Lompat ke isi

Sunan Geseng: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Nusantara1945 (bicara | kontrib)
k Perbaikan Pengetikan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(38 revisi perantara oleh 24 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{noref}}
'''Sunan Geseng''', atau sering pula disebut '''[[Eyang]] Cakrajaya''', adalah murid [[Sunan Kalijaga]].


Menurut [[Babad Jalasutra]], [[Ki]] [[Cakrajaya]] juga adalah murid dari R.Wasiwara /[[Sunan Panggung]].
[[Sunan Geseng]], atau sering pula disebut [[Eyang Cakrajaya]], adalah murid [[Sunan Kalijaga]]. Ia adalah keturunan Imam [[Jafar Shadiq]], dengan nasab: Sunan Geseng bin Husain bin al-Wahdi bin Hasan bin Askar bin Muhammad bin Husein bin Askib bin Mohammad Wahid bin Hasan bin Asir bin 'Al bin Ahmad bin Mosrir bin Jazar bin Musa bin Hajr bin Ja'far al-Sadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husein bin al-Imam Ali k.w. [http://www.asyraaf.com/v2/buku/asal+usul/link1.php]


yang dimakamkan di dusun [[Kutan]], Desa [[Jatirejo]], Kecamatan [[Lendah]], [[Kulonprogo]]. Makamnya terletak di bukit pinggir sungai Progo. Beberapa orang menganggap antara Ki Cakrajaya dan Sunan Panggung adalah orang yang sama.
Menurut hikayat, pada suatu saat ia mengikuti anjuran Sunan Kalijaga untuk mengasingkan diri di suatu hutan untuk konsentrasi beribadah kepada Allah. Di tengah lelakunya itu, hutan tersebut terbakar, tapi beliau tidak mau menghentikan tapanya, sesuai pesan sang guru untuk jangan memutus ibadah, apapun yang terjadi, sampai sang guru datang menjenguknya. Demikianlah, ketika kebakaran berhenti dan Sunan Kalijaga datang menjenguknya, dia dapati Cakrajaya telah menghitam hangus, meskipun tetap sehat wal afiat. Maka digelarilah beliau dengan Sunan Geseng.


Menurut hikayat, pada suatu saat ia mengikuti anjuran Sunan Kalijaga untuk mengasingkan diri di suatu [[hutan]] untuk konsentrasi beribadah kepada [[Allah]]. Di tengah lelakunya itu, hutan tersebut terbakar, tetapi ia tidak mau menghentikan tapanya, sesuai pesan sang guru untuk jangan memutus ibadah, apapun yang terjadi, sampai sang [[guru]] datang menjenguknya. Demikianlah, ketika kebakaran berhenti dan Sunan Kalijaga datang menjenguknya, dia dapati Cakrajaya telah menghitam hangus, meskipun tetap [[sehat wal afiat]]. Maka digelarilah ia dengan Sunan Geseng.
Makam Sunan Geseng terletak di Dusun Jolosutro, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Letaknya kira-kira 2 km di sebelah kanan Jalan Yogyakarta-Wonosari Km. 14 (kalau datang dari Yogyakarta). Setiap tahun ada perayaan dari warga setempat untuk menghormati Sunan Geseng.


Makam Sunan Geseng terletak di [[Dusun Jolosutro]], [[Piyungan, Bantul|Kecamatan Piyungan]], [[Kabupaten Bantul]], [[Yogyakarta]]. Letaknya kira-kira 2 km di sebelah kanan [[Jalan Yogyakarta-Wonosari]] Km. 14 (kalau datang dari [[Yogyakarta]]). Setiap tahun ada perayaan dari warga setempat untuk menghormati Sunan Geseng. Selain di dekat [[Pantai Parangtritis]], [[Jogjakarta]], [[makam Sunan Geseng]] juga dipercaya terdapat di sebuah desa yang bernama Desa Tirto, di kaki Gunung Andong-dekat Gungung Telomoyo-secara administratif di bawah Kecamaan Grabag, Kabupaten Magelang Jawa Tengah.
[[Kategori:Sejarah Nusantara]]

Masyarakat sekitar makam khususnya, dan Grabag pada umumnya, sangat mempercayai bahwa makam yang ada di puncak bukit dengan bangunan cungkup dan makam di dalamnya adalah [[sarean]] ([[makam]]) Sunan Geseng.{{fact}}

Pada Bulan Ramadhan, pada hari ke-20 malam masyarakat banyak yang berkumpul di sekitar makam untuk bermunajat. Selain itu, di [[Desa Kleteran]] (terletak di bawah [[Desa Tirt]]) juga terdapat sebuah Pondok Pesantren yang dinamai [[Ponpes Sunan Geseng]].{{fact}}

Ada sebuah makam yang konon juga makam Sunan Geseng, tepatnya dihutan di atas bukit kapur kurang lebih 10 km disebelah timur kota tuban jawa timur, yang konon juga sunan geseng bertapa di situ sampai akhirnya hutan terbakar, dan pada saat dia wafat dimakamkan disitu, karena di dusun geseng tersebut terdapat sebuah makam yang di atasnya terdapat [[batu nisan]], dan banyak di ziarahi orang, dan dari situlah para peziarah yang pada umumnya berziarah di [[makam sunan Bonang]] di [[tuban]], atau di [[makam Syeh Maulana Ibrahim Asmoro Qondi]], selalu menyempatkan untuk berziarah ke makam Sunan Geseng tersebut.

