Lompat ke isi

Arie Hanggara (film): Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Nooviiaan (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Pengembalian manual VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(41 revisi perantara oleh 28 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 4: Baris 4:
| image_size = 200px
| image_size = 200px
| director = [[Frank Rorimpandey]]
| director = [[Frank Rorimpandey]]
| producer = [[PT Manggala Perkasa Film]]<br />[[Tobali Indah Film]]
| studio = Manggala Perkasa Film<br />Tobali Indah Film
| eproducer =
| eproducer =
| aproducer =
| aproducer =
| producer = {{plainlist|
* [[Bob Haryanto]]
* [[TK Gunawan Prihatna]]
}}
| writer = [[Arswendo Atmowiloto]]
| writer = [[Arswendo Atmowiloto]]
| starring = [[Deddy Mizwar]]<br />[[Yan Cherry Budiono]]<br />[[Joice Erna]]<br />[[Anissa Sitawati]]<br />[[Cok Simbara]]<br />[[Zaenal Abidin]] <br />[[Nani Wijaya]] <br />[[Mien Brodjo]] <br />[[Sofia WD]] <br />[[Rachmat Hidayat]] <br />[[Julie Soleh]]
| starring = [[Deddy Mizwar]]<br />[[Yan Cherry Budiono]]<br />[[Joice Erna]]<br />[[Anissa Sitawati]]<br />[[Cok Simbara]]<br />[[Zainal Abidin (aktor)|Zaenal Abidin]] <br />[[Nani Wijaya]] <br />[[Mien Brodjo]] <br />[[Sofia WD]] <br />[[Rachmat Hidajat]] <br />[[Julie Soleh]] <br > [[Anton Indracaya]]<br/>[[Janter Simorangkir]]<br/>[[Ferry Iskandar]]
| music = [[Idris Sardi]]
| music = [[Idris Sardi]]
| cinematography =
| cinematography =
| editing =
| editing =
| distributor =
| distributor =
| release_date = [[1985]]
| release_date = [[1985]]
| runtime = 220 menit
| runtime = 108 menit
| country = [[Indonesia]]
| country = [[Indonesia]]
| awards =
| awards =
| movie_language = [[Bahasa Indonesia]]
| movie_language = [[Bahasa Indonesia]]
| budget =
| budget =
| gross =
| gross =
| preceded_by =
| preceded_by =
| followed_by =
| followed_by =
| amg_id =
| amg_id =
| imdb_id =
| imdb_id =
| name = Arie Hanggara
|name = [[Arie Hanggara (film)|Arie Hanggara Film 1985]]}}
}}
'''Arie Hanggara (Film 1985)''' adalah sebuah [[Film Indonesia]] garapan sutradara [[Frank Rorimpandey]]. Film ini dibintangi antara lain oleh [[Yan Cherry Budiono]], [[Deddy Mizwar]], [[Joice Erna]] , [[Anissa Sitawati]] dan [[Cok Simbara]]
{{Penghargaan film
|award1=[[Festival Film Indonesia 1986]]
|ket-award1=
{{plainlist|
* '''Pemeran Utama Pria Terbaik''': [[Deddy Mizwar]]
* '''Pemeran Anak Terbaik''': [[Yan Cherry Budiono]]
}}
}}
'''Arie Hanggara''' adalah sebuah [[film drama]] [[Indonesia]] tahun 1985 yang diangkat dari kisah nyata, garapan sutradara [[Frank Rorimpandey]]. Film ini dibintangi antara lain oleh [[Yan Cherry Budiono]], [[Deddy Mizwar]], [[Joice Erna]], [[Anissa Sitawati]], dan [[Cok Simbara]].

Film ini membuahkan [[Piala Citra]] pertama untuk Deddy Mizwar sebagai Aktor Terbaik pada [[Festival Film Indonesia 1986|FFI 1986]].


