Lompat ke isi

Kesultanan Singora: Perbedaan antara revisi

Koordinat: 7°12′56″N 100°34′04″E / 7.2155°N 100.5677°E / 7.2155; 100.5677
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8
Pandujaya.w2 (bicara | kontrib)
Rombak Artikel
Tag: halaman dengan galat kutipan VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(6 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{periksaterjemahan|en|Sultanate of Singora}}
{{periksaterjemahan|en|Sultanate of Singora}}
{{Coord|7.2155|N|100.5677|E|display=title}}
{{Coord|7.2155|N|100.5677|E|display=title}}
{{Infobox former country
{{Infobox country
|native_name = <!-- Name in a modern syntax of native language(s). Leave blank if name is only in English.
Separate with line breaks<br> If language uses Latin characters, place name(s) in italics. -->
|conventional_long_name = Kesultanan Singora
|conventional_long_name = Kesultanan Singora
|common_name = Kesultanan Singora
|common_name = Kesultanan Singora
|continent = Asia
|era = Awal abad ke-17 dan [[Kerajaan Ayutthaya]]
|region = <!-- Reserved for generating categories on subregions of continents -->
|country = <!-- The country, to which this historic entity belongs today -->
|era = [[kerajaan Ayuthaya|Zaman Ayuthaya]]
|status = <!-- Status: see Category list on template page -->
|status_text = <!-- A free text to describe status the top of the infobox. Use sparingly. -->
|empire = <!-- The empire or country to which the entity was in a state of dependency -->
|capital = Singora
|government_type = Kesultanan
|government_type = Kesultanan
|event_start = Didirikan
|event_start = Didirikan
|year_start= 1605
|date_start = <!-- Optional: Date of establishment, in format 1 January (no year) -->
|year_end= 1680
|year_start = 1605
|image_map= Sultanate of Singora maps EN.jpg
|event_end = <!-- Default: "Disestablished" -->
|image_map_caption= Kesultanan Singora adalah kota pelabuhan yang sangat diperkaya di selatan [[Thailand]].
|date_end = <!-- Optional: Date of disestablishment, in format 1 January (no year) -->
|capital= [[Songkhla|Singora]]
|year_end = 1680
|religion=
|image_map = Sultante_of_singora.png
|today=[[Thailand]]
|image_caption = Lokasi Kesultanan Singora di selatan Thailand
|latd= |latm= |latNS= |longd= |longm= |longEW=
}}
}}
[[Berkas:National Museum KL 2008 (36).JPG|jmpl|280px|ka|alt=Upeti [[Bunga Mas]] yang dikirimkan kepada Siam |[[negara vasal|Negara-negara vasal]] Siam di bagian selatan semenanjung menunjukan kesetiaan kepada Ayuthaya dengan mengirimkan upeti. Bersama dengan budak dan senjata, upeti terdiri dari [[Bunga Mas]], sebuah pohon kecil yang dihiasi dengan emas.<ref name=van_vliet_37>Ravenswaay, pp. 37–38.</ref>]]
'''Kesultanan Singora''' adalah sebuah [[negara kota]] berumur pendek di [[Thailand Selatan]] dan pendahulu sebuah kota yang saat ini bernama [[Songkhla]]. Kota tersebut didirikan pada tahun 1605 oleh seorang Persia, Dato Mogol, dan berkembang selama pemerintahan putranya, Sultan Sulaiman Shah. Setelah masa konflik, Singora dihancurkan oleh pasukan Siam pada 1680. Sisa-sisa kota tersebut meliputi benteng-benteng, dinding-dinding kota dan makam Sultan Sulaiman Shah. Sebuah meriam dari Singora yang terdapat cap Sultan Sulaiman Shah disimpan di halaman [[Royal Hospital Chelsea]], London.


'''Kesultanan Singora''' adalah kota pelabuhan yang sangat diperkaya di [[Thailand selatan]] dan pendahulu dari kota [[Songkhla]] saat ini. Kota ini didirikan pada awal abad ke-17 oleh seorang Persia, Dato Mogol, dan berkembang pesat selama masa pemerintahan putranya, Sultan Sulaiman Shah. Pada tahun 1680, setelah beberapa dekade konflik, kota ini dihancurkan dan ditinggalkan; peninggalannya termasuk benteng, tembok kota, pemakaman Belanda, dan makam Sultan Sulaiman Shah. Sebuah meriam bertulis dari Singora yang membawa segel Sultan Sulaiman Shah dipamerkan di samping tiang bendera di [[Royal Hospital Chelsea]], London.
Sejarah kesultanan tersebut didokumentasikan dalam catatan, surat, dan jurnal yang ditulis oleh pedagang-pedagang [[Perusahaan Hindia Timur Britania|Britania]] dan [[Perusahaan Hindia Timur Belanda]]; keruntuhan kota tersebut didiskusikan dalam buku-buku dan laporan-laporan yang ditulis oleh para anggota duta besar Prancis untuk Siam pada pertengahan 1680an. Sejarah keluarga Sultan Sulaiman juga dikisahkan: diketahui keturunannya meliputi Jenderal [[Chavalit Yongchaiyudh]] (Perdana Menteri Thailand ke-22), seorang mantan laksamana Angkatan Laut Kerajaan Thai dan sebuah keluarga penenun sutra di provinsi [[Provinsi Surat Thani|Surat Thani]].


Sejarah kesultanan ini didokumentasikan dalam catatan, surat, dan jurnal yang ditulis oleh pedagang [[Perusahaan Hindia Timur Britania|Britania]] dan [[VOC|Perusahaan Hindia Timur Belanda]]; kehancurannya dibahas dalam buku dan laporan yang ditulis oleh perwakilan dari [[Hubungan Prancis–Thailand|kedutaan Prancis]] ke Siam pada pertengahan 1680-an. Sejarah keluarga Sultan Sulaiman juga telah dicatat: [[Sri Sulalai|Putri Sri Sulalai]], seorang permaisuri [[Buddha Loetla Nabhalai|Raja Rama II]] dan ibu dari [[Jessadabodindra|Raja Rama III]], adalah keturunan dari Sultan Sulaiman; keturunan saat ini termasuk [[Chavalit Yongchaiyudh|Perdana Menteri Thailand ke-22]] dan seorang mantan laksamana Angkatan Laut. Sumber-sumber mengenai meriam Singora termasuk artikel yang diterbitkan dalam [[jurnal akademik]] dan surat yang ditulis oleh [[Harry Prendergast|Jenderal Sir Harry Prendergast]], komandan Pasukan Ekspedisi Burma yang merebut [[Mandalay]] dalam [[Perang Anglo-Burma ketiga]].
Sultan Sulaiman bukanlah satu-satunya orang Persia yang mengembangkan kekuasaan di Siam pada abad ke-17. Sumber kontemporer mendeskripsikan bagaimana orang-orang Persia mendapatkan posisi otoritas di pusat Siam, [[Kerajaan Ayutthaya|Ayuthaya]], dan provinsi-provinsinya. Seorang duta dikirim ke Siam atas nama Shah dari Persia pada akhir abad ke-17 menyatakan telah bertemu gubernur berdarah Persia di dua kota utama saat perjalanan menuju Ayuthaya; sumber lainnya menyatakan bahwa orang-orang Persia diberikan status yang tinggi dan diberikan perlindungan oleh raja.


