Lompat ke isi

Tohjaya: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Rakehino (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(41 revisi perantara oleh 20 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
'''Panji Tohjaya''' adalah putra [[Ken Arok]] (pendiri Kerajaan [[Singhasari]]) yang lahir dari selir bernama [[Ken Umang]]. Menurut [[Pararaton]] ia menjadi raja [[Singhasari]] tahun 1249. Namun menurut [[Nagarakretagama]] ia sama sekali tidak pernah menjadi raja [[Singhasari]].
'''Apanji Tohjaya''' (lahir: ? - wafat: [[1250]]) adalah raja Kediri bawahan [[Tumapel]]. Menurut ''[[Nagarakretagama]]'' ia sama sekali tidak pernah menjadi raja di Kerajaan Tumapel.
Tetapi menurut ''[[Pararaton]]'', Tohjaya adalah raja [[Kerajaan Tumapel]] (atau [[Singhasari]]) yang memerintah tahun [[1249]] - [[1250]].
{{infobox royalty
|name = Apanji Tohjaya
|image =
|title = nāraryya toḥ jaya <br> pañji tohjaya
|birth_date = [[Tumapel]],
|birth_place = [[Jawa Timur]]
|death_date =
|death_place =
|place of burial =
|royal house = [[Wangsa Rajasa|Rajasa]]
|issue =
| succession = Raja [[Kadiri]]
| reign = [[1249]] - [[1250]]
| predecessor = [[Guningbhaya]]
| successor = [[Seminingrat]]
| father = [[Ken Angrok]]
| mother = [[Ken Umang]]
| wife =
|religion = [[Hindu]] [[Saiwa]]
|birth_name = Nāraryya Toḥjaya
}}


==Kisah Tohjaya dalam Pararaton==
== Kisah Hidup dalam Pararaton ==
Tohjaya adalah putra [[Ken Arok]] yang lahir dari selir bernama [[Ken Umang]]. Setelah [[Ken Arok]] tewas, anak tirinya yang bernama [[Anusapati]] naik takhta di [[Tumapel]]. Tohjaya mengetahui kalau pembunuh ayahnya tidak lain adalah [[Anusapati]] sendiri. Maka, ia pun menyusun rencana balas dendam.
Menurut [[Pararaton]], setelah membunuh ayah tirinya, yaitu [[Ken Arok]] pada tahun 1247, [[Anusapati]] menjadi raja [[Singhasari]]. Pemerintahannnya selalu dilanda kekhawatiran akan balas dendam dari putra-putra [[Ken Arok]].


Meskipun [[Anusapati]] memperketat pengawalan dirinya, namun Tohjaya mampu memanfaatkan kelemahannya. Suatu hari Tohjaya mengajak [[Anusapati]] menyabung ayam. [[Anusapati]] menuruti tanpa curiga karena hal itu memang menjadi kegemarannya. Saat [[Anusapati]] asyik memperhatikan ayam aduan yang sedang bertarung, Tohjaya segera membunuhnya dengan menggunakan keris [[Mpu Gandring]].
Meskipun [[Anusapati]] memperketat pengawalan atas dirinya, tetapi Tohjaya mampu memanfaatkan kelemahannya. Suatu hari Tohjaya mengajak [[Anusapati]] menyabung ayam. [[Anusapati]] menuruti tanpa curiga karena hal itu memang menjadi kegemarannya. Saat [[Anusapati]] asyik memperhatikan ayam aduan yang sedang bertarung, Tohjaya segera membunuhnya dengan menggunakan keris [[Mpu Gandring]]. Peristiwa itu terjadi tahun [[1249]].


Setelah membunuh [[Anusapati]] tahun 1248, Tohjaya menjadi raja [[Singhasari]]. Karena hasutan pembantunya, ia kemudian berniat membunuh kedua keponakannya, yaitu [[Ranggawuni]] (putra [[Anusapati]]), dan [[Mahisa Campaka]] (putra [[Mahisa Wunga Teleng]]). Namun kedua keponakannya justru mendapat dukungan kuat dari tentara [[Singhasari]]. Maka terjadilah pemberontakan terhadap Tohjaya yang dilancarkan oleh kedua keponakannya itu. Tohjaya tertusuk tombak namun berhasil melarikan diri. Karena lukanya parah, ia akhirnya meninggal di '''desa Katang Lumbang'''.
Tohjaya kemudian menjadi raja [[Tumapel]]. Karena hasutan pembantunya yang bernama Pranaraja, ia pun berniat membunuh kedua keponakannya, yaitu [[Ranggawuni]] (putra [[Anusapati]]), dan [[Mahisa Campaka]] (putra [[Mahisa Wonga Teleng]]) yang dianggapnya berbahaya terhadap kelangsungan takhta. Yang ditugasi untuk membunuh adalah Lembu Ampal.