== Sinopsis ==
== Sinopsis ==


Film ini menceritakan tentang kisah nyata setelah warga Jakarta dihebohkan kasus meninggalnya seorang bocah 8 tahun bernama [[Arie Hanggara]] akibat penyiksaan orang tuanya. Media massa meliput penuh gempita kabar ini.
Film ini menceritakan tentang kisah nyata setelah warga Jakarta dihebohkan kasus meninggalnya seorang bocah 6 tahun bernama [[Arie Hanggara]] akibat penyiksaan orang tuanya hingga meninggal dunia. Media massa meliput penuh gempita kabar ini.


Film ini berkisah tentang seorang penganggur kelas berat bernama Tino Ridwan (Deddy Mizwar). Sifatnya yang pemalas, tukang janji kelas kakap, dan pembuat anak yang kuat menyebabkan saudara dari pihak istrinya menggunjinginya sebagai pejantan yang hanya kuat membuat anak.
Film ini berkisah tentang seorang penganggur kelas berat bernama Tino Ridwan ([[Deddy Mizwar]]). Sifatnya yang pemalas, tukang janji kelas kakap, dan pembuat anak yang kuat menyebabkan saudara dari pihak istrinya menggunjinginya sebagai pejantan yang hanya kuat membuat anak.


Karena tak punya kerjaan dan disertai dengan harga diri yang tinggi, sementara Jakarta meminta terlalu banyak, bersiteganglah si Tino dengan istrinya, Dahlia (Anissa Sitawati). Sang istri kembali ke Depok dan Tino menitipkan anak-anaknya ke rumah neneknya untuk kemudian diambil lagi sewaktu dia sudah hidup bersama dengan pacarnya, Santi (Joice Erna) secara kumpul kebo.
Karena tak punya kerjaan dan disertai dengan harga diri yang tinggi, sementara Jakarta meminta terlalu banyak, bersiteganglah si Tino dengan istrinya, Dahlia ([[Anissa Diah Sitawati|Anissa Sitawati]]). Sang istri kembali ke Depok dan Tino menitipkan anak-anaknya ke rumah neneknya untuk kemudian diambil lagi sewaktu dia sudah hidup bersama dengan pacarnya, Santi ([[Joice Erna]]) secara kumpul kebo.


Di rumah kontrakan kecil ini hiduplah lima orang manusia. Tino dan Santi serta tiga anak Tino dari istri pertamanya: Anggi (tertua), Arie, dan Andi (si kecil). Sementara, anak ketiganya, Arki, dibawa oleh Dahlia.
Di rumah kontrakan kecil ini hiduplah lima orang manusia. Tino dan Santi serta tiga anak Tino dari istri pertamanya: Anggi (tertua), Arie, dan Andi (si kecil). Sementara, anak ketiganya, Arki, dibawa oleh Dahlia.


Tino sadar betul dengan profesinya sebagai penganggur. Dia pun sehabis mengantar istri ke kantor, dia melamar kerja di sana dan di sini. Tapi tidak dapat-dapat juga. Teman-teman dihubungi, tapi semuanya menolak. Padahal di rumah rokoknya terus mengebul dan omongannya juga besar.
Tino sadar betul dengan profesinya sebagai penganggur. Dia pun sehabis mengantar istri ke kantor, dia melamar kerja di sana dan di sini. Tapi tidak dapat-dapat juga. Teman-teman dihubungi, tetapi semuanya menolak. Padahal di rumah rokoknya terus mengebul dan omongannya juga besar.


Santi sudah mulai cerewet, kerja tidak didapatkan juga, anak-anak di rumah kian membandel saja. Oleh karena ini semua Tino selalu menetapkan aturan yang keras kepada anaknya. Apa saja harus diatur. Tapi Arie Hanggara, si anak kedua ini, selalu membandel dengan aturan ini. Wajah Yan Cherry Budiono yang memerankan Arie ini memang wajah memelas. Sosoknya pendiam. Tapi diamnya Arie adalah diam yang meresahkan Tino.
Santi sudah mulai cerewet, kerja tidak didapatkan juga, anak-anak di rumah kian membandel saja. Oleh karena ini semua Tino selalu menetapkan aturan yang keras kepada anaknya. Apa saja harus diatur. Tapi Arie Hanggara ([[Yan Cherry Budiono]]), si anak kedua ini, selalu membandel dengan aturan ini. Wajah Yan Cherry Budiono yang memerankan Arie ini memang wajah memelas. Sosoknya pendiam. Tapi diamnya Arie adalah diam yang meresahkan Tino.


