Raden Trunajaya: Perbedaan antara revisi
Trunojoya menjadi Trunojaya |
kTidak ada ringkasan suntingan Tag: Pengembalian manual VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
(43 revisi perantara oleh 26 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{Infobox person |
|||
{{refimprove}} |
|||
| name = Trunajaya |
|||
'''Raden Trunojoyo''', sering pula ditulis '''Trunajaya''', atau gelarnya '''Panembahan Maduretno''' ([[Pulau Madura|Madura]], k.1649 - Payak, [[Bantul]], 2 Januari 1680) adalah seorang bangsawan Madura yang pernah melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan [[Amangkurat I]] dan [[Amangkurat II]] dari [[Kesultanan Mataram|Mataram]]. Pasukannya yang bermarkas di [[Kediri]] pernah menyerang dan berhasil menjarah [[keraton]] Mataram tahun 1677, yang mengakibatkan Amangkurat I melarikan diri dan meninggal dalam pelariannya. Trunojoyo akhirnya berhasil dikalahkan Mataram dengan bantuan dari [[VOC]] pada penghujung tahun 1679. |
|||
| image = Detail painting of Trunajaya executed by Amangkurat II.jpg |
|||
| alt = Raden Trunajaya dihukum mati oleh Amangkurat I pada 1680 |
|||
| caption = Lukisan anonim yang menggambarkan Trunajaya ditusuk Sunan [[Amangkurat II]], {{circa|1890}} ([[KITLV]])<ref>{{Cite web|title="Vorst Mangkoe Rat II doorsteekt met zijn kris, genaamd "de eerwaarde Blabor", den opstandeling Troenadjaja, dien hij met zijne twee vrouwen Kliting Koening en Kliting Woengoe, zusters van den vorst voor zich had laten komen, niettegenstaande dien opst...|url=https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/view/item/852349|website=Leiden University Libraries Digital Collections}}</ref> |
|||
| birth_date = {{Birth year|1649}} |
|||
| birth_place = Arosbaya (kini [[Kabupaten Bangkalan|Bangkalan]]), [[Pulau Madura|Madura]], [[Kesultanan Mataram]] |
|||
| death_date = 2 Januari 1680 |
|||
| death_place = Payak, [[Jawa Timur]], [[Kesultanan Mataram]] |
|||
| other_names = Panembahan Maduretna Panatagama |
|||
| known_for = [[Pemberontakan Trunajaya]] |
|||
| notable_works = |
|||
}} |
|||
'''Raden Trunajaya''' (1649 – 2 Januari 1680), juga dieja '''Trunojoyo''' dan menyatakan dirinya sebagai '''Panembahan Maduretna Panatagama''',{{Sfn|Hoëvell|1849|p=214}} adalah seorang bangsawan dari Madura yang dikenal memimpin [[Pemberontakan Trunajaya]] terhadap pemerintahan [[Kesultanan Mataram]] di [[Jawa]]. |
|||
== |
== Kehidupan awal == |
||
Trunajaya lahir sekitar tahun 1649.{{Sfn|Ricklefs|1981|p=70}} Pamannya adalah seorang pangeran [[Kabupaten Sampang|Sampang]], [[Cakraningrat II]].{{Sfn|Pigeaud|De Graaf|2012|p=87}} Trunajaya merupakan keturunan dari raja terakhir Madura Barat{{Efn|Madura Barat adalah sebuah kerajaan yang terdiri dari [[Kabupaten Bangkalan|Bangkalan]] dan [[Kabupaten Sampang|Sampang]]. Dalam sejarah Jawa, Madura Barat cukup dirujuk sebagai Madura saja.{{Sfn|Pigeaud|De Graaf|2012|p=16}}}} yang dipaksa tinggal di Mataram setelah dianeksasi dalam [[Penaklukan Surabaya oleh Mataram|Penaklukan Surabaya]] oleh [[Sultan Agung dari Mataram]].{{Sfn|Pigeaud|De Graaf|2012|p=67-68}} |
|||