== Sejarah awal ==
== Sejarah awal ==
Singora, terkadang dikenal sebagai Songkhla di Khao Daeng, adalah pendahulu dari sebuah kota yang saat ini bernama Songkhla.<ref name=chounchaisit_1>Chounchaisit, p. 1.</ref><ref group="note">Pengucapan alternatifnya adalah Singgora dan Singkhora.</ref> Kesultanan ini terletak diatas dan sepanjang kaki bukit pegunungan Khao Daeng di [[Distrik Singhanakhon|Singha Nakhon]].<ref name=chounchaisit_126>Chounchaisit, p. 126.</ref> Kota ini didirikan pada tahun 1605 oleh Dato Mogol, seorang Muslim Persia yang menjadi [[suzerainty]] Siam dan membayar upeti kepada [[Kerajaan Ayutthaya|Ayuthaya]]. Dari awal, tempat tersebut ditetapkan sebagai pelabuhan bebas bea cukai dan bersaing dengan tetangganya [[Kerajaan Pattani|Kesultanan Pattani]] dalam hal perdagangan.<ref name=chongsakul>Choungsakul, pp. 44–45.</ref> <!-- Referensi awal tentang Singora terdapat dalam sumber-sumber Britania dan Belanda: contohnya, kontras pemungutan pajak untuk sebuah [[perpustakaan Cotton|manuskrip Cottonian]] di [[Perpustakaan Britania]] di Singora (disebut Sangora) dengan di Pattani (disebut Patania):


[[File:National Museum KL 2008 (36).JPG|thumb|290px|right|alt=The [[bunga mas]] adalah upeti yang dikirim ke Siam |Negara-negara bawahan Siam di selatan menunjukkan kesetiaan kepada Ayuthaya dengan mengirimkan upeti. Selain budak dan senjata, upeti terdiri dari [[Bunga Mas]], sebuah pohon kecil yang dihiasi dengan emas.]]
{{quote|"itt were not amiss to build astrong howse in Sangora which lyeth 24 Leagues northwarde of Patania, under the goverment of Datoe Mogoll, vassall to the King of Siam. In this place maie well the Rendezvous bee made to bring all thinges together that you shall gather for the provideing of the ffactories of Siam, Cochinchina, Borneo and partlie our ffactorie in Japan. (...) this howse willbee found to bee verie Necessarie, for the charges willbee too highe in Patania besides inconveniences there; which charges you shall spare at Sangora: there you pay no Custome, onlie a small gift to Datoe Mogoll cann effect all here."|[[Perusahaan Hindia Timur|Perusahaan Hindia Timur Britania]], ''Sebuah surat perintah dari Perusahaan Hindia Timur untuk agennya di Hindia Timur'', 1614.<ref name=maxwell>Maxwell, pp. 80–81.</ref>}} -->
Kesultanan Singora, kadang-kadang dikenal sebagai Songkhla di Khao Daeng, adalah kota pelabuhan di selatan Thailand dan pendahulu dari kota [[Songkhla]] saat ini. Itu terletak di dekat ujung selatan semenanjung Sathing Phra, di dan sekitar kaki bukit Gunung Khao Daeng di [[Distrik Singhanakhon|Singha Nakhon]].{{sfnm|Chounchaisit (2007)||1pp=1, 126}} Pedagang [[Perusahaan Hindia Timur Britania|Britania]] dan [[VOC|Perusahaan Hindia Timur Belanda]] menyebut kota itu Sangora; pejabat Jepang mengenalnya sebagai Shinichu; penulis Prancis kontemporer menggunakan nama Singor, Cingor, dan Soncourat.{{sfnm|Iwamoto and Bytheway (2011)||1p=81|Loubère (1693)||2p=90|Gervaise (1688)||3pp=61–62}}

Singora didirikan pada awal abad ke-17 oleh Dato Mogol, seorang Melayu-Muslim Persia yang menerima [[kedaulatan]] Siam dan membayar upeti kepada Kerajaan [[Ayutthaya]].{{sfnm|Choungsakul (2006)||1pp=44–45|Chounchaisit (2007)||2p=158}}{{efn|Dato Mogal bermigrasi ke selatan Thailand dari Jawa pada awal tahun 1600-an.{{sfnm|Family History of Sultan Sulaiman (Royal Thai Navy)||1p=1|Chounchaisit (2007)||2p=158}} Keberangkatannya dari Indonesia bertepatan dengan serangan Belanda ke wilayah tersebut pada akhir 1590-an dan pengendalian perdagangan rempah-rempah berikutnya.{{sfnm|Dixon (1991)||1pp=63–66}} [[Tomé Pires]] membahas pedagang Persia yang tinggal di Jawa dalam ''Suma Oriental que trata do Mar Roxo até aos Chins'', sebuah catatan tentang Timur yang ditulis segera setelah penaklukan Malaka oleh Portugis pada tahun 1511. Pires menulis bahwa Persia "membunuh penguasa Jawa dan menjadikan diri mereka tuan; dan dengan cara ini mereka menjadikan diri mereka penguasa pantai laut dan mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di Jawa".{{sfnm|Cortesão (1944)||1p=182}} Dato Mogol dan keluarganya bukan satu-satunya orang Persia yang memperoleh posisi otoritas di Siam abad ke-17. ''Royal Chronicles of Ayuthaya'', misalnya, menyebutkan saudara-saudara Persia [[Sheikh Ahmad (pejabat Thailand)|Sheikh Ahmad]] dan Muhammad Said yang juga tiba di Siam pada awal 1600-an. Sheikh Ahmad bekerja sama dengan Raja [[Songtham]] dan [[Prasat Thong]], dan akhirnya diangkat menjadi Phra Khlang. Keturunannya, keluarga [[Bunnag]], tetap berpengaruh secara politik selama tiga ratus tahun berikutnya.{{sfnm|Scupin (1980)||1pp=62–64}} Dalam ''Ship of Sulaiman'', sebuah catatan tentang kedutaan yang dikirim ke Siam pada tahun 1685 atas nama [[Suleiman I dari Persia|Shah Persia]], penulis menggambarkan bagaimana orang-orang Persia di Ayuthaya mengatur naik takhta [[Narai|Raja Narai]] dan selama bertahun-tahun mengendalikan semua urusan negara yang penting.{{sfnm|Ibn Muhammad Ibrahim (1972)||1pp=58, 94–97}}}} Pelabuhan ini dikatakan ideal dan mampu menampung lebih dari 80 kapal besar; jaringan rute darat dan sungai mempercepat perdagangan trans-semenanjung dengan [[Kesultanan Kedah]].{{sfnm|Jacq-Hergoualc'h (1993)||1p=185|Choungsakul (2006)||2p=52|Falarti (2013)||3pp=152–154}} Jeremias van Vliet, Direktur pos perdagangan Perusahaan Hindia Timur Belanda di Ayuthaya, menggambarkan Singora sebagai salah satu kota utama Siam dan eksportir lada utama; pelancong Prancis dan pedagang permata [[Jean-Baptiste Tavernier|John Baptista Tavernier]] menulis tentang tambang timah kota yang melimpah.{{sfnm|Ravenswaay (1910)||1pp=11, 68|Tavernier (1678)||2p=157}} Sebuah [[perpustakaan katun|naskah Cottonian]] di [[Perpustakaan Inggris]] membahas kebijakan bebas bea Singora dan kelayakannya sebagai pusat perdagangan regional:

