Lompat ke isi

Ratu Adil: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k pemberian struktur
August.die (bicara | kontrib)
Memperbaiki Ejaan
 
(19 revisi perantara oleh 15 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 3: Baris 3:
{{Refimprove|date=April 2020}}
{{Refimprove|date=April 2020}}
}}
}}
'''Ratu Adil (Satria Piningit)''' merupakan mitologi Jawa yang menyatakan bahwa pada suatu waktu yang tanda tandanya disandikan dalam serat serat kuno, akan datang seorang pemimpin Nusantara yang akan menjadi penyelamat, ia akan membawa keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Pemimpin atau Raja tersebut disebut juga "Herucokro". Ramalan tentang datangnya Ratu Adil ini berasal dari [[Jayabaya|Prabu Jayabaya]], seorang Raja kerajaan Kediri yang hidup pada sekitar abad ke-11. Dalam kitab Musarar Jayabaya disebutkan bahwa Pertanda kedatangan Ratu Adil adalah adanya kemelut sosial, malapetaka alam, serta jatuhnya raja besar yang ditakuti.
'''Ratu Adil''' (kadang disamakan dengan [[Satrio Piningit|'''Satria Piningit''']]) merupakan mitologi dalam tulisan-tulisan kuno Raja Kediri Prabu Jayabaya yang pada abad -11 meramalkan kelak muncul sosok sosok pemimpin [[Nusantara]] untuk mengakhiri zaman "Kalabendu" (sukar/sengsara). Kedatangannya akan menjadi penyelamat, pembawa keadilan, dan kesejahteraan bagi masyarakat. Ia dijuluki "''Herucokro''" yakni orang yang tidak mengutamakan kekayaan dan materi. Di dalam kitab Musarar Jayabaya disebutkan bahwa kedatangan Ratu Adil ditandai dengan kemelut sosial, malapetaka alam, serta jatuhnya raja besar yang ditakuti. [[Serat Jayabaya]] juga sering disebut ramalan Jayabaya.


== Istilah ==
* Ratu Adil bersenjata [[trisula weda]].
Dalam bahasa Jawa, ''Ratu Adil'' berarti raja yang adil. Ratu dalam bahasa modern digambarkan sebagai pasangan dari raja, pendamping raja, sedangkan dalam bahasa lampau digambarkan sebagai pemimpin tanpa melihat gendernya, dapat perempuan atau laki-laki. Dalam beberapa pembahasan Ratu Adil diistilahkan dengan "S''atria Piningit"'' yang juga disebut dalam [[Ramalan Jayabaya|Jangka Jayabaya]]. Namun pendapat lain percaya bahwa keduanya adalah dua orang yang yang berbeda. Dalam hal orang yang dipercaya sebagai S''atria Piningit'' belum tentu bisa menjadi Ratu Adil.<ref>{{Cite news|last=Solopos|date=2021-12-10|title=Menguak Ramalan Jayabaya soal sosok Ratu Adil|url=https://nasional.okezone.com/read/2021/12/10/337/2514751/menguak-ramalan-jayabaya-soal-sosok-ratu-adil|work=[[Okezone.com]]|language=id-ID|access-date=2022-08-30|first=Agregasi}}</ref> Belum jelas apakah ini merupakan [[metafora]] terhadap karakter ataukah terhadap perseorangan. Serat Jayabaya juga dalam Serat Ronggowarsito menjelaskan tentang tujuh sifat dari kepemimpinan. Tujuh karakter Ronggowarsito ini juga disebut-sebut tersirat dalam salah satu bab dari Babad Tanah Jawi beserta cerita-cerita dari tanah jawa seperti tentang Aji Saka, Siyung Wanara, dan lain-lain.


