Pranata mangsa: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
k ~ |
||
(93 revisi perantara oleh 28 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
[[Berkas:Pameran Astronomi Sonobudoyo -2 Pranata Mangsa.jpg|jmpl|Kalender pranata mangsa berbentuk kerucut dalam pameran astronomi Museum Sonobudoyo]] |
|||
'''''Pranata mangsa''''' ([[bahasa Jawa]], berarti "penentuan musim") adalah semacam penanggalan yang berkaitan dengan [[musim]] menurut pemahaman [[suku Jawa]], khususnya dari kalangan [[petani]] dan [[nelayan]]. Pemahaman yang mirip seperti ini juga dikenal oleh suku-suku lainnya di [[Indonesia]], seperti [[suku Sunda]] dan suku Bali (dikenal sebagai Kerta Masa), atau di beberapa tradisi Eropa, seperti pada [[bangsa Jerman]] (dikenal sebagai ''[[Bauernkalendar]]'', atau "penanggalan untuk petani"). |
|||
'''Pranata Mangsa''' ([[bahasa Jawa]]: <big>ꦦꦿꦤꦠꦩꦁꦱ</big>, ''pranåtåmångså'', berarti "ketentuan musim") merupakan sistem [[penanggalan]] atau kalender yang dikaitkan dengan aktivitas [[pertanian]], khususnya untuk kepentingan [[agronomi|bercocok tanam]] atau [[nelayan|penangkapan ikan]]. Kalender Pranata Mangsa disusun berdasarkan pada pada peredaran [[Matahari]]. Kalender ini memiliki 1 siklus (setahun) dengan periode 365 hari atau 366 hari. Kalender ini memuat berbagai aspek [[fenologi]] dan gejala alam lainnya yang dimanfaatkan sebagai pedoman dalam kegiatan usaha tani maupun persiapan diri menghadapi bencana ([[kekeringan]], [[wabah]] penyakit, serangan [[pengganggu tanaman]], atau [[banjir]]) yang mungkin timbul pada waktu-waktu tertentu. |
|||
Penanggalan seperti ini juga dikenal oleh suku bangsa lainnya di [[Indonesia]], seperti [[etnik Sunda]] dan [[etnik Bali]] (di Bali dikenal sebagai '''Kerta Masa'''). Beberapa tradisi [[Eropa]] mengenal pula penanggalan pertanian yang serupa, seperti misalnya pada [[etnik Jerman]] yang mengenal ''[[Bauernkalendar]]'' atau "penanggalan untuk petani".<!-- Sebagai keperluan penelitian dan menandai pada tahun sebuah ''mangsa ''menggunakan angka tahun yang dimulai sejak 560 SM diambil dari Kelahiran Sang Budha sebagai penghormatan bagi agama yang pernah berkembang luas di nusantara, sehingga pada tanggal 30 Januari 2015 M adalah ''39 Kapitu 2575 Mangsa''. --> |
|||
Pranata mangsa diperkenalkan pada masa [[Pakubuwono VII]] dan mulai dipakai sejak 22 Juni 1856, dimaksudkan sebagai pedoman bagi para petani pada masa itu.<ref>Yuwono S. ''Pranoto Mongso, Aliran Musim asli Jawa.''</ref> Perlu disadari bahwa penanaman padi pada masa ini hanya berlangsung sekali setahun, diikuti oleh palawija dan atau padi gogo. |
|||
== |
== Deskripsi == |
||
Pranata mangsa dalam versi pengetahuan yang dipegang petani atau nelayan diwariskan secara oral (dari mulut ke mulut). Selain itu, kalender ini bersifat lokal dan temporal (dibatasi oleh tempat dan waktu) sehingga suatu perincian yang dibuat untuk suatu tempat tidak sepenuhnya berlaku untuk tempat lain. Petani menggunakan pedoman pranata mangsa untuk menentukan awal masa tanam. Nelayan menggunakannya sebagai pedoman untuk melaut atau memprediksi jenis tangkapan.<ref name=Kusuma>Kusuma M. [http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/01/20/13595351/berlayar.dengan.panduan.pranata.mangsa Berlayar dengan Panduan Pranata Mangsa] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20091118172526/http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/01/20/13595351/berlayar.dengan.panduan.pranata.mangsa |date=2009-11-18 }}. Kompas daring. Edisi 20-01-2009. Diakses 26-06-2010.</ref><ref name=Suratman>[http://www.perikanan-diy.info/home.php?mode=content&submode=detail&id=237 Hubungan pranata mangsa dengan musim penangkapan ikan]. Artikel pada laman Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi DI Yogyakarta.</ref> Selain itu, pada beberapa bagian, sejumlah keadaan yang dideskripsikan dalam pranata mangsa pada masa kini kurang dapat dipercaya seiring dengan perkembangan teknologi. |
|||
[[Iklim]] yang berlaku di [[Pulau Jawa]] menurut pemahaman ini dibagi menjadi empat musim (''mangsa'') utama, yaitu [[musim hujan]] atau dalam [[bahasa Jawa]] disebut ''rendheng'' (baca [r[[ə]]nd<sup>h</sup>ə[[ŋ]] ]), [[pancaroba]] akhir musim hujan atau ''marèng'' ([[IPA]]:[marɛŋ]), [[musim kemarau]] atau ''ketigå'', dan musim pancaroba menjelang hujan atau ''labuh''. Musim-musim ini terutama dikaitkan dengan perilaku hewan serta tumbuhan ([[fenologi]]) dan dalam praktek amat berkaitan dengan kultur [[pertanian|agraris]]. Petani, umpamanya, menggunakan pedoman pranata mangsa untuk menentukan awal masa tanam; atau nelayan menggunakannya sebagai pedoman untuk melakukan penangkapan ikan. |
|||
