Soeman Hasiboean: Perbedaan antara revisi
→Kehidupan awal: 'mulei' menjadi 'mulai' Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
k penyederhanaan kalimat dan perbaikan kesalahan ketik serta ejaan |
||
(44 revisi perantara oleh 27 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{Nama Batak|[[Suku Mandailing|Mandailing]]|[[Hasibuan]]}} |
|||
{{periksa terjemahan|en|Soeman Hasiboean}} |
|||
{{Infobox person |
{{Infobox person |
||
|name = Soeman |
| name = Soeman Hsb |
||
|image = Suman Hs in Lontar Foundation film on Suman Hs (02.42).jpg |
| image = Suman Hs in Lontar Foundation film on Suman Hs (02.42).jpg |
||
|image_size = |
| image_size = |
||
|birth_date = 1904 |
| birth_date = {{Birth date|1904|4|4|df=y}} |
||
|birth_name = Soeman Hasibuan |
| birth_name = Soeman Hasibuan |
||
|birth_place = [[Bengkalis]], [[Riau]] |
| birth_place = [[Bengkalis]], [[Riau]], [[Hindia Belanda]] |
||
|death_date = |
| death_date = {{death date and age|1999|5|8|1904|4|4|df=y}} |
||
| death_place = [[Pekanbaru]], [[Riau]], [[Indonesia]] |
|||
|known_for = Promosi pendidikan, penulisan |
|||
| known_for = Promosi pendidikan, penulisan |
|||
| notable_works ={{plainlist| |
|||
| notable_works = {{plainlist| |
|||
* ''Mentjahari Pentjoeri Anak Perawan'' |
* ''Mentjahari Pentjoeri Anak Perawan'' |
||
* ''[[Kawan Bergeloet]]'' |
* ''[[Kawan Bergeloet]]'' |
||
}} |
}} |
||
|parents = |
| parents = |
||
|religion = Islam{{sfn|Tanjungpinang, 2014}} |
| religion = Islam{{sfn|Tanjungpinang, 2014}} |
||
|nationality = [[Indonesia]] |
| nationality = [[Indonesia]] |
||
|ethnicity = [[Suku |
| ethnicity = [[Suku Batak|Batak]]{{sfn|Kasiri|1993|p=89}} |
||
|death_place = [[Pekanbaru]], [[Riau]] |
|||
}} |
}} |
||
'''Soeman |
'''Soeman Hasiboean''' ([[EYD]]: '''Suman Hasibuan'''; {{lahirmati|[[Bengkalis]], [[Riau]]|4|4|1904|[[Pekanbaru]], [[Riau]]|8|5|1999}}),<ref>[https://books.google.com/books?id=q3ELAQAAMAAJ&q=Soeman+Hasibuan+4+April&dq=Soeman+Hasibuan+4+April&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwi0n677gKnYAhUjDcAKHabADyIQ6AEIIjAA]</ref><ref>[http://www.m.riau24.com/berita/baca/66131-melihat-sepeda-ontel-peninggalan-sastrawan-riau-soeman-hs/ TAHUKAH ANDA? - Melihat Sepeda Ontel Peninggalan Sastrawan Riau Soeman HS]</ref> atau lebih dikenal dengan [[nama pena]] '''Soeman Hs''', adalah seorang pengarang Indonesia yang dikenal sebagai pelopor penulisan [[cerita pendek|cerpen]] dan [[fiksi detektif]] dalam [[sastra Indonesia|sastra negara tersebut]]. Lahir di [[Bengkalis]], [[Riau]], [[Indonesia]] (dulu [[Hindia Belanda]]) dari keluarga petani, Soeman belajar untuk menjadi guru dibawah bimbingan pengarang yang lebih senior darinya [[Mohammad Kasim]], seorang penulis. |
||
Ia mulai bekerja sebagai guru Bahasa Melayu setelah menyelesaikan [[sekolah formal]] pada tahun 1923 yang pada mulanya di [[Kesultanan Siak Sri Indrapura|Siak Sri Indrapura]], [[Riau]], kemudian di [[Pasir Pengaraian, Rambah, Rokan Hulu|Pasir Pengaraian]], [[Rokan Hulu]], Riau. Pada waktu itu, ia mulai menulis dan berhasil menyelesaikan karya pertamanya, yakni novel berjudul ''[[Kasih Tak Terlarai]]'', pada 1929. Selama dua belas tahun, ia telah menerbitkan 5 (lima) buah novel, satu kumpulan cerita pendek, dan 35 cerita pendek serta puisi. |
|||
Pada masa [[pendudukan Jepang di Hindia Belanda]] (1942–1945) dan kemudian [[Revolusi Nasional Indonesia|revolusi]], Soeman—meskipun ia tetap seorang guru—menjadi aktif dalam politik, mula-mula menjabat pada dewan perwakilan dan kemudian sebagai bagian dari Komite Nasional Indonesia untuk Pasir Pengaraian di [[Pekanbaru]]. Setelah [[Konferensi Meja Bundar|pengakuan Belanda terhadap kemerdekaan Indonesia]] pada 1949, Soeman menjadi kepala departemen pendidikan regional, bekerja untuk membangun kembali infrastruktur yang rusah dan mendirikan sekolah-sekolah baru, termasuk SMA pertama di Riau dan [[Universitas Islam Riau]]. Ia masih aktif dalam pendidikan sampai kematiannya. |
|||
Pada masa [[pendudukan Jepang di Hindia Belanda]] (1942–1945) dan kemudian [[Revolusi Nasional Indonesia|revolusi]], Soeman -meskipun ia tetap seorang guru- juga aktif dalam politik. Pada awalnya menjabat sebagai anggota dewan perwakilan dan sebagai bagian dari Komite Nasional Indonesia untuk Pasir Pengaraian di [[Pekanbaru]]. |
|||
Sebagai seorang pengarang, Soeman menulis cerita-cerita yang bertemakan [[suspens]] dan humor, menggambarkan fiksi detektif dan petualangan Barat serta [[sastra Melayu klasik]]. Karya tulis ber[[bahasa Melayu]] buatannya, dengan pengucapan yang sangat dipengaruhi oleh latar belakang Sumatra timur-nya, mudah dibaca dan terhindar dari hal yang bertele-tele secara berlebihan. Karya paling populer Soeman adalah novel ''Mentjahari Pentjoeri Anak Perawan'' (1932), sementara kumpulan cerita pendek ''[[Kawan Bergeloet]]'' (1941) dianggap karyanya yang paling terkenal dari sudut pandang sastra.{{sfn|Teeuw|2013|p=73}} Meskipun dianggap pengarang kecil dari periode ''[[Poedjangga Baroe]]'', Soeman telah mendapat pengakuan dengan adanya [[Perpustakaan Soeman H.S.|sebuah perpustakaan yang menggunakan namanya]] dan buku-buku buatannya diajarkan di sekolah-sekolah. |
|||
Setelah [[Konferensi Meja Bundar|pengakuan Belanda terhadap kemerdekaan Indonesia]] pada 1949, Soeman menjadi kepala Departemen Pendidikan Provinsi Riau, bekerja untuk membangun kembali infrastruktur yang rusak dan mendirikan sekolah-sekolah baru, termasuk SMA pertama di Riau dan [[Universitas Islam Riau]] (UIR). Ia masih aktif dalam pendidikan hingga kematiannya. Selain menjadi dosen dia juga pengurus Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) yang merupakan badan pengelola (UIR) dan beberapa SLTP serta SLTA di Pekanbaru. |
|||
== Kehidupan awal == |
|||
Soeman lahir di [[Bengkalis]], [[Riau]], [[Hindia Belanda]], pada 1904.{{efn|Tanggal tidak dicatat. Soeman kemudian menyatakan bahwa ia diberitahukan tahun kelahirannya oleh ayahnya, namun ia tidak memastikan apakah informasi tersebut akurat {{harv|Kasiri|1993|p=92}}.}} Ayahnya, Wahid Hasibuan, dan ibunya, Turumun Lubis, lahir di [[Kotanopan, Mandailing Natal|Kotanopan]] (yang sekarang merupakan bagian dari [[Kabupaten Mandailing Natal|Mandailing Natal]]), namun berpindah ke Bengkalis setelah pernikahan untuk menghindari konflik antara keluarga Hasibuan dan sebuah [[Marga (Batak)|klan]] rival. Dalam sebuah wawancara 1989, Soeman menyatakan bahwa ia tidak tahu menahu sumber konflik tersebut, namun ia menduga bahwa ayahnya, yang merupakan keturunan dari seorang raja [[suku Mandailing|Mandailing]], merasa seolah-olah kurang dihormati.{{sfn|Kasiri|1993|p=91}} |
|||
Sebagai seorang pengarang, Soeman menulis cerita-cerita yang bertemakan [[suspens]] dan humor, menggambarkan fiksi detektif dan petualangan barat serta [[sastra Melayu klasik]]. |
|||
Di Bengkalis, Wahid dan Turumun menanam [[nanas]] dan [[kelapa]]. Wahid juga mengajarkan [[ngaji]], yang membuatnya meraih pemasukan dari keluarga Muslim.<ref>{{harvnb|Tanjungpinang, 2014}}; {{harvnb|Muhammad|2002|p=201}}; {{harvnb|Kasiri|1993|p=93}}.</ref> Karena ayahnya mengajar di rumahnya, Soeman mulai belajar ngaji pada usia muda. Selain itu, ia juga mendengar cerita-cerita kejahatan yang terjadi di kota-kota besar seperti [[Singapura]] dari para pedagang yang mengunjungi Wahid. Pada 1913, Soeman masuk sebuah sekolah Melayu lokal, dimana guru-gurunya mendorongnya untuk membaca. Soemana membaca sejumlah buku karya pengarang Melayu dan Eropa dari perpustakaan sekolah sebelum ia lulus pada 1918.{{efn|Dalam sebuah wawancara 1994, Soeman berkata bahwa seseorang telah berkata bahwa ia telah membaca seluruh ratusan buku di perpustakaan sekolah tersebut {{harv|Nasution|1998|loc=7:30–7:50}}.}}<ref>{{harvnb|Kasiri|1993|pp=92–93}}; {{harvnb|Nasution|1998|loc=7:07}}.</ref> |
|||
Karya tulis [[bahasa Melayu|berbahasa Melayu]] buatannya, dengan pengucapan dipengaruhi oleh latar belakang dialek Sumatra Tengah, mudah dibaca dan terhindar dari hal yang berlebihan. Karya paling populer Soeman adalah novel ''Mentjahari Pentjoeri Anak Perawan'' (1932), sementara kumpulan cerita pendek ''[[Kawan Bergeloet]]'' (1941) dianggap karyanya yang paling terkenal dari sudut pandang sastra.{{sfn|Teeuw|2013|p=73}} |
|||
Bercita-cita menjadi guru, Soeman berupaya masuk kursus untuk menjadi guru potensial di [[Medan]], [[Sumatra Utara]], setelah lulus. Setelah ia masuk kursus, ia menjalani dua tahun belajar di kota tersebut. Salah satu gurunya adalah [[Mohammad Kasim]], yang kemudian kumpulan cerita pendek buatannya ''[[Teman Doedoek]]'' (1937) menjadi karya pertama dalam kanon sastra Indonesia.{{sfn|Kasiri|1993|pp=94–95}} Di luar kelas, Soeman menyimak cerita-cerita Kasim tentang para pengarang dan proses penulisan kreatif; hal tersebut membuatnya ingin menjadi penulis.{{sfn|Kasiri|1993|p=107}} Setelah dua tahun di Medan, Soeman melanjutkan pendidikan ke sebuah [[sekolah normal]] di [[Langsa]], [[Aceh]], dimana ia singgah selama 1923. Di sana, ia bertemu dengan calon istrinya, Siti Hasnah.{{sfn|Kasiri|1993|pp=94–95}} |
|||
Meskipun dianggap pengarang kecil dari periode ''[[Poedjangga Baroe]]'', Soeman pada akhirnya mendapat pengakuan dari Pemerintah Provinsi Riau. Namanya diabadikan sebagai nama [[Perpustakaan Soeman H.S.|sebuah perpustakaan]] daerah Provinsi Riau, di Pekanbaru. Bahkan buku-buku karangannya digunakan di sejumlah sekolah di Indonesia. |
