Lompat ke isi

Sistiserkosis: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
RianHS (bicara | kontrib)
 
(22 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Orphan|date=Oktober 2016}}

{{Penyangkalan-medis}}
{{Penyangkalan-medis}}
{{about|infeksi|organisme|Cacing pita babi}}
{{about|infeksi|larva cacing penyebabnya|sistiserkus}}
{{Infobox disease
{{Infobox medical condition (new)
| Name = Cysticercosis
|name = Sistiserkosis
| Image = Neurocysticercosis.gif
|synonym =
|image = Neurocysticercosis.gif
| Caption = Pencitraan resonansi magnetik pada orang dengan neurosistiserkosis menunjukkan banyaknya kista dalam otak.
|image_size =
| ICD10 = {{ICD10|B|69||b|65}}
| ICD9 = {{ICD9|123.1}}
|alt =
|caption = [[Pencitraan resonansi magnetik]] pada orang dengan neurosistiserkosis menunjukkan banyaknya [[kista]] dalam otak
| ICDO =
| OMIM =
|pronounce =
| DiseasesDB = 3341
|penderita =
| MedlinePlus = 000627
|specialty =
|symptoms = Tidak ada, benjolan kulit, gangguan saraf
| eMedicineSubj = emerg
|complications =
| eMedicineTopic = 119
|onset =
| eMedicine_mult = {{eMedicine2|med|494}} {{eMedicine2|ped|537}}
| MeshID = D003551
|duration =
|types = Sistiserkosis jaringan, [[neurosistiserkosis]]
|causes = [[Sistiserkus]] (larva cestoda ''[[Taenia (cacing pita)|Taenia]]'')
|risks = [[Higiene]] dan [[sanitasi]] rendah
|diagnosis =
|differential =
|prevention =
|treatment =
|medication = Obat cacing ([[praziquantel]], [[albendazol]])
|prognosis =
|frequency =
|deaths =
}}
}}


'''Sistiserkosis''' ({{lang-en|cysticercosis}}) adalah [[penyakit]] berupa infeksi [[jaringan]] yang disebabkan oleh [[sistiserkus]] ([[larva]] cacing ''[[Taenia (cacing pita)|Taenia]]'') akibat menelan telur cacing. Penderita sistiserkosis adalah [[inang]] perantara ''Taenia''. Dalam tubuh, sistiserkus menginfeksi jaringan otot, kulit, mata, dan sistem saraf pusat. Jika terjadi pada jaringan saraf, infeksinya disebut [[neurosistiserkosis]]. Penyakit ini tergolong [[zoonosis]] karena dapat menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya.
'''Sistiserkosis''' adalah infeksi [[jaringan]] yang disebabkan oleh bentuk [[larva]] (cysticercus) [[Taenia]], yang disebut sistiserkus akibat termakan [[telur]] [[Platyhelminthes|cacing pita]] ''[[Taenia]]'',<ref name="Wandra 2003">{{en}} Wandra, T., A. Ito, H. Yamasaki, T. Suroso, dan S. S. Margono. 2003. Taenia solium Cysticercosis, Irian Jaya, Indonesia. ''Journal of Emerging Infectious Disease'' 9 (7): 884-885.</ref> dari [[cacing pita babi]] (''Taeniasolium'').<ref>{{cite book|last1=Roberts|first1=Larry S.|last2=Janovy, Jr.|first2=John|title=Gerald D. Schmidt & Larry S. Roberts' Foundations of Parasitology|date=2009|publisher=McGraw-Hill Higher Education|location=Boston|isbn=978-0-07-302827-9|pages=348-351|edition=8}}</ref><ref name=WHO2013>{{cite web|title=Taeniasis/Cysticercosis Fact sheet N°376|url=http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs376/en/|work=World Health Organization|accessdate=18 March 2014|date=February 2013}}</ref> [[Cacing pita babi]] dapat menyebabkan sistiserkosis pada manusia, sedangkan [[cacing pita sapi]] tidak dapat menyebabkan sistiserkosis pada manusia.<ref name="Grove">{{en}} Grove, D. I. 1990. ''A History of Human Helminthology''. United Kingdom: CAB International.</ref> Gejalanya mungkin hanya sedikit atau tidak terlihat sama sekali selama bertahun-tahun,berkembang dari benjolan kira-kira satu atau dua sentimeter yang tak terasa sakit, atau [[neurocysticercosis|gejala neurologis]] jika yang terinfeksi adalah otak.<ref name=Garcia03/><ref name=Gar2002>{{cite journal |author=García HH, Evans CA, Nash TE, et al. |title=Current consensus guidelines for treatment of neurocysticercosis |journal=Clin. Microbiol. Rev. |volume=15 |issue=4 |pages=747–56 |date=October 2002 |pmid=12364377 |pmc=126865 |doi= 10.1128/CMR.15.4.747-756.2002|url=http://cmr.asm.org/cgi/pmidlookup?view=long&pmid=12364377}}</ref> Setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun benjolan ini mulai terasa sakit dan bengkak lalu berubah.<!-- <ref name=Garcia03/> --> Di negara berkembang ini adalah salah satu penyebab umum [[kejang]].<ref name=Garcia03/>


