite web|title=The Cape Malay {{!}} South African History Online|url=https://www.sahistory.org.za/article/cape-malay|website=www.sahistory.org.za|access-date=2023-04-15}}</ref>.


== Budaya ==
Wajar saja jika kemudian semua yang berkaitan dengan Melayu atau Indonesia disebut Malay. Ketika ada orang Indonesia ke Afsel pun mereka sering disapa sebagai orang Malaysia. Orang Malaysia berusaha mengaitkan Cape Malay dengan Malaysia, sehingga warga muslim percaya Islam di Afsel berasal dari Malaysia. Padahal, sebenarnya berasal dari Indonesia.<ref>{{cite web |url=http://video.okezone.com/play/2010/06/15/379/20189/cape-malay-sebuah-kesalahan-sejarah | title=Cape malay sebuah kesalahan sejarah |date=4 August 2012}}</ref>
Kebudayaan Indonesia pun banyak yang mewarnai kebudayaan Coloured atau Melayu Cape. Buku "''Indonesians in South Africa: Historical Links Spanning Three Centuries''" mencatat beberapa hal contohnya adalah tari [[Tari Lingo ayoen|Lingo ayoen]], tari [[Tari Kusin|kusin]], dan tari beras.


Bahkan, [[debus]] pun terbawa ke Cape Town namun, di Cape Town debus disebut "''ratieb''". Ini dimungkinkan dibawa oleh pengikut [[Yusuf Al-Makassari|Syeikh Yusuf]]. Sebagai catatan, Syeikh Yusuf punya banyak pengikut dari [[Banten]], tempat debus berkembang. Dia bahkan mengawini anak [[Ki Ageng Tirtayasa]] (raja Banten).
Orang Melayu Cape di Cape Town kurang tahu tentang Indonesia. Jika bicara soal Melayu atau Asia Tenggara mereka kira itu hanya Malaysia. Indonesia dan Afsel sebenarnya sudah melakukan hubungan erat sejak [[1994]]. Namun, tampaknya silaturahim budaya kurang banyak terjadi. Dengan demikian, banyak warga Cape Malay awam yang kurang tahu banyak tentang Indonesia. Bahkan, ada yang mengira Indonesia bagian dari Malaysia. Pasalnya, mereka hanya tahu bahwa negara Asia Tenggara adalah Malaysia.


Kosakata [[bahasa Indonesia]] pun masih banyak dipakai orang Melayu Cape. Achmad Davids, dalam bukunya "''Words The Cape Slaves Made''" mencatat ada 40 kosakata [[Bahasa Indonesia|Indonesia]] yang sering dipakai di Cape Town. Di antara kosakata itu adalah: ''taramakasie'' (terima kasih), ''katja'' (kaca), ''boeka'' (buka), ''toelis'' (tulis), ''batja'' (baca), ''kitab'' (kitab), ''soempah'' (sumpah), ''syambole'' (cambuk), ''manieng-al'' (meninggal), ''granaa'' (gerhana), ''maskawi'' (maskawin), ''agama'' (agama), ''ghoenthoem'' (guntur), ''gielap'' (kilat), ''kamar mandie'' (kamar mandi), dan sebagainya.
Untuk mengatasi kekurang tahuan akan asal budaya yang berasal dari Indonesia, Kedutaan Besar RI di Pretoria mulai menjalankan program Darmasiswa. Program ini memberi beasiswa kepada orang Afsel untuk belajar di Indonesia sehingga mereka nanti diharapkan akan memberi informasi yang benar kepada masyarakatnya tentang Indonesia.


