Lompat ke isi

Hutan bakau: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
MyStori (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
(40 revisi perantara oleh 27 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Dead_mangrv_070826-227_mank.jpg|jmpl|240x240px|Hutan bakau di [[Muara Angke]], Jakarta (2007)]]
[[Berkas:Dead_mangrv_070826-227_mank.jpg|jmpl|Hutan bakau di [[Muara Angke]], Jakarta (2007)]]
[[Berkas:Hutan_Bakau_Kendari.JPG|jmpl|
[[Berkas:Hutan_Bakau_Kendari.JPG|jmpl|Hutan bakau di Teluk Kendari (2013)]]
[[Berkas:Gambia_048_from_KG.jpg|jmpl|Hutan bakau di [[Zambia]], [[Afrika]] ]]
Salah Satu Penampakan Hutan Bakau Teluk Kendari Tahun 2013.
[[File:Hutan Bakau Di Sekitar Mandeh 01.jpg|thumb|Hutan bakau di sekitar [[Kawasan Wisata Mandeh]], [[Sumatera Barat]]]]
]]
[[Berkas:Gambia_048_from_KG.jpg|jmpl|240x240px|
Hutan bakau di [[Zambia]], [[Afrika]].
]]


'''Hutan bakau''' atau disebut juga '''hutan mangrove''' adalah hutan yang tumbuh di air [[payau]],dan dipengaruhi oleh [[pasang-surut]] air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi [[lumpur|pelumpuran]] dan akumulasi bahan [[organik]]. Baik di [[teluk|teluk-teluk]] yang terlindung dari gempuran [[ombak]], maupun di sekitar [[muara]] [[sungai]] di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari [[hulu]].
'''Hutan bakau''' atau '''hutan mangrove''' adalah hutan yang tumbuh di air [[payau]], dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut.<ref name="Hutan Bakau Punya Manfaat Banyak Bagi Kehidupan - Suarapalu.com">{{cite web
| url = https://suarapalu.com/hutan-bakau-punya-manfaat-banyak-bagi-kehidupan/
| title = Hutan Bakau Punya Manfaat Banyak Bagi Kehidupan - Suarapalu.com
| languange = Indonesia
| accessdate = 12 Juni 2020
| archive-date = 2020-06-12
| archive-url = https://web.archive.org/web/20200612180229/https://suarapalu.com/hutan-bakau-punya-manfaat-banyak-bagi-kehidupan/
| dead-url = yes
}}</ref> Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat terjadi [[lumpur|pelumpuran]] dan akumulasi bahan [[Senyawa organik|organik]]. Baik di [[teluk|teluk-teluk]] yang terlindung dari gempuran [[ombak]], maupun di sekitar [[muara]] [[sungai]] tempat air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari [[hulu]].<ref name="Save Our Sea: Melestarikan Mangrove, Mencegah Abrasi Pantai">{{Cite news| url = https://amp.wartaekonomi.co.id/berita273783/save-our-sea-melestarikan-mangrove-mencegah-abrasi-pantai
| title = Save Our Sea: Melestarikan Mangrove, Mencegah Abrasi Pantai
| languange = Indonesia
| accessdate = 12 Juni 2020
| last2 = ekonomi
| first2 = Pemerhati masalah
| last3 = Sosial
| last4 = Kemanusiaan
| first4 = Dan
| work = [[Warta Ekonomi]]
| last = Wibowo
| first = Dwi Mukti
}}</ref>


Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya [[abrasi]] tanah; [[salinitas]] tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses [[adaptasi]] dan [[evolusi]].
Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya [[abrasi]] tanah; [[salinitas]] tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses [[adaptasi]] dan [[evolusi]].<ref name="media.neliti.com">{{cite web
| url = https://media.neliti.com/media/publications/273833-peran-ekosistem-hutan-mangrove-sebagai-h-a0aa7758.pdf
| title = media.neliti.com
| languange = Indonesia
| accessdate = 12 Juni 2020
}}</ref>


== Luas dan penyebaran ==
== Luas dan penyebaran ==
Hutan bakau menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama di sekeliling [[khatulistiwa]] di wilayah [[tropika]] dan sedikit di [[subtropika]].
Hutan bakau menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama di sekeliling [[khatulistiwa]] di wilayah [[tropika]] dan sedikit di [[subtropika]].


Luas hutan bakau di [[Indonesia]] antara 2,5 hingga 4,5 juta [[hektar]], merupakan mangrove yang terluas di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Spalding dkk, 1997 ''dalam'' Noor dkk, 1999).
Luas hutan bakau di [[Indonesia]] antara 2,5 hingga 4,5 juta [[hektar]], merupakan bakau yang terluas di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Spalding dkk, 1997 ''dalam'' Noor dkk, 1999).