Namun Lembu Ampal justru berbalik mendukung kedua pangeran yang hendak dibunuhnya. Ia bahkan berhasil menghimpun dukungan dari angkatan perang [[Tumapel]] untuk bersama mendukung [[Ranggawuni]] - [[Mahisa Campaka]]. Maka terjadilah pemberontakan terhadap Tohjaya di istana [[Tumapel]]. Tohjaya tertusuk tombak namun berhasil melarikan diri. Karena lukanya itu, ia akhirnya meninggal dunia di desa Katang Lumbang. Peristiwa ini terjadi tahun [[1250]].
==Bukti Sejarah Keberadaan Tokoh Tohjaya==
Uraian kisah hidup Panji Tohjaya terdapat dalam [[Pararaton]]. Namun naskah ini ditulis ratusan tahun sesudah zaman [[Singhasari]] sehingga kebenaran sejarahnya ''cukup meragukan''. Naskah [[Nagarakretagama]] yang ditulis tepat pada pertengahan zaman [[Majapahit]] ternyata ''sama sekali'' tidak menyebutkan nama Tohjaya.


== Bukti Sejarah ==
Nama Tohjaya kemudian ditemukan dalam [[prasasti Mula Malurung]]. Prasasti ini diterbitkan oleh Raja [[Wisnuwardhana]] tahun 1255 sehingga kebenaran datanya tentang keadaan [[Singhasari]] saat itu ''dapat dipertanggungjawabkan''. Dengan demikian, terbukti sudah kalau Tohjaya adalah benar-benar tokoh sejarah, bukan sekadar tokoh dongengan ciptaan [[Pararaton]].
Kisah hidup Tohjaya hanya terdapat dalam ''[[Pararaton]]'', tetapi naskah ini ditulis ratusan tahun sesudah zaman [[Kerajaan Tumapel]] sehingga kebenarannya perlu untuk dibuktikan. ''[[Nagarakretagama]]'' yang ditulis tepat pada pertengahan zaman [[Majapahit]] (1365) ternyata sama sekali tidak menyebutkan adanya nama Tohjaya. Menurut ''[[Nagarakretagama]]'', sepeninggal [[Anusapati]] yang menjadi raja selanjutnya adalah [[Wisnuwardhana]] (alias [[Ranggawuni]]).


Nama Tohjaya justru ditemukan dalam [[prasasti Mula Malurung]] yang dikeluarkan oleh [[Kertanagara]] atas perintah ayahnya yang bernama Maharaja Seminingrat (nama asli [[Wisnuwardhana]] versi prasasti) tahun [[1255]]. Prasasti ini telah membuktikan kalau Tohjaya merupakan tokoh sejarah yang benar-benar ada, bukan sekadar tokoh fiktif ciptaan ''[[Pararaton]]''.
Akan tetapi dalam prasasti tersebut ditulis bahwa Tohjaya bukan raja [[Singhasari]], melainkan raja [[Kadiri]] yang menggantikan adiknya, yaitu [[Guningbhaya]]. Adapun [[Guningbhaya]] menjadi raja setelah menggantikan kakaknya yang bernama '''Bhatara Parameswara'''. Ketiga raja [[Kadiri]] tersebut adalah ''paman'' dari Raja [[Wisnuwardhana]].


Akan tetapi dalam prasasti itu ditulis bahwa Tohjaya bukan raja [[Tumapel]] atau [[Singhasari]], melainkan raja [[Kadiri]] yang menggantikan adiknya, bernama [[Guningbhaya]]. Adapun [[Guningbhaya]] menjadi raja setelah menggantikan kakaknya yang bernama [[Mahisa Wong Ateleng|Bhatara Parameswara]]. Ketiga raja [[Kadiri]] tersebut merupakan paman dari Seminingrat.
Selain itu tertulis pula dalam prasasti tersebut nama pendiri Kerajaan [[Singhasari]] yaitu '''Bhatara Siwa''', kakek dari [[Wisnuwardhana]].