== Penyebab ==
Sedangkan kemampuan ''[[Taenia asiatica]]'' dalam menyebabkan sistiserkosis belum diketahui secara pasti.<ref name="Simanjuntak"/> Terdapat dugaan bahwa ''Taenia asiatica'' merupakan penyebab sistiserkosis di [[Asia]].<ref name=Simanjuntak>{{cite web
[[Berkas:Taenia solium Life cycle (02).tif|jmpl|kiri|Daur hidup ''[[Taenia solium|T. solium]]'' yang menggambarkan terjadinya sistiserkosis]]
| last = Simanjuntak
''Taenia'' merupakan genus [[cacing pita]] yang [[Daur hidup organisme|daur hidupnya]] memungkinkannya berpindah-pindah dari satu [[inang]] ke inang lainnya. Penderita sistiserkosis adalah inang perantara ''Taenia'', sementara inang definitifnya menderita [[taeniasis]]. Sistiserkosis terjadi saat inang menelan telur cacing atau proglotid gravid (segmen tubuh cacing yang telah matang dan dipenuhi telur) sehingga telur tersebut menetas dalam tubuh inang dan berubah menjadi larva yang disebut sistiserkus.<ref name=":0">{{Cite web|last=|first=|date=12 Juli 2019|title=Parasites: Cysticercosis Biology|url=https://www.cdc.gov/parasites/cysticercosis/biology.html|website=CDC|access-date=25 Juli 2021}}</ref>
| first = Gindo Mangara
| authorlink =
| coauthors =
| year =
| url = http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id/data/abstrak/Gindo.pdf
| title = Studi Taeniasis/Cysticercosis di Kabupaten Jayawijaya Propinsi Irian Jaya
| format = Pdf
| work =
| publisher = Badan Litbang Kesehatan.
| accessdate = 2010-05-13
| accessyear =
| archiveurl =
| archivedate =
| quote =
}}</ref>


Umumnya, inang perantara ''Taenia'' adalah hewan. Pada babi, sistiserkosis disebabkan oleh ''[[Taenia solium|T. solium]]'' yang larvanya disebut ''Cysticercus cellulosae'', sedangkan sistiserkosis sapi disebabkan oleh ''[[Taenia saginata|T. saginata]]'' yang larvanya disebut ''Cysticercus bovis'' atau ''Cysticercus innermis''.<ref>{{citation|last=Direktorat Kesehatan Hewan|year=2014|title=Manual Penyakit Hewan Mamalia, cetakan ke-2|pp=375-383|url=http://wiki.isikhnas.com/images/b/b9/Manual_Penyakit_Hewan_Mamalia.pdf|location=Jakarta|publisher=Direktorat Kesehatan Hewan, [[Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan]], [[Kementerian Pertanian Republik Indonesia]]|ref={{sfnRef|Dirkeswan|2014}}}}</ref> Meskipun demikian, manusia dapat menjadi inang perantara dan menderita sistiserkosis jika mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi telur cacing ''Taenia''. Pada manusia, sistiserkosis disebabkan oleh ''T. solium'', sedangkan ''T. saginata'' tidak mengakibatkan sistiserkosis; sementara itu, kemampuan ''[[Taenia asiatica|T. asiatica]]'' dalam menyebabkan sistiserkosis di Asia belum diketahui secara pasti.<ref name=":3">{{Cite book|last=Simanjuntak|first=Gindo Mangara|date=2000|url=http://www.litbang.kemkes.go.id:8080/handle/123456789/20242?show=full|title=Studi Taeniasis/Cysticercosis di Kabupaten Jayawijaya Propinsi Irian Jaya|publisher=Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekologi dan Status Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan|url-status=live|access-date=2021-07-25|archive-date=2021-07-24|archive-url=https://web.archive.org/web/20210724052628/http://www.litbang.kemkes.go.id:8080/handle/123456789/20242?show=full|dead-url=yes}}</ref><ref>{{Cite web|last=|first=|date=|title=Parasites: Cysticercosis|url=https://www.cdc.gov/parasites/cysticercosis/index.html|website=CDC|access-date=25 Juli 2021}}</ref>
== Penyebab dan Diagnosis ==
Biasanya didapat akibat makan makanan atau minum air yang mengandung telur cacing pita.<!-- <ref name=WHO2013/> --> Sayuran mentah merupakan sumber utama.<ref name=WHO2013/> Telur cacing pita berasal dari [[feces]] orang yang terinfeksi cacing dewasa, kondisi ini dinamakan [[taeniasis]].<ref name=Garcia03/><ref name=CDC>{{cite web |url=http://www.cdc.gov/parasites/cysticercosis/ |title=CDC - Cysticercosis}}</ref> Taeniasis adalah penyakit yang berbeda dan disebabkan karena memakan sista dari daging babi yang tidak dimasak sampai matang.<ref name=WHO2013/> Orang yang hidup bersama dengan orang yang memiliki cacing pita punya risiko lebih besar untuk tertular cysticercosis.<ref name=CDC/> Diagnosis bisa dilakukan dengan [[aspirasi jarum halus|aspirasi]] terhadap sista.<ref name=Garcia03/> Mengambil gambar otak dengan [[tomografi komputer]] (CT) atau [[pencitraan resonansi magnetik]] (MRI) paling berguna untuk diagnosis penyakit otak.<!-- <ref name=Garcia03/> --> Peningkatan jumlah [[sel darah putih]], disebut [[eosinophils]], di [[cairan tulang belakang otak]] dan darah juga digunakan sebagai indikator.<ref name=Garcia03/>