Tino sebetulnya sayang dengan anak ini. Santi demikian juga adanya. Namun Santi mulai cerewet dan menyindir-nyindir Tino atas kenakalan anak-anaknya. Lama-lama dia mulai jengkel, terutama kepada Arie. Mula-mula kalau semuanya berkumpul di meja makan malam hari, Tino sudah memperingati dan memaklumkan aturan supaya jangan nakal dan jangan nakal.
Tino sebetulnya sayang dengan anak ini. Santi demikian juga adanya. Namun Santi mulai cerewet dan menyindir-nyindir Tino atas kenakalan anak-anaknya. Lama-lama dia mulai jengkel, terutama kepada Arie. Mula-mula kalau semuanya berkumpul di meja makan malam hari, Tino sudah memperingati dan memaklumkan aturan supaya jangan nakal dan jangan nakal.


Akan tetapi Arie Hanggara tetap membandel dengan aturan itu. Awalnya dipukuli, Arie masih mengaduh, tapi lama-lama anak ini menjadi adiktif dan seperti meminta untuk dihukum. Lantaran takut melanggar, Arie sering berbohong.
Akan tetapi Arie Hanggara tetap membandel dengan aturan itu. Mulai dari memalsukan tanda tangan hingga mengaku telah mencuri uang. Akibatnya, Tino kerap memukul Arie. Santi pun ikut menghajar dengan menjambak rambut atau mengguyur sekujur tubuh Arie. Awalnya dipukuli, Arie masih mengaduh, tetapi lama-lama anak ini menjadi adiktif dan seperti meminta untuk dihukum. Lantaran takut melanggar, Arie sering berbohong.


Di sekolah, Arie jadi pendiam, asosial, dan jadi senang mengincar dompet teman-temannya. Maka jadi bulan-bulananlah dia. Beruntung, ibu gurunya (Sofia WD) sangat bijaksana.
Di sekolah, Arie jadi pendiam dan asosial. Maka jadi bulan-bulananlah dia. Beruntung, ibu gurunya, Khadijah (Sofia WD) sangat bijaksana.


Karena merasa sakit perilaku Arie sudah tak bisa diobati di sekolah SD Negeri, Tino pun berencana membawa si Arie ke pesanntren di Jawa Timur.
Karena merasa sakit perilaku Arie sudah tak bisa diobati di sekolah SD Negeri, Tino pun berencana membawa Arie ke pesantren di Jawa Timur.


Tapi sayang sebelum dia dibawa ke pesantren, dia harus melakukan kesalahan lagi. Tapi kali ini kesalahan kakaknya. Tapi Arie mengaku bahwa dialah yang melakukannya. Bahkan dia minta digantung saja atau tangan diikat saja supaya tak nakal lagi. Sementara Arie diikat, dua saudaranya yang lain memberinya makan diam-diam.
Tapi sayang sebelum dia dibawa ke pesantren, dia harus melakukan kesalahan lagi. Tapi kali ini kesalahan kakaknya. Tapi Arie mengaku bahwa dialah yang melakukannya. Bahkan dia minta digantung saja atau tangan diikat saja supaya tak nakal lagi. Karena merasa ditantang, Tino pun mengikat tangan Arie. Sementara Arie diikat, dua saudaranya yang lain memberinya makan diam-diam.