|||
Setelah lulus, Soeman menemukan pekerjaan di HIS Siak Sri Indrapura, sebuah [[Hollandsch-Inlandsche School|sekolah berbahasa Belanda untuk murid-murid pribumi]] di [[Kesultanan Siak Sri Indrapura|Siak Sri Indrapura]], Aceh.{{sfn|Kasiri|1993|p=95}} Soeman bekerja sebagai guru bahasa Melayu di sana selama tujuh tahun,<ref>{{harvnb|Rampan|2000|p=455}}; {{harvnb|Eneste|1981|p=92}}.</ref> sampai 1930, ketika ia bertemu dengan seorang guru muda dari [[Jawa]] yang terlibat dalam [[Kebangkitan Nasional Indonesia|gerakan nasionalis]]. Soeman dan beberapa guru mulai bergabung dengannya untuk diskusi dan memainkan lagu "[[Indonesia Raya]]", yang berada di bawah pencekalan dari pemerintah kolonial Belanda. Saat ketahuan, Soeman dipindahkan ke Pasir Pengaraian, [[Rokan Hulu]], Riau. Meskipun menolak pindah, Soeman masih berada di Pasir Pengaraian sampai [[pendudukan Jepang di Hindia Belanda]] pada 1942, kemudian menjadi kepala sekolah<!--Due to a lack of staff-->.<ref>{{harvnb|Rampan|2000|p=455}}; {{harvnb|Kasiri|1993|pp=96–97}}.</ref> |
|||
== |
== Kehidupan Awal == |
||
Soeman lahir di [[Bengkalis]], [[Riau]], Indonesia (dulu [[Hindia Belanda]]), pada 1904.{{efn|Tanggal tidak dicatat. Soeman kemudian menyatakan bahwa ia diberitahukan tahun kelahirannya oleh ayahnya, namun ia tidak memastikan apakah informasi tersebut akurat {{harv|Kasiri|1993|p=92}}.}} Ayahnya bernama Wahid Hasibuan, sedangkan ibunya bernama Turumun Lubis, lahir di [[Kotanopan, Mandailing Natal|Kotanopan]] (yang sekarang merupakan bagian dari [[Kabupaten Mandailing Natal|Mandailing Natal]]), tetapi berpindah ke Bengkalis setelah pernikahan untuk menghindari konflik antara keluarga Hasibuan dan sebuah [[Marga (Batak)|klan]] rival. Dalam sebuah wawancara 1989, Soeman menyatakan bahwa ia tidak tahu menahu sumber konflik tersebut, tetapi ia menduga bahwa ayahnya yang merupakan keturunan dari seorang raja [[suku Mandailing|Mandailing]] merasa seolah-olah kurang dihormati.{{sfn|Kasiri|1993|p=91}} |
|||
Soeman mulai menulis pada 1923 tak lama setelah menyelesaikan pendidikannya.{{sfn|Kasiri|1993|p=106}} Terinspirasi oleh ayahnya, yang berhenti menggunakan nama klan Hasibuan di Bengkalis yang didominasi [[suku Melayu|Melayu]], ia memakai nama pena Soeman Hs.{{sfn|Muhammad|2002|p=201}} Ia menyerahkan novel pertamanya, ''Kasih Tak Terlarai'', kepada penerbit negeri [[Balai Pustaka]]. Buku tersebut, yang berkisah tentang seorang yatim piatu yang kawin lari dengan kekasihnya namun harus menikahinya kembali setelah kekasihnya kembali ke rumah, diterbitkan pada 1929.{{sfn|Eneste|1981|p=92}} Soeman meraih uang sejumlah 37 [[gulden Hindia Belanda|gulden]] dari penerbitan tersebut.<ref>{{harvnb|Kasiri|1993|p=111}}; {{harvnb|Alisjahbana|1941|p=7}}.</ref> |
|||
Di Bengkalis, Wahid dan Turumun menanam [[nanas]] dan [[kelapa]]. Wahid juga mengajarkan [[ngaji]], yang menjadi pemasukan keuangan dari keluarga Muslim.<ref>{{harvnb|Tanjungpinang, 2014}}; {{harvnb|Muhammad|2002|p=201}}; {{harvnb|Kasiri|1993|p=93}}.</ref> Karena ayahnya mengajar di rumahnya, Soeman mulai belajar ngaji pada usia muda. Selain itu, ia juga mendengar cerita-cerita kejahatan yang terjadi di kota-kota besar seperti [[Singapura]] dari para pedagang yang mengunjungi Wahid. |
|||
[[Berkas:Pertjobaan Setia (2nd edition), cover.jpg|thumb|''Pertjobaan Setia'' (edisi 1955)]] |
|||
Karya tersebut disusul oleh ''Pertjobaan Setia'' pada 1931, sebuah novel tentang seorang pria muda yang bernama Sjamsoeddin yang ingin naik [[haji]] sebelum ia dapat menikahi Hajjah Salwiah, seorang putri pedagang kaya. Ketika Sjamsoeddin pulang dari perjalanannya, ia terkena sebuah bencana dan ditipu oleh seorang pria yang menginginkan Salwiah. Namun, teman Sjamsoeddin yang bernzma Djamin menolongnya dan membuat Sjamsoeddin dan Salwiah menikah.{{sfn|Mahayana|Sofyan|Dian|1992|pp=23–24}} Pada tahun berikutnya, dua terjemahan novel Soeman diterbitkan oleh Balai Pustaka; ''Kasih Tak Terlarai'' diterjemahkan ke dalam [[bahasa Jawa]] dengan judul ''Asih tan Kena Pisah'' oleh Soehardja, sementara ''Pertjobaan Setia'' diterjemahkan ke dalam [[bahasa Sunda]] dengan judul ''Tjotjoba'' oleh Martaperdana.{{sfn|Kasiri|1993|p=111}} |
|||
Pada 1913, Soeman masuk sebuah sekolah Melayu lokal, disitu guru-gurunya mendorong dia untuk membaca. Soeman membaca sejumlah buku karya pengarang Melayu dan Eropa dari perpustakaan sekolah sebelum ia lulus pada 1918.{{efn|Dalam sebuah wawancara 1994, Soeman berkata bahwa seseorang telah berkata bahwa ia telah membaca seluruh ratusan buku di perpustakaan sekolah tersebut {{harv|Nasution|1998|loc=7:30–7:50}}.}}<ref>{{harvnb|Kasiri|1993|pp=92–93}}; {{harvnb|Nasution|1998|loc=7:07}}.</ref> |
|||
Soeman menerbitkan novel lainnya, ''Mentjahari Pentjoeri Anak Perawan'', pada 1932. Novel tersebut mengisahkan tentang Sir Joon, seorang pria yang lamarannya dengan Nona ditolak setelah ayah Nona, Gadi, ditawari [[mahar]] yang lebih tinggi. Ketika menyadari bahwa Nona telah diculik, Joon menawarkan bantuannya untuk membantu mencarinya. Ia membangun ketidakpercayaan antara Gadi dan calon suami Nona, dan lamarannya juga ditolak. Setelah itu, Joon meninggalkan desa bersama dengan nona, ketika ia mengambilnya dari rumah, dan pasangan tersebut hidup bahagia di Singapura.{{sfn|Mahayana|Sofyan|Dian|1992|pp=33–34}} Untuk novel tersebut, yang lagi-lagi diterbitkan oleh Balai Pustaka, Soeman meraih 75 gulden.{{sfn|Kasiri|1993|p=112}} Pada dekade-dekade berikutnya, karya tersebut menjadi publikasi paling populer buatannya,{{sfn|Nasution|1998|loc=21:09–21:12}} dan karya tersebut diidentifikasi sebagai [[fiksi detektif|novel detektif]] pertama dalam kanon sastra Indonesia.{{sfn|Kasiri|1993|p=89}} |
|||
Bercita-cita menjadi guru, Soeman berupaya masuk kursus untuk menjadi guru potensial di [[Medan]], [[Sumatera Utara]], setelah lulus. Setelah ia masuk kursus, ia menjalani dua tahun belajar di kota tersebut. Salah satu gurunya adalah [[Mohammad Kasim]], yang kemudian kumpulan cerita pendek buatannya ''[[Teman Doedoek]]'' (1937) menjadi karya pertama dalam kanon sastra Indonesia.{{sfn|Kasiri|1993|pp=94–95}} |
|||
Antara 1932 dan 1938, Soeman menerbitkan dua novel berikutnya, ''Kasih Tersesat'' (diserialisasikan dalam ''Pandji Poestaka'' pada 1932) dan ''Teboesan Darah'' (diterbitkan dalam ''Doenia Pengalaman''<!--Issue 8, April edition--> pada 1939).<ref>{{harvnb|Rampan|2000|p=455}}; {{harvnb|Jassin|1963|p=309}}</ref> Novel ''Teboesan Darah'' menandai kembalinya Sir Joon, yang muncul dalam beberapa cerita detektif lainnya karya pengarang lainnya.<ref>{{harvnb|Teeuw|2013|p=72}}; {{harvnb|Jedamski|2009|pp=397–398}}.</ref> Soeman juga menerbitkan tiga puluh lima cerita pendek dan puisi, yang sebagian besar terdapat di majalah ''Pandji Poestaka'' namun juga di ''Pedoman Masjarakat'' dan ''[[Poedjangga Baroe]]''.{{Sfn|Kratz|1988|pp=566–567}} Tujuh cerita ''Pandji Poestaka'' karya Soeman dikompilasikan dalam ''[[Kawan Bergeloet]]'', bersama dengan lima cerita asli.{{sfn|Balai Pustaka|1941|pp=3–4}} Dengan kumpulan cerita pendek tersebut, yang diterbitkan pada 1941, Soeman menjadi salah satu penulis [[cerita pendek]] pertama dalam kanon sastra Indonesia.{{sfn|Rampan|2000|p=455}} |
|||
Di luar kelas, Soeman menyimak cerita-cerita Kasim tentang para pengarang dan proses penulisan kreatif; hal tersebut membuatnya ingin menjadi penulis.{{sfn|Kasiri|1993|p=107}} |
|||
Setelah dua tahun di Medan, Soeman melanjutkan pendidikan ke sebuah [[sekolah normal]] di [[Langsa]], [[Aceh]], disitu ia [[Keadaan tunak|tunak]] sampai tahun 1923. Di sana, ia bertemu dengan calon istrinya, Siti Hasnah.{{sfn|Kasiri|1993|pp=94–95}} |
|||
Setelah lulus, Soeman mendapatkan pekerjaan di HIS Siak Sri Indrapura, sebuah [[Hollandsch-Inlandsche School|sekolah berbahasa Belanda untuk murid-murid pribumi]] di [[Kesultanan Siak Sri Indrapura|Siak Sri Indrapura]], Riau.{{sfn|Kasiri|1993|p=95}} Soeman bekerja sebagai guru Bahasa Melayu selama 7 tahun,<ref>{{harvnb|Rampan|2000|p=455}}; {{harvnb|Eneste|1981|p=92}}.</ref> . |
|||
Tahuni 1930, ia bertemu dengan seorang guru muda dari [[Jawa]] yang terlibat dalam [[Kebangkitan Nasional Indonesia|gerakan nasionalis]]. Soeman dan beberapa guru mulai bergabung dengannya untuk diskusi dan memainkan lagu "[[Indonesia Raya]]", yang berada di bawah pencekalan pemerintah kolonial Belanda. Saat ketahuan, Soeman dipindahkan ke Pasir Pengaraian, [[Rokan Hulu]], Riau. Meskipun menolak pindah, Soeman masih berada di Pasir Pengaraian sampai [[pendudukan Jepang di Hindia Belanda]] pada 1942, kemudian menjadi kepala sekolah<!--Due to a lack of staff-->.<ref>{{harvnb|Rampan|2000|p=455}}; {{harvnb|Kasiri|1993|pp=96–97}}.</ref> |
|||
== Karier Menulis == |
|||
Soeman mulai menulis pada 1923 tak lama setelah menyelesaikan pendidikannya.{{sfn|Kasiri|1993|p=106}} Terinspirasi oleh ayahnya, yang berhenti menggunakan nama klan Hasibuan di Bengkalis yang didominasi [[suku Melayu|Melayu]], ia memakai nama pena Soeman Hs.{{sfn|Muhammad|2002|p=201}} |
|||