Pada tahun 1624 Sultan Agung menaklukkan pulau Madura. Raden Prasena, salah seorang bangsawan Madura, ditawan dan dibawa ke Mataram. Karena ketampanan dan kelakuannya yang baik, Sultan Agung menyukai Raden Prasena. Ia kemudian diangkat menjadi menantu dan dijadikan penguasa bawahan Mataram untuk wilayah Madura Barat, dengan gelar Panembahan Cakraningrat atau [[Cakraningrat I]]. Cakraningrat I lebih banyak berada di Mataram daripada memerintah di Madura. Anak Cakraningrat dari selir, bernama [[Raden Demang Melayakusuma]], menjalankan pemerintahan sehari-hari di Madura Barat. Mereka berdua sekaligus juga menjadi panglima perang bagi Mataram. |
|||
Trunajaya membenci [[Amangkurat I]] karena ayahnya dibunuh atas perintahnya pada 1656 dan intrik dalam keraton membuat Trunajaya meninggalkan [[Keraton Plered]] dan pindah ke [[Kajoran, Klaten Selatan, Klaten|Kajoran]], sebuah daerah berjarak sekitar 26 kilometer utara laut dari keraton dan berada di dalam kawasan suci [[Sunan Bayat|Tembayat]].{{Sfn|Ricklefs|1981|p=70}} |
|||
Setelah Sultan Agung wafat, pemerintahan Mataram dipegang oleh [[Amangkurat I]], yang memerintah dengan keras dan menjalin persekutuan dengan [[VOC]]. Hal ini menimbulkan gelombang ketidak-puasan pada kerabat istana dan para ulama, yang ditindak dengan tegas oleh Amangkurat I. Pertentangan yang sedemikian hebat antara Amangkurat I dan para ulama bahkan akhirnya berujung pada penangkapan, sehingga banyak ulama dan santri dari wilayah kekuasaan Mataram dihukum mati. |
|||
=== Kehidupan di Kajoran === |
|||
Pangeran Alit, adik Amangkurat I sendiri pada tahun 1656 melakukan pemberontakan. Cakraningrat I dan Demang Melayakusuma diutus untuk memadamkan pemberontakan berhasil dalam tugasnya, akan tetapi keduanya tewas dan dimakamkan di pemakaman Mataram di [[Imogiri]]. Penguasaan Madura kemudian dipegang oleh Raden Undagan, adik Melayakusuma yang kemudian bergelar Panembahan Cakraningrat II. Sebagaimana ayahnya, [[Cakraningrat II]] juga lebih banyak berada di Mataram daripada memerintah di Madura. |
|||
Di Kajoran, Trunajaya bertemu dengan [[Raden Kajoran]], seorang bangsawan yang merupakan keturunan dari keluarga [[Sunan Bayat]] dan [[Wangsa Mataram]], dan menikahi putri sulungnya. Raden Kajoran kemudian memperkenalkan Trunajaya dengan putra mahkota [[Amangkurat I]], kelak [[Amangkurat II]] pada 1670 dan mendorong pemahaman antara menantunya yang merasa diremehkan dan putra mahkota yang menyimpan dendam terhadap ayahnya. Hasilnya adalah persekongkolan melawan Amangkurat I.{{Sfn|Ricklefs|1981|p=70}}{{Sfn|Pigeaud|De Graaf|2012|p=67-68}} |
|||
== Pemberontakan |
== Pemberontakan terhadap Kesultanan Mataram == |
||
{{main|Pemberontakan Trunajaya}}Pada 1674, Trunajaya memimpin pemberontakan terhadap raja Mataram [[Amangkurat I]] dan [[Amangkurat II]] dengan dukungan dari para pejuang asal [[Kota Makassar|Makassar]] yang dipimpin oleh [[Karaeng Galesong]].{{sfn|Soekmono|2003|p=68}} Pemberontakan bergerak cepat dan ibu kota Mataram [[Keraton Plered]] [[Kejatuhan Plered|berhasil direbut]] pada pertengahan 1677. |
|||