{{blockquote|Tidak salah untuk membangun rumah yang kuat di Sangora yang terletak 24 Liga ke utara Patania, di bawah pemerintahan Datoe Mogoll, bawahan Raja Siam: Di tempat ini dapat dengan baik dibuat Rendezvouz untuk membawa semua barang yang Anda kumpulkan untuk menyediakan pabrik Siam, Cochinchina, Borneo dan sebagian pabrik kita di Jepang, seperti yang akan Anda kumpulkan sesuai dengan nasihatnya, Dan di sini untuk membawa semua barang yang kita kumpulkan dari tempat-tempat tersebut untuk dikirim ke Bantam dan Jaccatra: rumah ini akan ditemukan sangat diperlukan, karena biaya akan terlalu tinggi di Patania selain ketidaknyamanan di sana; yang biayanya akan Anda hemat di Sangora: di sana Anda tidak membayar bea cukai, hanya sedikit hadiah untuk Datoe Mogoll yang dapat menyelesaikan semua di sini.|Perusahaan Hindia Timur Britania, ''A Letter of Instructions from the East Indian Company to its Agent in East India'', 1614.{{sfn|Maxwell|1910|pp=80–81}}}}

Dato Mogol meninggal pada tahun 1620 dan digantikan oleh putra sulungnya, Sulaiman.{{sfnm|Chounchaisit (2007)||1p=158}}{{efn|Tanda di depan makam Sulaiman memberikan tanggal naik takhtanya pada tahun 1619; sebuah plakat baja di dekat pusat informasi arkeologi menyatakan "Situs ini dikenal sebagai kota pelabuhan penting selama periode Ayutthaya pada abad ke-17 Masehi. Ia memainkan peran penting dalam perdagangan lokal dan antar-regional pada saat itu. Datoh Mogal, seorang gubernur yang ditunjuk di Singora, adalah orang yang memulai dan mengembangkan perdagangan maritim dengan pedagang internasional. Dengan memperkenalkan dan mengembangkan kota ini sebagai pelabuhan internasional, Datoh Mogal dapat menghasilkan pendapatan besar dari kapal-kapal asing untuk ibu kota pusat Ayutthaya. Datoh Mogal digantikan oleh putranya, Sultan Sulaiman, pada tahun 1620. Sultan Sulaiman diangkat oleh Raja Songtham (1610–1628) dari Kerajaan Ayutthaya. Singora di bawah pemerintahan Sulaiman terkenal sebagai tempat pertemuan untuk perdagangan."}} Periode kekacauan meletus sepuluh tahun kemudian ketika [[Ratu Ungu|Ratu Pattani]] menuduh penguasa baru Siam, Raja [[Prasat Thong]], sebagai perampas dan tiran. Sang ratu menahan upeti dan memerintahkan serangan terhadap Ligor (sekarang [[Nakhon Si Thammarat]]) dan Bordelongh (sekarang [[Phatthalung]]); Ayutthaya menanggapi dengan memblokade [[Kerajaan Pattani]] dengan pasukan 60.000 orang, serta meminta bantuan dari [[Belanda]] untuk menangkap Kota tersebut. Singora terlibat dalam perselisihan ini dan pada tahun 1633 mengirim utusan ke Ayutthaya untuk meminta bantuan. Hasil dari permintaan ini tidak diketahui, tetapi catatan Belanda menunjukkan bahwa Singora rusak parah dan tanaman lada hancur.{{sfnm|Na Pombejra (1984)||1pp=178–179|Dutch Papers: Extracts from the "Dagh Register" 1624–1642||2pp=103–105|Ravenswaay (1910)||3p=68}}


Jeremias van Vliet, direktur pabrik [[Perusahaan Hindia Timur Belanda]] di Ayuthaya, mendeskripsikan Singora sebagai salah satu kota penting di Siam dan pusat perdagangan berpengaruh untuk [[timah]], [[timbal]] dan [[lada hitam|lada]].<ref name=van_vliet_11>Ravenswaay, p. 11.</ref><ref name=van_vliet_68>Ravenswaay, halaman 68.</ref> Pada tahun 1622, Belanda mengekspor lebih dari 500 ton lada dari Singora.<ref name=british_history>[http://www.british-history.ac.uk/report.aspx?compid=69742''Colonial Papers. East Indies''] (Lihat entri dari 11 Januari 1622; Batavia)</ref> Manfaat lain yang diperoleh dari letak Singora adalah: kotanya ideal, pelabuhannya alami,<ref name=jacq_hergouach_80>Jacq-Hergouach, p. 80.</ref> dan merupakan bagian dari jaringan rute darat dan rute sungai yang dapat mempercepat perdagangan antar-semenanjung dengan [[Kesultanan Kedah]].<ref name=falarti>Falarti, pp. 147–148</ref>


Dato Mogol wafat pada 1619 dan digantikan oleh putra sulungnya, Sulaiman.<ref name=royal_thai_navy>[http://www.navy.mi.th/navic/document/840806a.html''Sejarah keluarga Sultan Sulaiman''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20140102193616/http://www.navy.mi.th/navic/document/840806a.html |date=2014-01-02 }} Angkatan Laut Kerajaan Thai {{th icon}}. Artikel ini terdiri dari dua halaman: halaman pertama mendiskusikan tentang keluarga Dato Mogal; halaman kedua menyatakan tentang Laksamana Siriton adalah keturunan dari Sultan Sulaiman.</ref><ref group="note">Tanda tangan di atas makam Sulaiman diberikan tanggal penobatannya pada tanggal 1619; sebuah plakat baja dekat museum arkeologi negara "Situs ini dikenal sebagai sebuah kota pelabuhan berpengaruh selama zaman Ayuthaya pada abad ke-17 Masehi. Ia memainkan peran penting baik secara lokal maupun antar-wilayah pada waktu itu. Datoh Mogal, yang ditunjuk sebagai gubernur Singora, adalah orang yang berinisiasi dan mengembangkan perdagangan maritim dengan pedagang-pedagang internasional. Dengan mengenalkan dan mengembangkan kota tersebut sebagai sebuah pelabuhan internasional, Datoh Mogal mendapatkan pendapatan dalam jumlah besar dari kapal-kapal asing bagi pusat ibu kota Ayuthaya. Datoh Mogal digantikan oleh putranya, Sultan Sulaiman, pada tahun 1620. Sultan Sulaiman diangkat oleh Raja Songtham (1610-1628) dari Kerajaan Ayuthaya. Singora di bawah kekuasaan Sulaiman adalah tempat perdagangan terkenal."</ref>


== Kemerdekaan ==
== Kemerdekaan ==
Pada Desember 1641, Jeremias van Vliet meninggalkan Ayuthaya dan berlabuh ke [[Batavia, Hindia Belanda|Batavia]]. Dalam perjalanannya, ia berhenti di Singora pada Februari 1642 dan mengirimi Sulaiman sebuah surat perkenalan dari [[Kementerian Urusan Luar Negeri (Thailand)|Phra Khlang]] (disebut oleh orang Belanda sebagai Berckelangh), pimpinan Siam yang bertugas untuk urusan luar negeri.