Pranata mangsa dalam versi [[Kasunanan Surakarta|Kasunanan]] (sebagaimana dipertelakan pada bagian ini) berlaku untuk wilayah di antara [[Gunung Merapi]] dan [[Gunung Lawu]].<ref name=Daldjoeni1984>Daldjoeni N. 1984. Pranatamangsa, the javanese agricultural calendar – Its bioclimatological and sociocultural function in developing rural life. [http://www.springerlink.com/content/vru6945817245389/ ''The Environmentalist'' 4:15–18]{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }} DOI:10.1007/BF01907286.</ref> Setahun menurut penanggalan ini dibagi menjadi empat musim (''mangsa'') utama, yaitu [[musim kemarau]] atau ''ketigå'' (88 hari), musim pancaroba menjelang hujan atau ''labuh'' (95 hari), [[musim hujan]] atau dalam [[bahasa Jawa]] disebut ''rendheng'' (95 hari), dan [[pancaroba]] akhir musim hujan atau ''marèng'' (86 hari) . |
|||
Musim dapat dikaitkan pula dengan perilaku [[hewan]], perkembangan [[tumbuhan]], situasi alam sekitar, dan dalam praktik amat berkaitan dengan kultur [[pertanian|agraris]]. Berdasarkan ciri-ciri ini setahun juga dapat dibagi menjadi empat musim utama dan dua musim "kecil": ''terang'' ("langit cerah", 82 hari), ''semplah'' ("penderitaan", 99 hari) dengan mangsa kecil ''paceklik'' pada 23 hari pertama, ''udan'' ("musim hujan", 86 hari), dan ''pangarep-arep'' ("penuh harap", 98/99 hari) dengan mangsa kecil ''panèn'' pada 23 hari terakhir.<ref name=Daldjoeni1984/><ref>[http://blog.rawins.com/2009/12/pranata-salah-mangsa.html Pranata salah mangsa]. Artikel pada blog Rawins. 14 Desember 2009</ref> |
|||
Dalam pembagian yang lebih rinci, setahun dibagi menjadi 12 musim (''mangsa'') yang rentang waktunya lebih singkat namun dengan jangka waktu bervariasi. Tabel berikut ini menunjukkan pembagian formal menurut versi Kasunanan. Perlu diingat bahwa tuntunan ini berlaku pada saat penanaman [[padi]] sawah hanya dimungkinkan sekali dalam setahun, diikuti oleh [[palawija]] atau padi gogo, dan kemudian lahan bera (tidak ditanam). |
|||
{| class="wikitable" |
|||
# Mangsa kasa atau mangsa kartika (mulai 22 Juni, lama 41 hari) |
|||
|- |
|||
# Mangsa karo atau mangsa pusa (2 Agustus, 23 hari) |
|||
! No. |
|||
# Mangsa katelu atau mangsa manggasri(25 Agustus, 24 hari) |
|||
! Mangsa |
|||
# Mangsa kapat atau mangsa sitra(19 September, 25 hari) |
|||
! Mangsa utama |
|||
# Mangsa kalima atau mangsa manggakala(14 Oktober, 27 hari) |
|||
! Rentang waktu |
|||
# Mangsa kanem atau mangsa naya(10 November, 43 hari) |
|||
! Candra |
|||
# Mangsa kapitu atau mangsa palguna(23 Desember, 43 hari) |
|||
! Penciri |
|||
# Mangsa kawolu atau mangsa wisaka(4 Februari, 26/27 hari) |
|||
! Tuntunan <br />(bagi petani)<ref>{{Cite web |url=http://www.karatonsurakarta.com/pranotomongso.html |title=PRANOTO MONGSO (aturan waktu musim) |access-date=2010-06-26 |archive-date=2011-08-27 |archive-url=https://web.archive.org/web/20110827054826/http://www.karatonsurakarta.com/pranotomongso.html |dead-url=yes }}</ref> |
|||
# Mangsa kasanga atau mangsa jita(1 Maret, 25 hari) |
|||
|- |
|||
# Mangsa kasepuluh atau mangsa srawana(26 Maret, 24 hari) |
|||
| 1 |
|||
# Mangsa desta atau mangsa padrawana(19 April, 23 hari) |
|||
| Kasa <br />(Kartika) |
|||
# Mangsa sada atau mangsa asuji(12 Mei, 41 hari) |
|||
| Ketiga - Terang |
|||
| 22 Juni – 1 Ags <br />(41 hari) |
|||
| <big>ꦱꦼꦱꦺꦴꦠꦾꦩꦸꦂꦕꦲꦶꦁꦲꦼꦩ꧀ꦧꦤꦤ꧀</big> <br />''Sesotyå murcå ing embanan'' ("Intan jatuh dari wadahnya" > daun-daun berjatuhan) <br /> ''Sotyå sinåråwèdi'' |
|||
| Daun-daun berguguran, kayu mengering; belalang masuk ke dalam tanah |
|||
| Saatnya membakar [[jerami]]; mulai menanam [[palawija]] |
|||
|- |
|||
| 2 |
|||
| Karo <br />(Pusa) |
|||
| Ketiga - Paceklik |
|||
| 2 Ags – 24 Ags <br />(23 hari) |
|||
| <big>ꦧꦤ꧀ꦠꦭꦉꦁꦏ</big> <br />''Bantålå rengkå'' ("bumi merekah") <br />''Rontoging tarulåtå'' |
|||
| Tanah mengering dan retak-retak, pohon randu dan mangga mulai berbunga |
|||
| |
|||
|- |
|||
| 3 |
|||
| Katelu <br />(Manggasri) |
|||
| Ketiga - Semplah |
|||
| 25 Ags – 17 Sept <br />(24 hari) |
|||
| <big>ꦱꦸꦠꦩꦤꦸꦠ꧀ꦲꦶꦁꦧꦥ</big> <br />''Sutå manut ing båpå'' ("anak menurut bapaknya") <br />''Wiji tuwuh sinimpèn'' |
|||
| [[Tumbuhan merambat|Tanaman merambat]] menaiki [[lanjaran]], [[rebung]] [[bambu]] bermunculan |
|||
| Palawija mulai dipanen |
|||
|- |
|||
| 4 |
|||
| Kapat <br />(Sitra) |
|||
| Labuh - Semplah |
|||
| 18 Sept – 12 Okt <br />(25 hari) |
|||
| <big>ꦮꦱ꧀ꦥꦏꦸꦩꦼꦩ꧀ꦧꦼꦁꦗꦿꦺꦴꦤꦶꦁꦏꦭ꧀ꦧꦸ</big> <br />''Waspå kumembeng jroning kalbu'' ("Air mata menggenang dalam kalbu" > mata air mulai menggenang) <br />''Lunglungan tumelung'' |
|||
| Mata air mulai terisi; kapuk randu mulai berbuah, burung-burung kecil mulai bersarang dan bertelur |
|||
| Panen palawija; saat menggarap lahan untuk padi gaga |
|||
|- |
|||
| 5 |
|||
| Kalima <br />(Manggala) |
|||
| Labuh - Semplah |
|||