Luas bakau di Indonesia mencapai 25 persen dari total luas mangrove di dunia. Namun sebagian kondisinya kritis.<ref>[http://www.portalkbr.com/opini/editorial/2696864_4307.html Ronaldo Versus Birokrasi Pengelolaan Hutan Mangrove Yang Lamban]</ref>
Luas bakau di Indonesia mencapai 25 persen dari total luas mangrove di dunia. Namun sebagian kondisinya kritis.<ref name="portalkbr.com">[http://www.portalkbr.com/opini/editorial/2696864_4307.html Ronaldo Versus Birokrasi Pengelolaan Hutan Mangrove Yang Lamban]</ref>


Di Indonesia, hutan mangrove yang luas terdapat di sekitar [[Dangkalan Sunda]] yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara sungai-sungai besar. Yakni di pantai timur [[Sumatra]] dan pantai barat serta selatan [[Kalimantan]]. Di pantai utara [[Jawa]], hutan-hutan ini telah lama terkikis oleh kebutuhan penduduknya terhadap lahan.
Di Indonesia, hutan bakau yang luas terdapat di sekitar [[Dangkalan Sunda]] yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara sungai-sungai besar. Yakni di pantai timur [[Sumatra]] dan pantai barat serta selatan [[Kalimantan]]. Di pantai utara [[Jawa]], hutan-hutan ini telah lama terkikis oleh kebutuhan penduduknya terhadap lahan.


Di bagian timur Indonesia, di tepi [[Dangkalan Sahul]], hutan mangrove yang masih baik terdapat di pantai barat daya [[Papua]], terutama di sekitar [[Teluk Bintuni]]. Mangrove di Papua mencapai luas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan bakau Indonesia.
Di bagian timur Indonesia, di tepi [[Dangkalan Sahul]], hutan bakau yang masih baik terdapat di pantai barat daya [[Papua]], terutama di sekitar [[Teluk Bintuni]]. Bakau di [[Papua]] mencapai luas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan bakau Indonesia.


== Lingkungan fisik dan zonasi ==
== Lingkungan fisik dan zonasi ==
[[Berkas:Mangroves.jpg|jmpl|240x240px|
[[Berkas:Mangroves.jpg|jmpl|
Pandangan di atas dan di bawah air, dekat perakaran pohon [[bakau]], ''Rhizophora'' sp.
Pandangan di atas dan di bawah air, dekat perakaran pohon [[bakau]], ''Rhizophora'' sp.
]]
]]
Baris 41: Baris 63:
Bagian luar juga mengalami genangan air pasang yang paling lama dibandingkan bagian yang lainnya; bahkan kadang-kadang terus menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi pasang tertinggi sekali dua kali dalam sebulan.
Bagian luar juga mengalami genangan air pasang yang paling lama dibandingkan bagian yang lainnya; bahkan kadang-kadang terus menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi pasang tertinggi sekali dua kali dalam sebulan.


Menghadapi variasi kondisi lingkungan seperti ini, secara alami terbentuk zonasi vegetasi mangrove; yang biasanya berlapis-lapis, mulai dari bagian terluar yang terpapar gelombang laut, hingga ke pedalaman yang relatif kering.
Menghadapi variasi kondisi lingkungan seperti ini, secara alami terbentuk zonasi vegetasi bakau; yang biasanya berlapis-lapis, mulai dari bagian terluar yang terpapar gelombang laut, hingga ke pedalaman yang relatif kering.


Jenis [[bakau]] (''Rhizophora'' spp.) biasanya tumbuh di bagian luar (yang kerap digempur ombak.) Bakau ''Rhizophora apiculata'' dan ''R. mucronata'' tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau ''R. stylosa'' dan [[perepat]] (''Sonneratia alba'') tumbuh di atas pasir berlumpur. Pada bagian laut yang lebih tenang hidup [[api-api hitam]] (''Avicennia alba'') di zona terluar atau zona pionir ini.
Jenis [[bakau]] (''Rhizophora'' spp.) biasanya tumbuh di bagian luar (yang kerap digempur ombak.) Bakau ''Rhizophora apiculata'' dan ''R. mucronata'' tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau ''R. stylosa'' dan [[perepat]] (''[[Perepat|Sonneratia alba]]'') tumbuh di atas pasir berlumpur.{{Butuh rujukan}} Pada sepanjang garis pantai yang terlindung, sungai yang terpengaruh pasang susut, atau bagian muka teluk menjadi zona pionir untuk spesies [[api-api hitam]] (''Avicennia alba'').<ref>{{Cite book|last=Suryanti, Supriharyono dan Anggoro, S.|date=2019|url=http://eprints.undip.ac.id/81428/1/BUKU_Pengelolaan_Wilayah_Pesisir_Terpadu_Suryanti__2019.pdf|title=Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu|location=Semarang|publisher=Undip Press|isbn=978-979-097-679-5|pages=70|url-status=live}}</ref>