[[File:万国来朝图 Sultanate of Singora 宋腒𦛨国 delegates in Beijing, China, in 1761.jpg|thumb|Delegasi Kesultanan Singora (宋腒𦛨国) di [[Beijing]], [[China]], pada tahun 1761. ''[[万国来朝图]]'']]
Sulaiman memproklamasikan kemerdekaan politik dari Ayuthaya dan mengangkat dirinya sendiri sebagai Sultan Sulaiman Shah.<ref name=chongsakul>Choungsakul, pp. 44–45.</ref><ref name=umar>Umar, p. 15.</ref> Ia memodernisasikan pelabuhan
Pada Desember 1641, Jeremias van Vliet meninggalkan Ayutthaya dan berlayar ke [[Batavia, Hindia Belanda|Batavia]]. Dia berhenti di Singora pada Februari 1642 dan menyampaikan surat pengantar dari [[Kementerian Luar Negeri Thailand|Phra Khlang]] (dikenal oleh orang Belanda sebagai Berckelangh), pejabat Siam yang bertanggung jawab atas urusan luar negeri. Tanggapan Sulaiman memberikan wawasan tentang sikapnya terhadap kedaulatan:

{{blockquote|Pada tanggal 3 Februari, delegasi van Vlieth mendarat di Sangora dan diterima oleh gubernur, yang marah dengan surat Berckelangh, dengan mengatakan bahwa negaranya terbuka bagi orang Belanda tanpa pengantar dari Siam dan bahwa surat itu tidak diperlukan. Tindakan angkuh ini dan lainnya tidak menyenangkan Hon. van Vlieth.|''Dutch Papers: Extracts from the "Dagh Register" 1624–1642''.{{sfnm|Dutch Papers: Extracts from the "Dagh Register" 1624–1642||1pp=103–105}}}}

Pada akhir tahun itu, Sulaiman mendeklarasikan kemerdekaan dari Ayutthaya dan mengangkat dirinya sebagai Sultan Sulaiman Shah.{{sfnm|Choungsakul (2006)||1pp=44–45|Umar (2003)||2p=15}} Dia memodernisasi pelabuhan, memerintahkan pembangunan tembok kota dan parit, serta membangun jaringan benteng yang membentang dari pelabuhan hingga puncak Khao Daeng.{{sfnm|Chounchaisit (2007)||1p=158|Singora Forts and City Walls (Ministry of Culture, Thailand)|}} Perdagangan berkembang pesat: kota ini sering dikunjungi oleh pedagang Belanda dan Portugis serta menikmati hubungan baik dengan pedagang Tiongkok.{{sfnm|Muller (1914)||1p=73|Na Pombejra (1984)||2pp=393–394}} Ayutthaya mencoba setidaknya tiga kali untuk merebut kembali Singora selama pemerintahan Sulaiman; setiap serangan gagal. Salah satu kampanye laut berakhir dengan rasa malu ketika laksamana Siam meninggalkan posnya.{{sfnm|Records of the Relations between Siam and Foreign Countries in the 17th Century. Volume 2||1pp=7, 19}} Untuk membantu menangkis serangan darat, Sulaiman menugaskan saudaranya, Pharisees, untuk memperkuat kota terdekat Chai Buri di Phatthalung.{{sfnm|The History of Phattalung Province (Phattalung District Office)|}}



Sultan Sulaiman wafat pada tahun 1668 <ref name=umar>Umar, p. 15.</ref> dan digantikan oleh putra sulungnya, Mustapha.<ref name=surat_thani>Good Man Town: Surat Thani Tourist Information, pp. 33–35. Halaman 33 dari terbitan pemerintahan Thai dalam bahasa Thai menyebutkan Mustapha dan Hussein; halaman 35 dalam versi bahasa Inggris hanya menyebutkan Mustapha.</ref> Kepercayaan militer Singora pada saat itu yang dibuktikan dengan memberikan bantuan kepada [[kerajaan Pattani|Pattani]] saat bertempur dalam sebuah perang. Meskipun kalah jumlah 12:56, Singora menolak upaya mediasi oleh Sultan Kedah dan tepercaya dalam "prajurit yang gagah dan berpengalaman" yang setelah bertahun-tahun perang telah menjadi penembak jitu dan penembak meriam yang terampil. Pada masa pemerintahan Mustapha, seorang petualang Yunani, [[Constantine Phaulkon|Constance Phaulkon]], datang ke Siam. Setelah tiba di Ayuthaya pada akhir 1670an, ia memulai misi penyeludupan senjata ke Singora. Namun, perjalanannya berakhir dengan bencara saat ia terdapat di lepas pantai Ligor (Nakhon Si Thammarat).<ref name=hutchinson>Hutchinson, pp. 3–4.</ref>


== Pemusnahan ==
== Pemusnahan ==
Baris 64: Baris 60:


=== Benteng-benteng di Khao Daeng ===
=== Benteng-benteng di Khao Daeng ===
Reruntuhan Singora terbuka bagi publik.<ref name=chounchaisit_126>Chounchaisit, p. 126.</ref><ref name=old_town_khaodaeng>{{Cite web |url=http://thailand.com/travel/historical/historical_songkhla_ancienttown.htm |title=''Kota Tua di Kaki Bukit Khao Daeng'' |access-date=2014-04-15 |archive-date=2006-03-22 |archive-url=https://web.archive.org/web/20060322033817/http://www.thailand.com/travel/historical/historical_songkhla_ancienttown.htm |dead-url=yes }}</ref> Empat belas reruntuhan benteng dapat dikunjungi: enam diantaranya (benteng 4,5,6,7, 8 dan 10) terletak diatas pegunungan Khao Daeng; yang lainnya berada di sepanjang kaki bukit.<ref name=singora_forts>[http://www.m-culture.in.th/album/166220 ''Reruntuhan dan dinding kota Singora''] Kementerian Kebudayaan Thai {{th icon}}</ref> Salah satu yang paling dapat dijangkau adalah benteng 9: benteng tersebut berada di atas sebuah bukit kecil dan dapat dilihat dari jalan utama yang mengarah dari [[Distrik Singhanakhon|Singha Nakhon]] menuju Pulau Ko Yo. Benteng 8 juga mudah dijangkau. Hal ini dapat diakses melalui tangga dekat masjid Sultan Sulaiman Shah dan menawarkan pemandangan Pulau Tikus dan [[Songkhla]]. Namun, benteng yang memiliki pemandangan yang bagus adalah benteng 6 yang berada di atas Khao Daeng. Benteng tersebut dapat dicapai dengan naik penerbangan yang dimulai dekat museum arkeologi kecil. Pendakian ke puncak melewati benteng 4 dan 5 berada di puncak juga terdapat dua pagoda: Keduanya dibangun di atas pangkalan benteng 10 pada tahun 1830an untuk memperingati kekalahan pemberontakan di Kedah (pada saat diduduki oleh Siam).<ref name=singora_forts /><ref name=culturaloffice_songkhla>[http://www.m-culture.go.th/songkhla/index.php/2013-06-07-07-41-18/%E0%B9%82%E0%B8%9A%E0%B8%A3%E0%B8%B2%E0%B8%93%E0%B8%AA%E0%B8%96%E0%B8%B2%E0%B8%99-%E0%B9%82%E0%B8%9A%E0%B8%A3%E0%B8%B2%E0%B8%93%E0%B8%A7%E0%B8%B1%E0%B8%95%E0%B8%96%E0%B8%B8-%E0%B8%A3%E0%B8%B2%E0%B8%A2%E0%B8%81%E0%B8%B2%E0%B8%A3/item/%E0%B8%9E%E0%B8%A3%E0%B8%B0%E0%B9%80%E0%B8%88%E0%B8%94%E0%B8%B5%E0%B8%A2%E0%B9%8C%E0%B8%AA%E0%B8%AD%E0%B8%87%E0%B8%9E%E0%B8%B5%E0%B9%88%E0%B8%99%E0%B9%89%E0%B8%AD%E0%B8%87 ''Dua pagoda''] Cultural Office, Songkhla {{th icon}}</ref>
Reruntuhan Singora terbuka bagi publik.<ref name=chounchaisit_126>Chounchaisit, p. 126.</ref><ref name=old_town_khaodaeng>{{Cite web |url=http://thailand.com/travel/historical/historical_songkhla_ancienttown.htm |title=''Kota Tua di Kaki Bukit Khao Daeng'' |access-date=2014-04-15 |archive-date=2006-03-22 |archive-url=https://web.archive.org/web/20060322033817/http://www.thailand.com/travel/historical/historical_songkhla_ancienttown.htm |dead-url=yes }}</ref> Empat belas reruntuhan benteng dapat dikunjungi: enam diantaranya (benteng 4,5,6,7, 8 dan 10) terletak diatas pegunungan Khao Daeng; yang lainnya berada di sepanjang kaki bukit.<ref name=singora_forts>[http://www.m-culture.in.th/album/166220 ''Reruntuhan dan dinding kota Singora''] Kementerian Kebudayaan Thai {{th icon}}</ref> Salah satu yang paling dapat dijangkau adalah benteng 9: benteng tersebut berada di atas sebuah bukit kecil dan dapat dilihat dari jalan utama yang mengarah dari [[Distrik Singhanakhon|Singha Nakhon]] menuju Pulau Ko Yo. Benteng 8 juga mudah dijangkau. Hal ini dapat diakses melalui tangga dekat masjid Sultan Sulaiman Shah dan menawarkan pemandangan Pulau Tikus dan [[Songkhla]]. Namun, benteng yang memiliki pemandangan yang bagus adalah benteng 6 yang berada di atas Khao Daeng. Benteng tersebut dapat dicapai dengan naik penerbangan yang dimulai dekat museum arkeologi kecil. Pendakian ke puncak melewati benteng 4 dan 5 berada di puncak juga terdapat dua pagoda: Keduanya dibangun di atas pangkalan benteng 10 pada tahun 1830an untuk memperingati kekalahan pemberontakan di Kedah (pada saat diduduki oleh Siam).<ref name=singora_forts /><ref name=culturaloffice_songkhla>[http://www.m-culture.go.th/songkhla/index.php/2013-06-07-07-41-18/%E0%B9%82%E0%B8%9A%E0%B8%A3%E0%B8%B2%E0%B8%93%E0%B8%AA%E0%B8%96%E0%B8%B2%E0%B8%99-%E0%B9%82%E0%B8%9A%E0%B8%A3%E0%B8%B2%E0%B8%93%E0%B8%A7%E0%B8%B1%E0%B8%95%E0%B8%96%E0%B8%B8-%E0%B8%A3%E0%B8%B2%E0%B8%A2%E0%B8%81%E0%B8%B2%E0%B8%A3/item/%E0%B8%9E%E0%B8%A3%E0%B8%B0%E0%B9%80%E0%B8%88%E0%B8%94%E0%B8%B5%E0%B8%A2%E0%B9%8C%E0%B8%AA%E0%B8%AD%E0%B8%87%E0%B8%9E%E0%B8%B5%E0%B9%88%E0%B8%99%E0%B9%89%E0%B8%AD%E0%B8%87 ''Dua pagoda''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20160305060402/http://www.m-culture.go.th/songkhla/index.php/2013-06-07-07-41-18/%E0%B9%82%E0%B8%9A%E0%B8%A3%E0%B8%B2%E0%B8%93%E0%B8%AA%E0%B8%96%E0%B8%B2%E0%B8%99-%E0%B9%82%E0%B8%9A%E0%B8%A3%E0%B8%B2%E0%B8%93%E0%B8%A7%E0%B8%B1%E0%B8%95%E0%B8%96%E0%B8%B8-%E0%B8%A3%E0%B8%B2%E0%B8%A2%E0%B8%81%E0%B8%B2%E0%B8%A3/item/%E0%B8%9E%E0%B8%A3%E0%B8%B0%E0%B9%80%E0%B8%88%E0%B8%94%E0%B8%B5%E0%B8%A2%E0%B9%8C%E0%B8%AA%E0%B8%AD%E0%B8%87%E0%B8%9E%E0%B8%B5%E0%B9%88%E0%B8%99%E0%B9%89%E0%B8%AD%E0%B8%87 |date=2016-03-05 }} Cultural Office, Songkhla {{th icon}}</ref>
<!--
<!--
{| class="wikitable" cellpadding="5" style="text-align:left; background: #fff"
{| class="wikitable" cellpadding="5" style="text-align:left; background: #fff"
Baris 133: Baris 129:
}}
}}
* {{citation
* {{citation
| last = | first =
| last =
| first =
| title = Records of the relations between Siam and foreign countries in the 17th century. Volume 2
| title = Records of the relations between Siam and foreign countries in the 17th century. Volume 2
| url = https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/e/e3/RR-vol2.pdf
| url = https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/e/e3/RR-vol2.pdf
| accessdate =
| accessdate =
| year = 1916
| year = 1916
| publisher = Vajiranana National Library, Bangkok
| publisher = Vajiranana National Library, Bangkok
Baris 142: Baris 139:
| ref = none
| ref = none
| isbn =
| isbn =
| archive-date = 2014-06-09
| archive-url = https://web.archive.org/web/20140609124425/https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/e/e3/RR-vol2.pdf
| dead-url = yes
}}
}}
<!--
<!--
Baris 160: Baris 160:
=== Tesis PhD ===
=== Tesis PhD ===
* {{citation
* {{citation
| last = Chounchaisit | first = Pensuda
| last = Chounchaisit
| first = Pensuda
| title = The study of cultural heritage management of Wat Matchimawat (Wat Klang), Songkhla
| title = The study of cultural heritage management of Wat Matchimawat (Wat Klang), Songkhla
| url = http://www.webcitation.org/6OchU98zg
| url = http://www.webcitation.org/6OchU98zg
| accessdate =
| accessdate =
| year = 2007
| year = 2007
| publisher =
| publisher =
Baris 169: Baris 170:
| ref = none
| ref = none
| isbn =
| isbn =
| archive-date = 2014-04-07
| archive-url = https://web.archive.org/web/20140407200437/http://www.webcitation.org/6OchU98zg
| dead-url = yes
}}
}}
* {{citation
* {{citation
Baris 182: Baris 186:
}}
}}
* {{citation
* {{citation
| last = Putthongchai | first = Songsiri
| last = Putthongchai
| first = Songsiri
| title = What is it like to be Muslim in Thailand?
| title = What is it like to be Muslim in Thailand?
| url = http://www.webcitation.org/6ONk3tl1D
| url = http://www.webcitation.org/6ONk3tl1D
| accessdate =
| accessdate =
| year = 2013
| year = 2013
| publisher =
| publisher =
Baris 191: Baris 196:
| ref = none
| ref = none
| isbn =
| isbn =
| archive-date = 2014-04-13
| archive-url = https://web.archive.org/web/20140413155138/http://www.webcitation.org/6ONk3tl1D
| dead-url = yes
}}
}}