Ketidakpuasan terhadap Amangkurat I juga dirasakan putra mahkota yang bergelar Pangeran Adipati Anom. Namun Adipati Anom tidak berani memberontak secara terang-terangan. Diam-diam ia meminta bantuan Raden Kajoran alias Panembahan Rama, yang merupakan ulama dan termasuk kerabat istana Mataram. Raden Kajoran kemudian memperkenalkan menantunya, yaitu Trunojoyo putra Raden Demang Melayakusuma sebagai alat pemberontakan Adipati Anom. |
|||
Selepas jatuhnya Plered, Amangkurat I melarikan diri ke pantai utara bersama putra sulungnya Amangkurat II dan meninggalkan putra bungsunya [[Pakubuwana I|Pangeran Puger]]. Karena tampak lebih tertarik pada keuntungan dan balas dendam daripada menjalankan kerajaan yang sedang direbut, pemberontak Trunajaya menjarah keraton dan mundur ke bentengnya di [[Kota Kediri|Kediri]], meninggalkan Pangeran Puger menguasai keraton yang lemah. |
|||
Trunojoyo dengan cepat berhasil membentuk laskar, yang berasal dari rakyat Madura yang tidak menyukai penjajahan Mataram. Pemberontakan Trunojoyo diawali dengan penculikan Cakraningrat II, yang kemudian diasingkannya ke Lodaya, Kediri. Tahun 1674 Trunojoyo berhasil merebut kekuasaan di Madura, dia memproklamirkan diri sebagai raja merdeka di Madura barat, dan merasa dirinya sejajar dengan penguasa Mataram. Pemberontakan ini diperkirakan mendapat dukungan dari rakyat Madura, karena Cakraningrat II dianggap telah mengabaikan pemerintahan. |
|||
Ketika dalam perjalanan menuju [[Batavia]] meminta perlindungan [[Vereenigde Oostindische Compagnie|VOC]], Amangkurat I meninggal dunia di [[Kabupaten Tegal|Tegal]]. Amangkurat II kemudian naik menjadi raja Mataram menggantikan ayahnya.{{sfn|Soekmono|2003|p=68}} Amangkurat II pun hampir tidak berdaya sebagai raja setelah melarikan diri tanpa sebuah pasukan atau sumber daya untuk membangunnya. Sebagai upaya untuk mendapatkan kerajaanya kembali, ia membuat konsesi kepada VOC. Ia berjanji akan memberikan [[Semarang]] jika VOC membantu ia untuk menumpas pemberontakan. |
|||
Laskar Madura pimpinan Trunojoyo, kemudian juga bekerja sama [[Karaeng Galesong]], pemimpin kelompok pelarian warga [[Makassar]] pendukung [[Sultan Hasanuddin]] yang telah dikalahkan VOC. Kelompok tersebut berpusat di Demung, Panarukan. Mereka setuju untuk mendukung Trunojoyo memerangi Amangkurat I dan Mataram yang bekerja sama dengan VOC. Trunojoyo bahkan mengawinkan putrinya dengan putra Karaeng Galesong untuk mempererat hubungan mereka. Selain itu, Trunojoyo juga mendapat dukungan dari Panembahan Giri dari Surabaya yang juga tidak menyukai Amangkurat I karena tindakannya terhadap para ulama penentangnya. |
|||
[[Berkas:Vorst Mangkoe Rat II doorsteekt met zijn kris, genaamd "de eerwaarde Blabor", den opstandeling Troenadjaja.jpg|jmpl|261x261px|Lukisan anonim {{Circa|1890}} yang menggambarkan Amangkurat II menghukum mati Trunajaya dengan cara ditusuk dengan keris yang disaksikan oleh kedua istrinya dan perwira VOC.]] |
|||
