Gadai: Perbedaan antara revisi
kTidak ada ringkasan suntingan |
k Mengembalikan suntingan oleh 114.79.19.167 (bicara) ke revisi terakhir oleh AABot Tag: Pengembalian |
||
(20 revisi perantara oleh 15 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{rapikan}} |
|||
{{DISPLAYTITLE:Gadai BPKB}} |
|||
⚫ | '''Gadai''' adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang ber[[piutang]] atas suatu barang bergerak atau tidak bergerak ( motor,mobil,tanah sawah, rumah ) yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang yang berpiutang lainnya; dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut. Dimana seseorang itu harus menggadaikan barangnya untuk mendapatkan uang. |
||
Secara umum pengertian usaha gadai adalah kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan lembaga gadai.<ref>{{Cite book|last=DR|first=Kasmir|date=2015|url=|title=Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya|location=jakarta|publisher=PT. Rajagrafindo Persada|isbn=978-979-769-736-5|pages=231|url-status=live}}</ref> |
|||
Sebagian dari kita pasti pernah dihadapkan oleh berbagai keperluan mendesak yang ternyata membutuhkan dana yang cukup banyak. Atau ketika Anda mempunyai bisnis dan ingin mengembangkannya, namun Anda tidak mempunyai dana yang cukup untuk dijadikan modal. |
|||
Definisi gadai dalam Islam disebut dengan '''''Rahn''''', yaitu suatu perjanjian untuk menahan suatu barang yang digunakan sebagai jaminan atau tanggungan utang. ''Rahn'' juga merupakan suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang yang mempunyai nilai ekonomis menurut pandangan syara’ sebagai jaminan, shingga pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. |
|||
Mungkin Anda pernah berpikir bahwa menggadaikan barang menjadi salah satu solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut tanpa perlu merepotkan orang lain. Jika demikian, Anda tidak salah karena menggadaikan barang juga merupakan cara terbaik daripada Anda harus menjualnya. Jadi, ketika pinjaman yang Anda ajukan sudah dilunasi, Anda pun bisa mendapatkan barang kembali. |
|||
== Dasar Hukum Gadai == |
|||
Kita tahu bahwa ada banyak barang yang bisa digadaikan, salah satunya BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor) kendaraan, baik motor maupun mobil. '''Gadai BPKB motor'''<ref>{{Cite web|url=https://www.autobpkb.com/|title=Tempat Pinjaman Gadai BPKB Mobil dan Motor|website=Auto BPKB|language=id-ID|access-date=2019-01-03}}</ref> '''dan Gadai BPKB mobil'''<ref>{{Cite web|url=https://www.autobpkb.com/|title=Tempat Pinjaman Gadai BPKB Mobil dan Motor|website=Auto BPKB|language=id-ID|access-date=2019-01-03}}</ref> menjadi salah satu alternatif yang banyak dipilih orang karena nilai kepraktisannya. Selain itu, alasan lain banyak orang yang menggadaikan BPKB motor dan mobil karena saat ini hampir semua orang memiliki kendaraan pribadi. |
|||
* UU No.7 tahun 1992 yang kemudian disempurnakan menjadi UU No.10 tahun 1998 mengenai pembahasan tentang pokok-pokok perbankan yang di dalamnya mengatur “Perbankan Syariah memberi peluang berdirinya lembaga keuangan syariah dengan berbasis bagi hasil”. |
|||
Saat ini pun sudah banyak lembaga yang memberikan layanan pembiayaan dengan menjadikan BPKB kendaraan bermotor sebagai jaminannya. Namun, pastikan bahwa surat-surat yang Anda gadaikan bersifat resmi agar tidak menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan. Selain itu, pahami juga aturannya, serta berapa lamanya proses peminjaman yang dilakukan. |
|||
* PP No 103 tahun 2000,yang mengatur tentang Perusahaan umum (Perum) Pegadaian. Peraturan ini menjadi salah satu peraturan yang menguatkan status pegadaian sebagai perusahaan umum dan masuk pada wilayah BUMN tepatnya di lingkungan Departemen Keuangan RI. |
|||
⚫ | '''Gadai''' |
||
* Undang-Undang No. 9 tahun 1969, pada Pasal 6 tercantum bahwasannya sifat usaha yang dilakukan pegadaian adalah menyediakan pelayanan maksimal bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolahan perushaan yang ada. |
|||
⚫ | |||
__INDEKS__ |
|||
* Pasal 1150 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1160 yang berada di buku II KUH Perdata. Dalam pasal ini semuanya berbicara tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan prinsip, kinerja dan lainnya dari pegadaian. |
|||
__PRANALABAGIANBARU__ |
|||
== Rukun dalam Gadai menurut Islam == |
|||
1) ''Shigat'', yaitu lafadz ijab dan qabul pada saat akad. ''Shigat'' (lafal), menurut ulama Hanafiyyah, Apabila akad itu dibarengi dengan syarat tertentu atau dikaitkan dengan masa yang akan datang, maka syaratnya batal, sedangkan akadnya sah. |
|||
2) Orang yang berakad (ar-''rahin'' dan al-''murtahin'') harus cakap dalam bertindak hukum, menurut jumhur ulama orang dianggap cakap bertindak hukum adalah orang yang sudah baligh dan berakal. |
|||
3) Barang yang digadaikan (al-''murhun''), barang jaminan merupakan barang yang memiliki nilai ekonomis secara hukum syara’ artinya barang itu dapat diperjual-belikan, dan merupakan barang yang halal dan milik sah orang yang berutang. |