Soeman Hs menyerahkan novel pertamanya, ''Kasih Tak Terlarai'', kepada penerbit negeri [[Balai Pustaka]]. Buku tersebut mengisahkan cerita seorang yatim piatu, si Taram, yang kawin lari dengan Sitti Nurhaida, kekasihnya, namun kemudian harus menikahinya kembali setelah sang kekasih kembali ke rumah, diterbitkan pada 1929.{{sfn|Eneste|1981|p=92}} Soeman meraih uang sejumlah 37 [[gulden Hindia Belanda|gulden]] dari penerbitan tersebut.<ref>{{harvnb|Kasiri|1993|p=111}}; {{harvnb|Alisjahbana|1941|p=7}}.</ref> |
|||
[[Berkas:Pertjobaan Setia (2nd edition), cover.jpg|jmpl|''Pertjobaan Setia'' (edisi 1955)]] |
|||
Karya tersebut disusul oleh ''Pertjobaan Setia'' pada 1931, sebuah novel mengisahkan seorang pria muda bernama Sjamsoeddin yang ingin naik [[haji]] sebelum ia dapat menikahi Hajjah Salwiah, seorang putri pedagang kaya. Ketika Sjamsoeddin pulang dari perjalanannya, ia mendapat sebuah bencana dan kemudian ditipu oleh seorang pria yang menginginkan Salwiah. Namun, teman Sjamsoeddin yang bernama Djamin menolong Sjamsoeddin untuk menikahi Salwiah.{{sfn|Mahayana|Sofyan|Dian|1992|pp=23–24}} |
|||
Pada tahun berikutnya, dua terjemahan novel Soeman diterbitkan oleh [[Balai Pustaka]]; ''Kasih Tak Terlarai'' diterjemahkan ke dalam [[bahasa Jawa]] dengan judul ''Asih tan Kena Pisah'' oleh Soehardja, sementara ''Pertjobaan Setia'' diterjemahkan ke dalam [[bahasa Sunda]] dengan judul ''Tjotjoba'' oleh Martaperdana.{{sfn|Kasiri|1993|p=111}} |
|||
Soeman menerbitkan novel lainnya, ''Mentjahari Pentjoeri Anak Perawan'', pada 1932. Novel tersebut berkisah tentang Sir Joon, seorang pria yang lamarannya terhadap Nona ditolak setelah ayah Nona, Dago si tukang ransum, ditawari [[mahar]] yang lebih tinggi oleh laki-laki lain, si Tairoo. Meskipun telah ditolak Dago, ketika menyadari bahwa Nona telah diculik, Sir Joon menawarkan bantuannya untuk membantu mencarinya. Ia lalu membangun ketidakpercayaan antara Dago dan Tairoo, calon suami Nona. Dalam kemelut situasi yang terjadi setelah itu, Sir Joon diam-diam meninggalkan desa bersama dengan Nona, dan pasangan tersebut kemudian hidup bahagia di Singapura.{{sfn|Mahayana|Sofyan|Dian|1992|pp=33–34}} Untuk novel tersebut, yang lagi-lagi diterbitkan oleh Balai Pustaka, Soeman meraih 75 gulden.{{sfn|Kasiri|1993|p=112}} |
|||
Pada dekade-dekade berikutnya, novel''Mentjahari Pentjoeri Anak Perawan'' tersebut menjadi publikasi paling populer buatannya,{{sfn|Nasution|1998|loc=21:09–21:12}} dan karya tersebut diidentifikasi sebagai [[fiksi detektif|novel detektif]] pertama dalam kanon sastra Indonesia.{{sfn|Kasiri|1993|p=89}} |
|||
Antara 1932 dan 1938, Soeman menerbitkan dua novel berikutnya, ''Kasih Tersesat'' (diserialisasikan dalam ''Pandji Poestaka'' pada 1932) dan ''Teboesan Darah'' (diterbitkan dalam ''Doenia Pengalaman''<!--Issue 8, April edition--> pada 1939).<ref>{{harvnb|Rampan|2000|p=455}}; {{harvnb|Jassin|1963|p=309}}</ref> |
|||
Novel ''Teboesan Darah'' menandai kembalinya Sir Joon, yang muncul dalam beberapa cerita detektif lainnya karya pengarang lainnya.<ref>{{harvnb|Teeuw|2013|p=72}}; {{harvnb|Jedamski|2009|pp=397–398}}.</ref> |
|||
Soeman juga menerbitkan 35 cerita pendek dan puisi, yang sebagian besar terdapat di majalah ''Pandji Poestaka'' namun juga di ''Pedoman Masjarakat'' dan ''[[Poedjangga Baroe]]''.{{Sfn|Kratz|1988|pp=566–567}} Tujuh cerita ''Pandji Poestaka'' karya Soeman dikompilasikan dalam ''[[Kawan Bergeloet]]'', bersama dengan lima cerita asli.{{sfn|Balai Pustaka|1941|pp=3–4}} Dengan kumpulan cerita pendek tersebut, yang diterbitkan pada 1941, Soeman menjadi salah satu penulis [[cerita pendek]] pertama dalam kanon sastra Indonesia.{{sfn|Rampan|2000|p=455}} |
|||
== Penjajahan Jepang dan Revolusi Nasional Indonesia == |
== Penjajahan Jepang dan Revolusi Nasional Indonesia == |
||
Setelah Jepang menjajah Hindia Belanda pada 1942, Soeman diangkat menjadi kepala sekolah oleh pasukan penjajah. Ia |
Setelah Jepang menjajah Hindia Belanda pada 1942, Soeman diangkat menjadi kepala sekolah oleh pasukan penjajah. Ia kemudian terlibat dalam politik dengan terpilih pada Shūsangikai, sebuah Dewan Perwakilan Regional yang disponsori Jepang, untuk Riau. Ia kemudian menyatakan bahwa, karena ia terpilih ketimbang dipilih oleh pasukan Jepang—dan memiliki bekingan kuat dalam masyarakat, yang berguna untuk revolusi—ia merasa berada di bawah pengawasan ketat.<ref>{{harvnb|Rampan|2000|p=455}}; {{harvnb|Kasiri|1993|p=99}}.</ref> Keadaan tersebut berlanjut sampai Jepang keluar dari Indonesia dan [[Sukarno]] memproklamasikan kemerdekaan [[Indonesia]].{{sfn|Kasiri|1993|p=99}} |
||
Meskipun [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]] dibacakan pada 17 Agustus 1945, beritanya tidak mencapai Riau sampai bulan September. Pada bulan berikutnya, Soeman terpilih pada Komite Nasiona Indonesia untuk Pasir Pengaraian yang baru dibentuk, dan kemudian menjadi ketuanya. |
|||
Pada masa jabatannya, ia menghadapi perselisihan antara bekas staf kolonial yang lebih menginginkan Belanda kembali dengan orang-orang yang mendukung kemerdekaan Indonesia. Pasukan Belanda kembali ke Jawa, dan [[Pertempuran Surabaya|konflik fisik]] terjadi antara pasukan [[Sekutu Perang Dunia II|Sekutu]] dan pasukan Republik Indonesia di [[Surabaya]]. |
|||
Pada tahun berikutnya, Soeman terpilih pada Dewan Perwakilan Regional untuk Riau, yang berbasis di [[Pekanbaru]].{{sfn|Kasiri|1993|p=100}} |
|||
Setelah [[Operasi Kraai]] pada 1948, ketika pasukan Belanda menduduki ibu kota Republik Indonesia di [[Yogyakarta]] dan menangkap sebagian besar anggota pemerintahan Sukarno, Soeman menjadi komandan pasukan [[gerilya]] di Riau. Disamping melanjutkan perjuangan, ia ditugaskan untuk menjadi para pejuang baru untuk mendukung sebab-sebab republik. Dalam misi tersebut, ia ikut membantu dengan jaringan ekstensifnya sebagai guru sekolah jangka panjang. Beberapa pejuang adalah mantan muridnya . Meskipun pasukannya berada di bawah ancaman senjata, Soeman memimpin mereka dalam pertarungan melawan pasukan [[pribumi]] yang bersekutu dengan Belanda selama beberapa kali.<ref>{{harvnb|Rampan|2000|p=455}}; {{harvnb|Kasiri|1993|pp=100–101}}.</ref> |
|||
== Pengajar dan Kehidupan Selanjutnya == |
|||
Setelah [[Konferensi Meja Bundar]] pada 1949, Soeman dipanggil ke Pekanbaru dan diangkat menjadi Kepala Cabang Regional dari [[Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Indonesia)|Departemen Pendidikan dan Kebudayaan]]. Tugas utamanya adalah mendirikan dan menyusun kembali sistem pendidikan di Riau, setelah tiga tahun pendudukan dan empat tahun revolusi. |
|||
Pada masa revolusi meja-meja kayu yang berlaci dikeping untuk kayu bakar, bangunan-bangunan sekolah digunakan sebagai tempat untuk berlindung dari pasukan musuh, dan sebagian besar murid tidak dapat menghadiri kelas secara giat. Selain itu, Departemen Pendidikan tidak memiliki dana yang cukup untuk mendukung pembangunan kembali sekolah-sekolah. |
|||
Pada tiga tahun berikutnya, Soeman memimpin proyek-proyek [[kerja komunal]] yang didedikasikan untuk memulihkan fasilitas pendidikan Riau dan meraih bantuan sukarela dari masyarakat.{{sfn|Kasiri|1993|pp=101–102}} |
|||
Meskipun [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]] dibuat pada 17 Agustus 1945, beritanya tidak mencapai Riau sampai bulan September. Pada bulan berikutnya, Soeman terpilih pada Komite Nasiona Indonesia untuk Pasir Pengaraian yang baru dibentuk, dan kemudian menjadi ketuanya. Pada masa jabatannya, ia menghadapi perselisihan antara bekas staf kolonial yang lebih menginginkan Belanda kembali dan orang-orang yang mendukung kemerdekaan Indonesia; pasukan Belanda kembali ke Jawa, dan [[Pertempuran Surabaya|konflik fisik]] terjadi antara pasukan [[Sekutu Perang Dunia II|Sekutu]] dan pasukan republik Indonesia di [[Surabaya]]. Pada tahun berikutnya, Soeman terpilih pada Dewan Perwakilan Regional untuk Riau, yang berbasis di [[Pekanbaru]].{{sfn|Kasiri|1993|p=100}} |
|||
Peristiwa tersebut disusul oleh periode pembangunan infrastruktur pendidikan lanjutan. Untuk membantu para guru Sekolah Dasar (SD) melanjutkan pendidikan mereka, Soeman mengambil peran dengan mendirikan sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP) swasta pada 1953.{{efn|Sebagian besar guru hanya menempuh pendidikan tingkat SD {{harv|Kasiri|1993|p=102}}.}} |
|||
Setelah [[Operasi Kraai]] pada 1948, ketika pasukan Belanda menduduki ibukota republik di [[Yogyakarta]] dan menangkap sebagian besar anggota pemerintahan Sukarno, Soeman menjadi komandan pasukan [[gerilya]] di Riau. Di samping melanjutkan perjuangan, ia ditugaskan untuk menjadi para pejuang baru untuk mendukung sebaba-sebab republik. Dalam misi tersebut, ia ikut membantu dengan jaringan ekstensifnya sebagai guru sekolah jangka panjang, dan beberapa pejuang Soeman adalah mantan muridnya sendiri. Meskipun para pasukannya berada di bawah senjata, Soeman memimpin mereka dalam pertarungan melawan pasukan [[pribumi]] yang bersekutu dengan Belanda selama beberapa kali.<ref>{{harvnb|Rampan|2000|p=455}}; {{harvnb|Kasiri|1993|pp=100–101}}.</ref> |
|||
Pada tahun berikutnya, ia membantu pendirian Sekolah Menengah Atas (SMA Setia Dharma) di Pekanbaru, SMA pertama di Riau. Menteri Pendidikan [[Mohammad Yamin]] menghadiri acara pembukaannya. Dalam sambutannya Soeman membandingkan situasi di Riau dengan Aceh dan Sumatera Utara dan menyatakan bahwa orang-orang di Riau seolah-olah dianaktirikan. Ia meminta Yamin untuk mengirimkan guru-guru pemerintah guna mendukung Setia Dharma. Meskipun Yamin keberatan dengan permintaan Soeman dan tidak mengirimkan satu pun guru ke Setia Dharma, ia memerintahkan sebuah SMA negeri dibuka di Riau.{{sfn|Muhammad|2002|pp=201–202}} |