Di bagian yang lebih dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran bakau ''R. mucronata'' dengan jenis-jenis [[kendeka]] (''Bruguiera'' spp.), [[kaboa]] (''Aegiceras corniculata'') dan lain-lain. Sedangkan di dekat tepi sungai, yang lebih tawar airnya, biasa ditemui [[nipah]] (''Nypa fruticans''), pidada (''Sonneratia caseolaris'') dan [[bintaro]] (''Cerbera'' spp.).
Di bagian yang lebih dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran bakau ''R. mucronata'' dengan jenis-jenis [[kendeka]] (''Bruguiera'' spp.), [[kaboa]] (''Aegiceras corniculata'') dan lain-lain. Sedangkan di dekat tepi sungai, yang lebih tawar airnya, biasa ditemui [[nipah]] (''Nypa fruticans''), pidada (''Sonneratia caseolaris'') dan [[bintaro]] (''Cerbera'' spp.).
Baris 50: Baris 72:


== Bentuk-bentuk adaptasi ==
== Bentuk-bentuk adaptasi ==
[[Berkas:Muthupet.jpg|jmpl|Tegakan [[api-api]] ''Avicennia'' di tepi laut. Perhatikan akar napas yang muncul ke atas lumpur pantai.]]
Menghadapi lingkungan yang ekstrem di hutan bakau, tetumbuhan beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan [[vegetasi]] mangrove menumbuhkan organ khas untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan kelenjar [[garam]] di daun. Namun ada pula bentuk-bentuk adaptasi [[fisiologi]]s.
Menghadapi lingkungan yang ekstrem di hutan bakau, tetumbuhan beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan [[vegetasi]] bakau menumbuhkan organ khas untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan kelenjar [[garam]] di daun. Namun ada pula bentuk-bentuk adaptasi [[fisiologi]]s.


Pohon-pohon bakau ([[Bakau|''Rhizophora'' spp]].), yang biasanya tumbuh di zona terluar, mengembangkan [[akar tunjang]] (''stilt root'') untuk bertahan dari ganasnya gelombang. Jenis-jenis [[api-api]] ([[Api-api|''Avicennia'' spp]].) dan [[pidada]] ([[Pidada|''Sonneratia'' spp]].) menumbuhkan [[akar napas]] (''pneumatophore'') yang muncul dari pekatnya lumpur untuk mengambil [[oksigen]] dari udara. Pohon [[kendeka]] ([[Bruguiera|''Bruguiera'' spp]].) mempunyai [[akar lutut]] (''knee root''), sementara pohon-pohon [[nirih]] (''Xylocarpus'' spp.) berakar papan yang memanjang berkelok-kelok; keduanya untuk menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula mendapatkan udara bagi pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis vegetasi bakau memiliki ''lentisel'', lubang pori pada [[pepagan]] untuk bernapas.
[[Berkas:Muthupet.jpg|ka|jmpl|280x280px|
Tegakan [[api-api]] ''Avicennia'' di tepi laut. Perhatikan akar napas yang muncul ke atas lumpur pantai.
]]
Pohon-pohon bakau (''Rhizophora'' spp.), yang biasanya tumbuh di zona terluar, mengembangkan [[akar tunjang]] (''stilt root'') untuk bertahan dari ganasnya gelombang. Jenis-jenis [[api-api]] (''Avicennia'' spp.) dan [[pidada]] (''Sonneratia'' spp.) menumbuhkan [[akar napas]] (''pneumatophore'') yang muncul dari pekatnya lumpur untuk mengambil [[oksigen]] dari udara. Pohon [[kendeka]] (''Bruguiera'' spp.) mempunyai [[akar lutut]] (''knee root''), sementara pohon-pohon [[nirih]] (''Xylocarpus'' spp.) berakar papan yang memanjang berkelok-kelok; keduanya untuk menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula mendapatkan udara bagi pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis vegetasi mangrove memiliki ''lentisel'', lubang pori pada [[pepagan]] untuk bernapas.


[[Berkas:Bruguiera gymnorhiza, black mangrove .jpg|jmpl|180px|Propagul ''[[Bruguiera gymnorhiza]]'' ]]
Untuk mengatasi salinitas yang tinggi, api-api mengeluarkan kelebihan garam melalui kelenjar di bawah daunnya. Sementara jenis yang lain, seperti ''Rhizophora mangle'', mengembangkan sistem perakaran yang hampir tak tertembus air garam. Air yang terserap telah hampir-hampir [[tawar]], sekitar 90-97% dari kandungan garam di air laut tak mampu melewati saringan akar ini. Garam yang sempat terkandung di tubuh tumbuhan, diakumulasikan di [[daun]] tua dan akan terbuang bersama gugurnya daun.
Untuk mengatasi salinitas yang tinggi, api-api mengeluarkan kelebihan garam melalui kelenjar di bawah daunnya. Sementara jenis yang lain, seperti ''Rhizophora mangle'', mengembangkan sistem perakaran yang hampir tak tertembus air garam. Air yang terserap telah hampir-hampir [[tawar]], sekitar 90-97% dari kandungan garam di air laut tak mampu melewati saringan akar ini. Garam yang sempat terkandung di tubuh tumbuhan, diakumulasikan di [[daun]] tua dan akan terbuang bersama gugurnya daun.