Beberapa kegiatan [[ritual]] dan [[tradisi]] [[agama|keagamaan]] yang berasal dari tanah [[Sumatra|Melayu]] masih terus dipraktikkan seperti ratib (debus di Indonesia) dan beberapa ritual serta praktik [[agama]] lainnya yang banyak menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa penamaan [[ritual]] itu seperti [[puasa]], [[buka puasa|iftar]], [[salat|sembahyang]], [[azan|bang]] (adhan), [[wudhu|abdas]] (wudhu). Kata-kata bahasa Indonesia lain yang masuk dalam kosakata lokal tetapi tidak ada kaitannya dengan ritual antara lain jamban (''wc''), terima kasih, kuli, pisang, dan roti.
Selain itu, setiap tahun [[KBRI]] juga menggelar pertunjukan di Afsel, memperkenalkan budaya Indonesia. Dengan demikian, lambat laun masyarakat Afsel akan benar-benar dekat dengan Indonesia. Pasalnya, pada dasarnya kedua negara ini amat dekat secara kultural dan genetis, terutama masyarakat Cape Malay.<ref>{{cite web |url=http://bola.kompas.com/read/2010/07/27/04024535/Salah.Kaprah.Indonesia.di.Afsel | title=Salah Kaprah Indonesia di Afsel |date=4 August 2012}}</ref>


Pengaruh [[musik Indonesia]] pun juga kuat. ''Ghoema'' sebenarnya sejenis genderang yang berasal dari Indonesia. Musik ini dipakai untuk merayakan pembebasan budak pada [[1883]]. Instrumen yang dipakai dalam musik ghoema, [[coen]], atau klopse adalah campuran dari [[alat musik Melayu]] dan Afrika.
==Sejarah==
Berawal di abad ke-17. [[VOC]] membangun benteng di [[Cape Town]] sebagai tempat transit antara Belanda dan Indonesia. Maklum, saat itu penjajahan voc di indonesia memasuki tahap awal dan dibutuhkan transportasi yang sering antara kedua negara. Namun, di Cape town sendiri butuh banyak tenaga untuk membangun pemukiman baru dan fasilitasnya. Maka, didatangkanlah budak-budak dari berbagai daerah, terutama dari india dan indonesia.<ref>{{cite web |url=http://sekedar-tahu-aja.blogspot.com/2012/01/budaya-indonesia-berakar-di-cape-town.html | title=Budaya Indonesia di Cape Town |date=4 August 2012}}</ref>


[[Budaya Indonesia|Adat Indonesia]] juga ikut berpengaruh. Contohnya "''tjoekoer''". Ini adat mencukur anak yang baru berumur sepekan. Sedikit rambutnya dicukur, seperti yang dilakukan sebagian [[orang Indonesia]].
Cape Town yang dulunya bernama Kaapstad didirikan oleh Jan van Riebeeck dan kemudian menjadi wilayah penting bagi VOC.Para penentang Belanda di Indonesia banyak dibuang ke tempat ini,termasuk Syekh Yusuf,ulama asal Makassar. Dalam perkembangannya, keturunan Syekh Yusuf, juga keturunan orang-orang Indonesia yang dijadikan budak oleh Belanda, berkembang menjadi komunitas di Cape Town.


Rampie sny adalah kebiasaan Wanita berkumpul di masjid dan mengiris daun jeruk kecil-kecil sebagai pewangi untuk perayaan maulud. Ini sama dengan di indonesia yang mengiris daun pandan kecil-kecil. Karena di cape town tak ada pandan, gantinya daun jeruk.
Jumlah budak India paling banyak. Namun, mereka kemudian tinggal di natal. Sedangkan budak Indonesia terbanyak kedua dan tetap tinggal di cape town. Dulu, orang indonesia disebut malay, karena belum ada negara Indonesia. Maka, warga cape town yang sebagian besar keturunan melayu pun akhirnya disebut Cape malay. Mereka termasuk coloured people dalam kategori sistem apartheid.