Selain itu tertulis pula bahwa pendiri [[Kerajaan Tumapel]] adalah [[Ken Arok|Bhatara Siwa]] yang wafat di atas takhta kencana, yaitu kakek dari [[Wisnuwardhana|Seminingrat]].
==Tohjaya adalah Raja Kadiri, bukan Raja Singhasari==
[[Slamet Muljana]] dalam bukunya, ''Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya'' (1979) mencoba menafsirkan kembali sejarah Tohjaya berdasarkan [[prasasti Mula Malurung]]. Kisahnya adalah sebagai berikut.


== Sebagai Raja Kadiri ==
Kerajaan [[Kadiri]] runtuh tahun 1222 akibat pemberontakan Bhatara Siwa (dalam [[Pararaton]] disebut [[Ken Arok]]). Ia kemudian mendirikan Kerajaan [[Singhasari]] di mana [[Kadiri]] menjadi negeri bawahan. [[Kadiri]] lalu diserahkan kepada putranya yang lahir dari [[Ken Dedes]] bernama Bhatara Parameswara (dalam [[Pararaton]] kiranya sama dengan [[Mahisa Wunga Teleng]]).
[[Prasasti Mula Malurung]] telah diulas dan dianalisis oleh sejarawan [[Slamet Muljana]] dalam bukunya yang berjudul ''Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya'' (1979). Dalam buku itu ia mencoba menafsirkan kembali sejarah [[Kerajaan Tumapel]] berdasarkan [[prasasti Mula Malurung]], ''[[Nagarakretagama]]'', dan ''[[Pararaton]]''.


[[Kerajaan Kadiri]] runtuh tahun [[1222]] akibat pemberontakan Bhatara Siwa (alias [[Ken Arok]]). Ia kemudian mendirikan [[Kerajaan Tumapel]] di mana [[Kadiri]] menjadi negeri bawahan, dan diserahkan kepada putranya yang bernama Bhatara Parameswara. Hal ini membuat cemburu [[Anusapati]] yang merasa sebagai putra tertua. Mungkin ia memang benar membunuh Bhatara Siwa karena menurut [[prasasti Mula Malurung]] raja pertama [[Tumapel]] itu wafat di atas takhtanya.
Jika benar [[Anusapati]] yang membunuh [[Ken Arok]] alias Bhatara Siwa, maka motif perbuatannya adalah karena cemburu pada pengangkatan Bhatara Parameswara di [[Kadiri]]. [[Pararaton]] hanya menyebutkan motif pembunuhan itu ialah balas dendam atas kematian [[Tunggul Ametung]] ayah kandung [[Anusapati]].


Sementara itu sepeninggal Bhatara Parameswara di [[Kadiri]], takhta jatuh kepada adiknya, bernama [[Guningbhaya]]. Kemudian sepeninggal [[Guningbhaya]] takhta jatuh kepada kakaknya, yaitu Tohjaya.
[[Prasasti Mula Malurung]] memang tidak menyebut nama [[Anusapati]] tapi mencantumkan tahun [[Wisnuwardhana]] naik takhta yaitu 1248, dan ini sesuai dengan berita dalam [[Nagarakretagama]].


[[Prasasti Mula Malurung]] menyebutkan Bhatara Parameswara di [[Kadiri]] digantikan adiknya yang bernama [[Guningbhaya]] (dalam [[Pararaton]] disebut [[Agnibhaya]]). [[Guningbhaya]] lalu digantikan kakaknya, yaitu Tohjaya, yang memerintah [[Kadiri]] sampai tahun 1250.
Dalam ''[[Pararaton]]'', tokoh Bhatara Parameswara identik dengan [[Mahisa Wonga Teleng]], putra tertua pasangan [[Ken Arok]] dan [[Ken Dedes]]. Sedangkan [[Guningbhaya]] identik dengan adik kandung [[Mahisa Wonga Teleng]], yaitu [[Agnibhaya]]. Sementara itu, Tohjaya sendiri disebut sebagai kakak [[Guningbhaya]]. Berita ini sesuai dengan ''[[Pararaton]]'' di mana Tohjaya merupakan putra tertua [[Ken Arok]] yang lahir dari [[Ken Umang]]. Maka, dapat dipastikan kalau Tohjaya lahir lebih dulu daripada [[Agnibhaya]].


