Lompat ke isi

Kajoran, Karanggayam, Kebumen: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tjmoel (bicara | kontrib)
k {Karanggayam, Kebumen}
Warsobumen (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(17 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 6: Baris 6:
|nama dati2 =Kebumen
|nama dati2 =Kebumen
|kecamatan =Karanggayam
|kecamatan =Karanggayam
|nama pemimpin =-
|nama pemimpin =Sudiyo
|luas =-
|luas =... km²
|penduduk =-
|penduduk =... jiwa
|kepadatan =-
|kepadatan =... jiwa/km²
}}
}}
'''Kajoran''' adalah [[desa]] di [[kecamatan]] [[Karanggayam, Kebumen|Karanggayam]], [[Kabupaten Kebumen|Kebumen]], [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]].
'''Kajoran''' adalah [[desa]] di [[kecamatan]] [[Karanggayam, Kebumen|Karanggayam]], [[Kabupaten Kebumen|Kebumen]], [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]].
==Sejarah desa Kajoran==
{{refimprove}}
{{wikify}}
Secara administrasi Desa Kajoran masuk dalam wilayah Kecamatan Karanggayam, Kabupaten Kebumen. Dan secara geografis merupakan sebuah lembah yang dikelilingi oleh hutan dan perbukitan. Sebuah desa yang mempunyai keunikan dari sisi sejarahnya, karena mempunyai keterkaitan sejarah dengan beberapa desa atau wilayah yang mempunyai nama yang sama yaitu Kajoran. Masyarakat Kajoran pada umumnya adalah para petani yang bertani secara tradisional. Dari kehidupan sosial masyarakat Kajoran, terlihat bahwa sebagian besar masih sangat menghargai adat, tradisi dan ajaran para leluhur.


          Walaupun ditengah  derasnya arus globalisasi yang memungkinkan banyaknya ajaran dari luar dengan mudah masuk ke Desa Kajoran, namun masyarakat tetap mampu mempertahankan adat, tradisi dan ajaran para leluhur. Dan semua itu bisa dilakukan karena sebagian besar warga Kajoran masih satu keluarga besar dibawah naungan Trah Mbah Agung Kajoran. Rasa persaudaraan yang ada mempermudah masyarakat mempertahankan prinsip kekeluargaan dan gotong royong yang selama ini menjadi modal sosial terpenting dalam kemasyarakatan.
{{Karanggayam, Kebumen}}
{{kelurahan-stub}}


Trah Mbah Agung Kajoran sendiri juga menjadi salah satu keunikan lain dari Desa Kajoran, menjadi desa yang lebih dari 90% adalah keturunan dari pendirinya. Sehingga secara umum dapat mempunyai pandangan yang sama dalam bermasyarakat. Sedangkan nama Kajoran sendiri diambil dari nama tempat asal pendirinya, yakni sebuah wilayah perdikan yang ada di kerajaan Mataram. Penggunaan nama Kajoran juga sebagai wujud kebanggan kepada para leluhur pendiri Trah Kajoran.
[[jv:Kajoran, Karanggayam, Kebumèn]]
===A. Leluhur dan pendiri Desa Kajoran===
Masyarakat di Desa Kajoran dan sekitarnya pada umumnya lebih mengenal beliau dengan nama Mbah Lugu atau Mbah Agung dan juga Eyang Danasari. Pendiri dan leluhur trah Kajoran yang ada di Desa Kajoran, Kecamatan Karanggayam, Kabupaten Kebumen sekitar tahun 1680an. Sebelum kedatangan beliau wilayah Kajoran merupakan sebuah hutan yang dikelilingi oleh pegunungan dan disebut dengan nama hutan Jurangjero.          Kedatangan Mbah Agung awalnya melalui Gunung Buthak yang merupakan batas selatan hutan Jurangjero.  Sesampainya ditempat yang dituju Mbah Agung dan anak serta para pengikutnya memulai 'babad alas' untuk membangun pemukiman. Dimulai dari tempat yang sekarang masuk wilayah Dukuh Kemojing, Desa Kajoran. Karena dibangun dan dihuni oleh orang dari Kajoran maka wilayah tersebut selanjutnya disebut sebagai wilayah dengan nama Kajoran. Selain itu nama Kajoran sendiri juga merupakan nama keluarga besar dari Mbah Agung, yakni Trah Kajoran.
===B. Cikal bakal pemukiman Kajoran===
Tempat Mbah Agung pertama tinggal sampai saat ini masih terdapat ”petilasannya” berada di sebelah timur Masjid Kajoran yang ada di Dukuh Kemojing, Desa Kajoran. Tempat bersejarah yang menjadi tempat awal pembukaan hutan untuk pemukiman orang-orang Kajoran.