| 13 Okt – 8 Nov <br />(27 hari) |
|||
| <big>ꦥꦚ꧀ꦕꦸꦫꦤ꧀ꦩꦱ꧀ꦱꦸꦩꦮꦸꦂꦲꦶꦁꦗꦒꦢ꧀</big> <br />''Pancuran mas sumawur ing jagad'' ("Pancuran emas menyirami dunia") <br />''Pancuran muncar'' |
|||
| Mulai ada hujan besar, pohon [[asam jawa]] mulai menumbuhkan daun muda, [[ulat]] mulai bermunculan, [[laron]] keluar dari liang, [[lempuyang]] dan [[temu kunci]] mulai bertunas |
|||
| Selokan sawah diperbaiki dan membuat tempat mengalir air di pinggir sawah, mulai menyebar padi gaga |
|||
|- |
|||
| 6 |
|||
| Kanem <br />(Naya) |
|||
| Labuh - Udan |
|||
| 9 Nov – 21 Des <br />(43 hari) |
|||
| <big>ꦫꦱꦩꦸꦭꦾꦏꦱꦸꦕꦶꦪꦤ꧀</big> <br />''Råså mulyå kasuciyan'' <br />''Genthong pecah'' |
|||
| Buah-buahan ([[durian]], [[rambutan]], [[manggis]], dan lain-lainnya) mulai bermunculan, [[belibis]] mulai kelihatan di tempat-tempat berair |
|||
| Para petani menyebar benih padi di pembenihan |
|||
|- |
|||
| 7 |
|||
| Kapitu <br />(Palguna) |
|||
| Rendheng - Udan |
|||
| 23 Des – 3 Feb <br />(43 hari) |
|||
| <big>ꦮꦶꦱꦏꦺꦤ꧀ꦠꦶꦂꦲꦶꦁꦩꦫꦸꦠ</big> <br />''Wiså kéntir ing marutå'' ("Racun hanyut bersama angin" > banyak penyakit) <br />''Udan råså mulyå'' |
|||
| Banyak hujan, banyak sungai yang banjir |
|||
| Saat memindahkan bibit padi ke sawah |
|||
|- |
|||
| 8 |
|||
| Kawolu <br />(Wisaka) |
|||
| Rendheng - Pangarep-arep |
|||
| 4 Feb – 28/29 Feb <br />(26/27 hari) |
|||
| <big>ꦲꦚ꧀ꦗꦿꦃꦗꦿꦺꦴꦤꦶꦁꦏꦪꦸꦤ꧀</big> <br />''Anjrah jroning kayun'' ("Keluarnya isi hati" > musim kucing kawin) <br />''Sari råså mulyå'' |
|||
| Musim [[kucing]] kawin; padi menghijau; [[uret]] mulai bermunculan di permukaan |
|||
| |
|||
|- |
|||
| 9 |
|||
| Kasanga <br />(Jita) |
|||
| Rendheng - Pangarep-arep |
|||
| 1 Mar – 25 Mar <br />(25 hari) |
|||
| <big>ꦮꦼꦝꦫꦶꦁꦮꦕꦤꦩꦸꦭꦾ</big> <br />''Wedharing wacånå mulyå'' ("Munculnya suara-suara mulia" > Beberapa hewan mulai bersuara untuk memikat lawan jenis) |
|||
| Padi berbunga; jangkrik mulai muncul; [[tonggeret]] dan [[gangsir]] mulai bersuara, banjir sisa masih mungkin muncul, bunga glagah berguguran |
|||
| |
|||
|- |
|||
| 10 |
|||
| Kasepuluh <br />(Srawana) |
|||
| Marèng - Pangarep-arep |
|||
| 26 Mar – 18 Apr <br />(24 hari) |
|||
| <big>ꦒꦼꦝꦺꦴꦁꦩꦶꦤꦼꦧ꧀ꦗꦿꦺꦴꦤꦶꦁꦏꦭ꧀ꦧꦸ</big><br />''Gedhong mineb jroning kalbu'' ("Gedung terperangkap dalam kalbu" > Masanya banyak hewan bunting) <br />''Wijiling locånå'' |
|||
| Padi mulai menguning, banyak hewan bunting, burung-burung kecil mulai menetas telurnya |
|||
| |
|||
|- |
|||
| 11 |
|||
| Desta <br />(Padrawana) |
|||
| Marèng - Panèn |
|||
| 19 Apr – 11 Mei <br />(23 hari) |
|||
| <big>ꦱꦼꦱꦺꦴꦠꦾꦱꦶꦤꦫꦮꦺꦢꦶ</big> <br />''Sesotyå sinåråwèdi'' ("Intan yang bersinar mulia") <br />''Sekar lesahing jagad'' |
|||
| Burung-burung memberi makan anaknya, buah [[kapuk randu]] merekah |
|||
| Saat panen raya génjah (panen untuk tanaman berumur pendek) |
|||
|- |
|||
| 12 |
|||
| Sada <br />(Asuji) |
|||
| Marèng - Terang |
|||
| 12 Mei – 21 Juni <br />(41 hari) |
|||
| <big>ꦠꦶꦂꦠꦱꦃꦱꦏꦶꦁꦱꦱꦤ</big> <br />''Tirtå sah saking sasånå'' ("Air meninggalkan rumahnya" > jarang berkeringat karena udara dingin dan kering) <br />''Suryå numpang hargå'' |
|||
| Suhu menurun dan terasa dingin (''[[bediding]]'') |
|||
| Saatnya menanam palawija: [[kedelai]], [[nila]], [[kapas]], dan saatnya menggarap [[tegalan]] untuk menanam [[jagung]] |
|||
|} |
|||
== |
== Sejarah dan antropologi == |
||
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Rijstsnijdende vrouw bij offerhuisje rijstgodin Dewi Sri Karangtengah TMnr 10011216.jpg|jmpl|250px|Praktik pertanian sebelum 1960-an di Jawa masih tergantung pada kebaikan alam dan "[[Dewi Sri]]".]] |
|||
Bentuk formal pranata mangsa diperkenalkan pada masa Sunan [[Pakubuwana VII]] (raja [[Kasunanan Surakarta|Surakarta]]) dan mulai dipakai sejak 22 Juni 1856, dimaksudkan sebagai pedoman bagi para petani pada masa itu.<ref>Yuwono S. ''Pranoto Mongso, Aliran Musim asli Jawa.''</ref><ref>Tanojo R. 1962. ''Primbon Djawa (Sabda Pandita Ratu)''. TB Pelajar. Surakarta. pp 36–45.</ref> Perlu disadari bahwa penanaman padi pada waktu itu hanya berlangsung sekali setahun, diikuti oleh [[palawija]] atau [[padi gogo]]. Selain itu, pranata mangsa pada masa itu dimaksudkan sebagai petunjuk bagi pihak-pihak terkait untuk mempersiapkan diri menghadapi bencana alam, mengingat teknologi [[prakiraan cuaca]] belum dikenal. Pranata mangsa dalam bentuk "kumpulan pengetahuan" lisan tersebut hingga kini masih diterapkan oleh sekelompok orang dan sedikit banyak merupakan pengamatan terhadap gejala-gejala alam.<ref name=Kusuma/> |
|||
