Lompat ke isi

Masjid Pusaka Banua Lawas: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Wadaihangit (bicara | kontrib)
 
(38 revisi perantara oleh 15 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox religious building
{{inuseuntil|20 April 2010}}
|image = Masjid Pusaka Banua Lawas.jpg
'''Masjid Pusaka''' adalah sebuah [[masjid]] tua yang terletak di [[Banua Lawas, Tabalong]].
|caption = Masjid Pusaka dilihat dari samping kanan
|building_name = مسجد بوساكا بانوا لاوس<br />Masjid Pusaka Banua Lawas
|location = [[Tabalong]], [[Kalimantan Selatan]], [[Indonesia]]
|religious_affiliation = [[Islam]]
|website =
|architect =
|architecture_type = Masjid
|architecture_style =
|groundbreaking =
|year_completed =
|construction_cost =
|capacity =
|dome_quantity =
|dome_height_outer =
|dome_dia_outer =
|minaret_quantity =
|minaret_height =
}}


'''Masjid Pusaka Banua Lawas''' adalah sebuah [[masjid]] tua yang terletak di desa [[Banua Lawas, Banua Lawas, Tabalong|Banua Lawas]], [[Kabupaten Tabalong]], [[Kalimantan Selatan]]. Masjid ini juga sering disebut '''Masjid Pasar Arba''' karena pada hari [[rabu]] (''arba''), jumlah para pengunjung/peziarah lebih banyak dari hari-hari yang lain.<ref name="KP">[http://www.kaltimpost.co.id/?mib=berita.detail&id=15625 Masjid Pusaka Tabalong Jadi Bukti Sejarah]. ''Kaltim Post'', 21 Februari 2009. Diakses pada 16 April 2010</ref>
Di masjid tertua di Kabupaten Tabalong yang “dikeramatkan” itu, selain menjadi tempat ibadah, juga menjadi tonggak atau bukti sejarah diterimanya Islam bagi suku Dayak Tabalong.


Di masjid tertua di Kabupaten Tabalong yang dikeramatkan itu, selain menjadi tempat ibadah, juga menjadi tonggak atau bukti sejarah diterimanya Islam bagi [[suku Dayak Maanyan]] di Kabupaten Tabalong.<ref name="KP"/>
Masjid ini ramai dikunjungi atau diziarahi umat Islam, termasuk dari Kaltim. Di Masjid Pusaka ini, selain masih tersimpan beduk asli dan petaka sepanjang 110 cm. Keberadaannya sejak masjid dibangun tahun 1625 diprakarsai Khatib Dayan dan saudaranya Sultan Abdurrahman (dari kerajaan Banjar yang berpusat di Kuin).


Khatib Dayan dibantu tokoh-tokoh masyarakat Dayak, juga Datu Ranggana, Datu Kartamina, Datu Saripanji, Langlang Buana, Taruntung Manau, Timba Sagara, Layar Sampit, Pambalah Batung dan Garuntung Waluh.
Masjid ini ramai dikunjungi atau diziarahi umat Islam, termasuk dari [[Kaltim]]. Di Masjid Pusaka ini, selain masih tersimpan beduk asli dan petaka sepanjang 110 cm. Tidak ditemukan inskripsi mengenai kapan masjid didirikan, tetapi diperkirakan dibangun pada abad ke-17<ref>{{Cite web|last=bpcbkaltim|date=2021-05-31|title=Sejarah Masjid Pusaka Banua Lawas|url=http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbkaltim/sejarah-masjid-pusaka-banua-lawas/|website=Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Kalimantan Timur|language=en-US|access-date=2022-04-19}}</ref> diprakarsai Khatib Dayan dan saudaranya Sultan Abdurrahman (dari [[Kesultanan Banjar]] yang berpusat di [[Kuin]]). Khatib Dayan dibantu tokoh-tokoh masyarakat Dayak, juga Datu Ranggana, Datu Kartamina, Datu Saripanji, Langlang Buana, Taruntung Manau, Timba Sagara, Layar Sampit, Pambalah Batung dan Garuntung Waluh.<ref name="KP"/>