Masjid Kajoran merupakan salah satu peninggalan Mbah Agung yang dibuat sejak awal adanya pemukiman Kajoran. Digunakan sebagai tempat ibadah sekaligus mengajarkan ilmu agama, ilmu kebatinan dan kanuragan kepada anak dan pengikutnya.

Karena pada dasarnya beliau di tempat asalnya adalah seorang ulama dan juga sesepuh kejawen yang mempunyai banyak murid dan pengikut. Sehingga sampai saat ini sebagian besar warga Kajoran dan sekitarnya merupakan penganut ajaran Kejawen yang masih tetap melestarikan adat serta ajaran dari para leluhur. 

Setelah Kajoran mulai berkembang selanjutnya Mbah Agung memilih tinggal di hutan sebelah utara Kajoran untuk menyepi, tepatnya tengah utara hutan Jurangjero. Mbah Agung membuat pesangrahan yang digunakan untuk tinggal dan menghabiskan masa tua.

Beliau wafat sekitar tahun 1700an dan dimakamkan di Pesarean Ageng Kajoran di Desa Karangtengah. 

Selanjutnya anak cucu Mbah Agung juga melanjutkan babat alas memperluas pemukiman.

Diantaranya Mbah Derwak dibantu putra bungsunya yaitu Mbah Kedungpane, membuat pemukiman di utara Kajoran yang diberi nama Kewao. Selanjutnya Mbah Kedungpane meneruskan babat alas sampai ke Kaligondang.

Mbah Padureksa dibantu putra sulungnya yaitu Mbah Kertabrani, memperluas pemukiman kearah barat yang sekarang menjadi Kaligowok dan Sudagaran.

Mbah Cakradipa putra kedua Mbah Padureksa memperluas pemukiman ke utara sungai di Karangtengah sampai Pagerkitiran.

Sehingga sampai Mbah Agung wafat hampir seluruh hutan Jurangjero sudah dibuka untuk pemukiman meskipun saat itu masih terpisah-pisah. Dan diteruskan juga oleh generasi berikutnya memperluas pemukiman sampai perbukitan-perbukitan disekitar hutan Jurangjero.

Setelah Kajoran mulai berkembang selanjutnya Mbah Agung memilih tinggal di hutan sebelah utara Kajoran, tepatnya dilereng utara hutan Jurangjero. Mbah Agung membuat pesangrahan yang digunakan untuk tinggal dan menghabiskan masa tua. Beliau wafat sekitar tahun 1700an dan dimakamkan di Pesarean Ageng Kajoran di Desa Karangtengah. 

===C. Terpisahnya Kajoran dan Karangtengah===

Desa Karangtengah merupakan sebuah desa yang berada ditengah-tengah Desa Kajoran. Kajoran dan Karangtengah terbagi menjadi dua wilayah sekitar akhir tahun 1700an, pada masa generasi ke 3 keturunan Mbah Agung, yaitu Mbah Kertabrani memimpin di Kajoran atau wilayah Kajoran selatan dan Mbah Cakradipa Demang di Karangtengah atau wilayah Kajoran utara.

Keduanya merupakan putra Mbah Padureksa dari Mbah Derwak Kajoran putra Mbah Agung Kajoran. Hingga pada masa pembentukan desa secara administrasi selanjutnya kedua wilayah tersebut kepemimpinannya diteruskan oleh anak cucu masing-masing.

Meskipun secara administrasi saat ini sudah berbeda, namun kehidupan sosial masyarakat Kajoran dan Karangtengah pada dasarnya sama karakternya. Nampak jelas saat didalam kegiatan kemasyarakatan kedua desa sama-sama mempunyai kepedulian satu dengan lainnya.

===D. Daftar pemimpin di Kajoran===

Awal berdirinya Kajoran (1680 - ....):

1. Mbah Agung Kajoran (Pendiri Desa  Kajoran)

2. Mbah Derwak Kajoran

3. Padureksa

4. Kertabrani

5. Secadikara

6. Secataruna

7. Suradikara (.... - 1930)

8. Cokrosudarmo (1930 - 1940)

9. Sosrosuparto (1940 - 1950)

Pasca Kemerdekaan:

10. Surodiwiryo (1950 - 1953)

11. Nititaruno (1953 - 1972)

12. Tarijan (1972 - 1989)

13. Sutarno (1989 - 1999)

14. Sudiyo (1999 - 2007)

15. Suroso (2007 - 2013)

16. Sudiyo (2013 - 2019)

17. Ariyanto (2019 - ~)

== Pranala luar ==
{{RefDagri|2022}}

{{Karanggayam, Kebumen}}

{{Authority control}}


{{Kelurahan-stub}}

Revisi terkini sejak 20 Juni 2024 03.27

Kajoran
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenKebumen
KecamatanKaranggayam
Kode Kemendagri33.05.21.2002 Edit nilai pada Wikidata
Luas... km²
Jumlah penduduk... jiwa
Kepadatan... jiwa/km²
Peta
PetaKoordinat: 7°35′30″S 109°36′17″E / 7.59167°S 109.60472°E / -7.59167; 109.60472

Kajoran adalah desa di kecamatan Karanggayam, Kebumen, Jawa Tengah, Indonesia.

Sejarah desa Kajoran

[sunting | sunting sumber]

Secara administrasi Desa Kajoran masuk dalam wilayah Kecamatan Karanggayam, Kabupaten Kebumen. Dan secara geografis merupakan sebuah lembah yang dikelilingi oleh hutan dan perbukitan. Sebuah desa yang mempunyai keunikan dari sisi sejarahnya, karena mempunyai keterkaitan sejarah dengan beberapa desa atau wilayah yang mempunyai nama yang sama yaitu Kajoran. Masyarakat Kajoran pada umumnya adalah para petani yang bertani secara tradisional. Dari kehidupan sosial masyarakat Kajoran, terlihat bahwa sebagian besar masih sangat menghargai adat, tradisi dan ajaran para leluhur.

          Walaupun ditengah  derasnya arus globalisasi yang memungkinkan banyaknya ajaran dari luar dengan mudah masuk ke Desa Kajoran, namun masyarakat tetap mampu mempertahankan adat, tradisi dan ajaran para leluhur. Dan semua itu bisa dilakukan karena sebagian besar warga Kajoran masih satu keluarga besar dibawah naungan Trah Mbah Agung Kajoran. Rasa persaudaraan yang ada mempermudah masyarakat mempertahankan prinsip kekeluargaan dan gotong royong yang selama ini menjadi modal sosial terpenting dalam kemasyarakatan.

Trah Mbah Agung Kajoran sendiri juga menjadi salah satu keunikan lain dari Desa Kajoran, menjadi desa yang lebih dari 90% adalah keturunan dari pendirinya. Sehingga secara umum dapat mempunyai pandangan yang sama dalam bermasyarakat. Sedangkan nama Kajoran sendiri diambil dari nama tempat asal pendirinya, yakni sebuah wilayah perdikan yang ada di kerajaan Mataram. Penggunaan nama Kajoran juga sebagai wujud kebanggan kepada para leluhur pendiri Trah Kajoran.

A. Leluhur dan pendiri Desa Kajoran

[sunting | sunting sumber]

Masyarakat di Desa Kajoran dan sekitarnya pada umumnya lebih mengenal beliau dengan nama Mbah Lugu atau Mbah Agung dan juga Eyang Danasari. Pendiri dan leluhur trah Kajoran yang ada di Desa Kajoran, Kecamatan Karanggayam, Kabupaten Kebumen sekitar tahun 1680an. Sebelum kedatangan beliau wilayah Kajoran merupakan sebuah hutan yang dikelilingi oleh pegunungan dan disebut dengan nama hutan Jurangjero.          Kedatangan Mbah Agung awalnya melalui Gunung Buthak yang merupakan batas selatan hutan Jurangjero.  Sesampainya ditempat yang dituju Mbah Agung dan anak serta para pengikutnya memulai 'babad alas' untuk membangun pemukiman. Dimulai dari tempat yang sekarang masuk wilayah Dukuh Kemojing, Desa Kajoran. Karena dibangun dan dihuni oleh orang dari Kajoran maka wilayah tersebut selanjutnya disebut sebagai wilayah dengan nama Kajoran. Selain itu nama Kajoran sendiri juga merupakan nama keluarga besar dari Mbah Agung, yakni Trah Kajoran.

B. Cikal bakal pemukiman Kajoran

[sunting | sunting sumber]

Tempat Mbah Agung pertama tinggal sampai saat ini masih terdapat ”petilasannya” berada di sebelah timur Masjid Kajoran yang ada di Dukuh Kemojing, Desa Kajoran. Tempat bersejarah yang menjadi tempat awal pembukaan hutan untuk pemukiman orang-orang Kajoran.