Baris 328: Baris 336:
-->
-->
* {{Citation
* {{Citation
| last = Maxwell | first = W.G.
| last = Maxwell
| first = W.G.
| year = 1910
| year = 1910
| title = A Letter of Instructions from the East Indian Company to its Agent, circ. 1614
| title = A Letter of Instructions from the East Indian Company to its Agent, circ. 1614
| journal = Journal of the Straits Branch of the Royal Asiatic Society
| journal = Journal of the Straits Branch of the Royal Asiatic Society
| volume = 54 | pages = 80–81
| volume = 54
| pages = 80–81
| url = https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/5/59/Journalof535419091910roya.pdf
| url = https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/5/59/Journalof535419091910roya.pdf
| ref = none
| ref = none
| issn = 2304-7534
| issn = 2304-7534
| accessdate = 2014-04-11
| archive-date = 2014-06-12
| archive-url = https://web.archive.org/web/20140612082148/https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/5/59/Journalof535419091910roya.pdf
| dead-url = yes
}}
}}
* {{Citation
* {{Citation

Revisi terkini sejak 15 Juli 2024 11.38

7°12′56″N 100°34′04″E / 7.2155°N 100.5677°E / 7.2155; 100.5677

Kesultanan Singora

1605–1680
Kesultanan Singora adalah kota pelabuhan yang sangat diperkaya di selatan Thailand.
Kesultanan Singora adalah kota pelabuhan yang sangat diperkaya di selatan Thailand.
Ibu kotaSingora
PemerintahanKesultanan
Era SejarahAwal abad ke-17 dan Kerajaan Ayutthaya
• Didirikan
1605
• Dibubarkan
1680
Sekarang bagian dariThailand
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Kesultanan Singora adalah kota pelabuhan yang sangat diperkaya di Thailand selatan dan pendahulu dari kota Songkhla saat ini. Kota ini didirikan pada awal abad ke-17 oleh seorang Persia, Dato Mogol, dan berkembang pesat selama masa pemerintahan putranya, Sultan Sulaiman Shah. Pada tahun 1680, setelah beberapa dekade konflik, kota ini dihancurkan dan ditinggalkan; peninggalannya termasuk benteng, tembok kota, pemakaman Belanda, dan makam Sultan Sulaiman Shah. Sebuah meriam bertulis dari Singora yang membawa segel Sultan Sulaiman Shah dipamerkan di samping tiang bendera di Royal Hospital Chelsea, London.

Sejarah kesultanan ini didokumentasikan dalam catatan, surat, dan jurnal yang ditulis oleh pedagang Britania dan Perusahaan Hindia Timur Belanda; kehancurannya dibahas dalam buku dan laporan yang ditulis oleh perwakilan dari kedutaan Prancis ke Siam pada pertengahan 1680-an. Sejarah keluarga Sultan Sulaiman juga telah dicatat: Putri Sri Sulalai, seorang permaisuri Raja Rama II dan ibu dari Raja Rama III, adalah keturunan dari Sultan Sulaiman; keturunan saat ini termasuk Perdana Menteri Thailand ke-22 dan seorang mantan laksamana Angkatan Laut. Sumber-sumber mengenai meriam Singora termasuk artikel yang diterbitkan dalam jurnal akademik dan surat yang ditulis oleh Jenderal Sir Harry Prendergast, komandan Pasukan Ekspedisi Burma yang merebut Mandalay dalam Perang Anglo-Burma ketiga.

Sejarah awal[sunting | sunting sumber]

The bunga mas adalah upeti yang dikirim ke Siam
Negara-negara bawahan Siam di selatan menunjukkan kesetiaan kepada Ayuthaya dengan mengirimkan upeti. Selain budak dan senjata, upeti terdiri dari Bunga Mas, sebuah pohon kecil yang dihiasi dengan emas.

Kesultanan Singora, kadang-kadang dikenal sebagai Songkhla di Khao Daeng, adalah kota pelabuhan di selatan Thailand dan pendahulu dari kota Songkhla saat ini. Itu terletak di dekat ujung selatan semenanjung Sathing Phra, di dan sekitar kaki bukit Gunung Khao Daeng di Singha Nakhon.[1] Pedagang Britania dan Perusahaan Hindia Timur Belanda menyebut kota itu Sangora; pejabat Jepang mengenalnya sebagai Shinichu; penulis Prancis kontemporer menggunakan nama Singor, Cingor, dan Soncourat.[2]

Singora didirikan pada awal abad ke-17 oleh Dato Mogol, seorang Melayu-Muslim Persia yang menerima kedaulatan Siam dan membayar upeti kepada Kerajaan Ayutthaya.[3][a] Pelabuhan ini dikatakan ideal dan mampu menampung lebih dari 80 kapal besar; jaringan rute darat dan sungai mempercepat perdagangan trans-semenanjung dengan Kesultanan Kedah.[9] Jeremias van Vliet, Direktur pos perdagangan Perusahaan Hindia Timur Belanda di Ayuthaya, menggambarkan Singora sebagai salah satu kota utama Siam dan eksportir lada utama; pelancong Prancis dan pedagang permata John Baptista Tavernier menulis tentang tambang timah kota yang melimpah.[10] Sebuah naskah Cottonian di Perpustakaan Inggris membahas kebijakan bebas bea Singora dan kelayakannya sebagai pusat perdagangan regional:

Tidak salah untuk membangun rumah yang kuat di Sangora yang terletak 24 Liga ke utara Patania, di bawah pemerintahan Datoe Mogoll, bawahan Raja Siam: Di tempat ini dapat dengan baik dibuat Rendezvouz untuk membawa semua barang yang Anda kumpulkan untuk menyediakan pabrik Siam, Cochinchina, Borneo dan sebagian pabrik kita di Jepang, seperti yang akan Anda kumpulkan sesuai dengan nasihatnya, Dan di sini untuk membawa semua barang yang kita kumpulkan dari tempat-tempat tersebut untuk dikirim ke Bantam dan Jaccatra: rumah ini akan ditemukan sangat diperlukan, karena biaya akan terlalu tinggi di Patania selain ketidaknyamanan di sana; yang biayanya akan Anda hemat di Sangora: di sana Anda tidak membayar bea cukai, hanya sedikit hadiah untuk Datoe Mogoll yang dapat menyelesaikan semua di sini.