Jika benar Tohjaya melakukan kudeta untuk merebut takhta, maka ia melakukannya terhadap [[Guningbhaya]] di [[Kadiri]], bukan terhadap [[Anusapati]] di [[Singhasari]]. Biasanya takhta jatuh kepada yang lebih muda. Namun dalam prasasti disebutkan kalau [[Guningbhaya]] digantikan kakaknya, yaitu Tohjaya. Kiranya berita dalam [[Pararaton]] benar. Tohjaya tidak mempunyai hak atas takhta karena ia putra selir. Jadi ia harus melakukan kudeta terhadap [[Guningbhaya]].
Yang berbeda dengan ''[[Pararaton]]'' adalah, Tohjaya merupakan raja [[Kadiri]] bukan raja [[Tumapel]] atau [[Singhasari]]. Jika benar ia melakukan kudeta disertai pembunuhan, mungkin ia melakukannya terhadap [[Guningbhaya]], bukan terhadap [[Anusapati]]. Kiranya, Tohjaya yang hanya putra selir membunuh [[Guningbhaya]] untuk merebut takhta [[Kadiri]].


== Pengganti Tohjaya ==
Selanjutnya [[Pararaton]] menyebutkan kalau Tohjaya berniat membunuh kedua keponakannya, yaitu [[Wisnuwardhana]] dan [[Mahisa Campaka]]. Keduanya memang memiliki hak atas takhta [[Kadiri]], karena keduanya masing-masing adalah menantu dan putra Bhatara Parameswara alias [[Mahisa Wunga Teleng]].
Menurut ''[[Pararaton]]'' pengganti Tohjaya sebagai raja [[Tumapel]] sejak tahun [[1250]] adalah [[Ranggawuni]] bergelar [[Wisnuwardhana]]. Namun ''[[Nagarakretagama]]'' memberitakan bahwa [[Wisnuwardhana]] naik takhta sejak [[1248]] menggantikan [[Anusapati]]. Lagi pula [[prasasti Mula Malurung]] telah membuktikan kalau Tohjaya adalah raja [[Kadiri]].


[[Prasasti Mula Malurung]] dikeluarkan tahun [[1255]] oleh [[Kertanagara]] selaku [[yuwaraja]] di [[Kadiri]] atas perintah dari Seminingrat ([[Wisnuwardhana]]), ayahnya di [[Tumapel]]. Rupanya [[Kertanagara]] mendapat hak atas takhta [[Kadiri]] karena ibunya yang bernama Waning Hyun adalah putri [[Mahisa Wong Ateleng|Bhatara Parameswara]].
Uraian dalam [[Pararaton]] memang sulit dipercaya, namun jika dibandingkan dengan [[prasasti Mula Malurung]] ternyata cukup mendekati kebenaran.


Nama [[Mahisa Campaka]] alias [[Narasinghamurti]] putra Bhatara Parameswara memang tidak terdapat dalam prasasti itu. Nama yang mirip adalah Narajaya sepupu [[Wisnuwardhana]] yang menjadi raja bawahan di Hering. Kiranya [[Mahisa Campaka]] memang tidak memiliki hak atas [[Kadiri]] karena mungkin ia hanya sebagai putra bungsu, atau mungkin ia lahir dari selir ayahnya. Karena pada kenyataannya takhta [[Kadiri]] jatuh pada [[Kertanagara]] putra Waning Hyun, kakak perempuannya.
==Pengganti Tohjaya==
Menurut [[Pararaton]] pengganti Tohjaya sebagai raja [[Singhasari]] sejak tahun 1249 adalah [[Wisnuwardhana]]. Namun [[prasasti Mula Malurung]] menyebutkan [[Wisnuwardhana]] menjadi raja [[Singhasari]] sejak 1248 (ia menggantikan [[Anusapati]] menurut [[Nagarakretagama]]). Lagi pula Tohjaya adalah raja [[Kadiri]].