Terdapat petunjuk bahwa masyarakat Jawa, khususnya yang bermukim di wilayah sekitar [[Gunung Merapi]], [[Gunung Merbabu]], sampai [[Gunung Lawu]], telah mengenal prinsip-prinsip pranata mangsa jauh sebelum kedatangan pengaruh dari India.<ref>Hien HA van. 1922. ''De Javaansche Geestenwereld''. Kolff. Batavia. pp. 310–355.</ref> Prinsip-prinsip ini berbasis peredaran [[matahari]] di langit dan peredaran rasi bintang [[Waluku]] (Orion).<ref name="gas-ast">[http://www.gas-ast.co.cc/2010/04/pranata-mangsa-masih-bisa-di-baca.html Pranata Mangsa Masih Bisa Dibaca (Seribu Tahun Lagi)]{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Di wilayah dengan tipe iklim Am menurut [[Klasifikasi iklim Köppen]] ini, penduduknya menerapkan penanggalan berbasis peredaran matahari dan rasi bintang sebagai bagian dari keselarasan hidup mengikuti perubahan irama alam dalam setahun.<ref name=Daldjoeni1984/><ref>[http://edisicetak.solopos.com/jajawa/keluaran.asp?id=12446 Pranata mangsa kanggo nyrateni lakune alam]{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}. Solopos daring. Edisi Suplemen 25-02-2010. Diakses 26-06-2010.</ref> Pengetahuan ini dapat diperkirakan telah diwariskan secara turun-temurun sejak periode [[Kerajaan Medang]] (Mataram Hindu) dari abad ke-9 sampai dengan periode [[Kesultanan Mataram]] pada abad ke-17 sebagai panduan dalam bidang pertanian, [[ekonomi]], administrasi, dan pertahanan (ke[[militer]]an).<ref name=Daldjoeni1984/> |
|||
{{reflist}} |
|||
Perubahan teknologi yang diterapkan di Jawa semenjak 1970-an, berupa paket intensifikasi pertanian seperti penggunaan [[pupuk kimia]], [[kultivar]] berumur genjah (dapat dipanen pada umur 120 hari atau kurang, sebelumnya memakan waktu hingga 180 hari), meluasnya jaringan [[irigasi]] melalui berbagai [[bendungan]] atau [[bendung]], dan terutama berkembang pesatnya teknik [[prakiraan cuaca]] telah menyebabkan pranata mangsa (dalam bentuk formal versi Kasunanan) kehilangan banyak relevansi.<ref name=Daldjoeni1984/><ref name=Sriyanto>Sriyanto. [http://salam.leisa.info/index.php?url=getblob.php&o_id=221297&a_id=211&a_seq=0 Bertahan walau iklim tak menentu]{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}. Majalah Daring "Salam" edisi 26 tahun 2009.</ref> Isu perubahan iklim global yang semakin menguat semenjak 1990-an juga membuat pranata mangsa harus ditinjau kembali karena dianggap "tidak lagi dapat dibaca".<ref name=Inggried>Inggried Dwi Wedhaswary. [http://sains.kompas.com/read/2009/11/10/10552170/Ketika..quot.Pranata.Mangsa.quot..Tak.Lagi.Bisa.Dibaca... Ketika "pranata mangsa" tak lagi bisa dibaca...] Kompas Daring edisi 10-11-2009. Diakses 27-06-2010</ref> |
|||
{{cuaca-stub}} |
|||
== Kosmografi dan klimatologi == |
|||
[[Berkas:Orion constellation map.png|jmpl|200px|Rasi Orion ("Waluku", bintang bajak) merupakan pedoman penting pada pranata mangsa.]] |
|||
Pranata mangsa memiliki latar belakang [[kosmografi]] ("pengukuran posisi benda langit"), pengetahuan yang telah dikuasai oleh orang [[Austronesia]] sebagai pedoman untuk [[navigasi]] di laut serta berbagai kegiatan ritual kebudayaan. Karena peredaran [[matahari]] dalam setahun menyebabkan perubahan musim, pranata mangsa juga memiliki sejumlah penciri [[klimatologi]]s. |
|||
Awal mangsa kasa (pertama) adalah 22 Juni, yaitu saat posisi matahari di langit berada pada [[Garis Balik Utara]], sehingga bagi petani di wilayah di antara Merapi dan Lawu saat itu adalah saat bayangan terpanjang (empat ''pecak''/kaki ke arah selatan). Pada saat yang sama, rasi bintang Waluku terbit pada waktu [[subuh]] (menjelang fajar). Dari sinilah keluar nama "waluku", karena kemunculan rasi Orion pada waktu subuh menjadi pertanda bagi petani untuk mengolah sawah/lahan menggunakan [[bajak]] ([[bahasa Jawa]]: ''waluku'').<ref name="gas-ast"/> |
|||
Panjang rentang waktu yang berbeda-beda di antara keempat mangsa pertama (dan empat mangsa terakhir, karena simetris) ditentukan dari perubahan panjang bayangan. Mangsa pertama berakhir pada saat bayangan menjadi tiga ''pecak'', dan mangsa karo (kedua) dimulai. Demikian selanjutnya, hingga mangsa keempat berakhir pada saat bayangan tepat berada di kaki, pada saat posisi matahari berada pada [[zenit]] untuk kawasan yang disebutkan sebelumnya (antara Merapi dan Lawu). Pergerakan garis edar matahari ke selatan mengakibatkan pemanjangan bayangan ke utara dan mencapai maksimum sepanjang dua ''pecak'' pada saat posisi matahari berada pada [[Garis Balik Selatan]] (21/22 Desember), dan menandai berakhirnya mangsa kanem (ke-6). Selanjutnya proses berulang secara simetris untuk mangsa ke-7 hingga ke-12. Sebuah [[jam matahari]] di [[Gresik]] yang dibuat pada tahun 1776 secara eksplisit menunjukkan hal ini<ref>King DA. 1990. A Survey of Medieval Islamic Shadow Schemes for Simple Time-Reckoning ''Oriens'' 32:191-249</ref>.Mangsa ke-7 ditandai dengan terbenamnya rasi Waluku pada waktu subuh.<ref name="gas-ast"/> Beberapa rasi bintang, bintang, atau [[galaksi]] yang dijadikan rujukan bagi pranata mangsa adalah ''Waluku'', ''Lumbung'' (''Gubukpèncèng'', ''[[Crux]]''), ''Banyakangrem'' (''[[Scorpius]]''), ''Wuluh'' (''[[Pleiades]]''), ''Wulanjarngirim'' (''alpha''- dan ''beta''-[[Centaurus (rasi bintang)|Centauri]]), serta ''[[Bimasakti]]''.<ref name=Daldjoeni1984/> |