Tugas Arie di hari kedua sebelum kematian adalah membersihkan kamar mandi. Tapi Arie malas-malasan. Arie dipanggil. Arie maju ke hadapannya. Bergeraklah tangan si Tino penganggur ini ke pantat. Dihukumlah anak ini berdiri jongkok. Kakak dan adiknya melihat Arie yang terhuyung-huyung ngantuk sambil memeluk lutut di lantai menjalani hukuman yang mestinya tak boleh ditanggungnya. Ia tak boleh makan, adik dan kakaknyalah yang diam-diam memberinya biskuit. Tatkala mereka menawarkan diri memberi Arie minum, Arie menolak. Dan malapetaka itu pun terjadi.
Tugas Arie pada hari kedua sebelum kematian adalah membersihkan kamar mandi. Tapi Arie malas-malasan. Arie dipanggil. Arie maju ke hadapannya. Bergeraklah tangan si Tino penganggur ini ke pantat. Dihukumlah anak ini berdiri jongkok. Kakak dan adiknya melihat Arie yang terhuyung-huyung ngantuk sambil memeluk lutut di lantai menjalani hukuman yang mestinya tak boleh ditanggungnya. Ia tak boleh makan, adik dan kakaknyalah yang diam-diam memberinya biskuit. Tatkala mereka menawarkan diri memberi Arie minum, Arie menolak. Dan malapetaka itu pun terjadi.


Santi pada malam malapetaka dan besoknya Arie dan Tino akan berangkat ke [[Jawa Timur|Jatim]] itu masih manis menasehati Arie untuk minta maaf saja dengan Tino, ayahnya. Tapi Arie tak melakukannya, malah dibilangnya pada ibu tirinya itu, dia lebih baik dihukum terus saja. Maka menyambarlah tangan Santi yang mendorong Arie ke dinding. Tino berdiri dan menggampar pantat kecil anak malang ini sementara Santi duduk sambil menjahit di ruang makan. Mata Arie yang lebam kebiruan memandang sendu bapaknya. Tak tahan memandang mata anak itu, diambilnya tongkat sapu. Diganyangnya pantat itu dengan pukulan bertalu-talu. Menjeritlah Santi melihat ulah Tino. Anak ini tidak mau lagi menangis. Menatap bapaknya dengan sangat tajam, tapi raut wajah dingin yang mengerikan. Lalu dengan kesal dan kalap satu tamparan keras menghantam pipi kiri Arie dan terjungkallah ia ke lantai. Lalu Tino memberinya air minum. Arie tetap di dekat tembok menjalani hukuman. Mereka sempat pelukan dan suara Tino sudah mengendur. Mungkin capek menghadapi sikap Arie yang dingin, patuh, tapi kepatuhan yang melawan. Dan Arie minta minum lagi. Tapi Tino mengancam, setelah dia diberi minum, tidak boleh lagi minum tanpa seizinnya. Arie pun dengan datar berjanji untuk tak minum lagi.
Santi pada malam malapetaka dan besoknya Arie dan Tino akan berangkat ke [[Jawa Timur|Jatim]] itu masih manis menasehati Arie untuk minta maaf saja dengan Tino, ayahnya. Tapi Arie tak melakukannya, malah dibilangnya pada ibu tirinya itu, dia lebih baik dihukum terus saja. Maka menyambarlah tangan Santi yang mendorong Arie ke dinding. Tino berdiri dan menggampar pantat kecil anak malang ini sementara Santi duduk sambil menjahit di ruang makan. Mata Arie yang lebam kebiruan memandang sendu bapaknya. Tak tahan memandang mata anak itu, diambilnya tongkat sapu. Diganyangnya pantat itu dengan pukulan bertalu-talu. Menjeritlah Santi melihat ulah Tino. Anak ini tidak mau lagi menangis. Menatap bapaknya dengan sangat tajam, tetapi raut wajah dingin yang mengerikan. Lalu dengan kesal dan kalap satu tamparan keras menghantam pipi kiri Arie dan terjungkallah ia ke lantai.