== Efek kesehatan ==
== Persebaran ==
Sistiserkosis ada di seluruh dunia, tetapi kasusnya lebih banyak dilaporkan di [[kawasan perdesaan]] di negara-negara berkembang di Afrika, Asia, dan [[Amerika Latin]] dengan populasi babi yang tinggi dan penerapan [[higiene]] yang kurang.<ref>{{Cite web|last=|first=|date=17 April 2014|title=Parsites: Cysticercosis Epidemiology & Risk Factors|url=https://www.cdc.gov/parasites/cysticercosis/epi.html|website=CDC|access-date=25 Juli 2021}}</ref><ref name="WHO2013">{{cite web|date=February 2013|title=Taeniasis/Cysticercosis Fact sheet N°376|url=http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs376/en/|work=World Health Organization|accessdate=18 March 2014}}</ref> Di wilayah-wilayah [[Endemik (epidemiologi)|endemik]], populasi penduduk yang menunjukkan hasil seropositif mencapai 10 hingga 25%.<ref name=":1" /> Sebuah studi tahun 2012 menyatakan bahwa sistiserkosis mengakibatkan 1.200 kematian di seluruh dunia pada tahun 2010 dan lebih dari 700 jiwa pada tahun 1990.<ref>{{Cite journal|last=Lozano|first=Rafael|last2=Naghavi|first2=Mohsen|last3=Foreman|first3=Kyle|last4=Lim|first4=Stephen|last5=Shibuya|first5=Kenji|last6=Aboyans|first6=Victor|last7=Abraham|first7=Jerry|last8=Adair|first8=Timothy|last9=Aggarwal|first9=Rakesh|date=2012|title=Global and regional mortality from 235 causes of death for 20 age groups in 1990 and 2010: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2010|url=https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0140673612617280|journal=The Lancet|volume=380|issue=9859|pages=2095–2128|doi=10.1016/S0140-6736(12)61728-0}}</ref> Penyakit ini merupakan salah satu [[penyakit tropis terabaikan]].<ref>{{Cite web|date=6 April 2020|title=Neglected tropical diseases: Taeniasis and cysticercosis|url=https://www.who.int/news-room/q-a-detail/taeniasis-and-cysticercosis|website=WHO|access-date=25 Juli 2021}}</ref>
Sistiserkosis menimbulkan gejala dan efek yang beragam sesuai dengan [[lokasi]] [[parasit]] dalam tubuh.<ref name=Satrija>{{id}} Satrija, F. 2005. Helmintologi: Ciri Umum dan Morfologi Helminth. Bogor: Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Hal 1-5</ref> Manusia dapat terjangkit satu sampai ratusan sistiserkus di jaringan tubuh yang berbeda-beda.<ref name=Satrija/> Sistiserkus pada manusia paling sering ditemukan di otak (disebut [[neurosistiserkosis]]), [[mata]], [[otot]] dan lapisan bawah [[kulit]].<ref name=Wandra>{{cite journal
| author = Wandra, T., A. A. Depary, P. Sutisna, S. S. Margono, T. Suroso, M. Okamoto, P. S. Craig, dan A. Ito
| year = 2006
| month =
| title = Taeniasis and Cysticercosis in Bali and North Sumatra, Indonesia.
| journal = Parasitology International
| volume = 55
| issue =
| pages = 155-160
| doi = 10.1016/j.parint.2005.11.024
| id =
| url =
| format =
| accessdate =
}}</ref>