VOC setuju, karena bagi mereka, sebuah Kesultanan Mataram yang stabil yang sangat berutang budi kepada mereka akan membantu memastikan kelanjutan perdagangan dengan syarat-syarat yang menguntungkan. Pasukan VOC, terdiri dari pasukan bersenjata ringan dari Makassar dan [[Pulau Ambon|Ambon]], di samping tentara Eropa yang dipersenjatai lengkap, pertama kali [[Kampanye militer Kediri (1678)|mengalahkan Trunajaya di Kediri]] pada November 1678. Trunajaya sendiri ditangkap pada 1679 di dekat [[Ngantang, Malang|Ngantang]], [[Kota Malang|Malang]]. Awalnya, dia diperlakukan dengan hormat sebagai tawanan komandan VOC. Takut bahwa ia akan mengakhiri persekutuan antara Mataram dengan VOC, Amangkurat II memutuskan untuk menikam Trunajaya dengan [[keris]] sebagai hukuman saat melakukan kunjungan seremonial ke kediaman bangsawan di sebuah desa bernama Payak, [[Jawa Timur]], pada 2 Januari 1680.{{Sfn|Pigeaud|De Graaf|2012|p=82-83}} |
|||
== Peninggalan == |
|||
Di bawah pimpinan Trunojoyo, pasukan gabungan orang-orang Madura, Makassar, dan Surabaya berhasil mendesak pasukan Amangkurat I. Kemenangan demi kemenangan atas pasukan Amangkurat I menimbulkan perselisihan antara Trunojoyo dan Adipati Anom. Trunojoyo diperkirakan tidak bersedia menyerahkan kepemimpinannya kepada Adipati Anom. Pasukan Trunojoyo bahkan berhasil mengalahkan pasukan Mataram di bawah pimpinan Adipati Anom yang berbalik mendukung ayahnya pada bulan Oktober 1676. Tanpa diduga, Trunojoyo berhasil menyerbu ibukota Mataram, Plered. Amangkurat I terpaksa melarikan diri dari keratonnya dan berusaha menyingkir ke arah barat, akan tetapi kesehatannya mengalami kemunduran. Setelah terdesak ke Wonoyoso, ia akhirnya meninggal di Tegal dan dimakamkan di suatu tempat yang bernama Tegal Arum. Sesudahnya, Susuhunan Amangkurat I kemudian juga dikenal dengan julukan [[Sunan Tegal Arum]]. Adipati Anom dinobatkan menjadi Amangkurat II, dan Mataram secara resmi menandatangani persekutuan dengan VOC untuk melawan Trunojoyo. Persekutuan ini dikenal dengan nama Perjanjian Jepara (September 1677) yang isinya Sultan Amangkurat II Raja Mataram harus menyerahkan pesisir Utara Jawa jika VOC membantu memenangkan terhadap pemberontakan Trunojoyo. |
|||
Pemberontakan Trunajaya dikenang sebagai perjuangan heroik bagi rakyat Madura melawan kekuatan asing Kesultanan Mataram dan VOC. Muncul usulan agar Raden Trunajaya diangkat menjadi [[Pahlawan nasional|Pahlawan Nasional]].<ref>{{Cite web|date=6 Mei 2006|title=Trunajaya Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional|url=http://lipi.go.id/berita/single/Trunajaya-Diusulkan-Jadi-Pahlawan-Nasional/122|website=Berita LIPI|publisher=Kompas|language=|access-date=12 Maret 2022}}</ref><ref>{{Cite web|last=Ghazi|first=Mohammad|date=14 Agustus 2020|title=Usulan Pangeran Trunojoyo Sebagai Pahlawan Nasional Dimatangkan|url=https://mediaindonesia.com/nusantara/336497/usulan-pangeran-trunojoyo-sebagai-pahlawan-nasional-dimatangkan|website=[[Media Indonesia]]|language=id|access-date=12 Maret 2022}}</ref> Namanya kemudian diabadikan sebagai nama bandar udara di [[Kabupaten Sumenep|Sumenep]], [[Bandar Udara Trunojoyo]] dan [[Universitas Trunojoyo Madura|Universitas Trunojoyo]] di Bangkalan, Madura. |
|||
== Catatan == |
|||