Ada juga pengaruh [[masakan Indonesia]]. [[Bubur]], misalnya, di Cape Town disebut "''boeber''". Sedangkan ''sago pudding'' mirip [[bubur sagu]] di [[Maluku]]. Hanya, di Cape Town, resepnya memakai air mawar, [[kapulaga]], susu (pengganti santan), dan tidak memakai [[kenari]]. Pengaruh makanan lain adalah ''kolwadjib'' (waji), ''sambal'' ([[sambal]]), dan ''blatjang'' ([[Terasi|belacan]]), dan sebagainya.
Selain budak, banyak pula tahanan politik di indonesia yang dibuang VOC ke Cape town. Salah satunya syeikh yusuf dan pengikutnya. Mereka bahkan sangat berpengaruh dan menyebarkan agama Islam dan menularkan budaya indonesia. Selama bertahun-tahun, orang indonesia beranak-pinak dan terjadi perkawinan campuran.


== Referensi ==
Budak Indonesia yang dibawa ke afsel rata-rata punya keahlian, misalnya bertani, mencukur, menjahit, dan jago bermusik maupun bersyair. Mereka tetap mempraktikkan sebagian kebudayaan di daerahnya. Saat ini masyarakat keturunan Indonesia di Cape Town memiliki strata sosial yang tinggi dan mengenyam pendidikan yang baik dan bekerja juga di tempat baik.

Orang Indonesia juga bangsa asing pertama yang didatangkan VOC ke Afsel. Orang Indonesia pula, dimotori Syeikh Yusuf dari Goa (sekarang Gowa), Makassar, yang membawa agama Islam ke Afsel. Bahkan, makamnya masih ada di daerah yang dulu disebut Zandvliet dan sejak lama berganti menjadi Kampung Macassar.

==Budaya==
Kebudayaan Indonesia pun banyak yang mewarnai kebudayaan coloured atau cape malay. Buku "''Indonesians in south africa: Historical links spanning three centuries''" mencatat beberapa hal. Sebagai contoh tari lingo ayoen, tari kusin, dan tari beras.

Bahkan, debus pun terbawa ke cape town. Tapi, di cape town debus disebut "''ratieb''". Ini dimungkinkan dibawa pengikut syeik h yusuf. Sebagai catatan, syeikh yusuf punya banyak pengikut dari banten, tempat debus berkembang. Dia bahkan mengawini anak ki ageng tirtayasa (raja banten).

Kosa kata bahasa indonesia pun masih banyak dipakai orang cape malay. Achmad davids dalam bukunya "words the cape slaves made" mencatat ada 40 kosa kata indonesia yang sering dipakai di cape town. Di antara kosa kata itu adalah: ''Taramakasie'' (terima kasih), ''katja'', ''boeka'', ''toelis'', ''batja'', kitab, ''soempah'', syambole (cambuk), ''manieng-al'' (meninggal), granaa (gerhana), ''maskawi'' (mas kawin), ''agama'', ''ghoenthoem'' (guntur), ''gielap'' (kilat), dan ''kamar mandie'' dan sebagainya.

Beberapa kegiatan ritual dan tradisi keagamaan yang berasal dari tanah Melayu masih terus dipraktekkan seperti ratib (debus di Indonesia). Ritual ini besar kemungkinan besar berasal dari tanah Banten. Beberapa ritual dan praktek agama lainnya banyak menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa penamaan ritual itu seperti puasa, buka puasa, sembahyang, bang (adhan), abdas (wudhu).Kata-kata Bahasa Indonesia lain yang masuk dalam kosa kata lokal tapi tidak ada kaitannya dengan ritual antara lain jamban (wc), terima kasih, kuli, pisang dan roti.

Pengaruh musik Indonesia pun juga kuat. ''Ghoema'' sebenarnya sejenis genderang yang berasal dari indonesia. Musik ini dipakai untuk merayakan pembebasan budak pada 1883. Instrumen yang dipakai dalam musik ghoema, coen atau klopse campuran dari alat musik melayu dan afrika.

Adat indonesia juga ikut berpengaruh. Contohnya "''tjoekoer''". Ini adat mencukur anak yang baru beruur seminggu. Sedikit rambutnya dicukur, seperti yang dilakukan sebagian orang indonesia.