[[Prasasti Mula Malurung]] juga menyebutkan kalau Seminingrat mempersatukan kembali [[Kerajaan Tumapel]] sepeninggal Tohjaya. Mungkin sepeninggal ayahnya, [[Ken Arok]], yang tewas di atas takhta oleh [[Anusapati]], Bhatara Parameswara segera memisahkan [[Kadiri]] dari kekuasaan [[Tumapel]]. Atau dengan kata lain, ia menolak menjadi bawahan [[Anusapati]]. Jadi, di [[Jawa Timur]] kemudian terdapat dua buah kerajaan, dan ini berlangsung sampai pemerintahan Tohjaya. Baru sepeninggal Tohjaya, [[Kadiri]] kembali dijadikan sebagai negeri bawahan [[Tumapel]] oleh Seminingrat dan diserahkan kepada [[Kertanagara]] pada tahun 1254, sebagai [[yuwaraja]] di sana.
Dalam [[prasasti Mula Malurung]] disebutkan kalau kekuasaan Tohjaya di [[Kadiri]] berakhir tahun 1250. Raja [[Kadiri]] pada saat prasasti diterbitkan (1255) adalah [[Kertanagara]] putra [[Wisnuwardhana]]. Ia mendapat hak atas takhta [[Kadiri]] karena ibunya adalah '''Waning Hyun''' putri Bhatara Parameswara.


== Kepustakaan ==
[[Mahisa Campaka]] alias [[Narasinghamurti]] putra Bhatara Parameswara memang tidak terdapat dalam prasasti. Yang ada adalah '''Narajaya''' sepupu [[Wisnuwardhana]] yang menjadi raja bawahan di '''Hering'''. Hal ini membuktikan kalau [[Mahisa Campaka]] tidak memiliki hak atas takhta [[Kadiri]] karena mungkin ia hanyalah putra bungsu, atau mungkin ia lahir dari selir Bhatara Parameswara. Karena pada kenyataannya takhta [[Kadiri]] jatuh pada [[Kertanagara]] putra [[Wisnuwardhana]] dan Waning Hyun.
* R.M. Mangkudimedja. 1979. ''Serat Pararaton Jilid 2''. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
* [[Slamet Muljana]]. 2005. ''Menuju Puncak Kemegahan'' (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
* [[Slamet Muljana]]. 1979. ''Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya''. Jakarta: Bhratara

== Lihat pula ==
* [[Prasasti Mula Malurung]]
* [[Anusapati]]
* [[Wisnuwardhana]]


{{kotak mulai}}
{{kotak mulai}}
{{s-reg}}
{{kotak suksesi|jabatan=Raja Kadiri bawahan Singhasari|tahun=? - 1250|pendahulu=Guningbhaya|pengganti=[[Kertanagara]]}}
{{kotak suksesi|jabatan=Raja Kadiri|tahun=? - 1250|pendahulu=[[Guningbhaya]]|pengganti=[[Kertanagara]]}}
{{kotak selesai}}
{{kotak selesai}}


{{DEFAULTSORT:Tohjaya, Apanji}}
[[Kategori:Tokoh dari Malang]]
[[Kategori:Kerajaan Singhasari]]
[[Kategori:Kerajaan Singhasari]]
[[Kategori:Pembunuh]]
[[Kategori:Pembunuh]]
[[Kategori:Kematian akibat perang]]
[[Kategori:Kematian 1250]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Timur]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Dinasti Rajasa]]

Revisi terkini sejak 29 April 2024 17.20

Apanji Tohjaya (lahir: ? - wafat: 1250) adalah raja Kediri bawahan Tumapel. Menurut Nagarakretagama ia sama sekali tidak pernah menjadi raja di Kerajaan Tumapel. Tetapi menurut Pararaton, Tohjaya adalah raja Kerajaan Tumapel (atau Singhasari) yang memerintah tahun 1249 - 1250.