Suara Tino mengendur dan dia menangis. Mungkin capek menghadapi sikap Arie yang dingin, patuh, tetapi kepatuhan yang melawan. Lalu Tino memberinya air minum. Arie tetap di dekat tembok menjalani hukuman. Mereka sempat pelukan. Dan Arie minta minum lagi. Tapi Tino mengancam, setelah dia diberi minum, tidak boleh lagi minum tanpa seizinnya. Arie pun dengan datar berjanji untuk tak minum lagi.
Mungkin karena jiwa anak ini sudah mau bunuh diri di tangan ayahnya sendiri, dia melanggar lagi sabda si penganggur ini. Dia mengambil air minum, tapi gesekan gelasnya didengar oleh Tino. Tino bangun dan lupa bahwa mereka besok mau ke pesantren. Dia kalap. Arie, anak malang ini, harus menjadi santapan kemarahan jam dua dini hari itu. Tak ada teriakan. Tak ada rintihan. Tak ada apapun keluar dari mulut anak yang sudah mencium bau kematian sejak 6 November ini yang bahkan satu jam sebelum kematiannya dia sudah berpesan kepada dua saudaranya bahwa ia akan pergi dengan sangat jauh. Arie terjatuh di lantai. Paniknya Tino dan Santi subuh itu melihat anak itu dan membawanya ke RS dalam kondisi yang sebetulnya sudah tak bernyawa.


Mungkin karena jiwa anak ini sudah mau bunuh diri di tangan ayahnya sendiri, dia melanggar lagi sabda si penganggur ini. Dia mengambil air minum, tetapi gesekan gelasnya didengar oleh Tino. Tino bangun dan lupa bahwa mereka besok mau ke pesantren. Dia kalap. Arie, anak malang ini, harus menjadi santapan kemarahan jam dua dini hari itu. Tak ada teriakan. Tak ada rintihan. Tak ada apapun keluar dari mulut anak yang sudah mencium bau kematian sejak 6 November ini yang bahkan satu jam sebelum kematiannya dia sudah berpesan kepada dua saudaranya bahwa ia akan pergi dengan sangat jauh. Arie terjatuh di lantai. Paniknya Tino dan Santi subuh itu melihat anak itu dan membawanya ke RS hingga akhirnya Arie dinyatakan meninggal.
Ada raut sesal berkecamuk di hati Tino. Matanya bersimbah air mata melihat Arie terbujur kaku di atas ranjang roda berkain putih yang ditarik perawat putih-putih menuju dunia putihnya. Tapi apa boleh buat. Arie sudah tiada. Arie, si anak malang yang sudah mencium bau kematiannya itu meninggal di dinding penghukumannya. Dahlia yang mendengar kabar itu pun sangat terpukul dan marah pada Tino.

Ada raut sesal berkecamuk di hati Tino. Matanya bersimbah air mata melihat Arie terbujur kaku di atas ranjang roda berkain putih yang ditarik perawat putih-putih menuju dunia putihnya. Tapi apa boleh buat. Arie sudah tiada. Arie, si anak malang yang sudah mencium bau kematiannya itu meninggal di dinding penghukumannya. Dahlia yang mendengar kabar itu pun sangat terpukul dan marah pada Tino.


Kemudian Tino dan Santi didakwa atas tuduhan menyiksa anak mereka sendiri. Masyarakat pun murka dan menuntut hukuman berat bagi mereka berdua.
Kemudian Tino dan Santi didakwa atas tuduhan menyiksa anak mereka sendiri. Masyarakat pun murka dan menuntut hukuman berat bagi mereka berdua.


Lalu koran-koran ibukota terbit sore pun menulis dengan besar di halaman depan kematian tragis bocah malang Arie Hanggara. Arie adalah korban dari perceraian orang tuanya.
Koran-koran ibu kota terbit sore pun menulis dengan besar di halaman depan kematian tragis bocah malang Arie Hanggara. Arie adalah korban dari perceraian orang tuanya.