Pada pihak yang lain, mengingat sukarnya memperoleh air tawar, vegetasi mangrove harus berupaya mempertahankan kandungan air di dalam tubuhnya. Padahal lingkungan lautan tropika yang panas mendorong tingginya penguapan. Beberapa jenis tumbuhan hutan bakau mampu mengatur bukaan mulut daun (''stomata'') dan arah hadap permukaan daun di siang hari terik, sehingga mengurangi [[evaporasi]] dari daun.
Pada pihak yang lain, mengingat sukarnya memperoleh air tawar, vegetasi bakau harus berupaya mempertahankan kandungan air di dalam tubuhnya. Padahal lingkungan lautan tropika yang panas mendorong tingginya penguapan. Beberapa jenis tumbuhan hutan bakau mampu mengatur bukaan mulut daun (''[[stoma]]ta'') dan arah hadap permukaan daun di siang hari terik, sehingga mengurangi [[evaporasi]] dari daun.


== Perkembangbiakan ==
== Perkembangbiakan ==
[[Berkas:Red Mangrove, Panachikandal(Rhizophora mucronata ) seed.jpg|jmpl|180px|Propagul ''[[Rhizophora mucronata]]'' ]]
Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal perkembang biakan jenis. Lingkungan yang keras di hutan bakau hampir tidak memungkinkan jenis biji-bijian berkecambah dengan normal di atas lumpurnya. Selain kondisi kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan pasang-surut air laut membuat biji sukar mempertahankan daya hidupnya.
Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal perkembang biakan jenis. Lingkungan yang keras di hutan bakau hampir tidak memungkinkan jenis biji-bijian berkecambah dengan normal di atas lumpurnya. Selain kondisi kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan pasang-surut air laut membuat biji sukar mempertahankan daya hidupnya.


Hampir semua jenis flora hutan bakau memiliki biji atau buah yang dapat mengapung, sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus air. Selain itu, banyak dari jenis-jenis mangrove yang bersifat [[vivipar]]: yakni biji atau benihnya telah berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon.
Hampir semua jenis flora hutan bakau memiliki biji atau buah yang dapat mengapung, sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus air. Selain itu, banyak dari jenis-jenis bakau yang bersifat [[vivipar]]: yakni biji atau benihnya telah berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon.


Contoh yang paling dikenal barangkali adalah perkecambahan buah-buah bakau (''Rhizophora''), [[tengar]] (''Ceriops'') atau kendeka (''Bruguiera''). Buah pohon-pohon ini telah berkecambah dan mengeluarkan akar panjang serupa tombak manakala masih bergantung pada tangkainya. Ketika rontok dan jatuh, buah-buah ini dapat langsung menancap di lumpur di tempat jatuhnya, atau terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada bagian lain dari hutan. Kemungkinan lain, terbawa arus laut dan melancong ke tempat-tempat jauh.
Contoh yang paling dikenal barangkali adalah perkecambahan buah-buah bakau (''Rhizophora''), [[tengar]] (''Ceriops'') atau kendeka (''Bruguiera''). Buah pohon-pohon ini telah berkecambah dan mengeluarkan akar panjang serupa tombak manakala masih bergantung pada tangkainya. Ketika rontok dan jatuh, buah-buah ini dapat langsung menancap di lumpur di tempat jatuhnya, atau terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada bagian lain dari hutan. Kemungkinan lain, terbawa arus laut dan melancong ke tempat-tempat jauh.
Baris 71: Baris 93:


Propagul-propagul seperti ini dapat terbawa oleh arus dan ombak laut hingga berkilometer-kilometer jauhnya, bahkan mungkin menyeberangi laut atau [[selat]] bersama kumpulan sampah-sampah laut lainnya. Propagul dapat ‘tidur’ (''dormant'') berhari-hari bahkan berbulan, selama perjalanan sampai tiba di lokasi yang cocok. Jika akan tumbuh menetap, beberapa jenis propagul dapat mengubah perbandingan bobot bagian-bagian tubuhnya, sehingga bagian akar mulai tenggelam dan propagul mengambang [[vertikal]] di air. Ini memudahkannya untuk tersangkut dan menancap di dasar air dangkal yang berlumpur.
Propagul-propagul seperti ini dapat terbawa oleh arus dan ombak laut hingga berkilometer-kilometer jauhnya, bahkan mungkin menyeberangi laut atau [[selat]] bersama kumpulan sampah-sampah laut lainnya. Propagul dapat ‘tidur’ (''dormant'') berhari-hari bahkan berbulan, selama perjalanan sampai tiba di lokasi yang cocok. Jika akan tumbuh menetap, beberapa jenis propagul dapat mengubah perbandingan bobot bagian-bagian tubuhnya, sehingga bagian akar mulai tenggelam dan propagul mengambang [[vertikal]] di air. Ini memudahkannya untuk tersangkut dan menancap di dasar air dangkal yang berlumpur.