=== Indonesia ===
== Pencegahan dan Pengobatan ==
Di [[Kabupaten Jayawijaya]] [[Papua]], [[Indonesia]] ditemukan 66,3% (106 orang dari 160 responden) positif menderita taeniasis solium/sistiserkosis selulosae dari [[babi]]. Sementara 28,3% orang adalah penderita sistiserkosis yang dapat dilihat dan diraba benjolannya di bawah [[kulit]]. Sebanyak 18,6% (30 orang) di antaranya adalah penderita sistiserkosis selulosae yang menunjukkan gejala [[epilepsi]]. Dari 257 [[pasien]] yang menderita luka bakar di Papua, sebanyak 82,8% menderita epilepsi akibat adanya sistiserkosis pada otak.<ref name=":3" />
Infeksi dapat dicegah secara efektif dengan kebersihan pribadi dan[[sanitasi]].<!-- <ref name=WHO2013/> --> Termasuk: memasak daging babi sampai matang,[[toilet]] layak dan peningkatan akses ke air bersih.<!-- <ref name=WHO2013/> --> Mengobati orang dengan taeniasis adalah penting guna mencegah penularan.<ref name=WHO2013/> Pengobatan penyakit yang tidak memengaruhi sistem saraf mungkin tidak diperlukan.<ref name=Garcia03/> Pengobatan pada orang dengan neurocysticercosis bisa dengan [[praziquantel]] atau [[albendazole]].<!-- <ref name=WHO2013/> --> Obat-obatan ini mungkin harus dikonsumsi secara jangka panjang.<!-- <ref name=WHO2013/> --> [[Steroid]], sebagai anti radang selama pengobatan, dan [[pengobatan anti kejang]] mungkin juga diperlukan.<!-- <ref name=WHO2013/> --> Terkadang diperlukan tindakan operasi untuk mengangkat sista.<ref name=WHO2013/>