== Selayang pandang ==
Sebagaimana yang disebutkan oleh ramalan Jayabaya senjata Ratu Adil adalah trisula, senjata bermata tiga & weda atau pengetahuan dalam arti suatu pengetahuan mengenai tiga hal yang memiliki sifat kebenaran, kebijaksanaan, dan keadilan dalam menata dunia. Trisula Weda sendiri sebuah perumpamaan mengenai ilmu rahasia leluhur nusantara yang disebut [[Sastra Jendra Hayuningrat]] yaitu ilmu untuk menata dunia dengan metode menghubungkan benang merah antara masa sekarang, masa depan dan masa lalu. Hanya orang yang mengetahui tentang masa lalu yang akan dapat mengungkapkan kebenaran dan orang yang mengetahui permasalahan pada masa sekarang yang dapat memberikan solusi secara bijaksana hingga berlaku adil sesuai kepercayaan masyarakat apa pun yang telah dibuatkan dalam kitab suci mereka mengenai masa depan yang akan terjadi.
Sebagaimana yang disebutkan oleh ''Ramalan Jayabaya,'' senjata Ratu Adil adalah ''[[Trisula|Trisula,]]'' yakni senjata bergagang tongkat panjang bermata tiga yang menyimbolkan weda atau pengetahuan. Dalam hal ini, pengetahuan atau keilmuan tersebut memiliki karakter berupa tiga hal, yaitu sifat kebenaran, kebijaksanaan, dan keadilan. Pembicaraan dalam Serat Jayabaya mengacu pada kepengetahuan mengenai penataan dunia atau kepemimpinan. ''Trisula Weda'' sendiri sebuah perumpamaan mengenai ilmu rahasia leluhur nusantara yang disebut [[Sastra Jendra Hayuningrat]], yaitu ilmu untuk menata dunia dengan metode menghubungkan benang merah antara masa sekarang, masa depan,dan masa lalu. Demikian halnya perlambangan dari ketiga mata dari trisula yang dipercaya bahwa mereka-mereka yang berpengetahuan tentang masa lalu dapat memberikan pengetahuan dengan penuh kebenaran, juga mumpuni untuk memahami permasalahan pada masa sekarang sehingga dapat memberikan saran pemecahan secara bijaksana. Dengan demikian, mereka dapat berlaku adil sesuai dengan situasi kontekstual masyarakat pada masa tersebut dan dapat dipergunakan sebagai pegangan pada masa berikutnya.


Kepercayaan [[Jawa kuno]] (dwipa) mengenal sosok Ratu Adil dari zaman dahulu. Dia adalah sosok keturunan dari [[Krisna]]. Sosok yang diyakini sebagai bukti janji dari [[Sabdo Palon]] yang merupakan ''[https://news.solopos.com/isi-sumpah-sabdo-palon-kembali-ke-tanah-jawa-1239952 Pamomong]'' tanah Jawa kepada seorang ulama yang membawa ajaran Islam. Ada satu dari keempat janji yang tidak disanggupi ulama Islam, yaitu ajaran Islam tidak akan mengubah orang Jawa menjadi kehilangan kejawaannya. Hal itu hanya mampu dibuktikan sesuai perjalanan waktu yang akan datang hingga saat janji tersebut tidak ditepati maka ''Sabdo Palon'' akan datang untuk menagih janjinya dengan memilih ''momongan'' sebagai Satria piningit atau satria yang tersembunyi untuk menyadarkan kembali masyarakat khususnya di tanah Jawa dalam mengenali jati dirinya.
* Ratu Adil adalah istri Satria Piningit,


Dalam ''Uga Wangsit Siliwangi'' tertulis jelas bahwa Ratu Adil atau budak angon (kiasan dari orang atau golongan orang biasa) ditemani oleh pemuda berjanggut (orang yang dekat sebagai penasehat). Budak angon sendiri digambarkan sebagai pemuda yang menggembalakan daun dan ranting pohon kering yang bisa diartikan sebagai pemuda yang mengembara, membawa alat tulis guna menjalankan amanatnya mencari solusi pada masa sekarang dari segala persoalan yang telah terjadi pada masa lalu demi menciptakan kedamaian dunia dalam kebaikan pada masa depan.
[[Jawa kuno]] (dwipa) mengenal sosok Ratu Adil dari zaman dahulu, dia adalah sosok keturunan dari [[Krisna]]. Sosok ini pula diyakini sebagai bukti janji dari [[Sabdo Palon]] yang merupakan pamomong tanah Jawa kepada seorang ulama yang membawa ajaran Islam. Satu dari keempat janji yang tidak disanggupi ulama islam bahwasananya ajaran islam tidak akan mengubah orang Jawa menjadi kehilangan kejawaannya dan hal itu hanya mampu dibuktikan sesuai perjalanan waktu yang akan datang hingga saat janji tersebut tidak ditepati maka Sabdo Palon akan datang untuk menagih janjinya dengan memilih momongan sebagai satria piningit atau satria yang tersembunyi untuk menyadarkan kembali masyarakat khususnya di tanah Jawa dalam mengenali jati dirinya.

Dalam Uga Wangsit Siliwangi tertulis jelas bahwa Ratu Adil atau budak angon (kiasan dari orang atau golongan rakyat biasa),
disebutkan pula dalam Uga Wangsit Siliwangi bahwa ratu adil atau budak angon ditemani oleh pemuda berjanggut (orang yang dekat sebagai penasehat). Budak angon sendiri digambarkan sebagai pemuda yang menggembalakan daun dan rating pohon kering yang bisa diartikan sebagai pemuda yang mengembara membawa alat tulis guna menjalankan amanatnya mencari solusi pada masa sekarang dari segala persoalan yang telah terjadi pada masa lalu demi menciptakan kedamaian dunia dalam kebaikan pada masa depan.