Masjid Kajoran merupakan salah satu peninggalan Mbah Agung yang dibuat sejak awal adanya pemukiman Kajoran. Digunakan sebagai tempat ibadah sekaligus mengajarkan ilmu agama, ilmu kebatinan dan kanuragan kepada anak dan pengikutnya.

Karena pada dasarnya beliau di tempat asalnya adalah seorang ulama dan juga sesepuh kejawen yang mempunyai banyak murid dan pengikut. Sehingga sampai saat ini sebagian besar warga Kajoran dan sekitarnya merupakan penganut ajaran Kejawen yang masih tetap melestarikan adat serta ajaran dari para leluhur. 

Setelah Kajoran mulai berkembang selanjutnya Mbah Agung memilih tinggal di hutan sebelah utara Kajoran untuk menyepi, tepatnya tengah utara hutan Jurangjero. Mbah Agung membuat pesangrahan yang digunakan untuk tinggal dan menghabiskan masa tua.

Beliau wafat sekitar tahun 1700an dan dimakamkan di Pesarean Ageng Kajoran di Desa Karangtengah. 

Selanjutnya anak cucu Mbah Agung juga melanjutkan babat alas memperluas pemukiman.

Diantaranya Mbah Derwak dibantu putra bungsunya yaitu Mbah Kedungpane, membuat pemukiman di utara Kajoran yang diberi nama Kewao. Selanjutnya Mbah Kedungpane meneruskan babat alas sampai ke Kaligondang.

Mbah Padureksa dibantu putra sulungnya yaitu Mbah Kertabrani, memperluas pemukiman kearah barat yang sekarang menjadi Kaligowok dan Sudagaran.

Mbah Cakradipa putra kedua Mbah Padureksa memperluas pemukiman ke utara sungai di Karangtengah sampai Pagerkitiran.

Sehingga sampai Mbah Agung wafat hampir seluruh hutan Jurangjero sudah dibuka untuk pemukiman meskipun saat itu masih terpisah-pisah. Dan diteruskan juga oleh generasi berikutnya memperluas pemukiman sampai perbukitan-perbukitan disekitar hutan Jurangjero.

Setelah Kajoran mulai berkembang selanjutnya Mbah Agung memilih tinggal di hutan sebelah utara Kajoran, tepatnya dilereng utara hutan Jurangjero. Mbah Agung membuat pesangrahan yang digunakan untuk tinggal dan menghabiskan masa tua. Beliau wafat sekitar tahun 1700an dan dimakamkan di Pesarean Ageng Kajoran di Desa Karangtengah. 

C. Terpisahnya Kajoran dan Karangtengah

[sunting | sunting sumber]

Desa Karangtengah merupakan sebuah desa yang berada ditengah-tengah Desa Kajoran. Kajoran dan Karangtengah terbagi menjadi dua wilayah sekitar akhir tahun 1700an, pada masa generasi ke 3 keturunan Mbah Agung, yaitu Mbah Kertabrani memimpin di Kajoran atau wilayah Kajoran selatan dan Mbah Cakradipa Demang di Karangtengah atau wilayah Kajoran utara.

Keduanya merupakan putra Mbah Padureksa dari Mbah Derwak Kajoran putra Mbah Agung Kajoran. Hingga pada masa pembentukan desa secara administrasi selanjutnya kedua wilayah tersebut kepemimpinannya diteruskan oleh anak cucu masing-masing.

Meskipun secara administrasi saat ini sudah berbeda, namun kehidupan sosial masyarakat Kajoran dan Karangtengah pada dasarnya sama karakternya. Nampak jelas saat didalam kegiatan kemasyarakatan kedua desa sama-sama mempunyai kepedulian satu dengan lainnya.

D. Daftar pemimpin di Kajoran

[sunting | sunting sumber]

Awal berdirinya Kajoran (1680 - ....):

1. Mbah Agung Kajoran (Pendiri Desa  Kajoran)

2. Mbah Derwak Kajoran

3. Padureksa

4. Kertabrani

5. Secadikara

6. Secataruna

7. Suradikara (.... - 1930)

8. Cokrosudarmo (1930 - 1940)

9. Sosrosuparto (1940 - 1950)

Pasca Kemerdekaan:

10. Surodiwiryo (1950 - 1953)

11. Nititaruno (1953 - 1972)

12. Tarijan (1972 - 1989)

13. Sutarno (1989 - 1999)

14. Sudiyo (1999 - 2007)

15. Suroso (2007 - 2013)

16. Sudiyo (2013 - 2019)

17. Ariyanto (2019 - ~)

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]