Rampie sny adalah kebiasaan Wanita berkumpul di masjid dan mengiris daun jeruk kecil-kecil sebagai pewangi untuk perayaan maulud. Ini sama dengan di indonesia yang mengiris daun pandan kecil-kecil. Karena di cape town tak ada pandan, gantinya daun jeruk.

Ada juga pengaruh masakan indonesia. Bubur, misalnya, di cape town disebut boeber. Sedangkan sago pudding mirip bubur sagu di maluku. Hanya, di cape town resepnya memakai air mawar, kapulaga, susu (pengganti santan), dan tak memakai kenari. Pengaruh makanan lain adalah ''kolwadjib'' (waji), ''sambal'' dan ''blatjang'',
== Catatan Kaki ==
{{reflist}}
{{reflist}}


==Pranala luar==
== Pranala luar ==
* [http://www.indonesia-capetown.org.za/melayu.html Mayarakat Melayu di Cape Town]
* [http://www.indonesia-capetown.org.za/melayu.html Mayarakat Melayu di Cape Town]
* [http://www.kemlu.go.id/pretoria/Pages/Embassies.aspx?IDP=119&l=id Kegiatan Kementrian Luar Negeri RI di Cape Town]{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}

* [http://www.kemlu.go.id/pretoria/Pages/Embassies.aspx?IDP=119&l=id Kegiatan Kementrian Luar Negeri RI di Cape Town]


{{Overseas Malays}}
{{Overseas Malays}}


[[Kategori:Diaspora Indonesia]]
[[Kategori:Diaspora Indonesia]]
[[Kategori:VOC]]

[[Kategori:Kolonialisme]]
[[de:Kapmalaien]]
[[fr:Malais du Cap]]
[[en:Cape Malay]]
[[ms:Melayu Cape]]
[[nl:Kaap-Maleiers]]
[[pt:Malaio do Cabo]]
[[ru:Капские малайцы]]
[[sh:Cape Malajci]]
[[zh:開普馬來人]]

Revisi terkini sejak 19 Februari 2024 15.01

Melayu Tanjung
Pengantin Melayu dan
pengiring pengantin di Afrika Selatan.
Jumlah populasi
300.000+
Daerah dengan populasi signifikan
 Afrika Selatan
Tanjung Barat, Gauteng
Bahasa
Sekarang: Afrikaan, Inggris Afrika
Sebelumnya: Melayu,[1] Jawa, Bugis, Belanda.[2]
Agama
Mayoritas: Islam Sunni
Minoritas: Islam Syiah
Kelompok etnik terkait
Suku Jawa, etnis Melayu, India Afrika, orang Bantu, bangsa Malagasi, Belanda Cape, orang Indo, bangsa Belanda, orang Tanjung, bangsa Bugis

Melayu Tanjung (bahasa Inggris: Cape Malay; bahasa Afrikaans: Kaapse Maleiers) adalah orang-orang keturunan penduduk Hindia Belanda yang tinggal di Kota Tanjung, Provinsi Tanjung Barat, Afrika Selatan. Kebanyakan orang Melayu Tanjung merupakan keturunan Indonesia dan secara historis, mereka adalah keturunan orang buangan dari zaman penjajahan Belanda.[3] Saat ini, terdapat lebih dari 300.000 orang Melayu Tanjung di Kota Tanjung.

Melayu Tanjung.

Perbudakan tumbuh subur di lepas pantai Afrika Barat dan Timur, sedangkan di Afrika Selatan baru ada sejak VOC datang dan mendirikan pemukiman Cape of Good Hope (Tanjung Harapan) pada tahun 1652. Ketika itu, Jan van Riebeeck datang ke Tanjung Harapan untuk mendirikan pos perdagangan dan benteng perbekalan untuk kapal dagang yang melintasi rute Eropa-Hindia Timur. Didirikan pula pemukiman Belanda untuk menghasilkan makanan dan pasokan-pasokan bagi kapal-kapal VOC. Oleh karena itu, budak dibutuhkan untuk bekerja di lahan-lahan pemukim Belanda[4].