Apanji Tohjaya
nāraryya toḥ jaya
pañji tohjaya
Raja Kadiri
Berkuasa1249 - 1250
PendahuluGuningbhaya
PenerusSeminingrat
KelahiranNāraryya Toḥjaya
Tumapel,
Jawa Timur
WangsaRajasa
AyahKen Angrok
IbuKen Umang
AgamaHindu Saiwa

Kisah Hidup dalam Pararaton

[sunting | sunting sumber]

Tohjaya adalah putra Ken Arok yang lahir dari selir bernama Ken Umang. Setelah Ken Arok tewas, anak tirinya yang bernama Anusapati naik takhta di Tumapel. Tohjaya mengetahui kalau pembunuh ayahnya tidak lain adalah Anusapati sendiri. Maka, ia pun menyusun rencana balas dendam.

Meskipun Anusapati memperketat pengawalan atas dirinya, tetapi Tohjaya mampu memanfaatkan kelemahannya. Suatu hari Tohjaya mengajak Anusapati menyabung ayam. Anusapati menuruti tanpa curiga karena hal itu memang menjadi kegemarannya. Saat Anusapati asyik memperhatikan ayam aduan yang sedang bertarung, Tohjaya segera membunuhnya dengan menggunakan keris Mpu Gandring. Peristiwa itu terjadi tahun 1249.

Tohjaya kemudian menjadi raja Tumapel. Karena hasutan pembantunya yang bernama Pranaraja, ia pun berniat membunuh kedua keponakannya, yaitu Ranggawuni (putra Anusapati), dan Mahisa Campaka (putra Mahisa Wonga Teleng) yang dianggapnya berbahaya terhadap kelangsungan takhta. Yang ditugasi untuk membunuh adalah Lembu Ampal.

Namun Lembu Ampal justru berbalik mendukung kedua pangeran yang hendak dibunuhnya. Ia bahkan berhasil menghimpun dukungan dari angkatan perang Tumapel untuk bersama mendukung Ranggawuni - Mahisa Campaka. Maka terjadilah pemberontakan terhadap Tohjaya di istana Tumapel. Tohjaya tertusuk tombak namun berhasil melarikan diri. Karena lukanya itu, ia akhirnya meninggal dunia di desa Katang Lumbang. Peristiwa ini terjadi tahun 1250.

Bukti Sejarah

[sunting | sunting sumber]

Kisah hidup Tohjaya hanya terdapat dalam Pararaton, tetapi naskah ini ditulis ratusan tahun sesudah zaman Kerajaan Tumapel sehingga kebenarannya perlu untuk dibuktikan. Nagarakretagama yang ditulis tepat pada pertengahan zaman Majapahit (1365) ternyata sama sekali tidak menyebutkan adanya nama Tohjaya. Menurut Nagarakretagama, sepeninggal Anusapati yang menjadi raja selanjutnya adalah Wisnuwardhana (alias Ranggawuni).

Nama Tohjaya justru ditemukan dalam prasasti Mula Malurung yang dikeluarkan oleh Kertanagara atas perintah ayahnya yang bernama Maharaja Seminingrat (nama asli Wisnuwardhana versi prasasti) tahun 1255. Prasasti ini telah membuktikan kalau Tohjaya merupakan tokoh sejarah yang benar-benar ada, bukan sekadar tokoh fiktif ciptaan Pararaton.

Akan tetapi dalam prasasti itu ditulis bahwa Tohjaya bukan raja Tumapel atau Singhasari, melainkan raja Kadiri yang menggantikan adiknya, bernama Guningbhaya. Adapun Guningbhaya menjadi raja setelah menggantikan kakaknya yang bernama Bhatara Parameswara. Ketiga raja Kadiri tersebut merupakan paman dari Seminingrat.

Selain itu tertulis pula bahwa pendiri Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa yang wafat di atas takhta kencana, yaitu kakek dari Seminingrat.

Sebagai Raja Kadiri

[sunting | sunting sumber]

Prasasti Mula Malurung telah diulas dan dianalisis oleh sejarawan Slamet Muljana dalam bukunya yang berjudul Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya (1979). Dalam buku itu ia mencoba menafsirkan kembali sejarah Kerajaan Tumapel berdasarkan prasasti Mula Malurung, Nagarakretagama, dan Pararaton.