== Peninggalan ==
Di teras depan Masjid Pusaka, ada dua tajau (guci tempat penampungan air yang dulunya digunakan suku Dayak untuk memandikan anak yang baru lahir). Kendati diterpa atau disengat matahari, namun dua tajau yang usianya mencapai 400 tahun itu, menurut Kaum Masjid Pusaka Abdullah Syarif, tak berubah warnanya.
[[Berkas:Tajau Masjid Pusaka Banua Lawas.jpg|jmpl|ka|''Tajau'' atau guci yang merupakan salah satu peninggalan yang terdapat di Masjid Pusaka.]]
Di teras depan Masjid Pusaka, ada dua ''tajau'' (guci tempat penampungan air yang dulunya digunakan suku Dayak untuk memandikan anak yang baru lahir). Kendati diterpa atau disengat [[matahari]], namun dua tajau yang usianya mencapai 400 tahun itu tak berubah warnanya.<ref name="KP"/>


Para peziarah ke sana tak lupa membawa pulang air dalam tajau itu karena diyakini warga memiliki berkah digunakan cuci muka atau diminum. Kebanyakan mereka datang ke Masjid Pusaka pada hari Rabu karena bertepatan hari Pasar Arba di Banua Lawas.
Para peziarah ke sana tak lupa membawa pulang air dalam tajau itu karena diyakini warga memiliki berkah digunakan cuci muka atau diminum. Kebanyakan mereka datang ke Masjid Pusaka pada hari Rabu karena bertepatan hari pasar di [[Banua Lawas, Tabalong|Banua Lawas]].
Mereka menyempatkan diri ziarah, selain untuk beribadah antara lain sembahyang sunat [[tahiyatul masjid]] dan membaca [[surah Ya Sin]], juga ada yang mengaku membayar nazar, karena harapannya terkabul.<ref name="KP"/>


Di samping [[masjid]] terdapat pekuburan warga setempat sejak dahulu dan salah satu yang mencolok adalah bangunan (kubah) yang merupakan makam pejuang Banjar bernama [[Penghulu Rasyid]].<ref name="KP"/>
Mereka menyempatkan diri ziarah, selain untuk beribadah antara lain sembahyang sunat Tahiyatul Masjid dan membaca surat Yasin, juga ada yang mengaku membayar nazar, karena harapannya terkabul.


== Awalnya tempat pemujaan Kaharingan ==
Versi lain terdapat dalam tradisi lisan yang berkembang di daerah Banua Lawas dan sekitarnya yang menyebutkan bahwa tepat di lokasi Masjid Pusaka Banua Lawas yakni masjid tua berarsitektur tradisional beratap tumpang tiga, jauh sebelum agama Hindu dan Islam berkembang, sudah berdiri semacam pesanggra­han atau tempat pemujaan keper­cayaan Kaharingan suku Maanyan dalam bentuk yang sederhana.
Versi lain terdapat dalam tradisi lisan yang berkembang di daerah Banua Lawas dan sekitarnya yang menyebutkan bahwa tepat di lokasi Masjid Pusaka Banua Lawas yakni masjid tua berarsitektur tradisional beratap tumpang tiga, jauh sebelum agama [[Hindu]] dan [[Islam]] berkembang, sudah berdiri semacam pesanggra­han atau tempat pemujaan keper­cayaan Kaharingan [[suku Maanyan]] dalam bentuk yang sederhana.
Tempat pemujaan itu diang­gap sakral, dan man­faatnya terasa sangat penting bagi [[Suku Maanyan|orang-orang Maanyan]] yang pada masa itu banyak bermukim di Banua Lawas.<ref>http://www.freelists.org/post/nasional_list/ppiindia-Putri-Banjar-Di-Tanah-Dayak,1</ref>


Mereka kemudian menyebut daerah lokasi bangunan pemujaan tersebut sebagai ''Banua Lawas'' atau ''Banua Usang''. Suatu kemungkinan menunjukkan bahwa aktivitas masyarakat, kemunculan, dan berkembangnya daerah-daerah lain di sekitarnya berawal dari Banua Lawas ini.
Tempat pemujaan itu diang­gap sakral, dan man­faatnya terasa sangat penting bagi orang-orang Maanyan yang pada masa itu banyak bermukim di Banua Lawas.