Setelah melalui berbagai persidangan, akhirnya pengadilan menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara bagi Tino dan 2 tahun penjara bagi Santi.
== Penghargaan ==

* Citra, FFI 1986, untuk Pemeran Utama pria (Deddy Mizwar).
== Penghargaan dan Nominasi ==
{| class="wikitable"
|+
!Tahun
!Penghargaan
!Kategori
!Penerima
!Hasil
|-
| rowspan="4" |1986
| rowspan="4" |[[Festival Film Indonesia 1986|Festival Film Indonesia]]
|[[Pemeran Utama Pria Terbaik Festival Film Indonesia|Pemeran Utama Pria Terbaik]]
|[[Deddy Mizwar]]
|{{Won}}
|-
|[[Pemeran Anak Terbaik Festival Film Indonesia|Pemeran Anak Terbaik]]
|[[Yan Cherry Budiono]]
|{{Won}}
|-
|[[Skenario Terbaik Festival Film Indonesia|Skenario Terbaik]]
|[[Arswendo Atmowiloto]]
|{{Nom}}
|-
|[[Penata Musik Terbaik Festival Film Indonesia|Tata Musik Terbaik]]
|[[Idris Sardi]]
|{{Nom}}
|}

== Lihat juga ==
* [[Untuk Angeline]]


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==
* {{en}} [http://www.citwf.com/film19429.htm Arie Hanggara] di situs Online Film Database
* {{en}} [http://www.citwf.com/film19429.htm Arie Hanggara] di situs Online Film Database


[[Kategori:Film drama]]
{{Film-indo-stub}}
[[Kategori:Film Indonesia]]

[[Kategori:Film Indonesia tahun 1985]]
[[Kategori:Film Indonesia tahun 1985]]
[[Kategori:Film drama]]
[[Kategori:Film yang berdasarkan pada kisah nyata]]
[[Kategori:Film berdasarkan kisah nyata]]
[[Kategori:Film berbahasa Indonesia]]
[[Kategori:Film berbahasa Indonesia]]
[[Kategori:Film berbahasa Aceh]]
[[Kategori:Film berbahasa Aceh]]

Revisi terkini sejak 2 Juni 2024 14.54

Arie Hanggara
SutradaraFrank Rorimpandey
Produser
Ditulis olehArswendo Atmowiloto
PemeranDeddy Mizwar
Yan Cherry Budiono
Joice Erna
Anissa Sitawati
Cok Simbara
Zaenal Abidin
Nani Wijaya
Mien Brodjo
Sofia WD
Rachmat Hidajat
Julie Soleh
Anton Indracaya
Janter Simorangkir
Ferry Iskandar
Penata musikIdris Sardi
Perusahaan
produksi
Manggala Perkasa Film
Tobali Indah Film
Tanggal rilis
1985
Durasi108 menit
NegaraIndonesia
Penghargaan
Festival Film Indonesia 1986

Arie Hanggara adalah sebuah film drama Indonesia tahun 1985 yang diangkat dari kisah nyata, garapan sutradara Frank Rorimpandey. Film ini dibintangi antara lain oleh Yan Cherry Budiono, Deddy Mizwar, Joice Erna, Anissa Sitawati, dan Cok Simbara.

Film ini membuahkan Piala Citra pertama untuk Deddy Mizwar sebagai Aktor Terbaik pada FFI 1986.

Sinopsis[sunting | sunting sumber]

Film ini menceritakan tentang kisah nyata setelah warga Jakarta dihebohkan kasus meninggalnya seorang bocah 6 tahun bernama Arie Hanggara akibat penyiksaan orang tuanya hingga meninggal dunia. Media massa meliput penuh gempita kabar ini.

Film ini berkisah tentang seorang penganggur kelas berat bernama Tino Ridwan (Deddy Mizwar). Sifatnya yang pemalas, tukang janji kelas kakap, dan pembuat anak yang kuat menyebabkan saudara dari pihak istrinya menggunjinginya sebagai pejantan yang hanya kuat membuat anak.