|||
== Pengajar dan kehidupan selanjutnya == |
|||
Setelah [[Konferensi Meja Bundar]] pada 1949, Soeman dipanggil ke Pekanbaru dan diangkat menjadi kepala cabang regional dari [[Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Indonesia)|Departemen Pendidikan dan Kebudayaan]]. Tugas utamanya adalah mebdirikan kembali dan menyusun kembali sistem pendidikan di Riau setelah tiga tahun pendudukan dan empat tahun revolusi. Laci-laci digunakan untuk kayu bakar, bangunan-bangunan sekolah digunakan sebagai tempat untuk berlindung dari pasukan musuh, dan sebagian besar penduduk tidak dapat menghadiri kelas secara giat. Selain itu, departemen tersebut tidak memiliki dana yang cukup untuk mendukung pembangunan kembali. Pada tiga tahun berikutnya, Soeman memimpin proyek-proyek [[kerja komunal]] yang didedikasikan untuk memulihkan fasilitas pendidikan Riau dan meraih bantuan sukarela dari masyarakat.{{sfn|Kasiri|1993|pp=101–102}} |
|||
Soeman melanjutkan bekerja untuk mendirikan sekolah-sekolah baru di Riau. Pada akhir 1950an, melihat berkembangnya sekolah-sekolah dari organisasi [[Kekristenan di Indonesia|Kristen]], Soeman, bekerjasama dengan Muslim lainnya di Riau, mulai mendirikan sekolah-sekolah Islam pada tingkat Taman Kanak-Kanan (TK), SD, SMP, dan SMA. Pada 1961, Gubernur Riau [[Kaharuddin Nasution]] mengundang Soeman dan mengajaknya untuk bergabung dengan Badan Pemerintah Harian{{efn|Fungsinya sama dengan Badan Perwakilan Regional.}} dari pemerintah provinsi.{{efn|Setelah kemerdekaan Indonesia, Riau menjadi bagian dari Provinsi Sumatra Tengah. Sutradara Tengah terbagi dalam tiga provinsi ([[Sumatera Barat]], [[Jambi]], dan Riau) di bawah hukum No. 61 1958.}} Ia dan Yayasan Lembaga Pendidikan Islam Riau (YLPI) bekerja dengan pemerintah untuk mendirikan [[Universitas Islam Riau]].<ref>{{harvnb|Muhammad|2002|p=202}}; {{harvnb|Kasiri|1993|pp=104–105}}.</ref> Soeman menghadiri acara pembukaan secara resmi universitas itu tahun 1962.{{sfn|Kasiri|1993|p=105}} |
|||
Peristiwa tersebut disusul oleh periode pembangunan infrastruktur pendidikan lanjutan. Untuk membantu para guru SD melanjutkan pendidikan mereka, Soeman mengambil gambar dalam pendirian sebuah SMP swasta pada 1953.{{efn|Sebagian besar guru hanya menempuh pendidikan tingkat SD {{harv|Kasiri|1993|p=102}}.}} Pada tahun berikutnya, ia membantu pendirian SMA Setia Dharma, SMA pertama di Riau. Menteri Pendidikan [[Mohammad Yamin]] menghadiri acara pembukaannya, dimana Soeman membandingkan situasi di Riau dengan Aceh dan Sumatra Utara dan menyatakan bahwa orang-orang di Riau seolah-olah dianaktirikan. Ia meminta Yamin untuk mengirimkan guru-guru pemerintah untuk mendukung Setia Dharma. Meskipun Yamin keberatan dengan permintaan Soeman dan tidak mengirimkan satu pun guru ke Setia Dharma, ia memerintahkan sebuah SMA negeri dibuka di Riau.{{sfn|Muhammad|2002|pp=201–202}} |
|||
Meskipun ia secara resmi pensiun sebagai guru untuk bergabung dengan Badan Pemerintah Harian, dari 1960an Soeman terlibat dalam beberapa yayasan pendidikan. Ia menjabat sebagai Direktur Jenderal Yayasan Lembaga Pendidikan Islam Riau (YLPI)serta ketua badan kepengurusan Setia Dharma, Yayasan Pendidikan Riau, dan Lembaga Sosial Budaya Riau. Ia juga mengutamakan hubungan dengan pemerintah provinsi. |
|||
Soeman melanjutkan bekerja untuk mendirikan sekolah-sekolah baru di Riau. Pada akhir 1950an, melihat berkembangnya sekolah-sekolah dari organisasi [[Kekristenan di Indonesia|Kristen]], Soeman, dengan bekerja dengan Muslim lainnya di Riau, mulai mendirikan sekolah-sekolah Islam pada tingkat TK, SD, SDMP, dan SMA. Pada 1961, Gubernur Riau [[Kaharuddin Nasution]] mengundang Soeman dan mengajaknya untuk bergabung dengan Badan Pemerintah Harian{{efn|Fungsinya sama dengan Badan Perwakilan Regional.}} dari pemerintah provinsi.{{efn|Setelah kemerdekaan Indonesia, Riau menjadi bagian dari Provinsi Sumatra Tengah. Sutradara Tengah terbagi dalam tiga provinsi ([[Sumatra Barat]], [[Jambi]], dan Riau) di bawah hukum No. 61 1958.}} Ia dan Yayasan Pendidikan Islam bekerja dengan pemerintah untuk mendirikan [[Universitas Islam Riau]].<ref>{{harvnb|Muhammad|2002|p=202}}; {{harvnb|Kasiri|1993|pp=104–105}}.</ref> Soeman menghadiri acara pembukaan formal-nya 1962.{{sfn|Kasiri|1993|p=105}} |
|||
Pada 1966 secara resmi Soeman menjadi bagian dari Dewan Perwakilan Regional. Pada 1976, atas rekomendasi Gubernur Riau, Arifin Achmad, ia naik [[haji]] menggunakan kas negara.{{efn|Dalam sebuah wawancara 1989, Soeman berkata bahwa ia menganggap rekomendasi Achmad sebagai sebuah permintaan atas reaksi gubernur terhadap kritikan Soeman yang ditujukan kepada kebijakan-kebijakannya {{harv|Kasiri|1993|p=117}}.}}<ref>{{harvnb|Eneste|1981|p=92}}; {{harvnb|Kasiri|1993|pp=116–118}}</ref> |
|||
Soeman meninggal di [[Pekanbaru]] pada 8 Mei 1999. Ia masih aktif dalam berbagai aspek pendidikan di Riau sampai tahun sebelumnya. {{sfn|Rampan|2000|p=455}} |
Soeman meninggal di [[Pekanbaru]] pada 8 Mei 1999. Ia masih aktif dalam berbagai aspek pendidikan di Riau sampai tahun sebelumnya. {{sfn|Rampan|2000|p=455}} |
||
== Gaya dan |
== Gaya dan Proses Kreatif == |
||
[[Berkas:Lontar Foundation film on Suman Hs.webm| |
[[Berkas:Lontar Foundation film on Suman Hs.webm|jmpl|Sebuah cerita pendek tentang Soeman, buatan [[Yayasan Lontar]]]] |
||
Soeman mengkredit kisah-kisah petualangan [[Alexandre Dumas]] dan pengarang-pengarang serupa, yang ia baca dalam terjemahan, untuk memahami genre petualangan dan detektif. Soeman memahami penggunaan [[suspens]] pada cerita-cerita tersebut, yang diset dalam karya-karya yang biasanya mempengaruhi para pengarang Melayu seperti [[Marah Rusli]].{{sfn|Kasiri|1993|pp=109–110}} Menurut kritikus kebudayaan [[Sutan Takdir Alisjahbana]], Soeman, dalam pembangunan suspensnya, memimikkan kisah-kisah detektif Barat ketimbang mengadaptasi gaya penyetingan Timur.{{sfn|Alisjahbana|1941|p=12}} Namun, pengaruh-pengaruh tradisional tampak dalam karya-karya Soeman. Ia mengkredit unsur-unsur komedi dari cerita-cerita pendeknya untuk aspek-aspek |
Soeman mengkredit kisah-kisah petualangan [[Alexandre Dumas]] dan pengarang-pengarang serupa, yang ia baca dalam terjemahan, untuk memahami genre petualangan dan detektif. Soeman memahami penggunaan [[suspens]] pada cerita-cerita tersebut, yang diset dalam karya-karya yang biasanya mempengaruhi para pengarang Melayu seperti [[Marah Rusli]].{{sfn|Kasiri|1993|pp=109–110}} Menurut kritikus kebudayaan [[Sutan Takdir Alisjahbana]], Soeman, dalam pembangunan suspensnya, memimikkan kisah-kisah detektif Barat ketimbang mengadaptasi gaya penyetingan Timur.{{sfn|Alisjahbana|1941|p=12}} Namun, pengaruh-pengaruh tradisional tampak dalam karya-karya Soeman. Ia mengkredit unsur-unsur komedi dari cerita-cerita pendeknya untuk aspek-aspek humor pada [[cerita rakyat Melayu|sastra cerita rakyat Melayu]] seperti kisah "[[Lebai Malang]]".{{sfn|Kasiri|1993|pp=109–110}} |
||
Penyair [[Eka Budianta]] menyatakan bahwa teman umum dalam karya-karya Soeman adalah memperkuat cinta dan kemampuannya untuk mengatasi masalah.{{sfn|Nasution|1998|loc=9:12–9:57}} Soeman menulis kekuatan cinta dan pernikahan atas dasar cinta dalam menanggapi perlakuan wanita dalam budaya ''[[adat]]'' (tradisional). Di kalangan Melayu Riau, [[pernikahan perjodohan]] adalah hal umum, dan wanita terkadang dinikahkan dengan seorang pria yang lebih tua dari ayahnya. Sebelum pernikahan, wanita muda tidak boleh |
Penyair [[Eka Budianta]] menyatakan bahwa teman umum dalam karya-karya Soeman adalah memperkuat cinta dan kemampuannya untuk mengatasi masalah.{{sfn|Nasution|1998|loc=9:12–9:57}} Soeman menulis kekuatan cinta dan pernikahan atas dasar cinta dalam menanggapi perlakuan wanita dalam budaya ''[[adat]]'' (tradisional). Di kalangan Melayu Riau, [[pernikahan perjodohan]] adalah hal umum, dan wanita terkadang dinikahkan dengan seorang pria yang lebih tua dari ayahnya. Sebelum pernikahan, wanita muda tidak boleh ke luar dan tidak diperkenankan berinteraksi dengan pria manapun kecuali orang-orang yang dipilih suaminya.{{sfn|Kasiri|1993|pp=107–108}} Selain itu, Soeman menggunakan ''Kasih Tak Terlarai'' untuk mengkritik kesalahan asuh anak yatim piatu setelah diadopsi.{{sfn|Kasiri|1993|pp=107–108}} |
||
Beberapa karakter buatan Soeman tidak teridentifikasi sebagai [[Pribumi-Nusantara]], yang meliputi Nona (nama umum di kalangan [[Tionghoa Indonesia|etnis Tionghoa]]) dan Sir Joon (orang [[orang Indo|Eurasia]]). Hal tersebut merupakan bagian dari sebuah penawaran untuk menghibur para pembaca dari latar belakang kebudayaan yang berbeda, serta orang-orang yang tinggal di Singapura.{{sfn|Kasiri|1993|p=109}} Hal tersebut juga menyajikan kritikan lembut bagi Soeman. Dalam sebuah wawancara, Soeman berkata: "Roman saya selalu mendobrak adat yang kaku. Nah, untuk menggambarkan itu, sengaja saya pilih tokoh orang asing, yang lebih diterima jika memberontak adat. Itu hanya strategi kepengarangan, biar cerita kita diterima."{{sfn|Muhammad|2002|p=203}} |