Trunojoyo yang setelah kemenangannya bergelar ''Panembahan Maduretno'', kemudian mendirikan pemerintahannya sendiri. Saat itu hampir seluruh wilayah pesisir Jawa sudah jatuh ke tangan Trunajaya, meskipun wilayah pedalaman masih banyak yang setia kepada Mataram. VOC sendiri pernah mencoba menawarkan perdamaian, dan meminta Trunojoyo agar datang secara pribadi ke benteng VOC di Danareja. Trunojoyo menolak tawaran tersebut. |
|||
{{notelist}} |
|||
== |
== Referensi == |
||
=== Catatan kaki === |
|||
Setelah usaha perdamaian tidak membawa hasil, VOC di bawah pimpinan [[Gubernur Jendral]] [[Cornelis Speelman]] akhirnya memusatkan kekuatannnya untuk menaklukkan perlawanan Trunojoyo. Di laut, VOC mengerahkan pasukan [[Bugis]] di bawah pimpinan [[Aru Palakka]] dari [[Bone]] untuk mendukung peperangan laut melawan pasukan Karaeng Galesong; dan mengerahkan pasukan [[Maluku]] di bawah pimpinan [[Kapitan Jonker]] untuk melakukan serangan darat besar-besaran bersama pasukan Amangkurat II. |
|||
<references /> |
|||
=== Daftar pustaka === |
|||
Pada April 1677, Speelman bersama pasukan VOC berangkat untuk menyerang Surabaya dan berhasil menguasainya. Speelman yang memimpin pasukan gabungan berkekuatan sekitar 1.500 orang berhasil terus mendesak Trunojoyo. Benteng Trunojoyo sedikit demi sedikit dapat dikuasai oleh VOC. Akhirnya Trunojoyo dapat dikepung, dan menyerah di lereng [[Gunung Kelud]] pada tanggal 27 Desember 1679 kepada Kapitan Jonker. Trunojoyo kemudian diserahkan kepada Amangkurat II yang berada di Payak, Bantul. Pada 2 Januari 1680, Amangkurat II menghukum mati Trunojoyo. |
|||
* {{Cite book|last=Hoëvell|first=W. R. V.|date=1849|url=https://books.google.co.id/books?id=u56o81YWqPIC&vq=amral&hl=id&pg=RA2-PA214#v=onepage&q&f=false|title=Tijdschrift voor Nederlandsch-Indie͏̈|publisher=Becht|language=nl|ref=harv|url-status=live}} |
|||
* {{cite book|last=Pigeaud|first=T. G. Th.|last2=De Graaf|first2=H. J.|ref=harv|authorlink=Theodoor Gautier Thomas Pigeaud|date=2012|orig-year=1972|url-status=live|url=https://doi.org/10.1163/9789004287006|title=Islamic States in Java 1500–1700|location=Den Haag|publisher=Brill|language=en}} |
|||
== Keadaan sesudahnya == |
|||
* {{cite book|last=Ricklefs|first=M.C.|date=1981|url=https://books.google.com/books?id=0AAdBQAAQBAJ|title=A History of Modern Indonesia C. 1300 to the Present|location=London|publisher=The Macmillan Press|isbn=978-1-349-16645-9|language=en|ref=harv|authorlink=M. C. Ricklefs|url-status=live}}{{Pranala mati|date=Februari 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }} |
|||
Dengan padamnya pemberontakan Trunojoyo, Amangkurat II memindah kraton [[Plered]] yang sudah ambruk ke Kartasura. Mataram berhutang biaya peperangan yang sedemikian besarnya kepada VOC, sehingga akhirnya kota-kota pelabuhan di pesisir utara Jawa diserahkan sebagai bayarannya kepada VOC. Cakraningrat II juga diangkat kembali oleh VOC sebagai penguasa di Madura, dan sejak saat itu VOC pun terlibat dalam penentuan suksesi dan kekuasaan di Madura. |
|||