Sebanyak 13,5% (10 dari 74 orang) pasien yang mengalami [[epilepsi]] di [[Bali]] didiagnosa menderita sistiserkosis di otak.<ref>{{Cite journal|last=Margono|first=S.S.|last2=Subahar|first2=R.|last3=Hamid|first3=A.|last4=Wandra|first4=T.|last5=Sudewi|first5=S.S.|last6=Sutisna|first6=P.|last7=Ito|first7=A.|date=2001|title=Cysticercosis in Indonesia: epidemiological aspects|url=https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/12041608|journal=The Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health|volume=32 Suppl 2|pages=79–84|issn=0125-1562|pmid=12041608}}</ref> Prevalensi taeniasis ''T. asiatica'' di [[Sumatera Utara]] berkisar 1,9 hingga 20,7%., dan kasus di provinsi ini umumnya disebabkan oleh konsumsi daging babi hutan setengah matang.<ref>{{Cite journal|last=Wandra|first=Toni|last2=Depary|first2=A.A.|last3=Sutisna|first3=Putu|last4=Margono|first4=Sri S.|last5=Suroso|first5=Thomas|last6=Okamoto|first6=Munehiro|last7=Craig|first7=Philip S.|last8=Ito|first8=Akira|date=2006|title=Taeniasis and cysticercosis in Bali and North Sumatra, Indonesia|url=https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S1383576905001285|journal=Parasitology International|volume=55|pages=S155–S160|doi=10.1016/j.parint.2005.11.024}}</ref>
== Epidemiologi ==
Cacing pita babi sangat umum di Asia, Afrika Sub-Sahara, dan Amerika Latin.<ref name=Garcia03>{{cite journal |author=García HH, Gonzalez AE, Evans CA, Gilman RH |title=''Taenia solium'' cysticercosis |journal=Lancet |volume=362 |issue=9383 |pages=547–56 |date=August 2003 |pmid=12932389 |pmc=3103219 |doi=10.1016/S0140-6736(03)14117-7 |url=http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0140-6736(03)14117-7}}</ref> Di beberapa area diyakini bila lebih dari 25% masyarakatnya telah terinfeksi.<ref name=Garcia03/> Di negara maju hal ini sangat jarang terjadi.<ref name=Bob2014/> Cacing ini menyebabkan 1.200 kematian di seluruh dunia pada tahun 2010, lebih dari 700 jiwa pada tahun 1990.<ref name=Loz2012>{{cite journal |author=Lozano R, Naghavi M, Foreman K, ''et al.'' |title=Global and regional mortality from 235 causes of death for 20 age groups in 1990 and 2010: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2010 |journal=Lancet |volume=380 |issue=9859 |pages=2095–128 |date=December 2012 |pmid=23245604 |doi=10.1016/S0140-6736(12)61728-0 |url=http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0140-6736(12)61728-0}}</ref> Cysticercosis juga memengaruhi babi dan sapi namun jarang yang menunjukkan gejalanya karena sebagian besar tidak berumur panjang.<ref name=WHO2013/> Penyakit ini muncul di manusia sejak dulu.<ref name=Bob2014>{{cite journal |author=Bobes RJ, Fragoso G, Fleury A, ''et al.'' |title=Evolution, molecular epidemiology and perspectives on the research of taeniid parasites with special emphasis on ''Taeniasolium'' |journal=Infect. Genet.Evol. |volume=23 |pages=150–60 |date=April 2014 |pmid=24560729 |doi=10.1016/j.meegid.2014.02.005 |url=http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S1567-1348(14)00053-7}}</ref> Ini adalah salah satu [[penyakit tropis yang diabaikan]].<ref>{{cite web|title=Neglected Tropical Diseases|url=http://www.cdc.gov/globalhealth/ntd/diseases/index.html|website=cdc.gov|accessdate=28 November 2014|date=June 6, 2011}}</ref>
== Gejala klinis ==
[[Masa inkubasi]] penyakit ini beragam. Penderita sistiserkosis bisa saja tidak mengalami gejala klinis selama bertahun-tahun. Gejala sistiserkosis bervariasi, tergantung jumlah dan lokasi sistiserkus, yang dapat hidup di jaringan [[otot lurik]], [[otot jantung]], paru-paru, hati, [[Hipodermis|subkutan]], mukosa mulut, dan sistem saraf pusat.<ref name=":0" /> Di beberapa wilayah endemis seperti di Asia, [[Nodul (medis)|nodul]] (benjolan padat) dapat berkembang di bawah kulit.<ref name=":2">{{Cite web|title=Taeniasis/Cysticercosis Key Facts|url=https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/taeniasis-cysticercosis|website=WHO|access-date=25 Juli 2021}}</ref> Setelah beberapa bulan atau tahun, benjolan tersebut akan membengkak, menjadi lembek, mengalami radang, dan selanjutnya menghilang secara perlahan.<ref name=":1">{{Cite journal|last=García|first=Héctor H.|last2=Gonzalez|first2=Armando E|last3=Evans|first3=Carlton A.W.|last4=Gilman|first4=Robert H.|date=2003|title=Taenia solium cysticercosis|url=https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3103219/|journal=The Lancet|volume=362|issue=9383|pages=547–556|doi=10.1016/S0140-6736(03)14117-7|pmc=PMC3103219|pmid=12932389}}</ref> Sementara itu, neurosistiserkosis menimbulkan gejala saraf, yang di negara-negara berkembang, merupakan salah satu penyebab utama [[epilepsi]].<ref name=":1" /> Kejang dan sakit kepala merupakan gejala yang sering dialami orang dengan neurosistiserkosis, yang kemudian dapat berujung pada [[strok]] dan kematian.<ref>{{Cite web|last=|first=|date=14 April 2014|title=Parasites: Cysticercosis Disease|url=https://www.cdc.gov/parasites/cysticercosis/disease.html|website=CDC|access-date=25 Juli 2021}}</ref>


== Penyebaran di Indonesia ==
== Diagnosis ==
Sistiserkosis dapat didiagnosis dengan melakukan biopsi pada benjolan di kulit. Sementara itu, infeksi pada otak dilihat dengan melakukan pemindaian [[tomografi terkomputasi]] (CT) atau [[pencitraan resonansi magnetik]] (MRI). Temuan [[eosinofil]] di [[cairan serebrospinal]] merupakan salah satu indikator neurosistiserkosis.
Di [[Kabupaten]] [[Jayawijaya]] [[Papua]], [[Indonesia]] ditemukan 66,3% (106 orang dari 160 responden) positif menderita taeniasis solium/sistiserkosis selulosae dari [[babi]] <ref name=Simanjuntak/>. Sementara 28,3% orang adalah penderita sistiserkosis yang dapat dilihat dan diraba benjolannya di bawah [[kulit]].<ref name=Simanjuntak/> Sebanyak 18,6% (30 orang) di antaranya adalah penderita sistiserkosis selulosae yang menunjukkan gejala [[epilepsi]].<ref name=Simanjuntak/> Dari 257 [[pasien]] yang menderita luka bakar di Papua, sebanyak 82,8% menderita epilepsi akibat adanya sistiserkosis pada otak.<ref name=Simanjuntak/>