Kebudayaan Indonesia pun banyak yang mewarnai kebudayaan Coloured atau Melayu Cape. Buku "Indonesians in South Africa: Historical Links Spanning Three Centuries" mencatat beberapa hal contohnya adalah tari Lingo ayoen, tari kusin, dan tari beras.

Bahkan, debus pun terbawa ke Cape Town namun, di Cape Town debus disebut "ratieb". Ini dimungkinkan dibawa oleh pengikut Syeikh Yusuf. Sebagai catatan, Syeikh Yusuf punya banyak pengikut dari Banten, tempat debus berkembang. Dia bahkan mengawini anak Ki Ageng Tirtayasa (raja Banten).

Kosakata bahasa Indonesia pun masih banyak dipakai orang Melayu Cape. Achmad Davids, dalam bukunya "Words The Cape Slaves Made" mencatat ada 40 kosakata Indonesia yang sering dipakai di Cape Town. Di antara kosakata itu adalah: taramakasie (terima kasih), katja (kaca), boeka (buka), toelis (tulis), batja (baca), kitab (kitab), soempah (sumpah), syambole (cambuk), manieng-al (meninggal), granaa (gerhana), maskawi (maskawin), agama (agama), ghoenthoem (guntur), gielap (kilat), kamar mandie (kamar mandi), dan sebagainya.

Beberapa kegiatan ritual dan tradisi keagamaan yang berasal dari tanah Melayu masih terus dipraktikkan seperti ratib (debus di Indonesia) dan beberapa ritual serta praktik agama lainnya yang banyak menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa penamaan ritual itu seperti puasa, iftar, sembahyang, bang (adhan), abdas (wudhu). Kata-kata bahasa Indonesia lain yang masuk dalam kosakata lokal tetapi tidak ada kaitannya dengan ritual antara lain jamban (wc), terima kasih, kuli, pisang, dan roti.

Pengaruh musik Indonesia pun juga kuat. Ghoema sebenarnya sejenis genderang yang berasal dari Indonesia. Musik ini dipakai untuk merayakan pembebasan budak pada 1883. Instrumen yang dipakai dalam musik ghoema, coen, atau klopse adalah campuran dari alat musik Melayu dan Afrika.

Adat Indonesia juga ikut berpengaruh. Contohnya "tjoekoer". Ini adat mencukur anak yang baru berumur sepekan. Sedikit rambutnya dicukur, seperti yang dilakukan sebagian orang Indonesia.

Rampie sny adalah kebiasaan Wanita berkumpul di masjid dan mengiris daun jeruk kecil-kecil sebagai pewangi untuk perayaan maulud. Ini sama dengan di indonesia yang mengiris daun pandan kecil-kecil. Karena di cape town tak ada pandan, gantinya daun jeruk.

Ada juga pengaruh masakan Indonesia. Bubur, misalnya, di Cape Town disebut "boeber". Sedangkan sago pudding mirip bubur sagu di Maluku. Hanya, di Cape Town, resepnya memakai air mawar, kapulaga, susu (pengganti santan), dan tidak memakai kenari. Pengaruh makanan lain adalah kolwadjib (waji), sambal (sambal), dan blatjang (belacan), dan sebagainya.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ sampai abad 19
  2. ^ Stell, Gerald (2007). "From Kitaab-Hollandsch to Kitaab-Afrikaans: The evolution of a non-white literary variety at the Cape (1856-1940)" (PDF). Stellenbosch Papers in Linguistics. Stellenbosch University. 37. doi:10.5774/37-0-16. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 31 May 2016. Diakses tanggal 24 April 2016. 
  3. ^ "Cape Malay". 4 August 2012. 
  4. ^ "The Cape Malay | South African History Online". www.sahistory.org.za. Diakses tanggal 2023-04-15. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]