Karena tak punya kerjaan dan disertai dengan harga diri yang tinggi, sementara Jakarta meminta terlalu banyak, bersiteganglah si Tino dengan istrinya, Dahlia (Anissa Sitawati). Sang istri kembali ke Depok dan Tino menitipkan anak-anaknya ke rumah neneknya untuk kemudian diambil lagi sewaktu dia sudah hidup bersama dengan pacarnya, Santi (Joice Erna) secara kumpul kebo.

Di rumah kontrakan kecil ini hiduplah lima orang manusia. Tino dan Santi serta tiga anak Tino dari istri pertamanya: Anggi (tertua), Arie, dan Andi (si kecil). Sementara, anak ketiganya, Arki, dibawa oleh Dahlia.

Tino sadar betul dengan profesinya sebagai penganggur. Dia pun sehabis mengantar istri ke kantor, dia melamar kerja di sana dan di sini. Tapi tidak dapat-dapat juga. Teman-teman dihubungi, tetapi semuanya menolak. Padahal di rumah rokoknya terus mengebul dan omongannya juga besar.

Santi sudah mulai cerewet, kerja tidak didapatkan juga, anak-anak di rumah kian membandel saja. Oleh karena ini semua Tino selalu menetapkan aturan yang keras kepada anaknya. Apa saja harus diatur. Tapi Arie Hanggara (Yan Cherry Budiono), si anak kedua ini, selalu membandel dengan aturan ini. Wajah Yan Cherry Budiono yang memerankan Arie ini memang wajah memelas. Sosoknya pendiam. Tapi diamnya Arie adalah diam yang meresahkan Tino.

Tino sebetulnya sayang dengan anak ini. Santi demikian juga adanya. Namun Santi mulai cerewet dan menyindir-nyindir Tino atas kenakalan anak-anaknya. Lama-lama dia mulai jengkel, terutama kepada Arie. Mula-mula kalau semuanya berkumpul di meja makan malam hari, Tino sudah memperingati dan memaklumkan aturan supaya jangan nakal dan jangan nakal.

Akan tetapi Arie Hanggara tetap membandel dengan aturan itu. Mulai dari memalsukan tanda tangan hingga mengaku telah mencuri uang. Akibatnya, Tino kerap memukul Arie. Santi pun ikut menghajar dengan menjambak rambut atau mengguyur sekujur tubuh Arie. Awalnya dipukuli, Arie masih mengaduh, tetapi lama-lama anak ini menjadi adiktif dan seperti meminta untuk dihukum. Lantaran takut melanggar, Arie sering berbohong.

Di sekolah, Arie jadi pendiam dan asosial. Maka jadi bulan-bulananlah dia. Beruntung, ibu gurunya, Khadijah (Sofia WD) sangat bijaksana.

Karena merasa sakit perilaku Arie sudah tak bisa diobati di sekolah SD Negeri, Tino pun berencana membawa Arie ke pesantren di Jawa Timur.

Tapi sayang sebelum dia dibawa ke pesantren, dia harus melakukan kesalahan lagi. Tapi kali ini kesalahan kakaknya. Tapi Arie mengaku bahwa dialah yang melakukannya. Bahkan dia minta digantung saja atau tangan diikat saja supaya tak nakal lagi. Karena merasa ditantang, Tino pun mengikat tangan Arie. Sementara Arie diikat, dua saudaranya yang lain memberinya makan diam-diam.

Tugas Arie pada hari kedua sebelum kematian adalah membersihkan kamar mandi. Tapi Arie malas-malasan. Arie dipanggil. Arie maju ke hadapannya. Bergeraklah tangan si Tino penganggur ini ke pantat. Dihukumlah anak ini berdiri jongkok. Kakak dan adiknya melihat Arie yang terhuyung-huyung ngantuk sambil memeluk lutut di lantai menjalani hukuman yang mestinya tak boleh ditanggungnya. Ia tak boleh makan, adik dan kakaknyalah yang diam-diam memberinya biskuit. Tatkala mereka menawarkan diri memberi Arie minum, Arie menolak. Dan malapetaka itu pun terjadi.