* {{cite book|last=Soekmono|first=R.|ref=harv|author-link=Soekmono|date=2003|orig-year=1973|url-status=live|title=Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3|edition=2|location=Yogyakarta|publisher=Penerbit Kanisius|isbn=979-413-291-8}} |
|||
== Referensi == |
|||
* Graaf, H.J. de. 1976 [1952]. ''Capture and death of Raden Truna Jaya, December 1679 - January 1680''. In: Islamic States in Java 1500-1700, Th. Pigeaud & H.J. de Graff, 82-84. Verhandelingen van het KITLV 70. The Hague: Martinus Nijhoff. |
|||
{{lifetime|1649|1680|}} |
|||
[[Kategori:Bangsawan Madura]] |
[[Kategori:Bangsawan Madura]] |
||
[[Kategori:Tokoh Madura]] |
[[Kategori:Tokoh Madura]] |
||
[[Kategori:Tokoh yang dibunuh]] |
[[Kategori:Tokoh yang dibunuh di Nusantara]] |
Revisi terkini sejak 7 Juli 2024 10.22
Trunajaya | |
---|---|
Lahir | 1649 Arosbaya (kini Bangkalan), Madura, Kesultanan Mataram |
Meninggal | 2 Januari 1680 Payak, Jawa Timur, Kesultanan Mataram |
Nama lain | Panembahan Maduretna Panatagama |
Dikenal atas | Pemberontakan Trunajaya |
Raden Trunajaya (1649 – 2 Januari 1680), juga dieja Trunojoyo dan menyatakan dirinya sebagai Panembahan Maduretna Panatagama,[2] adalah seorang bangsawan dari Madura yang dikenal memimpin Pemberontakan Trunajaya terhadap pemerintahan Kesultanan Mataram di Jawa.
Kehidupan awal
[sunting | sunting sumber]Trunajaya lahir sekitar tahun 1649.[3] Pamannya adalah seorang pangeran Sampang, Cakraningrat II.[4] Trunajaya merupakan keturunan dari raja terakhir Madura Barat[a] yang dipaksa tinggal di Mataram setelah dianeksasi dalam Penaklukan Surabaya oleh Sultan Agung dari Mataram.[6]
Trunajaya membenci Amangkurat I karena ayahnya dibunuh atas perintahnya pada 1656 dan intrik dalam keraton membuat Trunajaya meninggalkan Keraton Plered dan pindah ke Kajoran, sebuah daerah berjarak sekitar 26 kilometer utara laut dari keraton dan berada di dalam kawasan suci Tembayat.[3]
Kehidupan di Kajoran
[sunting | sunting sumber]Di Kajoran, Trunajaya bertemu dengan Raden Kajoran, seorang bangsawan yang merupakan keturunan dari keluarga Sunan Bayat dan Wangsa Mataram, dan menikahi putri sulungnya. Raden Kajoran kemudian memperkenalkan Trunajaya dengan putra mahkota Amangkurat I, kelak Amangkurat II pada 1670 dan mendorong pemahaman antara menantunya yang merasa diremehkan dan putra mahkota yang menyimpan dendam terhadap ayahnya. Hasilnya adalah persekongkolan melawan Amangkurat I.[3][6]
Pemberontakan terhadap Kesultanan Mataram
[sunting | sunting sumber]Pada 1674, Trunajaya memimpin pemberontakan terhadap raja Mataram Amangkurat I dan Amangkurat II dengan dukungan dari para pejuang asal Makassar yang dipimpin oleh Karaeng Galesong.[7] Pemberontakan bergerak cepat dan ibu kota Mataram Keraton Plered berhasil direbut pada pertengahan 1677.
Selepas jatuhnya Plered, Amangkurat I melarikan diri ke pantai utara bersama putra sulungnya Amangkurat II dan meninggalkan putra bungsunya Pangeran Puger. Karena tampak lebih tertarik pada keuntungan dan balas dendam daripada menjalankan kerajaan yang sedang direbut, pemberontak Trunajaya menjarah keraton dan mundur ke bentengnya di Kediri, meninggalkan Pangeran Puger menguasai keraton yang lemah.