== Jenis perakaran mangrove ==
[[Berkas:Sonneratia alba Sm. (52264914886).jpg|jmpl|180px|Akar-akar pasak dari ''Sonneratia alba'' ]]
[[Berkas:Bruguiera gymnorhiza roots.jpg|jmpl|180px|Akar-akar lutut di sekeliling pohon ''Bruguiera gymnorhiza'' ]]
Tipe [[akar|perakaran]] hutan bakau ada beberapa macam. Sebenarnya, beranekanya jenis akar yang terdapat di hutan bakau adalah sebagai bentuk usaha (daya [[adaptasi]]) untuk menghadapi kondisi [[habitat]]nya yang berupa [[substrat]] [[lumpur]] dan hampir selalu tergenang air (reaksi [[anaerob]]). [[Flora]] hutan bakau, beradaptasi dengan membentuk akar-akar khusus untuk dapat tumbuh dengan kuat dan membantu mendapatkan [[oksigen]] dari udara.<ref>https://mangrovemagz.com/2017/03/03/tujuh-tipe-akar-mangrove-yang-wajib-anda-ketahui/</ref>

Karena kekhasannya, bentuk-bentuk akar mangrove dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk mengidentifikasi jenis tumbuhan mangrove. Ciri [[morfologi]] yang digunakan untuk mengenali sesuatu jenis atau spesies tumbuhan, biasanya, adalah bentuk dan susunan [[bunga]], bentuk dan susunan [[daun]], bentuk dan penampakan ranting dan [[batang]], serta beberapa kelengkapan lain seperti adanya [[daun penumpu]], [[sulur]], kelenjar, duri, rambut atau sisik, dan sebagainya. Terutama untuk pohon-pohon di wilayah mangrove dan rawa-rawa, pengenalan bentuk dan jenis perakarannya sangat membantu untuk identifikasi.

Tumbuhan mangrove mengembangkan struktur perakaran yang khas yang disebut [[akar udara]] (''aerial roots''). Yalah akar yang terkena udara secara langsung selama beberapa waktu dalam sehari atau bahkan sepanjang hari. Struktur perakaran tersebut merupakan kunci yang penting untuk membedakan jenis-jenis mangrove. [[Banir]] sebenarnya bukan termasuk akar udara, namun biasa ditemukan bersamaan dengan akar udara lainnya dan merupakan salah satu karakteristik yang penting untuk jenis-jenis mangrove.

Bentuk-bentuk perakaran mangrove itu, di antaranya:
[[Berkas:Phil Florencia Beach, Sarangani Bay.jpg|jmpl|180px|Akar-akar tunjang pada ''Rhizophora mucronata'' ]]
[[Berkas:Pneumatophore overkill - grey mangrove.JPG|jmpl|180px|Akar-akar gantung di pangkal batang ''Avicennia marina''. Perhatikan pula akar pensil yang berjejal-jejal di sekitarnya. ]]
[[Berkas:Bruguiera gymnorrhiza roots.jpg|jmpl|180px|Banir kecil di pangkal batang ''Bruguiera gymnorhiza'' ]]
# '''Akar pasak/akar napas''' (''pneumatophores''). Akar pasak adalah akar yang muncul dari sistem akar kabel yang tumbuh secara horisontal, dan memanjang ke atas ke arah udara. Akar ini bentuknya seperti pasak, pensil atau kerucut yang menonjol ke atas substrat (lumpur, pasir, tanah), dan acap kali berjejal-jejal. Akar napas ini terdapat pada jenis-jenis ''[[Avicennia]]'', ''[[Sonneratia]]'', dan juga ''Xylocarpus moluccensis''.
# '''Akar lutut''' (''knee roots''). Akar lutut merupakan modifikasi dari akar kabel yang pada awalnya tumbuh keluar ke arah permukaan substrat, namun kemudian berbelok ke bawah kembali ke substrat lagi. Oleh sebab itu bentuknya menyerupai lutut yang tertekuk di atas permukaan substrat. Akar lutut seperti ini terdapat pada jenis-jenis ''[[Bruguiera]]'', seperti pada ''B. cylindrica'', ''B. gymnorhiza'' dan ''B. parviflora''.
# '''Akar tunjang''' (''stilt roots''). Akar tunjang merupakan bentuk perakaran yang keluar dari batang (di atas tanah) dan tumbuh miring atau melengkung ke bawah ke arah substrat, dan berfungsi untuk menunjang atau memperkuat berdirinya pohon. Akar ini mula-mula mencuat dari batang pohon dan dahan paling bawah, lalu memanjang ke luar dan menuju ke permukaan tanah. Akar semacam ini terdapat pada jenis-jenis bakau (''[[Rhizophora]]'' spp.), seperti pada ''R. apiculata'', ''R. mucronata'' dan ''R. stylosa''.
# '''Akar gantung''' (''aerial roots''). Akar gantung adalah akar napas yang muncul dari batang atau cabang bagian bawah, tetapi biasanya tidak mencapai substrat; jadi menggantung begitu saja di sisi batang. Akar gantung terdapat pada ''Rhizophora'', ''Avicennia'' dan ''[[Acanthus]]'' (jeruju).
# '''Akar papan''' (''plank roots''). Akar papan hampir sama dengan akar tunjang, tetapi akar ini melebar dan memipih tegak menjadi bentuk lempengan panjang, mirip dengan [[papan]] yang berkelok-kelok. Akar ini juga tumbuh secara horisontal, berbentuk seperti pita di atas permukaan tanah, bergelombang dan berliku-liku ke arah samping seperti ular. Akar ini, salah satunya, terdapat pada nyirih ''[[Xylocarpus granatum]]''.
# '''Banir''' (''buttress''). Bentuk banir adalah seperti papan miring, memanjang secara radial dari pangkal batang. Akar banir di antaranya terdapat pada ''[[Bruguiera gymnorhiza]]'', tengar (''[[Ceriops]]'' spp.) dan juga dungun (''[[Heritiera littoralis]]'').
# Tanpa akar udara. Banyak pula jenis tumbuhan mangrove yang memiliki perakaran biasa, tidak memiliki akar udara. Beberapa contohnya adalah jenis-jenis kaboa (''[[Aegiceras corniculatum]]''), teruntum putih (''[[Lumnitzera racemosa]]''), dan ''[[Xylocarpus rumphii]]''.