Santi pada malam malapetaka dan besoknya Arie dan Tino akan berangkat ke Jatim itu masih manis menasehati Arie untuk minta maaf saja dengan Tino, ayahnya. Tapi Arie tak melakukannya, malah dibilangnya pada ibu tirinya itu, dia lebih baik dihukum terus saja. Maka menyambarlah tangan Santi yang mendorong Arie ke dinding. Tino berdiri dan menggampar pantat kecil anak malang ini sementara Santi duduk sambil menjahit di ruang makan. Mata Arie yang lebam kebiruan memandang sendu bapaknya. Tak tahan memandang mata anak itu, diambilnya tongkat sapu. Diganyangnya pantat itu dengan pukulan bertalu-talu. Menjeritlah Santi melihat ulah Tino. Anak ini tidak mau lagi menangis. Menatap bapaknya dengan sangat tajam, tetapi raut wajah dingin yang mengerikan. Lalu dengan kesal dan kalap satu tamparan keras menghantam pipi kiri Arie dan terjungkallah ia ke lantai.

Suara Tino mengendur dan dia menangis. Mungkin capek menghadapi sikap Arie yang dingin, patuh, tetapi kepatuhan yang melawan. Lalu Tino memberinya air minum. Arie tetap di dekat tembok menjalani hukuman. Mereka sempat pelukan. Dan Arie minta minum lagi. Tapi Tino mengancam, setelah dia diberi minum, tidak boleh lagi minum tanpa seizinnya. Arie pun dengan datar berjanji untuk tak minum lagi.

Mungkin karena jiwa anak ini sudah mau bunuh diri di tangan ayahnya sendiri, dia melanggar lagi sabda si penganggur ini. Dia mengambil air minum, tetapi gesekan gelasnya didengar oleh Tino. Tino bangun dan lupa bahwa mereka besok mau ke pesantren. Dia kalap. Arie, anak malang ini, harus menjadi santapan kemarahan jam dua dini hari itu. Tak ada teriakan. Tak ada rintihan. Tak ada apapun keluar dari mulut anak yang sudah mencium bau kematian sejak 6 November ini yang bahkan satu jam sebelum kematiannya dia sudah berpesan kepada dua saudaranya bahwa ia akan pergi dengan sangat jauh. Arie terjatuh di lantai. Paniknya Tino dan Santi subuh itu melihat anak itu dan membawanya ke RS hingga akhirnya Arie dinyatakan meninggal.

Ada raut sesal berkecamuk di hati Tino. Matanya bersimbah air mata melihat Arie terbujur kaku di atas ranjang roda berkain putih yang ditarik perawat putih-putih menuju dunia putihnya. Tapi apa boleh buat. Arie sudah tiada. Arie, si anak malang yang sudah mencium bau kematiannya itu meninggal di dinding penghukumannya. Dahlia yang mendengar kabar itu pun sangat terpukul dan marah pada Tino.

Kemudian Tino dan Santi didakwa atas tuduhan menyiksa anak mereka sendiri. Masyarakat pun murka dan menuntut hukuman berat bagi mereka berdua.

Koran-koran ibu kota terbit sore pun menulis dengan besar di halaman depan kematian tragis bocah malang Arie Hanggara. Arie adalah korban dari perceraian orang tuanya.

Setelah melalui berbagai persidangan, akhirnya pengadilan menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara bagi Tino dan 2 tahun penjara bagi Santi.

Penghargaan dan Nominasi[sunting | sunting sumber]

Tahun Penghargaan Kategori Penerima Hasil
1986 Festival Film Indonesia Pemeran Utama Pria Terbaik Deddy Mizwar Menang
Pemeran Anak Terbaik Yan Cherry Budiono Menang
Skenario Terbaik Arswendo Atmowiloto Nominasi
Tata Musik Terbaik Idris Sardi Nominasi

Lihat juga[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]