Djojo Dirono: Perbedaan antara revisi
RushingBot (bicara | kontrib) k →top: hapus templat bendera per pedoman gaya ikon, removed: {{negara|Hindia Belanda}} (2) |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
(5 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 12: | Baris 12: | ||
|lieutenant = |
|lieutenant = |
||
|appointed = |
|appointed = |
||
|birth_date = |
|birth_date = 4 Februari 1883 |
||
|birth_place = |
|birth_place = [[Lamongan, Lamongan|Lamongan]], [[Hindia Belanda]] |
||
|death_date = |
|death_date = 24 Juni 1945 |
||
|death_place = [[Sidoarjo]], [[ |
|death_place = [[Gedangan, Sidoarjo|Gedangan]], [[Sidoarjo]], [[Pendudukan Jepang di wilayah Hindia Belanda|Masa Pendudukan Jepang di Hindia Belanda]] |
||
|burial_place = Pemakaman Keluarga Tjondronegoro, [[Sidoarjo |
|burial_place = Pemakaman Keluarga Tjondronegoro, [[Sidoarjo]] |
||
|nationality = |
|nationality = |
||
|party = |
|party = |
||
|spouse = RA. Siti Ngaisah |
|spouse = RA. Siti Ngaisah |
||
|relations = [[Ken Arok]], Sinuhun Brawijaya V, [[Joko Tingkir]] dan [[Mangkunegara I]] (leluhur) |
|relations = [[Ken Arok]], Sinuhun Brawijaya V, [[Joko Tingkir]] dan [[Mangkunegara I]] (leluhur) <br> [[Kromo Djojo Adirono|Raden Tumenggung Kromo Djojo Adirono]] (ayah) <br> [[Latief Hendraningrat]] (cucu) |
||
|president = |
|president = |
||
|governor = |
|governor = |
||
Baris 33: | Baris 33: | ||
}} |
}} |
||
[[Berkas:Buyut-putriRASitiNgasiah.jpg|jmpl|RA. Siti Ngasiah. Istri Raden Mas Djojo Dirono]] |
[[Berkas:Buyut-putriRASitiNgasiah.jpg|jmpl|RA. Siti Ngasiah. Istri Raden Mas Djojo Dirono]] |
||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | Ia adalah anak dari bupati sebelumnya [[Kromo Djojo Adirono|Raden Tumenggung Kromo Djojo Adirono]]. Ia adalah keturunan dari garis trah/marga Kasepuhan-Kromodjajan yang berleluhurkan singkat [[Ken Arok]], Sinuhun Brawijaya V, [[Joko Tingkir]] dan [[Mangkunegara I]]. Ia memiliki istri bernama Raden Ajeng Siti Ngaisah, yang merupakan putri dari Raden Mas Panji Djojo Diningrat yang Bergelar Raden Mas Haji Muhammad Yasien Efendi yang membabat sebagian hutan menjadi perkebunan dan perkampungan yang kini bernama [[Glenmore, Banyuwangi|Kecamatan Glenmore]] di selatan lereng [[Gunung Raung]], [[ |
||
== |
== Riwayat Hidup == |
||
⚫ | |||
⚫ | Ia adalah anak dari bupati sebelumnya [[Kromo Djojo Adirono|Raden Tumenggung Kromo Djojo Adirono]]. Ia adalah keturunan dari garis trah/marga Kasepuhan-Kromodjajan yang berleluhurkan singkat [[Ken Arok]], Sinuhun [[Kertabhumi|Brawijaya V]], [[Joko Tingkir]] dan [[Mangkunegara I]]. Ia memiliki istri bernama Raden Ajeng Siti Ngaisah, yang merupakan putri dari Raden Mas Panji Djojo Diningrat yang Bergelar Raden Mas Haji Muhammad Yasien Efendi yang membabat sebagian hutan menjadi perkebunan dan perkampungan yang kini bernama [[Glenmore, Banyuwangi|Kecamatan Glenmore]] di selatan lereng [[Gunung Raung]], [[Banyuwangi]]. Ia merupakan kakek dari pengibar bendera [[Indonesia]] pada saat [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|Proklamasi Kemerdekaan]], [[Latief Hendraningrat|Brigadir Jendral (Purn.) Raden Mas Abdul Latief Hendroningrat]]. |
||
=== Bupati Lamongan === |
|||
Pada saat pemerintahannya ia berhasil membangun [[Rel|rel kereta api]], sekolah dan rumah sakit sehingga gelarnya dinaikkan menjadi Raden Adipati Aryo Djojo Adinegoro.<ref>[http://lamongan-kota.blogspot.com/2009/04/nama-nama-bupati-lamongan-sejak-masih.html Nama-nama bupati Lamongan]</ref> |