== Pencegahan dan pengobatan ==
Sebanyak 13,5% (10 dari 74 orang) pasien yang mengalami [[epilepsi]] di [[Bali]] didiagnosa menderita sistiserkosis di [[otak]].<ref name="Margono ok 2001">{{cite journal
Infeksi dapat dicegah dengan menerapkan [[sanitasi]], seperti mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan membersihkan sayur dan buah sebelum dikonsumsi.<ref>{{Cite web|last=|first=|date=24 Juni 2014|title=Parasites: Cysticercosis Prevention & Control|url=https://www.cdc.gov/parasites/cysticercosis/prevent.html|website=CDC|access-date=25 Juli 2021}}</ref> Sejumlah kasus sistiserkosis tidak perlu diobati.<ref>{{Cite web|last=|first=|date=14 April 2014|title=Parasites: Cysticercosis Treatment|url=https://www.cdc.gov/parasites/cysticercosis/treatment.html|website=CDC|access-date=25 Juli 2021}}</ref> Pada neurosistiserkosis, pemberian [[praziquantel]] dan/atau [[albendazol]],<ref>{{Cite journal|last=Webbe|first=G.|date=1994|title=Human cysticercosis: Parasitology, pathology, clinical manifestations and available treatment|url=https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/0163725894900388|journal=Pharmacology & Therapeutics|volume=64|issue=1|pages=175–200|doi=10.1016/0163-7258(94)90038-8}}</ref> serta terapi suportif dengan kortikosteroid dan obat antikejang dapat digunakan. Terkadang diperlukan pembedahan untuk mengangkat [[kista]] yang ditimbulkan sistiserkus.<ref name=":2" />
| author = Margono, S. S., T. Wandra, dan T. Suroso
| year = 2001
| month =
| title = Cysticercosis in Indonesia: Epidemiological Aspects
| journal = Southeast Asian J Trop Med Public Health
| volume = 32
| issue = 2
| pages = 79-84
| doi =
| id =
| url =
| format =
| accessdate =
| language = English
}}</ref> Prevalensi taeniasis ''T. asiatica'' di [[Sumatera Utara]] berkisar 1,9%-20,7%.<ref name=Wandra/> Kasus ''T. asiatica'' di [[Provinsi]] ini umumnya disebabkan oleh konsumsi [[daging]] [[babi hutan]] setengah matang.<ref name=Wandra/>


== Referensi ==
== Referensi ==
{{reflist}}
{{reflist}}


== Pranala luar ==
[[Kategori:Penyakit]]
{{Medical resources
[[Kategori:Parasit]]
| ICD10 = {{ICD10|B|69||b|65}}
| ICD9 = {{ICD9|123.1}}
| ICDO =
| OMIM =
| DiseasesDB = 3341
| MedlinePlus = 000627
| eMedicineSubj = emerg
| eMedicineTopic = 119
| eMedicine_mult = {{eMedicine2|med|494}} {{eMedicine2|ped|537}}
| MeshID = D003551
| Scholia = Q246068
}}
{{Penyakit hewan menular strategis}}
{{Hama dan penyakit hewan karantina}}
{{authority control}}

[[Kategori:Penyakit hewan]]
[[Kategori:Zoonosis]]
[[Kategori:Cacingan]]

Revisi terkini sejak 28 Mei 2024 09.38

Sistiserkosis
Pencitraan resonansi magnetik pada orang dengan neurosistiserkosis menunjukkan banyaknya kista dalam otak
Informasi umum
SpesialisasiPenyakit menular Sunting ini di Wikidata
TipeSistiserkosis jaringan, neurosistiserkosis
PenyebabSistiserkus (larva cestoda Taenia)
Faktor risikoHigiene dan sanitasi rendah
Aspek klinis
Gejala dan tandaTidak ada, benjolan kulit, gangguan saraf
PengobatanObat cacing (praziquantel, albendazol)

Sistiserkosis (bahasa Inggris: cysticercosis) adalah penyakit berupa infeksi jaringan yang disebabkan oleh sistiserkus (larva cacing Taenia) akibat menelan telur cacing. Penderita sistiserkosis adalah inang perantara Taenia. Dalam tubuh, sistiserkus menginfeksi jaringan otot, kulit, mata, dan sistem saraf pusat. Jika terjadi pada jaringan saraf, infeksinya disebut neurosistiserkosis. Penyakit ini tergolong zoonosis karena dapat menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya.