|||
Batas-batas eksak tanggal pada pranata mangsa versi Kasunanan merupakan modifikasi kecil terhadap pranata mangsa yang sudah dikenal sebelumnya yang didasarkan pada posisi benda-benda langit. |
|||
Secara klimatologi, pranata mangsa mengumpulkan informasi mengenai perubahan musim serta saat-saatnya yang berlaku untuk wilayah Nusantara yang dipengaruhi oleh [[angin muson]], yang pada gilirannya juga dikendalikan arahnya oleh peredaran matahari. Awal musim penghujan dan kemarau serta berbagai pertanda fisiknya yang digambarkan pranata mangsa secara umum sejajar dengan hasil pengamatan klimatologi. Kelemahan pada pranata mangsa adalah bahwa ia tidak menggambarkan variasi yang mungkin muncul pada tahun-tahun tertentu (misalnya akibat munculnya gejala [[ENSO]]). Selain itu, terdapat sejumlah ketentuan pada pranata mangsa yang lebih banyak terkait dengan aspek [[horoskop]], sehingga cenderung tidak logis.<ref name=Daldjoeni1984/> |
|||
== Upaya penggunaan kembali == |
|||
Karena pranata mangsa dianggap sudah "usang" namun tetap dianggap penting sebagai pedoman bagi petani/nelayan mengingat fungsinya sebagai penghubung petani/nelayan dengan lingkungan,<ref name=Daldjoeni1984/> upaya-upaya dilakukan untuk memodifikasi pranata mangsa dengan memanfaatkan informasi-informasi baru. Di bidang penangkapan ikan telah dilakukan upaya untuk menggunakan kalender semacam pranata mangsa sebagai pedoman bagi nelayan dalam melakukan penangkapan ikan.<ref name=Suratman/> Informasi ini berguna, misalnya, untuk menentukan kelaikan penangkapan serta musim-musim jenis tangkapan.<ref name=Kusuma/><ref name=Suratman/> |
|||
Di bidang pertanian tanaman pangan, telah dikembangkan [[Sekolah Lapang Iklim]] (SLI) untuk meningkatkan kemampuan petani dalam memahami berbagai aspek prakiraan cuaca dan hubungannya dengan usaha tani.<ref>[http://www.antaranews.com/view/?i=1188968456&c=NAS&s= ASEAN Minati Sekolah Lapang Iklim di Indramayu]. Antara Daring edisi 5-09-2007. Diakses 27-06-2010.</ref> Kegiatan SLI dimaksudkan untuk membuat petani mampu "menerjemahkan" informasi prakiraan cuaca yang sering kali sangat teknis, sekaligus membuat petani mampu mengadaptasikannya dengan kearifan lokal yang telah lama dimiliki.<ref>Direktorat Pengelolaan Air Dep. Pertanian RI. 2009. [http://pla.deptan.go.id/pdf/11_PEDUM_SL_IKLIM.pdf Pedoman Sekolah Lapang Iklim 2009] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20100714131205/http://pla.deptan.go.id/pdf/11_PEDUM_SL_IKLIM.pdf |date=2010-07-14 }}</ref> Dalam kaitan dengan SLI, pranata mangsa menjadi rujukan untuk berbagai gejala alam yang diperkirakan muncul sebagai tanggapan atas kondisi cuaca/perubahan iklim. Pranata mangsa masih tetap dapat diandalkan dalam kaitan dengan pengamatan atas gejala alam.<ref name=Sriyanto/> Kemampuan membaca gejala alam ini penting karena petani perlu beradaptasi apabila terjadi perubahan dengan mengubah pola tanam.<ref name=Inggried/> |
|||
== Rujukan == |
|||
{{reflist|2}} |
|||
== Pranala luar == |
|||
[http://chyrun.com/pranata-mangsa-sains-jawa/ Perhitungan Pranata Mangsa] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20161104082108/http://chyrun.com/pranata-mangsa-sains-jawa/ |date=2016-11-04 }} |
|||
[[Kategori:Iklim]] |
[[Kategori:Iklim]] |
||
Baris 30: | Baris 154: | ||
[[Kategori:Kalender Jawa]] |
[[Kategori:Kalender Jawa]] |
||
[[Kategori:Pertanian]] |
[[Kategori:Pertanian]] |
||
[[jv:Pranata mangsa]] |
Revisi terkini sejak 24 Mei 2024 02.35
Pranata Mangsa (bahasa Jawa: ꦦꦿꦤꦠꦩꦁꦱ, pranåtåmångså, berarti "ketentuan musim") merupakan sistem penanggalan atau kalender yang dikaitkan dengan aktivitas pertanian, khususnya untuk kepentingan bercocok tanam atau penangkapan ikan. Kalender Pranata Mangsa disusun berdasarkan pada pada peredaran Matahari. Kalender ini memiliki 1 siklus (setahun) dengan periode 365 hari atau 366 hari. Kalender ini memuat berbagai aspek fenologi dan gejala alam lainnya yang dimanfaatkan sebagai pedoman dalam kegiatan usaha tani maupun persiapan diri menghadapi bencana (kekeringan, wabah penyakit, serangan pengganggu tanaman, atau banjir) yang mungkin timbul pada waktu-waktu tertentu.
Penanggalan seperti ini juga dikenal oleh suku bangsa lainnya di Indonesia, seperti etnik Sunda dan etnik Bali (di Bali dikenal sebagai Kerta Masa). Beberapa tradisi Eropa mengenal pula penanggalan pertanian yang serupa, seperti misalnya pada etnik Jerman yang mengenal Bauernkalendar atau "penanggalan untuk petani".