Pada saat pemerintahannya ia berhasil membangun [[Rel|rel kereta api]], sekolah dan rumah sakit sehingga gelarnya dinaikkan menjadi Raden Adipati Aryo Djojo Adinegoro.<ref>[http://lamongan-kota.blogspot.com/2009/04/nama-nama-bupati-lamongan-sejak-masih.html Nama-nama bupati Lamongan]</ref> |
||
== Kematian == |
== Kematian == |
||
Ketika [[Jepang]] memasuki Kabupaten Lamongan kondisi menjadi banyak ketidak stabilan dalam kehidupan sosial, perekonomian dan kerusuhan akibat kesemena-menaan tentara Jepang kala masa transisi perpindahan kekuasaan dari pihak [[Belanda]] kepada pihak Jepang di kabupaten Lamongan. Saat-saat itulah guna untuk menyelamatkan diri dari berbagai tindakan tentara Jepang, istri dari RM Adipati Aryo Djojo Adinegoro menyarankan agar dia untuk mengungsi saja untuk berkumpul dengan di Rumah kediaman saudara nya di [[Sidoarjo]]. |
Ketika [[Jepang]] memasuki Kabupaten Lamongan kondisi menjadi banyak ketidak stabilan dalam kehidupan sosial, perekonomian dan kerusuhan akibat kesemena-menaan tentara Jepang kala masa transisi perpindahan kekuasaan dari pihak [[Belanda]] kepada pihak Jepang di kabupaten Lamongan. Saat-saat itulah guna untuk menyelamatkan diri dari berbagai tindakan tentara Jepang, istri dari RM Adipati Aryo Djojo Adinegoro menyarankan agar dia untuk mengungsi saja untuk berkumpul dengan di Rumah kediaman saudara nya di [[Sidoarjo]]. |
||
Saat itu, di dalam pikiran Djojo Adinegoro adalah ingin tetap mempertahankan tanah Lamongan dan tetap ingin menjadi pelayan dan pelindung masyarakat Lamongan ketika saat itu, namun keinginan untuk tetap bertahan di Lamongan harus berhenti karena keadaan fisik tidak mendukung. Ia jatuh sakit dan terpaksa harus mendapatkan perawatan di Sidoarjo sampai keadaannya pulih lagi. Setelah pulih, Adipati Aryo Djojo Adinegoro ingin kembali ke Lamongan tetapi saat itu sistem kepemimpinan daerah sudah tidak sama ketika Belanda masih menduduki indonesia, hingga akhirnya dengan hati kecewa Raden Mas Adipati Aryo Djojo Adinegoro terpaksa memutuskan tetap tinggal di Sidoarjo bersama keluarga yang lain. |
|||
Pada tanggal 24 Juni 1945 dia meninggal dunia dan dia di kebumikan di samping makam istrinya Raden Ajeng Siti Ngasiah. Ia dimakamkan di pemakaman keluarga Tjondronegoro di belakang Masjid Agung Alun - Alun Sidoarjo. |
|||
== Referensi == |
== Referensi == |
||
{{reflist}} |
{{reflist}} |
||
* [http://aqvinonior.mywapblog.com/raden-mas-adipati-djojo-dirono-bergelar.xhtml Raden Mas Adipati Djojo Dirono di aqvinonior.mywapblog.com]{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }} |
|||
{{Kotak mulai}} |
{{Kotak mulai}} |
||
{{s-off}} |
{{s-off}} |
||
Baris 54: | Baris 59: | ||
{{Kotak selesai}} |
{{Kotak selesai}} |
||
⚫ | |||
[[Kategori:Tokoh Jawa]] |
[[Kategori:Tokoh Jawa]] |
||
⚫ | |||
[[Kategori:Bupati Lamongan]] |
[[Kategori:Bupati Lamongan]] |
||
[[Kategori:Tokoh dari Kecamatan Lamongan]] |
Revisi terkini sejak 31 Maret 2024 13.15
Djojo Dirono | |
---|---|
Bupati Lamongan 21 | |
Masa jabatan 1885–1937 | |
Pendahulu RT Kromo Djojo Adirono Pengganti RT Moerid Tjokronegoro | |
Informasi pribadi | |
Lahir | 4 Februari 1883 Lamongan, Hindia Belanda |
Meninggal | 24 Juni 1945 Gedangan, Sidoarjo, Masa Pendudukan Jepang di Hindia Belanda |
Suami/istri | RA. Siti Ngaisah |
Hubungan | Ken Arok, Sinuhun Brawijaya V, Joko Tingkir dan Mangkunegara I (leluhur) Raden Tumenggung Kromo Djojo Adirono (ayah) Latief Hendraningrat (cucu) |
Sunting kotak info • L • B |
Raden Mas Djojo Dirono (4 Februari 1883 – 24 Juni 1945; Gelar: Raden Mas Adipati Aryo Djojo Adinegoro) adalah bupati Lamongan yang memerintah pada periode 1885-1908 dan 1908-1937.