— Perusahaan Hindia Timur Britania, A Letter of Instructions from the East Indian Company to its Agent in East India, 1614.[11]

Dato Mogol meninggal pada tahun 1620 dan digantikan oleh putra sulungnya, Sulaiman.[12][b] Periode kekacauan meletus sepuluh tahun kemudian ketika Ratu Pattani menuduh penguasa baru Siam, Raja Prasat Thong, sebagai perampas dan tiran. Sang ratu menahan upeti dan memerintahkan serangan terhadap Ligor (sekarang Nakhon Si Thammarat) dan Bordelongh (sekarang Phatthalung); Ayutthaya menanggapi dengan memblokade Kerajaan Pattani dengan pasukan 60.000 orang, serta meminta bantuan dari Belanda untuk menangkap Kota tersebut. Singora terlibat dalam perselisihan ini dan pada tahun 1633 mengirim utusan ke Ayutthaya untuk meminta bantuan. Hasil dari permintaan ini tidak diketahui, tetapi catatan Belanda menunjukkan bahwa Singora rusak parah dan tanaman lada hancur.[13]


Kemerdekaan[sunting | sunting sumber]

Delegasi Kesultanan Singora (宋腒𦛨国) di Beijing, China, pada tahun 1761. 万国来朝图

Pada Desember 1641, Jeremias van Vliet meninggalkan Ayutthaya dan berlayar ke Batavia. Dia berhenti di Singora pada Februari 1642 dan menyampaikan surat pengantar dari Phra Khlang (dikenal oleh orang Belanda sebagai Berckelangh), pejabat Siam yang bertanggung jawab atas urusan luar negeri. Tanggapan Sulaiman memberikan wawasan tentang sikapnya terhadap kedaulatan:

Pada tanggal 3 Februari, delegasi van Vlieth mendarat di Sangora dan diterima oleh gubernur, yang marah dengan surat Berckelangh, dengan mengatakan bahwa negaranya terbuka bagi orang Belanda tanpa pengantar dari Siam dan bahwa surat itu tidak diperlukan. Tindakan angkuh ini dan lainnya tidak menyenangkan Hon. van Vlieth.

— Dutch Papers: Extracts from the "Dagh Register" 1624–1642.[14]

Pada akhir tahun itu, Sulaiman mendeklarasikan kemerdekaan dari Ayutthaya dan mengangkat dirinya sebagai Sultan Sulaiman Shah.[15] Dia memodernisasi pelabuhan, memerintahkan pembangunan tembok kota dan parit, serta membangun jaringan benteng yang membentang dari pelabuhan hingga puncak Khao Daeng.[16] Perdagangan berkembang pesat: kota ini sering dikunjungi oleh pedagang Belanda dan Portugis serta menikmati hubungan baik dengan pedagang Tiongkok.[17] Ayutthaya mencoba setidaknya tiga kali untuk merebut kembali Singora selama pemerintahan Sulaiman; setiap serangan gagal. Salah satu kampanye laut berakhir dengan rasa malu ketika laksamana Siam meninggalkan posnya.[18] Untuk membantu menangkis serangan darat, Sulaiman menugaskan saudaranya, Pharisees, untuk memperkuat kota terdekat Chai Buri di Phatthalung.[19]


Pemusnahan[sunting | sunting sumber]

Benteng 8, Khao Daeng, Singha Nakhon
Benteng 8, Khao Daeng di Gunung Khao Daeng; benteng-bentang di sisi bukit digunakan untuk mempertahankan Singora sebelum kerajaan tersebut dihancurkan

Pada tahun 1679, armada Siam Raja Narai memulai serangan akhir untuk membatalkan pemberontakan Singora. Beberapa peristiwa dilaporkan oleh Samuel Potts, seorang pedagang Perusahaan Hindia Timur Britania yang berbasis di Singora pada waktu itu. Dalam salah satu suratnya, ia melaporkan tentang kota tersebut yang bersiap untuk perang:

"Raja tersebut membentengi Kotanya, menembaki Benteng-Bentengnya yang berada diatas bukit, membuat semua persediaan yang ia dapat untuk pertahanannya, tidak diketahui bagaimana sampai Raja Siam sampai menentangnya."

— Samuel Potts, Samuel Potts di Sangora kepada Richard Burnaby di Siam, 22 Januari 1679.[20]

Dampaknya didokumentasikan oleh perwakilan duta-duta Prancis untuk Siam pada 1685 dan 1687.

Warisan[sunting | sunting sumber]

Ketika Singora dikalahkan, dua putra Sultan Sulaiman diberikan jabatan lain oleh Raja Narai di Siam: Hussein dan Mustapha ditunjuk menjadi Gubernur Phattalung dan Chaiya;[21] Generasi berikutnya dari keluarga Sultan Sulaiman memiliki hubungan erat dengan keluarga kerajaan Siam: Putri Sri Sulalai (permaisuri dari Raja Rama II) adalah keturunan dari Sultan Sulaiman dan ibu dari Raja Rama III.[22] Saat ini, keturunan Sultan Sulaiman meliputi Laksamana Niphon Sirithorn (seorang mantan laksamana Angkatan Laut Kerajaan Thai);[23] Jenderal Chavalit Yongchaiyudh, Perdana Menteri Thailand ke-22;[24] dan sebuah keluarga penenun sutra di provinsi Surat Thani.[21]


Benteng-benteng di Khao Daeng[sunting | sunting sumber]

Reruntuhan Singora terbuka bagi publik.[25][26] Empat belas reruntuhan benteng dapat dikunjungi: enam diantaranya (benteng 4,5,6,7, 8 dan 10) terletak diatas pegunungan Khao Daeng; yang lainnya berada di sepanjang kaki bukit.[27] Salah satu yang paling dapat dijangkau adalah benteng 9: benteng tersebut berada di atas sebuah bukit kecil dan dapat dilihat dari jalan utama yang mengarah dari Singha Nakhon menuju Pulau Ko Yo. Benteng 8 juga mudah dijangkau. Hal ini dapat diakses melalui tangga dekat masjid Sultan Sulaiman Shah dan menawarkan pemandangan Pulau Tikus dan Songkhla. Namun, benteng yang memiliki pemandangan yang bagus adalah benteng 6 yang berada di atas Khao Daeng. Benteng tersebut dapat dicapai dengan naik penerbangan yang dimulai dekat museum arkeologi kecil. Pendakian ke puncak melewati benteng 4 dan 5 berada di puncak juga terdapat dua pagoda: Keduanya dibangun di atas pangkalan benteng 10 pada tahun 1830an untuk memperingati kekalahan pemberontakan di Kedah (pada saat diduduki oleh Siam).[27][28]

Meriam Singora di Royal Hospital Chelsea di London
Meriam Singora di Royal Hospital Chelsea di London

Makam Sultan Sulaiman Shah[sunting | sunting sumber]