Mereka kemudian menyebut daerah lokasi bangunan pemujaan tersebut sebagai Banua Lawas atau Banua Usang. Suatu kemungkinan menunjukkan bahwa aktivitas masyarakat, kemunculan, dan berkembangnya daerah-daerah lain di sekitarnya berawal dari Banua Lawas ini.


Kemungkinan peristiwa besar ter­jadi yang memaksa mereka harus meninggalkan kampung halaman dan bermukim atau membangun pemukiman baru, dan akhirnya mereka menyebut kampung yang ditinggalkan tersebut sebagai Banua Lawas.
Kemungkinan peristiwa besar ter­jadi yang memaksa mereka harus meninggalkan kampung halaman dan bermukim atau membangun pemukiman baru, dan akhirnya mereka menyebut kampung yang ditinggalkan tersebut sebagai Banua Lawas.


Tradisi lisan yang berkembang di Banua Lawas menyebutkan bahwa sebagian orang-orang Maanyan menyingkir karena mereka tidak bersedia menerima Islam sebagai agama mereka.
Tradisi lisan yang berkembang di Banua Lawas menyebutkan bahwa sebagian orang-orang Maanyan menyingkir karena mereka tidak bersedia menerima [[Islam]] sebagai agama mereka.
Tetapi kemungkinan lainnya adalah berkaitan dengan para imigran pelarian dari Jawa yang datang aki­bat kerusuhan politik di daerah asalnya dan mendirikan kerajaan baru di pulau Hujung Tanah berna­ma [[Negara Dipa]].<ref>[http://bubuhanbanjar.wordpress.com/2009/05/12/dari-kerajaan-tanjung-pura-ke-masjid-pusaka-2/ Dari Kerajaan Tanjung Pura ke Masjid Pusaka]</ref>

Tetapi kemungkinan lainnya adalah berkaitan dengan para imigran pelarian dari Jawa yang datang aki­bat kerusuhan politik di daerah asalnya dan mendirikan kerajaan baru di pulau Hujung Tanah berna­ma Negara Dipa.


== Referensi ==
== Referensi ==
{{reflist}}
* http://www.kaltimpost.co.id/?mib=berita.detail&id=15625

* http://bubuhanbanjar.wordpress.com/2009/05/12/dari-kerajaan-tanjung-pura-ke-masjid-pusaka-2/
== Pranala luar ==
* [http://bahasamaanyan.blogspot.com/2008/08/balai-adat-jadi-lambang-persaudara.html Balai Adat Jadi Lambang Persaudaraan Orang Maanyan, Banjar dan Madagaskar ]
* https://www.youtube.com/watch?v=Uw1n2cXkSzU Sejarah Mesjid Pusaka Banua Lawas



{{Masjid di Indonesia}}
{{Masjid di Indonesia}}
{{DEFAULTSORT:Pusaka Banua Lawas}}

[[Kategori:Masjid di Indonesia]]
[[Kategori:Masjid di Kalimantan Selatan]]
[[Kategori:Kabupaten Tabalong]]
[[Kategori:Masjid Kesultanan|Pusaka Banua Lawas]]
[[Kategori:Bangunan bersejarah di Kalimantan Selatan]]
[[Kategori:Masjid di Kabupaten Tabalong]]

Revisi terkini sejak 11 Juni 2024 02.19

مسجد بوساكا بانوا لاوس
Masjid Pusaka Banua Lawas
Masjid Pusaka dilihat dari samping kanan
Agama
AfiliasiIslam
Lokasi
LokasiTabalong, Kalimantan Selatan, Indonesia
Arsitektur
TipeMasjid

Masjid Pusaka Banua Lawas adalah sebuah masjid tua yang terletak di desa Banua Lawas, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Masjid ini juga sering disebut Masjid Pasar Arba karena pada hari rabu (arba), jumlah para pengunjung/peziarah lebih banyak dari hari-hari yang lain.[1]

Di masjid tertua di Kabupaten Tabalong yang dikeramatkan itu, selain menjadi tempat ibadah, juga menjadi tonggak atau bukti sejarah diterimanya Islam bagi suku Dayak Maanyan di Kabupaten Tabalong.[1]