Deskripsi
[sunting | sunting sumber]Pranata mangsa dalam versi pengetahuan yang dipegang petani atau nelayan diwariskan secara oral (dari mulut ke mulut). Selain itu, kalender ini bersifat lokal dan temporal (dibatasi oleh tempat dan waktu) sehingga suatu perincian yang dibuat untuk suatu tempat tidak sepenuhnya berlaku untuk tempat lain. Petani menggunakan pedoman pranata mangsa untuk menentukan awal masa tanam. Nelayan menggunakannya sebagai pedoman untuk melaut atau memprediksi jenis tangkapan.[1][2] Selain itu, pada beberapa bagian, sejumlah keadaan yang dideskripsikan dalam pranata mangsa pada masa kini kurang dapat dipercaya seiring dengan perkembangan teknologi.
Pranata mangsa dalam versi Kasunanan (sebagaimana dipertelakan pada bagian ini) berlaku untuk wilayah di antara Gunung Merapi dan Gunung Lawu.[3] Setahun menurut penanggalan ini dibagi menjadi empat musim (mangsa) utama, yaitu musim kemarau atau ketigå (88 hari), musim pancaroba menjelang hujan atau labuh (95 hari), musim hujan atau dalam bahasa Jawa disebut rendheng (95 hari), dan pancaroba akhir musim hujan atau marèng (86 hari) .
Musim dapat dikaitkan pula dengan perilaku hewan, perkembangan tumbuhan, situasi alam sekitar, dan dalam praktik amat berkaitan dengan kultur agraris. Berdasarkan ciri-ciri ini setahun juga dapat dibagi menjadi empat musim utama dan dua musim "kecil": terang ("langit cerah", 82 hari), semplah ("penderitaan", 99 hari) dengan mangsa kecil paceklik pada 23 hari pertama, udan ("musim hujan", 86 hari), dan pangarep-arep ("penuh harap", 98/99 hari) dengan mangsa kecil panèn pada 23 hari terakhir.[3][4]
Dalam pembagian yang lebih rinci, setahun dibagi menjadi 12 musim (mangsa) yang rentang waktunya lebih singkat namun dengan jangka waktu bervariasi. Tabel berikut ini menunjukkan pembagian formal menurut versi Kasunanan. Perlu diingat bahwa tuntunan ini berlaku pada saat penanaman padi sawah hanya dimungkinkan sekali dalam setahun, diikuti oleh palawija atau padi gogo, dan kemudian lahan bera (tidak ditanam).
No. | Mangsa | Mangsa utama | Rentang waktu | Candra | Penciri | Tuntunan (bagi petani)[5] |
---|---|---|---|---|---|---|
1 | Kasa (Kartika) |
Ketiga - Terang | 22 Juni – 1 Ags (41 hari) |
ꦱꦼꦱꦺꦴꦠꦾꦩꦸꦂꦕꦲꦶꦁꦲꦼꦩ꧀ꦧꦤꦤ꧀ Sesotyå murcå ing embanan ("Intan jatuh dari wadahnya" > daun-daun berjatuhan) Sotyå sinåråwèdi |
Daun-daun berguguran, kayu mengering; belalang masuk ke dalam tanah | Saatnya membakar jerami; mulai menanam palawija |
2 | Karo (Pusa) |
Ketiga - Paceklik | 2 Ags – 24 Ags (23 hari) |
ꦧꦤ꧀ꦠꦭꦉꦁꦏ Bantålå rengkå ("bumi merekah") Rontoging tarulåtå |
Tanah mengering dan retak-retak, pohon randu dan mangga mulai berbunga | |
3 | Katelu (Manggasri) |
Ketiga - Semplah | 25 Ags – 17 Sept (24 hari) |
ꦱꦸꦠꦩꦤꦸꦠ꧀ꦲꦶꦁꦧꦥ Sutå manut ing båpå ("anak menurut bapaknya") Wiji tuwuh sinimpèn |
Tanaman merambat menaiki lanjaran, rebung bambu bermunculan | Palawija mulai dipanen |
4 | Kapat (Sitra) |
Labuh - Semplah | 18 Sept – 12 Okt (25 hari) |
ꦮꦱ꧀ꦥꦏꦸꦩꦼꦩ꧀ꦧꦼꦁꦗꦿꦺꦴꦤꦶꦁꦏꦭ꧀ꦧꦸ Waspå kumembeng jroning kalbu ("Air mata menggenang dalam kalbu" > mata air mulai menggenang) Lunglungan tumelung |
Mata air mulai terisi; kapuk randu mulai berbuah, burung-burung kecil mulai bersarang dan bertelur | Panen palawija; saat menggarap lahan untuk padi gaga |
5 | Kalima (Manggala) |
Labuh - Semplah | 13 Okt – 8 Nov (27 hari) |
ꦥꦚ꧀ꦕꦸꦫꦤ꧀ꦩꦱ꧀ꦱꦸꦩꦮꦸꦂꦲꦶꦁꦗꦒꦢ꧀ Pancuran mas sumawur ing jagad ("Pancuran emas menyirami dunia") Pancuran muncar |
Mulai ada hujan besar, pohon asam jawa mulai menumbuhkan daun muda, ulat mulai bermunculan, laron keluar dari liang, lempuyang dan temu kunci mulai bertunas | Selokan sawah diperbaiki dan membuat tempat mengalir air di pinggir sawah, mulai menyebar padi gaga |
6 | Kanem (Naya) |
Labuh - Udan | 9 Nov – 21 Des (43 hari) |
ꦫꦱꦩꦸꦭꦾꦏꦱꦸꦕꦶꦪꦤ꧀ Råså mulyå kasuciyan Genthong pecah |
Buah-buahan (durian, rambutan, manggis, dan lain-lainnya) mulai bermunculan, belibis mulai kelihatan di tempat-tempat berair | Para petani menyebar benih padi di pembenihan |
7 | Kapitu (Palguna) |
Rendheng - Udan | 23 Des – 3 Feb (43 hari) |
ꦮꦶꦱꦏꦺꦤ꧀ꦠꦶꦂꦲꦶꦁꦩꦫꦸꦠ Wiså kéntir ing marutå ("Racun hanyut bersama angin" > banyak penyakit) Udan råså mulyå |
Banyak hujan, banyak sungai yang banjir | Saat memindahkan bibit padi ke sawah |