Ketika dalam perjalanan menuju Batavia meminta perlindungan VOC, Amangkurat I meninggal dunia di Tegal. Amangkurat II kemudian naik menjadi raja Mataram menggantikan ayahnya.[7] Amangkurat II pun hampir tidak berdaya sebagai raja setelah melarikan diri tanpa sebuah pasukan atau sumber daya untuk membangunnya. Sebagai upaya untuk mendapatkan kerajaanya kembali, ia membuat konsesi kepada VOC. Ia berjanji akan memberikan Semarang jika VOC membantu ia untuk menumpas pemberontakan.
VOC setuju, karena bagi mereka, sebuah Kesultanan Mataram yang stabil yang sangat berutang budi kepada mereka akan membantu memastikan kelanjutan perdagangan dengan syarat-syarat yang menguntungkan. Pasukan VOC, terdiri dari pasukan bersenjata ringan dari Makassar dan Ambon, di samping tentara Eropa yang dipersenjatai lengkap, pertama kali mengalahkan Trunajaya di Kediri pada November 1678. Trunajaya sendiri ditangkap pada 1679 di dekat Ngantang, Malang. Awalnya, dia diperlakukan dengan hormat sebagai tawanan komandan VOC. Takut bahwa ia akan mengakhiri persekutuan antara Mataram dengan VOC, Amangkurat II memutuskan untuk menikam Trunajaya dengan keris sebagai hukuman saat melakukan kunjungan seremonial ke kediaman bangsawan di sebuah desa bernama Payak, Jawa Timur, pada 2 Januari 1680.[8]
Peninggalan
[sunting | sunting sumber]Pemberontakan Trunajaya dikenang sebagai perjuangan heroik bagi rakyat Madura melawan kekuatan asing Kesultanan Mataram dan VOC. Muncul usulan agar Raden Trunajaya diangkat menjadi Pahlawan Nasional.[9][10] Namanya kemudian diabadikan sebagai nama bandar udara di Sumenep, Bandar Udara Trunojoyo dan Universitas Trunojoyo di Bangkalan, Madura.
Catatan
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ ""Vorst Mangkoe Rat II doorsteekt met zijn kris, genaamd "de eerwaarde Blabor", den opstandeling Troenadjaja, dien hij met zijne twee vrouwen Kliting Koening en Kliting Woengoe, zusters van den vorst voor zich had laten komen, niettegenstaande dien opst..." Leiden University Libraries Digital Collections.
- ^ Hoëvell 1849, hlm. 214.
- ^ a b c Ricklefs 1981, hlm. 70.
- ^ Pigeaud & De Graaf 2012, hlm. 87.
- ^ Pigeaud & De Graaf 2012, hlm. 16.
- ^ a b Pigeaud & De Graaf 2012, hlm. 67-68.
- ^ a b Soekmono 2003, hlm. 68.
- ^ Pigeaud & De Graaf 2012, hlm. 82-83.
- ^ "Trunajaya Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional". Berita LIPI. Kompas. 6 Mei 2006. Diakses tanggal 12 Maret 2022.
- ^ Ghazi, Mohammad (14 Agustus 2020). "Usulan Pangeran Trunojoyo Sebagai Pahlawan Nasional Dimatangkan". Media Indonesia. Diakses tanggal 12 Maret 2022.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Hoëvell, W. R. V. (1849). Tijdschrift voor Nederlandsch-Indie͏̈ (dalam bahasa Belanda). Becht.
- Pigeaud, T. G. Th.; De Graaf, H. J. (2012) [1972]. Islamic States in Java 1500–1700 (dalam bahasa Inggris). Den Haag: Brill.
- Ricklefs, M.C. (1981). A History of Modern Indonesia C. 1300 to the Present (dalam bahasa Inggris). London: The Macmillan Press. ISBN 978-1-349-16645-9. [pranala nonaktif permanen]
- Soekmono, R. (2003) [1973]. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3 (edisi ke-2). Yogyakarta: Penerbit Kanisius. ISBN 979-413-291-8.