Terletak di pemakaman Muslim yang berjarak sekitar 1 km dari utara Khao Daeng, makam Sultan Sulaiman Shah dirumahkan dalam ukuran kecil dengan paviliun bergaya Thai yang dikelilingi oleh pohon-pohon besar.[29] Makam tersebut disebutkan dalam Sejarah Kerajaan Melayu Patani, sebuah naskah Javi yang berasal dari Hikayat Patani.[30] Teks tersebut mendeskripsikan Sultan Sulaiman sebagai seorang raja Muslim yang wafat dalam pertempuran dan makam tersebut sebagai "penuh ketiadaan tapi hutan".[31] Makam tersebut adalah tempat ziarah di selatan Thailand, dimana Sultan Sulaiman sama-sama dihormati baik oleh kaum Muslim maupun kaum Buddhis.[32]

Meriam Singora di London[sunting | sunting sumber]

Meriam tersebut tetap berada disana sampai direbut saat perang Burma-Siam 1765–1767 dan dibawa ke Burma. Meriam tersebut kemudian diambil oleh Britania pada saat Perang Inggris-Burma Ketiga (1885–1887) dan dibawa ke Inggris. Pada tahun 1887, meriam tersebut diperlihatkan di Royal Hospital Chelsea di London dan diletakan pada penyimpanan di samping tiang bendera di halaman Dewan Tokoh. Pada meriam tersebut terdapat sebelas inskripsi, sembilan diantaranya diukir dengan tulisan Arab dan dilapisi dengan perak. Salah satu inskripsi menyebutkan nama pengukirnya, Tun Juma'at Abu Mandus dari Singora; yang lainnya (ukiran gambar) dibuat dengan ornamen desain lingkaran dan terbaca "Cap Sultan Sulaiman Shah, Raja Kemenangan".[33][34][35]

Orang-orang Persia di Siam pada abad ke-17[sunting | sunting sumber]

Sultan Sulaiman Shah dan keluarganya bukanlah satu-satunya orang Persia yang mengembangkan kekuasaan di Siam pada abad ke-17. Naskah Ayuthaya menyatakan bahwa saudara-saudara Persia Sheikh Ahmad dam Muhammad Said datang ke Siam pada awal 1600an. Sheikh Ahmad memiliki hubungan akrab dengan Raja-Raja Songtham dan Prasat Thong, dan kemudian diangkat menjadi Phra Khlang. Keturunannya, keluarga Bunnag, menonjol secara politik pada tiga abad berikutnya.[36] Dalam surat tertanggal 1679, seorang karyawan Perusahaan Hindia Timur Britania mendiskusikan tentang perdagangan di semenanjung barat dan menyatakan bahwa "perdagangan yang cukup besar ini dikembangkan oleh orang-orang Persia dan Moor";[37] Diplomat Prancis Simon de la Loubère menyatakan bahwa dewan pimpinan dan provinsi-provinsi penting berada "di tangan-tangan Moor";[38] seorang pemimpin Persia, Aqa Muhammad, adalah salah satu punggawa kesayangan Raja Narai pada 1670an;[39] dalam Kapal Sulaiman, sebuah catatan dari seorang perwakilan yang dikirim ke Siam pada tahun 1685 atas nama Shah dari Persia, Sulaiman I, seorang narator menceritakan tentang pertemuan gubernur-gubernur berdarah Persia di Mergui (kemudian bagian dari Siam) dan Phetchaburi;[40] Jeremias van Vliet, Direktur pabrik Perusahaan Hindia Timur Belanda di Ayuthaya, menemukan bahwa "orang-orang Moor" dilindungi oleh raja.[41]

Catatan[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Chounchaisit (2007), hlm. 1, 126.
  2. ^ Iwamoto and Bytheway (2011), hlm. 81; Loubère (1693), hlm. 90; Gervaise (1688), hlm. 61–62.
  3. ^ Choungsakul (2006), hlm. 44–45; Chounchaisit (2007), hlm. 158.
  4. ^ Family History of Sultan Sulaiman (Royal Thai Navy), hlm. 1; Chounchaisit (2007), hlm. 158.
  5. ^ Dixon (1991), hlm. 63–66.
  6. ^ Cortesão (1944), hlm. 182.
  7. ^ Scupin (1980), hlm. 62–64.
  8. ^ Ibn Muhammad Ibrahim (1972), hlm. 58, 94–97.
  9. ^ Jacq-Hergoualc'h (1993), hlm. 185; Choungsakul (2006), hlm. 52; Falarti (2013), hlm. 152–154.
  10. ^ Ravenswaay (1910), hlm. 11, 68; Tavernier (1678), hlm. 157.
  11. ^ Maxwell 1910, hlm. 80–81.
  12. ^ Chounchaisit (2007), hlm. 158.
  13. ^ Na Pombejra (1984), hlm. 178–179; Dutch Papers: Extracts from the "Dagh Register" 1624–1642, hlm. 103–105; Ravenswaay (1910), hlm. 68.
  14. ^ Dutch Papers: Extracts from the "Dagh Register" 1624–1642, hlm. 103–105.
  15. ^ Choungsakul (2006), hlm. 44–45; Umar (2003), hlm. 15.
  16. ^ Chounchaisit (2007), hlm. 158; Singora Forts and City Walls (Ministry of Culture, Thailand).
  17. ^ Muller (1914), hlm. 73; Na Pombejra (1984), hlm. 393–394.
  18. ^ Records of the Relations between Siam and Foreign Countries in the 17th Century. Volume 2, hlm. 7, 19.
  19. ^ The History of Phattalung Province (Phattalung District Office).
  20. ^ Catatan nengenai hubungan antara Siam dan negara-negara asing pada abad ke-17. Vol. 2, p.214.
  21. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama surat_thani
  22. ^ Putthongchai, halaman 98.
  23. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama royal_thai_navy
  24. ^ Putthongchai, p. 82.
  25. ^ Chounchaisit, p. 126.
  26. ^ "Kota Tua di Kaki Bukit Khao Daeng". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-03-22. Diakses tanggal 2014-04-15. 
  27. ^ a b Reruntuhan dan dinding kota Singora Kementerian Kebudayaan Thai (Thai)
  28. ^ Dua pagoda Diarsipkan 2016-03-05 di Wayback Machine. Cultural Office, Songkhla (Thai)
  29. ^ Makam Sultan Sulaiman Shah Kementerian Kebudayaan Thai (Thai)
  30. ^ Montesano, p. 84.
  31. ^ Syukri, p. 10.
  32. ^ Montesano, p. 20. See also pp. 282–283.
  33. ^ Blagden, pp. 122–124.
  34. ^ Sweeney, pp. 52–53.
  35. ^ Scrivener, pp. 169–170.
  36. ^ Scupin, pp. 63–64.
  37. ^ Laporan tentang hubungan antara Siam dan negara-negara asing pada abad ke-17. Vol. 2, pp. 208–209.
  38. ^ Loubère, p. 112.
  39. ^ na Pombejra p.82.
  40. ^ Marcinkowski, pp. 19–24
  41. ^ Ravenswaay, p. 66.

Sumber[sunting | sunting sumber]

Pemerintah Thai / Perpustakaan Nasional Vajiranana[sunting | sunting sumber]

Tesis PhD[sunting | sunting sumber]

Buku[sunting | sunting sumber]

Jurnal[sunting | sunting sumber]


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/> yang berkaitan