Sebagai catatan, beberapa jenis pohon mangrove dapat memiliki lebih dari satu macam bentuk akar udara secara bersamaan, seperti pada nyirih batu (''[[Xylocarpus moluccensis]]'').


== Suksesi hutan bakau ==
== Suksesi hutan bakau ==
[[Berkas:Avic marin 070728 020 mank.jpg|jmpl|180px|Akar-akar pensil [[api-api]] memerangkap sampah di [[Muara Angke]] ]]
Tumbuh dan berkembangnya suatu hutan dikenal dengan istilah suksesi hutan (''forest succession'' atau ''sere''). Hutan bakau merupakan suatu contoh suksesi hutan di [[lahan basah]] (disebut ''hydrosere''). Dengan adanya proses suksesi ini, perlu diketahui bahwa zonasi hutan bakau pada uraian di atas tidaklah kekal, melainkan secara perlahan-lahan bergeser.
Tumbuh dan berkembangnya suatu hutan dikenal dengan istilah suksesi hutan (''forest succession'' atau ''sere''). Hutan bakau merupakan suatu contoh suksesi hutan di [[lahan basah]] (disebut ''hydrosere''). Dengan adanya proses suksesi ini, perlu diketahui bahwa zonasi hutan bakau pada uraian di atas tidaklah kekal, melainkan secara perlahan-lahan bergeser.


Suksesi dimulai dengan terbentuknya suatu paparan lumpur (''mudflat'') yang dapat berfungsi sebagai substrat hutan bakau. Hingga pada suatu saat substrat baru ini diinvasi oleh propagul-propagul vegetasi mangrove, dan mulailah terbentuk vegetasi [[pionir]] hutan bakau.
Suksesi dimulai dengan terbentuknya suatu paparan lumpur (''mudflat'') yang dapat berfungsi sebagai substrat hutan bakau. Hingga pada suatu saat substrat baru ini diinvasi oleh propagul-propagul vegetasi bakau, dan mulai lah terbentuk vegetasi [[pionir]] hutan bakau.


Tumbuhnya hutan bakau di suatu tempat bersifat menangkap lumpur. Tanah halus yang dihanyutkan aliran sungai, pasir yang terbawa arus laut, segala macam sampah dan hancuran vegetasi, akan diendapkan di antara perakaran vegetasi mangrove. Dengan demikian lumpur lambat laun akan terakumulasi semakin banyak dan semakin cepat. Hutan bakau pun semakin meluas.
Tumbuhnya hutan bakau di suatu tempat bersifat memerangkap lumpur. Tanah halus yang dihanyutkan aliran sungai, pasir yang terbawa arus laut, segala macam sampah dan hancuran vegetasi, akan diendapkan di antara perakaran vegetasi bakau. Dengan demikian lumpur lambat laun akan terakumulasi semakin banyak dan semakin cepat. Hutan bakau pun akan semakin meluas.


Pada saatnya bagian dalam hutan bakau akan mulai mengering dan menjadi tidak cocok lagi bagi pertumbuhan jenis-jenis pionir seperti ''Avicennia alba'' dan ''Rhizophora mucronata''. Ke bagian ini masuk jenis-jenis baru seperti ''Bruguiera'' spp. Maka terbentuklah zona yang baru di bagian belakang.
Pada saatnya bagian dalam hutan bakau akan mulai mengering dan menjadi tidak cocok lagi bagi pertumbuhan jenis-jenis pionir seperti ''Avicennia alba'' dan ''Rhizophora mucronata''. Ke bagian ini masuk jenis-jenis baru seperti ''Bruguiera'' spp. Maka terbentuklah zona yang baru di bagian belakang.
Baris 85: Baris 131:
Uraian di atas adalah penyederhanaan, dari keadaan alam yang sesungguhnya jauh lebih rumit. Karena tidak selalu hutan bakau terus bertambah luas, bahkan mungkin dapat habis karena faktor-faktor alam seperti [[abrasi]]. Demikian pula munculnya zona-zona tak selalu dapat diperkirakan.
Uraian di atas adalah penyederhanaan, dari keadaan alam yang sesungguhnya jauh lebih rumit. Karena tidak selalu hutan bakau terus bertambah luas, bahkan mungkin dapat habis karena faktor-faktor alam seperti [[abrasi]]. Demikian pula munculnya zona-zona tak selalu dapat diperkirakan.