[[Masjid Sunan Geseng]] terdapat di [[Bagelen]], [[Purworejo]]. Beberapa cerita rakyat menyebutkan bahwa setelah lulus menjadi wali, Sunan Geseng kembali ke Purworejo. Dalam perjalanannya melewati [[Pegunungan Menoreh]], salah satunya adalah di daerah Teganing, dekat [[Waduk Sermo]]. Beliau meninggalkan jejak "batur" atau pondasi calon pondok pesantren yang sedianya akan ia bangun.

== Referensi ==

{{reflist}}

[[Kategori:Tokoh penyebar Islam di Indonesia]]
[[Kategori:Arab-Indonesia]]
[[Kategori:Sunan|Geseng]]

Revisi terkini sejak 20 April 2024 13.50

Sunan Geseng, atau sering pula disebut Eyang Cakrajaya, adalah murid Sunan Kalijaga.

Menurut Babad Jalasutra, Ki Cakrajaya juga adalah murid dari R.Wasiwara /Sunan Panggung.

yang dimakamkan di dusun Kutan, Desa Jatirejo, Kecamatan Lendah, Kulonprogo. Makamnya terletak di bukit pinggir sungai Progo. Beberapa orang menganggap antara Ki Cakrajaya dan Sunan Panggung adalah orang yang sama.

Menurut hikayat, pada suatu saat ia mengikuti anjuran Sunan Kalijaga untuk mengasingkan diri di suatu hutan untuk konsentrasi beribadah kepada Allah. Di tengah lelakunya itu, hutan tersebut terbakar, tetapi ia tidak mau menghentikan tapanya, sesuai pesan sang guru untuk jangan memutus ibadah, apapun yang terjadi, sampai sang guru datang menjenguknya. Demikianlah, ketika kebakaran berhenti dan Sunan Kalijaga datang menjenguknya, dia dapati Cakrajaya telah menghitam hangus, meskipun tetap sehat wal afiat. Maka digelarilah ia dengan Sunan Geseng.

Makam Sunan Geseng terletak di Dusun Jolosutro, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Letaknya kira-kira 2 km di sebelah kanan Jalan Yogyakarta-Wonosari Km. 14 (kalau datang dari Yogyakarta). Setiap tahun ada perayaan dari warga setempat untuk menghormati Sunan Geseng. Selain di dekat Pantai Parangtritis, Jogjakarta, makam Sunan Geseng juga dipercaya terdapat di sebuah desa yang bernama Desa Tirto, di kaki Gunung Andong-dekat Gungung Telomoyo-secara administratif di bawah Kecamaan Grabag, Kabupaten Magelang Jawa Tengah.

Masyarakat sekitar makam khususnya, dan Grabag pada umumnya, sangat mempercayai bahwa makam yang ada di puncak bukit dengan bangunan cungkup dan makam di dalamnya adalah sarean (makam) Sunan Geseng.[butuh rujukan]

Pada Bulan Ramadhan, pada hari ke-20 malam masyarakat banyak yang berkumpul di sekitar makam untuk bermunajat. Selain itu, di Desa Kleteran (terletak di bawah Desa Tirt) juga terdapat sebuah Pondok Pesantren yang dinamai Ponpes Sunan Geseng.[butuh rujukan]

Ada sebuah makam yang konon juga makam Sunan Geseng, tepatnya dihutan di atas bukit kapur kurang lebih 10 km disebelah timur kota tuban jawa timur, yang konon juga sunan geseng bertapa di situ sampai akhirnya hutan terbakar, dan pada saat dia wafat dimakamkan disitu, karena di dusun geseng tersebut terdapat sebuah makam yang di atasnya terdapat batu nisan, dan banyak di ziarahi orang, dan dari situlah para peziarah yang pada umumnya berziarah di makam sunan Bonang di tuban, atau di makam Syeh Maulana Ibrahim Asmoro Qondi, selalu menyempatkan untuk berziarah ke makam Sunan Geseng tersebut.

Masjid Sunan Geseng terdapat di Bagelen, Purworejo. Beberapa cerita rakyat menyebutkan bahwa setelah lulus menjadi wali, Sunan Geseng kembali ke Purworejo. Dalam perjalanannya melewati Pegunungan Menoreh, salah satunya adalah di daerah Teganing, dekat Waduk Sermo. Beliau meninggalkan jejak "batur" atau pondasi calon pondok pesantren yang sedianya akan ia bangun.

Referensi

[sunting | sunting sumber]