Kerajaan Kadiri runtuh tahun 1222 akibat pemberontakan Bhatara Siwa (alias Ken Arok). Ia kemudian mendirikan Kerajaan Tumapel di mana Kadiri menjadi negeri bawahan, dan diserahkan kepada putranya yang bernama Bhatara Parameswara. Hal ini membuat cemburu Anusapati yang merasa sebagai putra tertua. Mungkin ia memang benar membunuh Bhatara Siwa karena menurut prasasti Mula Malurung raja pertama Tumapel itu wafat di atas takhtanya.

Sementara itu sepeninggal Bhatara Parameswara di Kadiri, takhta jatuh kepada adiknya, bernama Guningbhaya. Kemudian sepeninggal Guningbhaya takhta jatuh kepada kakaknya, yaitu Tohjaya.

Dalam Pararaton, tokoh Bhatara Parameswara identik dengan Mahisa Wonga Teleng, putra tertua pasangan Ken Arok dan Ken Dedes. Sedangkan Guningbhaya identik dengan adik kandung Mahisa Wonga Teleng, yaitu Agnibhaya. Sementara itu, Tohjaya sendiri disebut sebagai kakak Guningbhaya. Berita ini sesuai dengan Pararaton di mana Tohjaya merupakan putra tertua Ken Arok yang lahir dari Ken Umang. Maka, dapat dipastikan kalau Tohjaya lahir lebih dulu daripada Agnibhaya.

Yang berbeda dengan Pararaton adalah, Tohjaya merupakan raja Kadiri bukan raja Tumapel atau Singhasari. Jika benar ia melakukan kudeta disertai pembunuhan, mungkin ia melakukannya terhadap Guningbhaya, bukan terhadap Anusapati. Kiranya, Tohjaya yang hanya putra selir membunuh Guningbhaya untuk merebut takhta Kadiri.

Pengganti Tohjaya

[sunting | sunting sumber]

Menurut Pararaton pengganti Tohjaya sebagai raja Tumapel sejak tahun 1250 adalah Ranggawuni bergelar Wisnuwardhana. Namun Nagarakretagama memberitakan bahwa Wisnuwardhana naik takhta sejak 1248 menggantikan Anusapati. Lagi pula prasasti Mula Malurung telah membuktikan kalau Tohjaya adalah raja Kadiri.

Prasasti Mula Malurung dikeluarkan tahun 1255 oleh Kertanagara selaku yuwaraja di Kadiri atas perintah dari Seminingrat (Wisnuwardhana), ayahnya di Tumapel. Rupanya Kertanagara mendapat hak atas takhta Kadiri karena ibunya yang bernama Waning Hyun adalah putri Bhatara Parameswara.

Nama Mahisa Campaka alias Narasinghamurti putra Bhatara Parameswara memang tidak terdapat dalam prasasti itu. Nama yang mirip adalah Narajaya sepupu Wisnuwardhana yang menjadi raja bawahan di Hering. Kiranya Mahisa Campaka memang tidak memiliki hak atas Kadiri karena mungkin ia hanya sebagai putra bungsu, atau mungkin ia lahir dari selir ayahnya. Karena pada kenyataannya takhta Kadiri jatuh pada Kertanagara putra Waning Hyun, kakak perempuannya.

Prasasti Mula Malurung juga menyebutkan kalau Seminingrat mempersatukan kembali Kerajaan Tumapel sepeninggal Tohjaya. Mungkin sepeninggal ayahnya, Ken Arok, yang tewas di atas takhta oleh Anusapati, Bhatara Parameswara segera memisahkan Kadiri dari kekuasaan Tumapel. Atau dengan kata lain, ia menolak menjadi bawahan Anusapati. Jadi, di Jawa Timur kemudian terdapat dua buah kerajaan, dan ini berlangsung sampai pemerintahan Tohjaya. Baru sepeninggal Tohjaya, Kadiri kembali dijadikan sebagai negeri bawahan Tumapel oleh Seminingrat dan diserahkan kepada Kertanagara pada tahun 1254, sebagai yuwaraja di sana.

Kepustakaan

[sunting | sunting sumber]
  • R.M. Mangkudimedja. 1979. Serat Pararaton Jilid 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
  • Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
  • Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]
Gelar kebangsawanan
Didahului oleh:
Guningbhaya
Raja Kadiri
? - 1250
Diteruskan oleh:
Kertanagara