Beberapa karakter buatan Soeman tidak teridentifikasi sebagai [[Pribumi-Nusantara]], yang meliputi Nona (nama umum di kalangan [[Tionghoa Indonesia|etnis Tionghoa]]) dan Sir Joon (orang [[orang Indo|Eurasia]]). Hal tersebut merupakan bagian dari sebuah penawaran untuk menghibur para pembaca dari latar belakang kebudayaan yang berbeda, serta orang-orang yang tinggal di Singapura.{{sfn|Kasiri|1993|p=109}} Hal tersebut juga menyajikan kritikan lembut bagi Soeman. Dalam sebuah wawancara, Soeman berkata: "Roman saya selalu mendobrak adat yang kaku. Nah, untuk menggambarkan itu, sengaja saya pilih tokoh orang asing, yang lebih diterima jika memberontak adat. Itu hanya strategi kepengarangan, biar cerita kita diterima."{{sfn|Muhammad|2002|p=203}} |
||
[[Diksi]] Soeman dalam cerita-cerita pendek buatannya sangat dipengaruhi oleh latar belakang Sumatra timur-nya, dengan pengucapan Melayu dan pengaruh [[bahasa Jawa|Jawa]] yang lebih sedikit ketimbang beberapa penulis kontemporer.{{sfn|Rosidi|1968|p=36}} Namun, seperti halnya para penulis sejawatnya dari generasi ''Poedjangga Baroe'', ia tetap menggunakan istilah [[sastra Melayu klasik|Melayu klasik]] seperti ''alkisah'' dan ''maka''. Ia dikritik karena menggunakan kalimat yang bertele-tele ketimbang sastra sebelumnya, bukannya berupaya untuk menggunakan gaya yang lebih ringkas dan langsung dan menghindari kiasan.{{sfn|Kasiri|1993|pp=112–113}} Dalam sebuah artikel 1936, Alisjahbana berkata bahwa, di tangan Soeman, "bahasa Melayu yang telah kaku dan beku dikarenakan |
[[Diksi]] Soeman dalam cerita-cerita pendek buatannya sangat dipengaruhi oleh latar belakang Sumatra timur-nya, dengan pengucapan Melayu dan pengaruh [[bahasa Jawa|Jawa]] yang lebih sedikit ketimbang beberapa penulis kontemporer.{{sfn|Rosidi|1968|p=36}} Namun, seperti halnya para penulis sejawatnya dari generasi ''Poedjangga Baroe'', ia tetap menggunakan istilah [[sastra Melayu klasik|Melayu klasik]] seperti ''alkisah'' dan ''maka''. Ia dikritik karena menggunakan kalimat yang bertele-tele ketimbang sastra sebelumnya, bukannya berupaya untuk menggunakan gaya yang lebih ringkas dan langsung dan menghindari kiasan.{{sfn|Kasiri|1993|pp=112–113}} Dalam sebuah artikel 1936, Alisjahbana berkata bahwa, di tangan Soeman, "bahasa Melayu yang telah kaku dan beku dikarenakan susunan tetap dan aturannya, menjadi cair kembali".{{efn|Asli: "''... bahasa Melajoe lama jang telah kakoe dan bekoe oleh karena telah tetap soesoenan dan atjoeannja, mendjadi tjair kembali...''"}}{{sfn|Alisjahbana|1941|p=5}} |
||
== Warisan == |
== Warisan == |
||
[[Berkas:Soeman HS Library, Pekanbaru, Indonesia.jpg| |
[[Berkas:Soeman HS Library, Pekanbaru, Indonesia.jpg|jmpl|[[Perpustakaan Soeman HS]] di [[Pekanbaru]]]] |
||
Karya-karya Soeman |
Karya-karya Soeman sering kali digunakan untuk mengajarkan sastra untuk murid-murid SMP dan SMA, utamanya di Riau, dimana pada 1970an, karya-karya tersebut didistribusikan oleh pemerintah provinsi.{{sfn|Kasiri|1993|p=114}} Salah satu cerita pendek Soeman, "Papan Reklame", masuk dalam sebuah bacaan terbitan [[Cornell University Press]] untuk murid-murid asal Indonesia,{{sfn|Wolff|1978|p=161}} dan [[HB Jassin]] memasukkan salah satu puisi Soeman, "Iman", dalam antologi ''Pudjangga Baroe'' (1963).<ref>{{harvnb|Nasution|1998|loc=21:50}}; {{harvnb|Jassin|1963|p=310}}.</ref> Pada 1993, ''Mentjahari Pentjoeri Anak Perawan'' diadaptasi ke dalam sebuah serial televisi buatan [[August Melasz]].{{sfn|Eneste|2001|p=50}} |
||
Sampai akhir hayat Soeman, buku-bukunya hanya sedikit diterbitkan ulang dan dibicarakan,<ref>{{harvnb|Muhammad|2002|p=203}}; {{harvnb|Nasution|1998|loc=3:41}}</ref> dan sebuah profil 2014 buatan Pusat Tanjungpinang untuk Penyajian Nilai-Nilai Kebudayaan menyebut Soeman sebagai seorang pengajar dan penulis yang terlupakan.{{sfn|Tanjungpinang, 2014}} Namun, karya-karya Soeman masih diantologikan, dan pada 2008, [[Perpustakaan Soeman HS]] di Pekanbaru dinamakan dengan namanya. Rancangannya mengingatkan pada alas baca [[al-Qur'an]] dan merefleksikan budaya Islam Melayu, perpustakaan berdinding kaca dan enam lantai tersebut dioperasikan olen pemerintah Riau.<ref>{{harvnb|Tanjungpinang, 2014}}; {{harvnb|Herawati|Yogiyanti|2015}}.</ref> Pada 2010, Yayasan Sagang secara anumerta menganugerahkan Soeman dengan Penghargaan Sagang Kencana untuk jasa-jasanya dalam menyajikan budaya Melayu.{{sfn|''Riau Pos'' 2015, Peraih Anugerah Sagang}} |
Sampai akhir hayat Soeman, buku-bukunya hanya sedikit diterbitkan ulang dan dibicarakan,<ref>{{harvnb|Muhammad|2002|p=203}}; {{harvnb|Nasution|1998|loc=3:41}}</ref> dan sebuah profil 2014 buatan Pusat Tanjungpinang untuk Penyajian Nilai-Nilai Kebudayaan menyebut Soeman sebagai seorang pengajar dan penulis yang terlupakan.{{sfn|Tanjungpinang, 2014}} Namun, karya-karya Soeman masih diantologikan, dan pada 2008, [[Perpustakaan Soeman HS]] di Pekanbaru dinamakan dengan namanya. Rancangannya mengingatkan pada alas baca [[al-Qur'an]] dan merefleksikan budaya Islam Melayu, perpustakaan berdinding kaca dan enam lantai tersebut dioperasikan olen pemerintah Riau.<ref>{{harvnb|Tanjungpinang, 2014}}; {{harvnb|Herawati|Yogiyanti|2015}}.</ref> Pada 2010, Yayasan Sagang secara anumerta menganugerahkan Soeman dengan Penghargaan Sagang Kencana untuk jasa-jasanya dalam menyajikan budaya Melayu.{{sfn|''Riau Pos'' 2015, Peraih Anugerah Sagang}} |
||
== Pengakuan == |
== Pengakuan == |
||
Soeman telah dikategorikan sebagai pengarang kecil dari periode ''Poedjangga Baroe''. Sarjana sastra Indonesia asal Belanda [[A. Teeuw]] menyatakan bahwa, meskipun puisi Soeman umumnya berbentuk konvensional,{{sfn|Teeuw|2013|p=47}} cerita-cerita detektifnya "tidak bersahaja namun enak dibaca". Namun, ia menganggap kumpulan cerita pendek Soeman, ''Kawan Bergeloet'', karya buatannya paling terkenal dalam bidang sastra, memiliki sketsa "sangat terobservasi dan tergambar secara realistis".{{sfn|Teeuw|2013|p=73}} Sementara itu, Alisjahbana memuji penggunaan inovatif Melayu Soeman namun menganggap alur cerita pengarang tersebut tidak konsenkuensial dan tidak logis, dengan akting naratif "seperti anak-anak yang mengkilatkan permainannya dengan sekejap mata, |
Soeman telah dikategorikan sebagai pengarang kecil dari periode ''Poedjangga Baroe''. Sarjana sastra Indonesia asal Belanda [[A. Teeuw]] menyatakan bahwa, meskipun puisi Soeman umumnya berbentuk konvensional,{{sfn|Teeuw|2013|p=47}} cerita-cerita detektifnya "tidak bersahaja namun enak dibaca". Namun, ia menganggap kumpulan cerita pendek Soeman, ''Kawan Bergeloet'', karya buatannya paling terkenal dalam bidang sastra, memiliki sketsa "sangat terobservasi dan tergambar secara realistis".{{sfn|Teeuw|2013|p=73}} Sementara itu, Alisjahbana memuji penggunaan inovatif Melayu Soeman namun menganggap alur cerita pengarang tersebut tidak konsenkuensial dan tidak logis, dengan akting naratif "seperti anak-anak yang mengkilatkan permainannya dengan sekejap mata, tetapi juga langsung menyembunyikannya untuk membangkitkan rasa penasaran pada temannya".{{efn|Asli: "... ''seperti kanak-kanak jang mengilatkan sekedjap mata permainannja, tetapi segera menjemboenjikannja poela oentoek membangkitkan 'keinginan hendak tahoe' pada temannja.''"}} Ia menganggap karya Soeman baik untuk dibaca karena nilai hiburannya.{{sfn|Alisjahbana|1941|pp=9–10}} |
||
Dalam sebuah film yang menyoroti Soeman yang dibuat oleh [[Yayasan Lontar]], Budianta menyatakan bahwa: |
Dalam sebuah film yang menyoroti Soeman yang dibuat oleh [[Yayasan Lontar]], Budianta menyatakan bahwa: |
||
Baris 157: | Baris 197: | ||
| ref = harv |
| ref = harv |
||
}} |
}} |
||
* {{Cite news|title=Wisata Edukasi ke Perpustakaan Soeman HS Pekanbaru |
|||
* {{cite news |
|||
|title=Wisata Edukasi ke Perpustakaan Soeman HS Pekanbaru |
|||
|trans_title=Educational Tourism to the Soeman HS Library, Pekanbaru |
|trans_title=Educational Tourism to the Soeman HS Library, Pekanbaru |
||
|language=Indonesian |
|language=Indonesian |
||
|work= |
|work=[[VIVA.co.id]] |
||
|url=http://ceritaanda.viva.co.id/news/read/715863-wisata-edukasi-ke-perpustakaan-soeman-hs-pekanbaru |
|url=http://ceritaanda.viva.co.id/news/read/715863-wisata-edukasi-ke-perpustakaan-soeman-hs-pekanbaru |
||
|last1=Herawati |
|||
|first1=Elly |
|||
|last2=Yogiyanti |
|last2=Yogiyanti |
||
|first2=Nadira Octova |
|first2=Nadira Octova |
||
|date=28 December 2015 |
|date=28 December 2015 |
||
|accessdate=16 April 2016 |
|accessdate=16 April 2016 |
||
|archiveurl= |
|archiveurl=https://www.webcitation.org/6goILMGfI?url=http://ceritaanda.viva.co.id/news/read/715863-wisata-edukasi-ke-perpustakaan-soeman-hs-pekanbaru |
||
|archivedate= |
|archivedate=2016-04-16 |
||
|ref=harv |
|ref=harv |
||
|dead-url=no |
|||
}} |
|||
|first=Elly |
|||
|last=Herawati |
|||
}} |
|||
* {{cite book |
* {{cite book |
||
| last = Jassin |
| last = Jassin |
||
Baris 188: | Baris 228: | ||
* {{cite book |
* {{cite book |
||
|url=https://openaccess.leidenuniv.nl/bitstream/handle/1887/15074/Jedamski%20-%20Holmes%20Essay.pdf?sequence=7 |
|url=https://openaccess.leidenuniv.nl/bitstream/handle/1887/15074/Jedamski%20-%20Holmes%20Essay.pdf?sequence=7 |
||
|archivedate= |
|archivedate=2012-09-03 |
||
|archiveurl= |
|archiveurl=https://www.webcitation.org/6AOaprF7S?url=https://openaccess.leidenuniv.nl/bitstream/handle/1887/15074/Jedamski%20-%20Holmes%20Essay.pdf?sequence=7 |