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi terkini sejak 1 Mei 2024 06.00

Ratu Adil (kadang disamakan dengan Satria Piningit) merupakan mitologi dalam tulisan-tulisan kuno Raja Kediri Prabu Jayabaya yang pada abad -11 meramalkan kelak muncul sosok sosok pemimpin Nusantara untuk mengakhiri zaman "Kalabendu" (sukar/sengsara). Kedatangannya akan menjadi penyelamat, pembawa keadilan, dan kesejahteraan bagi masyarakat. Ia dijuluki "Herucokro" yakni orang yang tidak mengutamakan kekayaan dan materi. Di dalam kitab Musarar Jayabaya disebutkan bahwa kedatangan Ratu Adil ditandai dengan kemelut sosial, malapetaka alam, serta jatuhnya raja besar yang ditakuti. Serat Jayabaya juga sering disebut ramalan Jayabaya.

Dalam bahasa Jawa, Ratu Adil berarti raja yang adil. Ratu dalam bahasa modern digambarkan sebagai pasangan dari raja, pendamping raja, sedangkan dalam bahasa lampau digambarkan sebagai pemimpin tanpa melihat gendernya, dapat perempuan atau laki-laki. Dalam beberapa pembahasan Ratu Adil diistilahkan dengan "Satria Piningit" yang juga disebut dalam Jangka Jayabaya. Namun pendapat lain percaya bahwa keduanya adalah dua orang yang yang berbeda. Dalam hal orang yang dipercaya sebagai Satria Piningit belum tentu bisa menjadi Ratu Adil.[1] Belum jelas apakah ini merupakan metafora terhadap karakter ataukah terhadap perseorangan. Serat Jayabaya juga dalam Serat Ronggowarsito menjelaskan tentang tujuh sifat dari kepemimpinan. Tujuh karakter Ronggowarsito ini juga disebut-sebut tersirat dalam salah satu bab dari Babad Tanah Jawi beserta cerita-cerita dari tanah jawa seperti tentang Aji Saka, Siyung Wanara, dan lain-lain.

Selayang pandang

[sunting | sunting sumber]

Sebagaimana yang disebutkan oleh Ramalan Jayabaya, senjata Ratu Adil adalah Trisula, yakni senjata bergagang tongkat panjang bermata tiga yang menyimbolkan weda atau pengetahuan. Dalam hal ini, pengetahuan atau keilmuan tersebut memiliki karakter berupa tiga hal, yaitu sifat kebenaran, kebijaksanaan, dan keadilan. Pembicaraan dalam Serat Jayabaya mengacu pada kepengetahuan mengenai penataan dunia atau kepemimpinan. Trisula Weda sendiri sebuah perumpamaan mengenai ilmu rahasia leluhur nusantara yang disebut Sastra Jendra Hayuningrat, yaitu ilmu untuk menata dunia dengan metode menghubungkan benang merah antara masa sekarang, masa depan,dan masa lalu. Demikian halnya perlambangan dari ketiga mata dari trisula yang dipercaya bahwa mereka-mereka yang berpengetahuan tentang masa lalu dapat memberikan pengetahuan dengan penuh kebenaran, juga mumpuni untuk memahami permasalahan pada masa sekarang sehingga dapat memberikan saran pemecahan secara bijaksana. Dengan demikian, mereka dapat berlaku adil sesuai dengan situasi kontekstual masyarakat pada masa tersebut dan dapat dipergunakan sebagai pegangan pada masa berikutnya.

Kepercayaan Jawa kuno (dwipa) mengenal sosok Ratu Adil dari zaman dahulu. Dia adalah sosok keturunan dari Krisna. Sosok yang diyakini sebagai bukti janji dari Sabdo Palon yang merupakan Pamomong tanah Jawa kepada seorang ulama yang membawa ajaran Islam. Ada satu dari keempat janji yang tidak disanggupi ulama Islam, yaitu ajaran Islam tidak akan mengubah orang Jawa menjadi kehilangan kejawaannya. Hal itu hanya mampu dibuktikan sesuai perjalanan waktu yang akan datang hingga saat janji tersebut tidak ditepati maka Sabdo Palon akan datang untuk menagih janjinya dengan memilih momongan sebagai Satria piningit atau satria yang tersembunyi untuk menyadarkan kembali masyarakat khususnya di tanah Jawa dalam mengenali jati dirinya.

Dalam Uga Wangsit Siliwangi tertulis jelas bahwa Ratu Adil atau budak angon (kiasan dari orang atau golongan orang biasa) ditemani oleh pemuda berjanggut (orang yang dekat sebagai penasehat). Budak angon sendiri digambarkan sebagai pemuda yang menggembalakan daun dan ranting pohon kering yang bisa diartikan sebagai pemuda yang mengembara, membawa alat tulis guna menjalankan amanatnya mencari solusi pada masa sekarang dari segala persoalan yang telah terjadi pada masa lalu demi menciptakan kedamaian dunia dalam kebaikan pada masa depan.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Solopos, Agregasi (2021-12-10). "Menguak Ramalan Jayabaya soal sosok Ratu Adil". Okezone.com. Diakses tanggal 2022-08-30.