Di wilayah-wilayah yang sesuai, hutan mangrove ini dapat tumbuh meluas mencapai ketebalan 4 [[kilometer|km]] atau lebih; meskipun pada umumnya kurang dari itu.
Di wilayah-wilayah yang sesuai, hutan bakau ini dapat tumbuh meluas mencapai ketebalan 4 [[kilometer|km]] atau lebih; meskipun pada umumnya kurang dari itu.


== Kekayaan flora ==
== Kekayaan flora ==
Beraneka jenis tumbuhan dijumpai di hutan bakau. Akan tetapi hanya sekitar 54 [[spesies]] dari 20 [[genus|genera]], anggota dari sekitar 16 suku, yang dianggap sebagai jenis-jenis mangrove sejati. Yakni jenis-jenis yang ditemukan hidup terbatas di lingkungan hutan mangrove dan jarang tumbuh di luarnya.
Beraneka jenis tumbuhan dijumpai di hutan bakau. Akan tetapi hanya sekitar 54 [[spesies]] dari 20 [[genus|genera]], anggota dari sekitar 16 suku, yang dianggap sebagai jenis-jenis bakau sejati. Yakni jenis-jenis yang ditemukan hidup terbatas di lingkungan hutan bakau dan jarang tumbuh di luarnya.


Dari jenis-jenis itu, sekitar 39 jenisnya ditemukan tumbuh di Indonesia; menjadikan hutan bakau Indonesia sebagai yang paling kaya jenis di lingkungan [[Samudera Hindia]] dan [[Pasifik]]. Total jenis keseluruhan yang telah diketahui, termasuk jenis-jenis mangrove ikutan, adalah 202 spesies
Dari jenis-jenis itu, sekitar 39 jenisnya ditemukan tumbuh di Indonesia; menjadikan hutan bakau Indonesia sebagai yang paling kaya jenis di lingkungan [[Samudra Hindia]] dan [[Pasifik]]. Total jenis keseluruhan yang telah diketahui, termasuk jenis-jenis bakau ikutan, adalah 202 spesies


(Noor dkk, 1999).
(Noor dkk, 1999).


Berikut ini adalah daftar suku dan [[genus]] mangrove sejati, beserta jumlah jenisnya (dimodifikasi dari Tomlinson, 1986).
Berikut ini adalah daftar suku dan [[genus]] bakau sejati, beserta jumlah jenisnya (dimodifikasi dari Tomlinson, 1986).


=== Penyusun utama ===
=== Penyusun utama ===
Baris 117: Baris 163:


=== Penyusun minor ===
=== Penyusun minor ===
[[Berkas:Acrostichum aureum.jpg|jmpl|200px|Paku laut, ''Acrostichum aureum''.]]
[[Berkas:Acrostichum aureum.jpg|jmpl|Paku laut, ''Acrostichum aureum''.]]
{| class=wikitable
{| class=wikitable
! Suku !! Genus, jumlah spesies
! Suku !! Genus, jumlah spesies
Baris 162: Baris 208:


== Fungsi dan manfaat ==
== Fungsi dan manfaat ==
Dari segi ekonomi, hutan mangrove menghasilkan beberapa jenis [[kayu]] yang berkualitas baik, dan juga hasil-hasil non-kayu atau yang biasa disebut dengan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), berupa [[arang]] kayu; [[tanin]], bahan pewarna dan kosmetik; serta bahan pangan dan minuman. Termasuk pula di antaranya adalah hewan-hewan yang biasa ditangkapi seperti [[biawak air]] (''Varanus salvator''), [[kepiting bakau]] (''Scylla serrata''), [[udang lumpur]] (''Thalassina anomala''), [[siput bakau]] (''Telescopium telescopium''), serta berbagai jenis ikan [[belodok]].
Dari segi ekonomi, hutan bakau menghasilkan beberapa jenis [[kayu]] yang berkualitas baik, dan juga hasil-hasil non-kayu atau yang biasa disebut dengan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), berupa [[arang]] kayu; [[tanin]], bahan pewarna dan kosmetik; serta bahan pangan dan minuman. Termasuk pula di antaranya adalah hewan-hewan yang biasa ditangkapi seperti [[biawak air]] (''Varanus salvator''), [[kepiting bakau]] (''Scylla serrata''), [[udang lumpur]] (''Thalassina anomala''), [[siput bakau]] (''Telescopium telescopium''), serta berbagai jenis ikan [[belodok]].