||
|accessdate=3 September 2012 |
|accessdate=3 September 2012 |
||
|publisher=Rodopi |
|publisher=Rodopi |
||
Baris 204: | Baris 244: | ||
|series=Cross/Cultures |
|series=Cross/Cultures |
||
|volume=119 |
|volume=119 |
||
|dead-url=no |
|||
}} |
|||
}} |
|||
* {{cite book |
* {{cite book |
||
|chapter=Soeman Hs: Guru yang Berjiwa Guru |
|chapter=Soeman Hs: Guru yang Berjiwa Guru |
||
Baris 260: | Baris 301: | ||
}} |
}} |
||
* {{cite video |
* {{cite video |
||
|last = Nasution |
|last = Nasution |
||
|first = Arswendy |
|first = Arswendy |
||
|url=http://sea.lib.niu.edu/islandora/object/SEAImages%3AYL-PG-006-SOEMAN-MFE |
|url = http://sea.lib.niu.edu/islandora/object/SEAImages%3AYL-PG-006-SOEMAN-MFE |
||
|year = 1998 |
|year = 1998 |
||
|title = Soeman Hasibuan |
|title = Soeman Hasibuan |
||
|medium = streamed video |
|medium = streamed video |
||
|language=Indonesian |
|language = Indonesian |
||
|publisher = [[Lontar Foundation]] |
|publisher = [[Lontar Foundation]] |
||
|oclc = 56795585 |
|oclc = 56795585 |
||
|ref = harv |
|ref = harv |
||
}} |
}} |
||
* {{cite news |
* {{cite news |
||
Baris 279: | Baris 320: | ||
|date=12 October 2015 |
|date=12 October 2015 |
||
|accessdate=16 April 2016 |
|accessdate=16 April 2016 |
||
|archiveurl= |
|archiveurl=https://www.webcitation.org/6goU49F1O?url=http://riaupos.co/88659-arsip-peraih-anugerah-sagang-dan-sagang-kencana-diumumkan.html |
||
|archivedate= |
|archivedate=2016-04-16 |
||
|ref={{sfnRef|''Riau Pos'' 2015, Peraih Anugerah Sagang}} |
|ref={{sfnRef|''Riau Pos'' 2015, Peraih Anugerah Sagang}} |
||
|dead-url=no |
|||
}} |
|||
}} |
|||
* {{Cite book |
* {{Cite book |
||
|title=Leksikon Susastra Indonesia |
|title=Leksikon Susastra Indonesia |
||
Baris 315: | Baris 357: | ||
|publisher=Tanjungpinang Center for Preserving Cultural Values |
|publisher=Tanjungpinang Center for Preserving Cultural Values |
||
|accessdate=12 April 2016 |
|accessdate=12 April 2016 |
||
|archiveurl= |
|archiveurl=https://www.webcitation.org/6giRRgd7g?url=http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbtanjungpinang/2014/06/06/soeman-hs-tokoh-sastra-pendidikan-yang-terlupakan/ |
||
|date=6 June 2014 |
|date=6 June 2014 |
||
|archivedate= |
|archivedate=2016-04-12 |
||
|url=http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbtanjungpinang/2014/06/06/soeman-hs-tokoh-sastra-pendidikan-yang-terlupakan/ |
|url=http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbtanjungpinang/2014/06/06/soeman-hs-tokoh-sastra-pendidikan-yang-terlupakan/ |
||
|ref={{sfnRef|Tanjungpinang, 2014}} |
|ref={{sfnRef|Tanjungpinang, 2014}} |
||
|dead-url=no |
|||
}} |
|||
}} |
|||
* {{cite book |
* {{cite book |
||
|author-link=A. Teeuw |
|author-link=A. Teeuw |
||
Baris 344: | Baris 387: | ||
{{refend}} |
{{refend}} |
||
== |
== Pranala luar == |
||
* [http://melayuonline.com/ind/personage/dig/252 perjalan hidup Soeman Hs] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20100926211746/http://melayuonline.com/ind/personage/dig/252 |date=2010-09-26 }} pada situs melayuonline.com |
|||
* [http://melayuonline.com/personage/?a=cXF3L29QTS9VenVwRnRCb20%3D= Profil] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20080506172536/http://melayuonline.com/personage/?a=cXF3L29QTS9VenVwRnRCb20%3D= |date=2008-05-06 }} |
|||
{{lifetime|1904|1999}} |
|||
* [http://melayuonline.com/ind/personage/dig/252 perjalan hidup Soeman Hs] pada situs melayuonline.com |
|||
* [http://melayuonline.com/personage/?a=cXF3L29QTS9VenVwRnRCb20%3D= Profil] |
|||
{{DEFAULTSORT:Hasibuan, Suman}} |
|||
{{artikel pilihan}} |
|||
[[Kategori:Sastrawan Indonesia]] |
[[Kategori:Sastrawan Indonesia]] |
||
[[Kategori:Tokoh Batak]] |
[[Kategori:Tokoh Batak]] |
Revisi terkini sejak 21 Mei 2024 11.03
Artikel atau sebagian dari artikel ini mungkin diterjemahkan dari Soeman Hasiboean di en.wiki-indonesia.club. Isinya masih belum akurat, karena bagian yang diterjemahkan masih perlu diperhalus dan disempurnakan. Jika Anda menguasai bahasa aslinya, harap pertimbangkan untuk menelusuri referensinya dan menyempurnakan terjemahan ini. Anda juga dapat ikut bergotong royong pada ProyekWiki Perbaikan Terjemahan. (Pesan ini dapat dihapus jika terjemahan dirasa sudah cukup tepat. Lihat pula: panduan penerjemahan artikel) |
Soeman Hsb | |
---|---|
Lahir | Soeman Hasibuan 4 April 1904 Bengkalis, Riau, Hindia Belanda |
Meninggal | 8 Mei 1999 Pekanbaru, Riau, Indonesia | (umur 95)
Kebangsaan | Indonesia |
Dikenal atas | Promosi pendidikan, penulisan |
Karya terkenal |
|
Soeman Hasiboean (EYD: Suman Hasibuan; 4 April 1904 – 8 Mei 1999),[3][4] atau lebih dikenal dengan nama pena Soeman Hs, adalah seorang pengarang Indonesia yang dikenal sebagai pelopor penulisan cerpen dan fiksi detektif dalam sastra negara tersebut. Lahir di Bengkalis, Riau, Indonesia (dulu Hindia Belanda) dari keluarga petani, Soeman belajar untuk menjadi guru dibawah bimbingan pengarang yang lebih senior darinya Mohammad Kasim, seorang penulis.
Ia mulai bekerja sebagai guru Bahasa Melayu setelah menyelesaikan sekolah formal pada tahun 1923 yang pada mulanya di Siak Sri Indrapura, Riau, kemudian di Pasir Pengaraian, Rokan Hulu, Riau. Pada waktu itu, ia mulai menulis dan berhasil menyelesaikan karya pertamanya, yakni novel berjudul Kasih Tak Terlarai, pada 1929. Selama dua belas tahun, ia telah menerbitkan 5 (lima) buah novel, satu kumpulan cerita pendek, dan 35 cerita pendek serta puisi.
Pada masa pendudukan Jepang di Hindia Belanda (1942–1945) dan kemudian revolusi, Soeman -meskipun ia tetap seorang guru- juga aktif dalam politik. Pada awalnya menjabat sebagai anggota dewan perwakilan dan sebagai bagian dari Komite Nasional Indonesia untuk Pasir Pengaraian di Pekanbaru.
Setelah pengakuan Belanda terhadap kemerdekaan Indonesia pada 1949, Soeman menjadi kepala Departemen Pendidikan Provinsi Riau, bekerja untuk membangun kembali infrastruktur yang rusak dan mendirikan sekolah-sekolah baru, termasuk SMA pertama di Riau dan Universitas Islam Riau (UIR). Ia masih aktif dalam pendidikan hingga kematiannya. Selain menjadi dosen dia juga pengurus Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) yang merupakan badan pengelola (UIR) dan beberapa SLTP serta SLTA di Pekanbaru.
Sebagai seorang pengarang, Soeman menulis cerita-cerita yang bertemakan suspens dan humor, menggambarkan fiksi detektif dan petualangan barat serta sastra Melayu klasik.
Karya tulis berbahasa Melayu buatannya, dengan pengucapan dipengaruhi oleh latar belakang dialek Sumatra Tengah, mudah dibaca dan terhindar dari hal yang berlebihan. Karya paling populer Soeman adalah novel Mentjahari Pentjoeri Anak Perawan (1932), sementara kumpulan cerita pendek Kawan Bergeloet (1941) dianggap karyanya yang paling terkenal dari sudut pandang sastra.[5]
Meskipun dianggap pengarang kecil dari periode Poedjangga Baroe, Soeman pada akhirnya mendapat pengakuan dari Pemerintah Provinsi Riau. Namanya diabadikan sebagai nama sebuah perpustakaan daerah Provinsi Riau, di Pekanbaru. Bahkan buku-buku karangannya digunakan di sejumlah sekolah di Indonesia.
Kehidupan Awal
[sunting | sunting sumber]Soeman lahir di Bengkalis, Riau, Indonesia (dulu Hindia Belanda), pada 1904.[a] Ayahnya bernama Wahid Hasibuan, sedangkan ibunya bernama Turumun Lubis, lahir di Kotanopan (yang sekarang merupakan bagian dari Mandailing Natal), tetapi berpindah ke Bengkalis setelah pernikahan untuk menghindari konflik antara keluarga Hasibuan dan sebuah klan rival. Dalam sebuah wawancara 1989, Soeman menyatakan bahwa ia tidak tahu menahu sumber konflik tersebut, tetapi ia menduga bahwa ayahnya yang merupakan keturunan dari seorang raja Mandailing merasa seolah-olah kurang dihormati.[6]
Di Bengkalis, Wahid dan Turumun menanam nanas dan kelapa. Wahid juga mengajarkan ngaji, yang menjadi pemasukan keuangan dari keluarga Muslim.[7] Karena ayahnya mengajar di rumahnya, Soeman mulai belajar ngaji pada usia muda. Selain itu, ia juga mendengar cerita-cerita kejahatan yang terjadi di kota-kota besar seperti Singapura dari para pedagang yang mengunjungi Wahid.
Pada 1913, Soeman masuk sebuah sekolah Melayu lokal, disitu guru-gurunya mendorong dia untuk membaca. Soeman membaca sejumlah buku karya pengarang Melayu dan Eropa dari perpustakaan sekolah sebelum ia lulus pada 1918.[b][8]
Bercita-cita menjadi guru, Soeman berupaya masuk kursus untuk menjadi guru potensial di Medan, Sumatera Utara, setelah lulus. Setelah ia masuk kursus, ia menjalani dua tahun belajar di kota tersebut. Salah satu gurunya adalah Mohammad Kasim, yang kemudian kumpulan cerita pendek buatannya Teman Doedoek (1937) menjadi karya pertama dalam kanon sastra Indonesia.[9]
Di luar kelas, Soeman menyimak cerita-cerita Kasim tentang para pengarang dan proses penulisan kreatif; hal tersebut membuatnya ingin menjadi penulis.[10]
Setelah dua tahun di Medan, Soeman melanjutkan pendidikan ke sebuah sekolah normal di Langsa, Aceh, disitu ia tunak sampai tahun 1923. Di sana, ia bertemu dengan calon istrinya, Siti Hasnah.[9]
Setelah lulus, Soeman mendapatkan pekerjaan di HIS Siak Sri Indrapura, sebuah sekolah berbahasa Belanda untuk murid-murid pribumi di Siak Sri Indrapura, Riau.[11] Soeman bekerja sebagai guru Bahasa Melayu selama 7 tahun,[12] .