Riwayat Hidup
[sunting | sunting sumber]Keluarga dan Leluhur
[sunting | sunting sumber]Ia adalah anak dari bupati sebelumnya Raden Tumenggung Kromo Djojo Adirono. Ia adalah keturunan dari garis trah/marga Kasepuhan-Kromodjajan yang berleluhurkan singkat Ken Arok, Sinuhun Brawijaya V, Joko Tingkir dan Mangkunegara I. Ia memiliki istri bernama Raden Ajeng Siti Ngaisah, yang merupakan putri dari Raden Mas Panji Djojo Diningrat yang Bergelar Raden Mas Haji Muhammad Yasien Efendi yang membabat sebagian hutan menjadi perkebunan dan perkampungan yang kini bernama Kecamatan Glenmore di selatan lereng Gunung Raung, Banyuwangi. Ia merupakan kakek dari pengibar bendera Indonesia pada saat Proklamasi Kemerdekaan, Brigadir Jendral (Purn.) Raden Mas Abdul Latief Hendroningrat.
Bupati Lamongan
[sunting | sunting sumber]Pada saat pemerintahannya ia berhasil membangun rel kereta api, sekolah dan rumah sakit sehingga gelarnya dinaikkan menjadi Raden Adipati Aryo Djojo Adinegoro.[1]
Kematian
[sunting | sunting sumber]Ketika Jepang memasuki Kabupaten Lamongan kondisi menjadi banyak ketidak stabilan dalam kehidupan sosial, perekonomian dan kerusuhan akibat kesemena-menaan tentara Jepang kala masa transisi perpindahan kekuasaan dari pihak Belanda kepada pihak Jepang di kabupaten Lamongan. Saat-saat itulah guna untuk menyelamatkan diri dari berbagai tindakan tentara Jepang, istri dari RM Adipati Aryo Djojo Adinegoro menyarankan agar dia untuk mengungsi saja untuk berkumpul dengan di Rumah kediaman saudara nya di Sidoarjo.
Saat itu, di dalam pikiran Djojo Adinegoro adalah ingin tetap mempertahankan tanah Lamongan dan tetap ingin menjadi pelayan dan pelindung masyarakat Lamongan ketika saat itu, namun keinginan untuk tetap bertahan di Lamongan harus berhenti karena keadaan fisik tidak mendukung. Ia jatuh sakit dan terpaksa harus mendapatkan perawatan di Sidoarjo sampai keadaannya pulih lagi. Setelah pulih, Adipati Aryo Djojo Adinegoro ingin kembali ke Lamongan tetapi saat itu sistem kepemimpinan daerah sudah tidak sama ketika Belanda masih menduduki indonesia, hingga akhirnya dengan hati kecewa Raden Mas Adipati Aryo Djojo Adinegoro terpaksa memutuskan tetap tinggal di Sidoarjo bersama keluarga yang lain.
Pada tanggal 24 Juni 1945 dia meninggal dunia dan dia di kebumikan di samping makam istrinya Raden Ajeng Siti Ngasiah. Ia dimakamkan di pemakaman keluarga Tjondronegoro di belakang Masjid Agung Alun - Alun Sidoarjo.
Referensi
[sunting | sunting sumber]Jabatan politik | ||
---|---|---|
Didahului oleh: RT Kromo Djojo Adirono |
Bupati Lamongan 1885–1937 |
Diteruskan oleh: RT Moerid Tjokronegoro |