|||
4) Utang (al-''marhunbih''), merupakan hak wajib yang harus dikembalikan kepada orang tempat berutang; utang itu dapat dilunasi dengan barang jaminan sesuai dengan kesepakatan. |
|||
== Skema atau Alur dalam Gadai yang sesuai Syariat Islam == |
|||
1. Nasabah memberikan barang yang akan digadaikan kepada Pegadaian Syariah sebagai jaminan. |
|||
2. Pegadaian Syariah memberikan uang kepada nasabah sesuai dengan pertimbangan dari nilai barang yang digunakan sebagai jaminan. |
|||
3. Pada saat jatuh tempo nasabah menebus barang yang digadaikan dengan memberikan uang yang dipinjamnya kepada Pegadaian Syariah. |
|||
4. Pegadaian Syariah memberikan barang jaminan kepada nasabah. |
|||
== Fatwa Dewan Syariah Nasional mengenai Pegadaian == |
|||
Fatwa DSN No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang ''RAHN (Gadai yang sesuai dengan syariat Islam)'' |
|||
Fatwa DSN No. 26/DSN-MUI/III/2002 tentang ''RAHN'' EMAS |
|||
Fatwa DSN No. 68/DSN-MUI/III2008 tentang ''RAHN TASJILY'' (Merupakan bentuk gadai, dimana barang yang digadaikan hanya dipindahkan kepemilikannya, namun barangnya sendiri masih tetap dikuasai dan dipergunakan oleh pemberi gadai) |
|||
== Referensi == |
|||
⚫ | |||
<references /> |
|||
[[Kategori:Pegadaian]] |
|||
[[Kategori:Lembaga keuangan]] |
Revisi per 1 Mei 2024 07.05
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak atau tidak bergerak ( motor,mobil,tanah sawah, rumah ) yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang yang berpiutang lainnya; dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut. Dimana seseorang itu harus menggadaikan barangnya untuk mendapatkan uang.
Secara umum pengertian usaha gadai adalah kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan lembaga gadai.[1]
Definisi gadai dalam Islam disebut dengan Rahn, yaitu suatu perjanjian untuk menahan suatu barang yang digunakan sebagai jaminan atau tanggungan utang. Rahn juga merupakan suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang yang mempunyai nilai ekonomis menurut pandangan syara’ sebagai jaminan, shingga pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
Dasar Hukum Gadai
- UU No.7 tahun 1992 yang kemudian disempurnakan menjadi UU No.10 tahun 1998 mengenai pembahasan tentang pokok-pokok perbankan yang di dalamnya mengatur “Perbankan Syariah memberi peluang berdirinya lembaga keuangan syariah dengan berbasis bagi hasil”.
- PP No 103 tahun 2000,yang mengatur tentang Perusahaan umum (Perum) Pegadaian. Peraturan ini menjadi salah satu peraturan yang menguatkan status pegadaian sebagai perusahaan umum dan masuk pada wilayah BUMN tepatnya di lingkungan Departemen Keuangan RI.
- Undang-Undang No. 9 tahun 1969, pada Pasal 6 tercantum bahwasannya sifat usaha yang dilakukan pegadaian adalah menyediakan pelayanan maksimal bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolahan perushaan yang ada.
- Pasal 1150 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1160 yang berada di buku II KUH Perdata. Dalam pasal ini semuanya berbicara tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan prinsip, kinerja dan lainnya dari pegadaian.
Rukun dalam Gadai menurut Islam
1) Shigat, yaitu lafadz ijab dan qabul pada saat akad. Shigat (lafal), menurut ulama Hanafiyyah, Apabila akad itu dibarengi dengan syarat tertentu atau dikaitkan dengan masa yang akan datang, maka syaratnya batal, sedangkan akadnya sah.
2) Orang yang berakad (ar-rahin dan al-murtahin) harus cakap dalam bertindak hukum, menurut jumhur ulama orang dianggap cakap bertindak hukum adalah orang yang sudah baligh dan berakal.
3) Barang yang digadaikan (al-murhun), barang jaminan merupakan barang yang memiliki nilai ekonomis secara hukum syara’ artinya barang itu dapat diperjual-belikan, dan merupakan barang yang halal dan milik sah orang yang berutang.
4) Utang (al-marhunbih), merupakan hak wajib yang harus dikembalikan kepada orang tempat berutang; utang itu dapat dilunasi dengan barang jaminan sesuai dengan kesepakatan.
Skema atau Alur dalam Gadai yang sesuai Syariat Islam
1. Nasabah memberikan barang yang akan digadaikan kepada Pegadaian Syariah sebagai jaminan.
2. Pegadaian Syariah memberikan uang kepada nasabah sesuai dengan pertimbangan dari nilai barang yang digunakan sebagai jaminan.
3. Pada saat jatuh tempo nasabah menebus barang yang digadaikan dengan memberikan uang yang dipinjamnya kepada Pegadaian Syariah.
4. Pegadaian Syariah memberikan barang jaminan kepada nasabah.
Fatwa Dewan Syariah Nasional mengenai Pegadaian
Fatwa DSN No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang RAHN (Gadai yang sesuai dengan syariat Islam)
Fatwa DSN No. 26/DSN-MUI/III/2002 tentang RAHN EMAS
Fatwa DSN No. 68/DSN-MUI/III2008 tentang RAHN TASJILY (Merupakan bentuk gadai, dimana barang yang digadaikan hanya dipindahkan kepemilikannya, namun barangnya sendiri masih tetap dikuasai dan dipergunakan oleh pemberi gadai)
Referensi
- ^ DR, Kasmir (2015). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. hlm. 231. ISBN 978-979-769-736-5.