Daur hidup T. solium yang menggambarkan terjadinya sistiserkosis

Taenia merupakan genus cacing pita yang daur hidupnya memungkinkannya berpindah-pindah dari satu inang ke inang lainnya. Penderita sistiserkosis adalah inang perantara Taenia, sementara inang definitifnya menderita taeniasis. Sistiserkosis terjadi saat inang menelan telur cacing atau proglotid gravid (segmen tubuh cacing yang telah matang dan dipenuhi telur) sehingga telur tersebut menetas dalam tubuh inang dan berubah menjadi larva yang disebut sistiserkus.[1]

Umumnya, inang perantara Taenia adalah hewan. Pada babi, sistiserkosis disebabkan oleh T. solium yang larvanya disebut Cysticercus cellulosae, sedangkan sistiserkosis sapi disebabkan oleh T. saginata yang larvanya disebut Cysticercus bovis atau Cysticercus innermis.[2] Meskipun demikian, manusia dapat menjadi inang perantara dan menderita sistiserkosis jika mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi telur cacing Taenia. Pada manusia, sistiserkosis disebabkan oleh T. solium, sedangkan T. saginata tidak mengakibatkan sistiserkosis; sementara itu, kemampuan T. asiatica dalam menyebabkan sistiserkosis di Asia belum diketahui secara pasti.[3][4]

Persebaran

[sunting | sunting sumber]

Sistiserkosis ada di seluruh dunia, tetapi kasusnya lebih banyak dilaporkan di kawasan perdesaan di negara-negara berkembang di Afrika, Asia, dan Amerika Latin dengan populasi babi yang tinggi dan penerapan higiene yang kurang.[5][6] Di wilayah-wilayah endemik, populasi penduduk yang menunjukkan hasil seropositif mencapai 10 hingga 25%.[7] Sebuah studi tahun 2012 menyatakan bahwa sistiserkosis mengakibatkan 1.200 kematian di seluruh dunia pada tahun 2010 dan lebih dari 700 jiwa pada tahun 1990.[8] Penyakit ini merupakan salah satu penyakit tropis terabaikan.[9]

Indonesia

[sunting | sunting sumber]

Di Kabupaten Jayawijaya Papua, Indonesia ditemukan 66,3% (106 orang dari 160 responden) positif menderita taeniasis solium/sistiserkosis selulosae dari babi. Sementara 28,3% orang adalah penderita sistiserkosis yang dapat dilihat dan diraba benjolannya di bawah kulit. Sebanyak 18,6% (30 orang) di antaranya adalah penderita sistiserkosis selulosae yang menunjukkan gejala epilepsi. Dari 257 pasien yang menderita luka bakar di Papua, sebanyak 82,8% menderita epilepsi akibat adanya sistiserkosis pada otak.[3]

Sebanyak 13,5% (10 dari 74 orang) pasien yang mengalami epilepsi di Bali didiagnosa menderita sistiserkosis di otak.[10] Prevalensi taeniasis T. asiatica di Sumatera Utara berkisar 1,9 hingga 20,7%., dan kasus di provinsi ini umumnya disebabkan oleh konsumsi daging babi hutan setengah matang.[11]

Gejala klinis

[sunting | sunting sumber]

Masa inkubasi penyakit ini beragam. Penderita sistiserkosis bisa saja tidak mengalami gejala klinis selama bertahun-tahun. Gejala sistiserkosis bervariasi, tergantung jumlah dan lokasi sistiserkus, yang dapat hidup di jaringan otot lurik, otot jantung, paru-paru, hati, subkutan, mukosa mulut, dan sistem saraf pusat.[1] Di beberapa wilayah endemis seperti di Asia, nodul (benjolan padat) dapat berkembang di bawah kulit.[12] Setelah beberapa bulan atau tahun, benjolan tersebut akan membengkak, menjadi lembek, mengalami radang, dan selanjutnya menghilang secara perlahan.[7] Sementara itu, neurosistiserkosis menimbulkan gejala saraf, yang di negara-negara berkembang, merupakan salah satu penyebab utama epilepsi.[7] Kejang dan sakit kepala merupakan gejala yang sering dialami orang dengan neurosistiserkosis, yang kemudian dapat berujung pada strok dan kematian.[13]

Diagnosis

[sunting | sunting sumber]

Sistiserkosis dapat didiagnosis dengan melakukan biopsi pada benjolan di kulit. Sementara itu, infeksi pada otak dilihat dengan melakukan pemindaian tomografi terkomputasi (CT) atau pencitraan resonansi magnetik (MRI). Temuan eosinofil di cairan serebrospinal merupakan salah satu indikator neurosistiserkosis.