8 | Kawolu (Wisaka) |
Rendheng - Pangarep-arep | 4 Feb – 28/29 Feb (26/27 hari) |
ꦲꦚ꧀ꦗꦿꦃꦗꦿꦺꦴꦤꦶꦁꦏꦪꦸꦤ꧀ Anjrah jroning kayun ("Keluarnya isi hati" > musim kucing kawin) Sari råså mulyå |
Musim kucing kawin; padi menghijau; uret mulai bermunculan di permukaan | |
9 | Kasanga (Jita) |
Rendheng - Pangarep-arep | 1 Mar – 25 Mar (25 hari) |
ꦮꦼꦝꦫꦶꦁꦮꦕꦤꦩꦸꦭꦾ Wedharing wacånå mulyå ("Munculnya suara-suara mulia" > Beberapa hewan mulai bersuara untuk memikat lawan jenis) |
Padi berbunga; jangkrik mulai muncul; tonggeret dan gangsir mulai bersuara, banjir sisa masih mungkin muncul, bunga glagah berguguran | |
10 | Kasepuluh (Srawana) |
Marèng - Pangarep-arep | 26 Mar – 18 Apr (24 hari) |
ꦒꦼꦝꦺꦴꦁꦩꦶꦤꦼꦧ꧀ꦗꦿꦺꦴꦤꦶꦁꦏꦭ꧀ꦧꦸ Gedhong mineb jroning kalbu ("Gedung terperangkap dalam kalbu" > Masanya banyak hewan bunting) Wijiling locånå |
Padi mulai menguning, banyak hewan bunting, burung-burung kecil mulai menetas telurnya | |
11 | Desta (Padrawana) |
Marèng - Panèn | 19 Apr – 11 Mei (23 hari) |
ꦱꦼꦱꦺꦴꦠꦾꦱꦶꦤꦫꦮꦺꦢꦶ Sesotyå sinåråwèdi ("Intan yang bersinar mulia") Sekar lesahing jagad |
Burung-burung memberi makan anaknya, buah kapuk randu merekah | Saat panen raya génjah (panen untuk tanaman berumur pendek) |
12 | Sada (Asuji) |
Marèng - Terang | 12 Mei – 21 Juni (41 hari) |
ꦠꦶꦂꦠꦱꦃꦱꦏꦶꦁꦱꦱꦤ Tirtå sah saking sasånå ("Air meninggalkan rumahnya" > jarang berkeringat karena udara dingin dan kering) Suryå numpang hargå |
Suhu menurun dan terasa dingin (bediding) | Saatnya menanam palawija: kedelai, nila, kapas, dan saatnya menggarap tegalan untuk menanam jagung |
Sejarah dan antropologi
[sunting | sunting sumber]Bentuk formal pranata mangsa diperkenalkan pada masa Sunan Pakubuwana VII (raja Surakarta) dan mulai dipakai sejak 22 Juni 1856, dimaksudkan sebagai pedoman bagi para petani pada masa itu.[6][7] Perlu disadari bahwa penanaman padi pada waktu itu hanya berlangsung sekali setahun, diikuti oleh palawija atau padi gogo. Selain itu, pranata mangsa pada masa itu dimaksudkan sebagai petunjuk bagi pihak-pihak terkait untuk mempersiapkan diri menghadapi bencana alam, mengingat teknologi prakiraan cuaca belum dikenal. Pranata mangsa dalam bentuk "kumpulan pengetahuan" lisan tersebut hingga kini masih diterapkan oleh sekelompok orang dan sedikit banyak merupakan pengamatan terhadap gejala-gejala alam.[1]
Terdapat petunjuk bahwa masyarakat Jawa, khususnya yang bermukim di wilayah sekitar Gunung Merapi, Gunung Merbabu, sampai Gunung Lawu, telah mengenal prinsip-prinsip pranata mangsa jauh sebelum kedatangan pengaruh dari India.[8] Prinsip-prinsip ini berbasis peredaran matahari di langit dan peredaran rasi bintang Waluku (Orion).[9] Di wilayah dengan tipe iklim Am menurut Klasifikasi iklim Köppen ini, penduduknya menerapkan penanggalan berbasis peredaran matahari dan rasi bintang sebagai bagian dari keselarasan hidup mengikuti perubahan irama alam dalam setahun.[3][10] Pengetahuan ini dapat diperkirakan telah diwariskan secara turun-temurun sejak periode Kerajaan Medang (Mataram Hindu) dari abad ke-9 sampai dengan periode Kesultanan Mataram pada abad ke-17 sebagai panduan dalam bidang pertanian, ekonomi, administrasi, dan pertahanan (kemiliteran).[3]
Perubahan teknologi yang diterapkan di Jawa semenjak 1970-an, berupa paket intensifikasi pertanian seperti penggunaan pupuk kimia, kultivar berumur genjah (dapat dipanen pada umur 120 hari atau kurang, sebelumnya memakan waktu hingga 180 hari), meluasnya jaringan irigasi melalui berbagai bendungan atau bendung, dan terutama berkembang pesatnya teknik prakiraan cuaca telah menyebabkan pranata mangsa (dalam bentuk formal versi Kasunanan) kehilangan banyak relevansi.[3][11] Isu perubahan iklim global yang semakin menguat semenjak 1990-an juga membuat pranata mangsa harus ditinjau kembali karena dianggap "tidak lagi dapat dibaca".[12]
Kosmografi dan klimatologi
[sunting | sunting sumber]Pranata mangsa memiliki latar belakang kosmografi ("pengukuran posisi benda langit"), pengetahuan yang telah dikuasai oleh orang Austronesia sebagai pedoman untuk navigasi di laut serta berbagai kegiatan ritual kebudayaan. Karena peredaran matahari dalam setahun menyebabkan perubahan musim, pranata mangsa juga memiliki sejumlah penciri klimatologis.