Tahuni 1930, ia bertemu dengan seorang guru muda dari Jawa yang terlibat dalam gerakan nasionalis. Soeman dan beberapa guru mulai bergabung dengannya untuk diskusi dan memainkan lagu "Indonesia Raya", yang berada di bawah pencekalan pemerintah kolonial Belanda. Saat ketahuan, Soeman dipindahkan ke Pasir Pengaraian, Rokan Hulu, Riau. Meskipun menolak pindah, Soeman masih berada di Pasir Pengaraian sampai pendudukan Jepang di Hindia Belanda pada 1942, kemudian menjadi kepala sekolah.[13]
Karier Menulis
[sunting | sunting sumber]Soeman mulai menulis pada 1923 tak lama setelah menyelesaikan pendidikannya.[14] Terinspirasi oleh ayahnya, yang berhenti menggunakan nama klan Hasibuan di Bengkalis yang didominasi Melayu, ia memakai nama pena Soeman Hs.[15]
Soeman Hs menyerahkan novel pertamanya, Kasih Tak Terlarai, kepada penerbit negeri Balai Pustaka. Buku tersebut mengisahkan cerita seorang yatim piatu, si Taram, yang kawin lari dengan Sitti Nurhaida, kekasihnya, namun kemudian harus menikahinya kembali setelah sang kekasih kembali ke rumah, diterbitkan pada 1929.[16] Soeman meraih uang sejumlah 37 gulden dari penerbitan tersebut.[17]
Karya tersebut disusul oleh Pertjobaan Setia pada 1931, sebuah novel mengisahkan seorang pria muda bernama Sjamsoeddin yang ingin naik haji sebelum ia dapat menikahi Hajjah Salwiah, seorang putri pedagang kaya. Ketika Sjamsoeddin pulang dari perjalanannya, ia mendapat sebuah bencana dan kemudian ditipu oleh seorang pria yang menginginkan Salwiah. Namun, teman Sjamsoeddin yang bernama Djamin menolong Sjamsoeddin untuk menikahi Salwiah.[18]
Pada tahun berikutnya, dua terjemahan novel Soeman diterbitkan oleh Balai Pustaka; Kasih Tak Terlarai diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa dengan judul Asih tan Kena Pisah oleh Soehardja, sementara Pertjobaan Setia diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda dengan judul Tjotjoba oleh Martaperdana.[19]
Soeman menerbitkan novel lainnya, Mentjahari Pentjoeri Anak Perawan, pada 1932. Novel tersebut berkisah tentang Sir Joon, seorang pria yang lamarannya terhadap Nona ditolak setelah ayah Nona, Dago si tukang ransum, ditawari mahar yang lebih tinggi oleh laki-laki lain, si Tairoo. Meskipun telah ditolak Dago, ketika menyadari bahwa Nona telah diculik, Sir Joon menawarkan bantuannya untuk membantu mencarinya. Ia lalu membangun ketidakpercayaan antara Dago dan Tairoo, calon suami Nona. Dalam kemelut situasi yang terjadi setelah itu, Sir Joon diam-diam meninggalkan desa bersama dengan Nona, dan pasangan tersebut kemudian hidup bahagia di Singapura.[20] Untuk novel tersebut, yang lagi-lagi diterbitkan oleh Balai Pustaka, Soeman meraih 75 gulden.[21]
Pada dekade-dekade berikutnya, novelMentjahari Pentjoeri Anak Perawan tersebut menjadi publikasi paling populer buatannya,[22] dan karya tersebut diidentifikasi sebagai novel detektif pertama dalam kanon sastra Indonesia.[2]
Antara 1932 dan 1938, Soeman menerbitkan dua novel berikutnya, Kasih Tersesat (diserialisasikan dalam Pandji Poestaka pada 1932) dan Teboesan Darah (diterbitkan dalam Doenia Pengalaman pada 1939).[23]
Novel Teboesan Darah menandai kembalinya Sir Joon, yang muncul dalam beberapa cerita detektif lainnya karya pengarang lainnya.[24]
Soeman juga menerbitkan 35 cerita pendek dan puisi, yang sebagian besar terdapat di majalah Pandji Poestaka namun juga di Pedoman Masjarakat dan Poedjangga Baroe.[25] Tujuh cerita Pandji Poestaka karya Soeman dikompilasikan dalam Kawan Bergeloet, bersama dengan lima cerita asli.[26] Dengan kumpulan cerita pendek tersebut, yang diterbitkan pada 1941, Soeman menjadi salah satu penulis cerita pendek pertama dalam kanon sastra Indonesia.[27]
Penjajahan Jepang dan Revolusi Nasional Indonesia
[sunting | sunting sumber]Setelah Jepang menjajah Hindia Belanda pada 1942, Soeman diangkat menjadi kepala sekolah oleh pasukan penjajah. Ia kemudian terlibat dalam politik dengan terpilih pada Shūsangikai, sebuah Dewan Perwakilan Regional yang disponsori Jepang, untuk Riau. Ia kemudian menyatakan bahwa, karena ia terpilih ketimbang dipilih oleh pasukan Jepang—dan memiliki bekingan kuat dalam masyarakat, yang berguna untuk revolusi—ia merasa berada di bawah pengawasan ketat.[28] Keadaan tersebut berlanjut sampai Jepang keluar dari Indonesia dan Sukarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.[29]
Meskipun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan pada 17 Agustus 1945, beritanya tidak mencapai Riau sampai bulan September. Pada bulan berikutnya, Soeman terpilih pada Komite Nasiona Indonesia untuk Pasir Pengaraian yang baru dibentuk, dan kemudian menjadi ketuanya.
Pada masa jabatannya, ia menghadapi perselisihan antara bekas staf kolonial yang lebih menginginkan Belanda kembali dengan orang-orang yang mendukung kemerdekaan Indonesia. Pasukan Belanda kembali ke Jawa, dan konflik fisik terjadi antara pasukan Sekutu dan pasukan Republik Indonesia di Surabaya.
Pada tahun berikutnya, Soeman terpilih pada Dewan Perwakilan Regional untuk Riau, yang berbasis di Pekanbaru.[30]
Setelah Operasi Kraai pada 1948, ketika pasukan Belanda menduduki ibu kota Republik Indonesia di Yogyakarta dan menangkap sebagian besar anggota pemerintahan Sukarno, Soeman menjadi komandan pasukan gerilya di Riau. Disamping melanjutkan perjuangan, ia ditugaskan untuk menjadi para pejuang baru untuk mendukung sebab-sebab republik. Dalam misi tersebut, ia ikut membantu dengan jaringan ekstensifnya sebagai guru sekolah jangka panjang. Beberapa pejuang adalah mantan muridnya . Meskipun pasukannya berada di bawah ancaman senjata, Soeman memimpin mereka dalam pertarungan melawan pasukan pribumi yang bersekutu dengan Belanda selama beberapa kali.[31]
Pengajar dan Kehidupan Selanjutnya
[sunting | sunting sumber]Setelah Konferensi Meja Bundar pada 1949, Soeman dipanggil ke Pekanbaru dan diangkat menjadi Kepala Cabang Regional dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tugas utamanya adalah mendirikan dan menyusun kembali sistem pendidikan di Riau, setelah tiga tahun pendudukan dan empat tahun revolusi.
Pada masa revolusi meja-meja kayu yang berlaci dikeping untuk kayu bakar, bangunan-bangunan sekolah digunakan sebagai tempat untuk berlindung dari pasukan musuh, dan sebagian besar murid tidak dapat menghadiri kelas secara giat. Selain itu, Departemen Pendidikan tidak memiliki dana yang cukup untuk mendukung pembangunan kembali sekolah-sekolah.
Pada tiga tahun berikutnya, Soeman memimpin proyek-proyek kerja komunal yang didedikasikan untuk memulihkan fasilitas pendidikan Riau dan meraih bantuan sukarela dari masyarakat.[32]
Peristiwa tersebut disusul oleh periode pembangunan infrastruktur pendidikan lanjutan. Untuk membantu para guru Sekolah Dasar (SD) melanjutkan pendidikan mereka, Soeman mengambil peran dengan mendirikan sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP) swasta pada 1953.[c]
Pada tahun berikutnya, ia membantu pendirian Sekolah Menengah Atas (SMA Setia Dharma) di Pekanbaru, SMA pertama di Riau. Menteri Pendidikan Mohammad Yamin menghadiri acara pembukaannya. Dalam sambutannya Soeman membandingkan situasi di Riau dengan Aceh dan Sumatera Utara dan menyatakan bahwa orang-orang di Riau seolah-olah dianaktirikan. Ia meminta Yamin untuk mengirimkan guru-guru pemerintah guna mendukung Setia Dharma. Meskipun Yamin keberatan dengan permintaan Soeman dan tidak mengirimkan satu pun guru ke Setia Dharma, ia memerintahkan sebuah SMA negeri dibuka di Riau.[33]
Soeman melanjutkan bekerja untuk mendirikan sekolah-sekolah baru di Riau. Pada akhir 1950an, melihat berkembangnya sekolah-sekolah dari organisasi Kristen, Soeman, bekerjasama dengan Muslim lainnya di Riau, mulai mendirikan sekolah-sekolah Islam pada tingkat Taman Kanak-Kanan (TK), SD, SMP, dan SMA. Pada 1961, Gubernur Riau Kaharuddin Nasution mengundang Soeman dan mengajaknya untuk bergabung dengan Badan Pemerintah Harian[d] dari pemerintah provinsi.[e] Ia dan Yayasan Lembaga Pendidikan Islam Riau (YLPI) bekerja dengan pemerintah untuk mendirikan Universitas Islam Riau.[34] Soeman menghadiri acara pembukaan secara resmi universitas itu tahun 1962.[35]
Meskipun ia secara resmi pensiun sebagai guru untuk bergabung dengan Badan Pemerintah Harian, dari 1960an Soeman terlibat dalam beberapa yayasan pendidikan. Ia menjabat sebagai Direktur Jenderal Yayasan Lembaga Pendidikan Islam Riau (YLPI)serta ketua badan kepengurusan Setia Dharma, Yayasan Pendidikan Riau, dan Lembaga Sosial Budaya Riau. Ia juga mengutamakan hubungan dengan pemerintah provinsi.
Pada 1966 secara resmi Soeman menjadi bagian dari Dewan Perwakilan Regional. Pada 1976, atas rekomendasi Gubernur Riau, Arifin Achmad, ia naik haji menggunakan kas negara.[f][36]
Soeman meninggal di Pekanbaru pada 8 Mei 1999. Ia masih aktif dalam berbagai aspek pendidikan di Riau sampai tahun sebelumnya. [27]
Gaya dan Proses Kreatif
[sunting | sunting sumber]Soeman mengkredit kisah-kisah petualangan Alexandre Dumas dan pengarang-pengarang serupa, yang ia baca dalam terjemahan, untuk memahami genre petualangan dan detektif. Soeman memahami penggunaan suspens pada cerita-cerita tersebut, yang diset dalam karya-karya yang biasanya mempengaruhi para pengarang Melayu seperti Marah Rusli.[37] Menurut kritikus kebudayaan Sutan Takdir Alisjahbana, Soeman, dalam pembangunan suspensnya, memimikkan kisah-kisah detektif Barat ketimbang mengadaptasi gaya penyetingan Timur.[38] Namun, pengaruh-pengaruh tradisional tampak dalam karya-karya Soeman. Ia mengkredit unsur-unsur komedi dari cerita-cerita pendeknya untuk aspek-aspek humor pada sastra cerita rakyat Melayu seperti kisah "Lebai Malang".[37]
Penyair Eka Budianta menyatakan bahwa teman umum dalam karya-karya Soeman adalah memperkuat cinta dan kemampuannya untuk mengatasi masalah.[39] Soeman menulis kekuatan cinta dan pernikahan atas dasar cinta dalam menanggapi perlakuan wanita dalam budaya adat (tradisional). Di kalangan Melayu Riau, pernikahan perjodohan adalah hal umum, dan wanita terkadang dinikahkan dengan seorang pria yang lebih tua dari ayahnya. Sebelum pernikahan, wanita muda tidak boleh ke luar dan tidak diperkenankan berinteraksi dengan pria manapun kecuali orang-orang yang dipilih suaminya.[40] Selain itu, Soeman menggunakan Kasih Tak Terlarai untuk mengkritik kesalahan asuh anak yatim piatu setelah diadopsi.[40]
Beberapa karakter buatan Soeman tidak teridentifikasi sebagai Pribumi-Nusantara, yang meliputi Nona (nama umum di kalangan etnis Tionghoa) dan Sir Joon (orang Eurasia). Hal tersebut merupakan bagian dari sebuah penawaran untuk menghibur para pembaca dari latar belakang kebudayaan yang berbeda, serta orang-orang yang tinggal di Singapura.[41] Hal tersebut juga menyajikan kritikan lembut bagi Soeman. Dalam sebuah wawancara, Soeman berkata: "Roman saya selalu mendobrak adat yang kaku. Nah, untuk menggambarkan itu, sengaja saya pilih tokoh orang asing, yang lebih diterima jika memberontak adat. Itu hanya strategi kepengarangan, biar cerita kita diterima."[42]
Diksi Soeman dalam cerita-cerita pendek buatannya sangat dipengaruhi oleh latar belakang Sumatra timur-nya, dengan pengucapan Melayu dan pengaruh Jawa yang lebih sedikit ketimbang beberapa penulis kontemporer.[43] Namun, seperti halnya para penulis sejawatnya dari generasi Poedjangga Baroe, ia tetap menggunakan istilah Melayu klasik seperti alkisah dan maka. Ia dikritik karena menggunakan kalimat yang bertele-tele ketimbang sastra sebelumnya, bukannya berupaya untuk menggunakan gaya yang lebih ringkas dan langsung dan menghindari kiasan.[44] Dalam sebuah artikel 1936, Alisjahbana berkata bahwa, di tangan Soeman, "bahasa Melayu yang telah kaku dan beku dikarenakan susunan tetap dan aturannya, menjadi cair kembali".[g][45]
Warisan
[sunting | sunting sumber]Karya-karya Soeman sering kali digunakan untuk mengajarkan sastra untuk murid-murid SMP dan SMA, utamanya di Riau, dimana pada 1970an, karya-karya tersebut didistribusikan oleh pemerintah provinsi.[46] Salah satu cerita pendek Soeman, "Papan Reklame", masuk dalam sebuah bacaan terbitan Cornell University Press untuk murid-murid asal Indonesia,[47] dan HB Jassin memasukkan salah satu puisi Soeman, "Iman", dalam antologi Pudjangga Baroe (1963).[48] Pada 1993, Mentjahari Pentjoeri Anak Perawan diadaptasi ke dalam sebuah serial televisi buatan August Melasz.[49]
Sampai akhir hayat Soeman, buku-bukunya hanya sedikit diterbitkan ulang dan dibicarakan,[50] dan sebuah profil 2014 buatan Pusat Tanjungpinang untuk Penyajian Nilai-Nilai Kebudayaan menyebut Soeman sebagai seorang pengajar dan penulis yang terlupakan.[1] Namun, karya-karya Soeman masih diantologikan, dan pada 2008, Perpustakaan Soeman HS di Pekanbaru dinamakan dengan namanya. Rancangannya mengingatkan pada alas baca al-Qur'an dan merefleksikan budaya Islam Melayu, perpustakaan berdinding kaca dan enam lantai tersebut dioperasikan olen pemerintah Riau.[51] Pada 2010, Yayasan Sagang secara anumerta menganugerahkan Soeman dengan Penghargaan Sagang Kencana untuk jasa-jasanya dalam menyajikan budaya Melayu.[52]
Pengakuan
[sunting | sunting sumber]Soeman telah dikategorikan sebagai pengarang kecil dari periode Poedjangga Baroe. Sarjana sastra Indonesia asal Belanda A. Teeuw menyatakan bahwa, meskipun puisi Soeman umumnya berbentuk konvensional,[53] cerita-cerita detektifnya "tidak bersahaja namun enak dibaca". Namun, ia menganggap kumpulan cerita pendek Soeman, Kawan Bergeloet, karya buatannya paling terkenal dalam bidang sastra, memiliki sketsa "sangat terobservasi dan tergambar secara realistis".[5] Sementara itu, Alisjahbana memuji penggunaan inovatif Melayu Soeman namun menganggap alur cerita pengarang tersebut tidak konsenkuensial dan tidak logis, dengan akting naratif "seperti anak-anak yang mengkilatkan permainannya dengan sekejap mata, tetapi juga langsung menyembunyikannya untuk membangkitkan rasa penasaran pada temannya".[h] Ia menganggap karya Soeman baik untuk dibaca karena nilai hiburannya.[54]
Dalam sebuah film yang menyoroti Soeman yang dibuat oleh Yayasan Lontar, Budianta menyatakan bahwa:
Karya-karyanya boleh dikata sedikit. Karya-karyanya boleh dikata kurang disukai, tidak terlalu monumental, tetapi kehadiran Soeman Hs sebagai penulis cerita humor dan penulis cerita detektif, itu tidak bisa diabaikan. Kalau kita mau bercerita tentang pelopor penulis humor atau pelopor cerita detektif, Soeman Hs itu bapaknya. Dia bisa dianggap bapak cerita humor dan detektif.