Masjid ini ramai dikunjungi atau diziarahi umat Islam, termasuk dari Kaltim. Di Masjid Pusaka ini, selain masih tersimpan beduk asli dan petaka sepanjang 110 cm. Tidak ditemukan inskripsi mengenai kapan masjid didirikan, tetapi diperkirakan dibangun pada abad ke-17[2] diprakarsai Khatib Dayan dan saudaranya Sultan Abdurrahman (dari Kesultanan Banjar yang berpusat di Kuin). Khatib Dayan dibantu tokoh-tokoh masyarakat Dayak, juga Datu Ranggana, Datu Kartamina, Datu Saripanji, Langlang Buana, Taruntung Manau, Timba Sagara, Layar Sampit, Pambalah Batung dan Garuntung Waluh.[1]

Peninggalan[sunting | sunting sumber]

Tajau atau guci yang merupakan salah satu peninggalan yang terdapat di Masjid Pusaka.

Di teras depan Masjid Pusaka, ada dua tajau (guci tempat penampungan air yang dulunya digunakan suku Dayak untuk memandikan anak yang baru lahir). Kendati diterpa atau disengat matahari, namun dua tajau yang usianya mencapai 400 tahun itu tak berubah warnanya.[1]

Para peziarah ke sana tak lupa membawa pulang air dalam tajau itu karena diyakini warga memiliki berkah digunakan cuci muka atau diminum. Kebanyakan mereka datang ke Masjid Pusaka pada hari Rabu karena bertepatan hari pasar di Banua Lawas. Mereka menyempatkan diri ziarah, selain untuk beribadah antara lain sembahyang sunat tahiyatul masjid dan membaca surah Ya Sin, juga ada yang mengaku membayar nazar, karena harapannya terkabul.[1]

Di samping masjid terdapat pekuburan warga setempat sejak dahulu dan salah satu yang mencolok adalah bangunan (kubah) yang merupakan makam pejuang Banjar bernama Penghulu Rasyid.[1]

Awalnya tempat pemujaan Kaharingan[sunting | sunting sumber]

Versi lain terdapat dalam tradisi lisan yang berkembang di daerah Banua Lawas dan sekitarnya yang menyebutkan bahwa tepat di lokasi Masjid Pusaka Banua Lawas yakni masjid tua berarsitektur tradisional beratap tumpang tiga, jauh sebelum agama Hindu dan Islam berkembang, sudah berdiri semacam pesanggra­han atau tempat pemujaan keper­cayaan Kaharingan suku Maanyan dalam bentuk yang sederhana. Tempat pemujaan itu diang­gap sakral, dan man­faatnya terasa sangat penting bagi orang-orang Maanyan yang pada masa itu banyak bermukim di Banua Lawas.[3]

Mereka kemudian menyebut daerah lokasi bangunan pemujaan tersebut sebagai Banua Lawas atau Banua Usang. Suatu kemungkinan menunjukkan bahwa aktivitas masyarakat, kemunculan, dan berkembangnya daerah-daerah lain di sekitarnya berawal dari Banua Lawas ini.

Kemungkinan peristiwa besar ter­jadi yang memaksa mereka harus meninggalkan kampung halaman dan bermukim atau membangun pemukiman baru, dan akhirnya mereka menyebut kampung yang ditinggalkan tersebut sebagai Banua Lawas.

Tradisi lisan yang berkembang di Banua Lawas menyebutkan bahwa sebagian orang-orang Maanyan menyingkir karena mereka tidak bersedia menerima Islam sebagai agama mereka. Tetapi kemungkinan lainnya adalah berkaitan dengan para imigran pelarian dari Jawa yang datang aki­bat kerusuhan politik di daerah asalnya dan mendirikan kerajaan baru di pulau Hujung Tanah berna­ma Negara Dipa.[4]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f Masjid Pusaka Tabalong Jadi Bukti Sejarah. Kaltim Post, 21 Februari 2009. Diakses pada 16 April 2010
  2. ^ bpcbkaltim (2021-05-31). "Sejarah Masjid Pusaka Banua Lawas". Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Kalimantan Timur (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-04-19. 
  3. ^ http://www.freelists.org/post/nasional_list/ppiindia-Putri-Banjar-Di-Tanah-Dayak,1
  4. ^ Dari Kerajaan Tanjung Pura ke Masjid Pusaka

Pranala luar[sunting | sunting sumber]