Awal mangsa kasa (pertama) adalah 22 Juni, yaitu saat posisi matahari di langit berada pada Garis Balik Utara, sehingga bagi petani di wilayah di antara Merapi dan Lawu saat itu adalah saat bayangan terpanjang (empat pecak/kaki ke arah selatan). Pada saat yang sama, rasi bintang Waluku terbit pada waktu subuh (menjelang fajar). Dari sinilah keluar nama "waluku", karena kemunculan rasi Orion pada waktu subuh menjadi pertanda bagi petani untuk mengolah sawah/lahan menggunakan bajak (bahasa Jawa: waluku).[9]
Panjang rentang waktu yang berbeda-beda di antara keempat mangsa pertama (dan empat mangsa terakhir, karena simetris) ditentukan dari perubahan panjang bayangan. Mangsa pertama berakhir pada saat bayangan menjadi tiga pecak, dan mangsa karo (kedua) dimulai. Demikian selanjutnya, hingga mangsa keempat berakhir pada saat bayangan tepat berada di kaki, pada saat posisi matahari berada pada zenit untuk kawasan yang disebutkan sebelumnya (antara Merapi dan Lawu). Pergerakan garis edar matahari ke selatan mengakibatkan pemanjangan bayangan ke utara dan mencapai maksimum sepanjang dua pecak pada saat posisi matahari berada pada Garis Balik Selatan (21/22 Desember), dan menandai berakhirnya mangsa kanem (ke-6). Selanjutnya proses berulang secara simetris untuk mangsa ke-7 hingga ke-12. Sebuah jam matahari di Gresik yang dibuat pada tahun 1776 secara eksplisit menunjukkan hal ini[13].Mangsa ke-7 ditandai dengan terbenamnya rasi Waluku pada waktu subuh.[9] Beberapa rasi bintang, bintang, atau galaksi yang dijadikan rujukan bagi pranata mangsa adalah Waluku, Lumbung (Gubukpèncèng, Crux), Banyakangrem (Scorpius), Wuluh (Pleiades), Wulanjarngirim (alpha- dan beta-Centauri), serta Bimasakti.[3]
Batas-batas eksak tanggal pada pranata mangsa versi Kasunanan merupakan modifikasi kecil terhadap pranata mangsa yang sudah dikenal sebelumnya yang didasarkan pada posisi benda-benda langit.
Secara klimatologi, pranata mangsa mengumpulkan informasi mengenai perubahan musim serta saat-saatnya yang berlaku untuk wilayah Nusantara yang dipengaruhi oleh angin muson, yang pada gilirannya juga dikendalikan arahnya oleh peredaran matahari. Awal musim penghujan dan kemarau serta berbagai pertanda fisiknya yang digambarkan pranata mangsa secara umum sejajar dengan hasil pengamatan klimatologi. Kelemahan pada pranata mangsa adalah bahwa ia tidak menggambarkan variasi yang mungkin muncul pada tahun-tahun tertentu (misalnya akibat munculnya gejala ENSO). Selain itu, terdapat sejumlah ketentuan pada pranata mangsa yang lebih banyak terkait dengan aspek horoskop, sehingga cenderung tidak logis.[3]
Upaya penggunaan kembali
[sunting | sunting sumber]Karena pranata mangsa dianggap sudah "usang" namun tetap dianggap penting sebagai pedoman bagi petani/nelayan mengingat fungsinya sebagai penghubung petani/nelayan dengan lingkungan,[3] upaya-upaya dilakukan untuk memodifikasi pranata mangsa dengan memanfaatkan informasi-informasi baru. Di bidang penangkapan ikan telah dilakukan upaya untuk menggunakan kalender semacam pranata mangsa sebagai pedoman bagi nelayan dalam melakukan penangkapan ikan.[2] Informasi ini berguna, misalnya, untuk menentukan kelaikan penangkapan serta musim-musim jenis tangkapan.[1][2]
Di bidang pertanian tanaman pangan, telah dikembangkan Sekolah Lapang Iklim (SLI) untuk meningkatkan kemampuan petani dalam memahami berbagai aspek prakiraan cuaca dan hubungannya dengan usaha tani.[14] Kegiatan SLI dimaksudkan untuk membuat petani mampu "menerjemahkan" informasi prakiraan cuaca yang sering kali sangat teknis, sekaligus membuat petani mampu mengadaptasikannya dengan kearifan lokal yang telah lama dimiliki.[15] Dalam kaitan dengan SLI, pranata mangsa menjadi rujukan untuk berbagai gejala alam yang diperkirakan muncul sebagai tanggapan atas kondisi cuaca/perubahan iklim. Pranata mangsa masih tetap dapat diandalkan dalam kaitan dengan pengamatan atas gejala alam.[11] Kemampuan membaca gejala alam ini penting karena petani perlu beradaptasi apabila terjadi perubahan dengan mengubah pola tanam.[12]
Rujukan
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c Kusuma M. Berlayar dengan Panduan Pranata Mangsa Diarsipkan 2009-11-18 di Wayback Machine.. Kompas daring. Edisi 20-01-2009. Diakses 26-06-2010.
- ^ a b c Hubungan pranata mangsa dengan musim penangkapan ikan. Artikel pada laman Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi DI Yogyakarta.
- ^ a b c d e f g h Daldjoeni N. 1984. Pranatamangsa, the javanese agricultural calendar – Its bioclimatological and sociocultural function in developing rural life. The Environmentalist 4:15–18[pranala nonaktif permanen] DOI:10.1007/BF01907286.
- ^ Pranata salah mangsa. Artikel pada blog Rawins. 14 Desember 2009
- ^ "PRANOTO MONGSO (aturan waktu musim)". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-08-27. Diakses tanggal 2010-06-26.
- ^ Yuwono S. Pranoto Mongso, Aliran Musim asli Jawa.
- ^ Tanojo R. 1962. Primbon Djawa (Sabda Pandita Ratu). TB Pelajar. Surakarta. pp 36–45.
- ^ Hien HA van. 1922. De Javaansche Geestenwereld. Kolff. Batavia. pp. 310–355.
- ^ a b c Pranata Mangsa Masih Bisa Dibaca (Seribu Tahun Lagi)[pranala nonaktif permanen]
- ^ Pranata mangsa kanggo nyrateni lakune alam[pranala nonaktif permanen]. Solopos daring. Edisi Suplemen 25-02-2010. Diakses 26-06-2010.
- ^ a b Sriyanto. Bertahan walau iklim tak menentu[pranala nonaktif permanen]. Majalah Daring "Salam" edisi 26 tahun 2009.
- ^ a b Inggried Dwi Wedhaswary. Ketika "pranata mangsa" tak lagi bisa dibaca... Kompas Daring edisi 10-11-2009. Diakses 27-06-2010
- ^ King DA. 1990. A Survey of Medieval Islamic Shadow Schemes for Simple Time-Reckoning Oriens 32:191-249
- ^ ASEAN Minati Sekolah Lapang Iklim di Indramayu. Antara Daring edisi 5-09-2007. Diakses 27-06-2010.
- ^ Direktorat Pengelolaan Air Dep. Pertanian RI. 2009. Pedoman Sekolah Lapang Iklim 2009 Diarsipkan 2010-07-14 di Wayback Machine.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]Perhitungan Pranata Mangsa Diarsipkan 2016-11-04 di Wayback Machine.