— Eka Budianta, dalam (Nasution 1998, 11:30–12:08)
Daftar pustaka pilihan
[sunting | sunting sumber]
|
|
Catatan penjelas
[sunting | sunting sumber]- ^ Tanggal tidak dicatat. Soeman kemudian menyatakan bahwa ia diberitahukan tahun kelahirannya oleh ayahnya, namun ia tidak memastikan apakah informasi tersebut akurat (Kasiri 1993, hlm. 92).
- ^ Dalam sebuah wawancara 1994, Soeman berkata bahwa seseorang telah berkata bahwa ia telah membaca seluruh ratusan buku di perpustakaan sekolah tersebut (Nasution 1998, 7:30–7:50).
- ^ Sebagian besar guru hanya menempuh pendidikan tingkat SD (Kasiri 1993, hlm. 102).
- ^ Fungsinya sama dengan Badan Perwakilan Regional.
- ^ Setelah kemerdekaan Indonesia, Riau menjadi bagian dari Provinsi Sumatra Tengah. Sutradara Tengah terbagi dalam tiga provinsi (Sumatera Barat, Jambi, dan Riau) di bawah hukum No. 61 1958.
- ^ Dalam sebuah wawancara 1989, Soeman berkata bahwa ia menganggap rekomendasi Achmad sebagai sebuah permintaan atas reaksi gubernur terhadap kritikan Soeman yang ditujukan kepada kebijakan-kebijakannya (Kasiri 1993, hlm. 117).
- ^ Asli: "... bahasa Melajoe lama jang telah kakoe dan bekoe oleh karena telah tetap soesoenan dan atjoeannja, mendjadi tjair kembali..."
- ^ Asli: "... seperti kanak-kanak jang mengilatkan sekedjap mata permainannja, tetapi segera menjemboenjikannja poela oentoek membangkitkan 'keinginan hendak tahoe' pada temannja."
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Tanjungpinang, 2014.
- ^ a b Kasiri 1993, hlm. 89.
- ^ [1]
- ^ TAHUKAH ANDA? - Melihat Sepeda Ontel Peninggalan Sastrawan Riau Soeman HS
- ^ a b Teeuw 2013, hlm. 73.
- ^ Kasiri 1993, hlm. 91.
- ^ Tanjungpinang, 2014; Muhammad 2002, hlm. 201; Kasiri 1993, hlm. 93.
- ^ Kasiri 1993, hlm. 92–93; Nasution 1998, 7:07.
- ^ a b Kasiri 1993, hlm. 94–95.
- ^ Kasiri 1993, hlm. 107.
- ^ Kasiri 1993, hlm. 95.
- ^ Rampan 2000, hlm. 455; Eneste 1981, hlm. 92.
- ^ Rampan 2000, hlm. 455; Kasiri 1993, hlm. 96–97.
- ^ Kasiri 1993, hlm. 106.
- ^ Muhammad 2002, hlm. 201.
- ^ Eneste 1981, hlm. 92.
- ^ Kasiri 1993, hlm. 111; Alisjahbana 1941, hlm. 7.
- ^ Mahayana, Sofyan & Dian 1992, hlm. 23–24.
- ^ Kasiri 1993, hlm. 111.
- ^ Mahayana, Sofyan & Dian 1992, hlm. 33–34.
- ^ Kasiri 1993, hlm. 112.
- ^ Nasution 1998, 21:09–21:12.
- ^ Rampan 2000, hlm. 455; Jassin 1963, hlm. 309
- ^ Teeuw 2013, hlm. 72; Jedamski 2009, hlm. 397–398.
- ^ Kratz 1988, hlm. 566–567.
- ^ Balai Pustaka 1941, hlm. 3–4.
- ^ a b Rampan 2000, hlm. 455.
- ^ Rampan 2000, hlm. 455; Kasiri 1993, hlm. 99.
- ^ Kasiri 1993, hlm. 99.
- ^ Kasiri 1993, hlm. 100.
- ^ Rampan 2000, hlm. 455; Kasiri 1993, hlm. 100–101.
- ^ Kasiri 1993, hlm. 101–102.
- ^ Muhammad 2002, hlm. 201–202.
- ^ Muhammad 2002, hlm. 202; Kasiri 1993, hlm. 104–105.
- ^ Kasiri 1993, hlm. 105.
- ^ Eneste 1981, hlm. 92; Kasiri 1993, hlm. 116–118
- ^ a b Kasiri 1993, hlm. 109–110.
- ^ Alisjahbana 1941, hlm. 12.
- ^ Nasution 1998, 9:12–9:57.
- ^ a b Kasiri 1993, hlm. 107–108.
- ^ Kasiri 1993, hlm. 109.
- ^ Muhammad 2002, hlm. 203.
- ^ Rosidi 1968, hlm. 36.
- ^ Kasiri 1993, hlm. 112–113.
- ^ Alisjahbana 1941, hlm. 5.
- ^ Kasiri 1993, hlm. 114.
- ^ Wolff 1978, hlm. 161.
- ^ Nasution 1998, 21:50; Jassin 1963, hlm. 310.
- ^ Eneste 2001, hlm. 50.
- ^ Muhammad 2002, hlm. 203; Nasution 1998, 3:41
- ^ Tanjungpinang, 2014; Herawati & Yogiyanti 2015.
- ^ Riau Pos 2015, Peraih Anugerah Sagang.
- ^ Teeuw 2013, hlm. 47.
- ^ Alisjahbana 1941, hlm. 9–10.
Karya yang dikutip
[sunting | sunting sumber]- Alisjahbana, Sutan Takdir (1941). "Soeman Hs". Kawan Bergeloet (dalam bahasa Indonesian). Batavia: Balai Pustaka. hlm. 5–13. OCLC 20651467.
- Balai Pustaka (1941). "Pengantar". Kawan Bergeloet (dalam bahasa Indonesian). Batavia: Balai Pustaka. OCLC 20651467.
- Eneste, Pamusuk, ed. (1981). Leksikon Kesusastraan Indonesia Modern (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Gramedia. OCLC 8785600.
- Eneste, Pamusuk (2001). Bibliografi Sastra Indonesia (dalam bahasa Indonesian). Magelang: Yayasan Indonesiatera. ISBN 978-979-9375-17-9. Diakses tanggal 13 August 2011.
- Herawati, Elly; Yogiyanti, Nadira Octova (28 December 2015). "Wisata Edukasi ke Perpustakaan Soeman HS Pekanbaru". VIVA.co.id (dalam bahasa Indonesian). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-04-16. Diakses tanggal 16 April 2016.
- Jassin, HB (1963). Pudjangga Baru Prosa dan Puisi (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Gunung Agung. OCLC 9399495.
- Jedamski, D.A. (2009). "The Vanishing Act – Sherlock Holmes in Indonesia's National Awakening". Dalam Jedamski, D.A. Chewing Over the West: Occidental Narratives in Non-Western Readings (PDF). Cross/Cultures. 119. Amsterdam: Rodopi. hlm. 349–379. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2012-09-03. Diakses tanggal 3 September 2012.
- Kasiri, Julizar (1993). "Soeman Hs: Guru yang Berjiwa Guru". Memoar: Senarasi Kiprah Sejarah (dalam bahasa Indonesian). 3. Jakarta: Grafiti Press. hlm. 89–118. ISBN 978-979-444-274-6.
- Kratz, Ernst Ulrich (1988). A Bibliography of Indonesian Literature in Journals: Drama, Prose, Poetry. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ISBN 978-979-420-108-4.
- Mahayana, Maman S.; Sofyan, Oyon; Dian, Achmad (1992). Ringkasan dan Ulasan Novel Indonesia Modern (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Grasindo. ISBN 978-979-553-123-4.
- Muhammad, Aulia A (2002). Bayang Baur Sejarah: Sketsa Hidup Penulis-penulis Besar Dunia (dalam bahasa Indonesian). 2002: Tiga Serangkai. ISBN 978-979-668-401-4.
- Nasution, Arswendy (1998). Soeman Hasibuan (streamed video) (dalam bahasa Indonesian). Lontar Foundation. OCLC 56795585.
- "Peraih Anugerah Sagang dan Sagang Kencana Diumumkan". Riau Pos (dalam bahasa Indonesian). 12 October 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-04-16. Diakses tanggal 16 April 2016.
- Rampan, Korrie Layun (2000). Leksikon Susastra Indonesia (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Balai Pustaka. ISBN 978-979-666-358-3.
- Rosidi, Ajip (1968). Tjerita Pendek Indonesia (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Gunung Agung. OCLC 348467.
- "Soeman HS: Tokoh Sastra dan Pendidikan yang Terlupakan" (dalam bahasa Indonesian). Tanjungpinang Center for Preserving Cultural Values. 6 June 2014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-04-12. Diakses tanggal 12 April 2016.
- Teeuw, A. (2013). Modern Indonesian Literature. Leiden: KITLV Press. ISBN 978-94-015-0768-4.
- Wolff, John Ulrich (1978). Indonesian Readings. Ithaca: Cornell University Press. OCLC 923614542.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- perjalan hidup Soeman Hs Diarsipkan 2010-09-26 di Wayback Machine. pada situs melayuonline.com
- Profil Diarsipkan 2008-05-06 di Wayback Machine.