Pencegahan dan pengobatan

[sunting | sunting sumber]

Infeksi dapat dicegah dengan menerapkan sanitasi, seperti mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan membersihkan sayur dan buah sebelum dikonsumsi.[14] Sejumlah kasus sistiserkosis tidak perlu diobati.[15] Pada neurosistiserkosis, pemberian praziquantel dan/atau albendazol,[16] serta terapi suportif dengan kortikosteroid dan obat antikejang dapat digunakan. Terkadang diperlukan pembedahan untuk mengangkat kista yang ditimbulkan sistiserkus.[12]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b "Parasites: Cysticercosis Biology". CDC. 12 Juli 2019. Diakses tanggal 25 Juli 2021. 
  2. ^ Direktorat Kesehatan Hewan (2014), Manual Penyakit Hewan Mamalia, cetakan ke-2 (PDF), Jakarta: Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, hlm. 375–383 
  3. ^ a b Simanjuntak, Gindo Mangara (2000). Studi Taeniasis/Cysticercosis di Kabupaten Jayawijaya Propinsi Irian Jaya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekologi dan Status Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-24. Diakses tanggal 2021-07-25. 
  4. ^ "Parasites: Cysticercosis". CDC. Diakses tanggal 25 Juli 2021. 
  5. ^ "Parsites: Cysticercosis Epidemiology & Risk Factors". CDC. 17 April 2014. Diakses tanggal 25 Juli 2021. 
  6. ^ "Taeniasis/Cysticercosis Fact sheet N°376". World Health Organization. February 2013. Diakses tanggal 18 March 2014. 
  7. ^ a b c García, Héctor H.; Gonzalez, Armando E; Evans, Carlton A.W.; Gilman, Robert H. (2003). "Taenia solium cysticercosis". The Lancet. 362 (9383): 547–556. doi:10.1016/S0140-6736(03)14117-7. PMC 3103219alt=Dapat diakses gratis. PMID 12932389. 
  8. ^ Lozano, Rafael; Naghavi, Mohsen; Foreman, Kyle; Lim, Stephen; Shibuya, Kenji; Aboyans, Victor; Abraham, Jerry; Adair, Timothy; Aggarwal, Rakesh (2012). "Global and regional mortality from 235 causes of death for 20 age groups in 1990 and 2010: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2010". The Lancet. 380 (9859): 2095–2128. doi:10.1016/S0140-6736(12)61728-0. 
  9. ^ "Neglected tropical diseases: Taeniasis and cysticercosis". WHO. 6 April 2020. Diakses tanggal 25 Juli 2021. 
  10. ^ Margono, S.S.; Subahar, R.; Hamid, A.; Wandra, T.; Sudewi, S.S.; Sutisna, P.; Ito, A. (2001). "Cysticercosis in Indonesia: epidemiological aspects". The Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health. 32 Suppl 2: 79–84. ISSN 0125-1562. PMID 12041608. 
  11. ^ Wandra, Toni; Depary, A.A.; Sutisna, Putu; Margono, Sri S.; Suroso, Thomas; Okamoto, Munehiro; Craig, Philip S.; Ito, Akira (2006). "Taeniasis and cysticercosis in Bali and North Sumatra, Indonesia". Parasitology International. 55: S155–S160. doi:10.1016/j.parint.2005.11.024. 
  12. ^ a b "Taeniasis/Cysticercosis Key Facts". WHO. Diakses tanggal 25 Juli 2021. 
  13. ^ "Parasites: Cysticercosis Disease". CDC. 14 April 2014. Diakses tanggal 25 Juli 2021. 
  14. ^ "Parasites: Cysticercosis Prevention & Control". CDC. 24 Juni 2014. Diakses tanggal 25 Juli 2021. 
  15. ^ "Parasites: Cysticercosis Treatment". CDC. 14 April 2014. Diakses tanggal 25 Juli 2021. 
  16. ^ Webbe, G. (1994). "Human cysticercosis: Parasitology, pathology, clinical manifestations and available treatment". Pharmacology & Therapeutics. 64 (1): 175–200. doi:10.1016/0163-7258(94)90038-8. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]
Klasifikasi
Sumber luar