Manfaat yang lebih penting dari hutan bakau adalah fungsi ekologisnya sebagai pelindung pantai, habitat berbagai jenis satwa, dan tempat pembesaran (''nursery ground'') banyak jenis ikan laut.
Manfaat yang lebih penting dari hutan bakau adalah fungsi ekologisnya sebagai pelindung pantai, habitat berbagai jenis satwa, dan tempat pembesaran (''nursery ground'') banyak jenis ikan laut.


Salah satu fungsi utama hutan bakau adalah untuk melindungi garis pantai dari [[abrasi]] atau pengikisan, serta meredam gelombang besar termasuk [[tsunami]]. Di [[Jepang]], salah satu upaya mengurangi dampak ancaman tsunami adalah dengan membangun ''green belt'' atau sabuk hijau berupa hutan mangrove. Sedangkan di [[Indonesia]], sekitar 28 wilayah dikategorikan rawan terkena tsunami karena hutan bakaunya sudah banyak beralih fungsi menjadi [[tambak]], kebun [[kelapa sawit]] dan alih fungsi lain.<ref>[http://www.portalkbr.com/opini/editorial/2696864_4307.html Ronaldo Versus Birokrasi Pengelolaan Hutan Mangrove Yang Lamban]</ref>
Salah satu fungsi utama hutan bakau adalah untuk melindungi garis pantai dari [[abrasi]] atau pengikisan, serta meredam gelombang besar termasuk [[tsunami|semong]] (tsunami). Di [[Jepang]], salah satu upaya mengurangi dampak ancaman semong adalah dengan membangun ''green belt'' atau sabuk hijau berupa hutan bakau. Sedangkan di [[Indonesia]], sekitar 28 wilayah dikategorikan rawan terkena tsunami karena hutan bakaunya sudah banyak beralih fungsi menjadi [[tambak]], kebun [[kelapa sawit]] dan alih fungsi lain.<ref name="portalkbr.com"/>
<!--
<!--
[[Balai Pengelolaan Hutan Mangrove]] (BPHM) Wilayah I dan II
[[Balai Pengelolaan Hutan Mangrove]] (BPHM) Wilayah I dan II
Hingga saat ini, BPHM Wilayah I telah mengembangkan beberapa jenis tumbuhan pada hutan mangrove untuk dapat dimanfaatkan sebagai;
Hingga saat ini, BPHM Wilayah I telah mengembangkan beberapa jenis tumbuhan pada hutan bakau untuk dapat dimanfaatkan sebagai;


1. Bahan pangan pengganti beras maupun untuk tepung kue dari buah '''Lindur ''(Bruguiera gymnorrhiza'')'''.
1. Bahan pangan pengganti beras maupun untuk tepung kue dari buah '''Lindur ''(Bruguiera gymnorrhiza'')'''.


2. Bahan minuman sirup, dodol, selain dan puding dari buah '''Pidada ''(Sonneratia caseolaris)'''''.
2. Bahan minuman sirop, dodol, selain dan puding dari buah '''Pidada ''(Sonneratia caseolaris)'''''.


3. Bahan pembuat sabun dari buah '''Pidada ''(Sonneratia caseolaris)'''''.
3. Bahan pembuat sabun dari buah '''Pidada ''(Sonneratia caseolaris)'''''.
Baris 186: Baris 232:
-->
-->


== Artikel terkait ==
== Lihat pula ==
* [[Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung]]
[[Margasatwa hutan bakau]].
* [[Margasatwa hutan bakau]].


== Rujukan ==
== Rujukan ==
Baris 220: Baris 267:
* Twilley, R. R., V.H. Rivera-Monroy, E. Medina, A. Nyman, J. Foret, T. Mallach, and L. Botero. 2000. Patterns of forest development in mangroves along the San Juan River estuary, Venezuela. Forest Ecology and Management.
* Twilley, R. R., V.H. Rivera-Monroy, E. Medina, A. Nyman, J. Foret, T. Mallach, and L. Botero. 2000. Patterns of forest development in mangroves along the San Juan River estuary, Venezuela. Forest Ecology and Management.
* Murray, M.R., Zisman, S.A., Furley, P.A., Munro, D.M., Gibson, J., Ratter, J., Bridgewater, S., Mity, C.D., and C.J. Place. 2003. "The Mangroves of Belize: Part 1. Distribution, Composition and Classification." ''Forest Ecology and Management'' 174: 265–279
* Murray, M.R., Zisman, S.A., Furley, P.A., Munro, D.M., Gibson, J., Ratter, J., Bridgewater, S., Mity, C.D., and C.J. Place. 2003. "The Mangroves of Belize: Part 1. Distribution, Composition and Classification." ''Forest Ecology and Management'' 174: 265–279
* Cherrington, E.A., Hernandez, B.E., Trejos, N.A., Smith, O.A., Anderson, E.R., Flores, A.I., and B.C. Garcia. 2010. "Identification of Threatened and Resilient Mangroves in the Belize Barrier Reef System." Technical report to the World Wildlife Fund. Water Center for the Humid Tropics of Latin America and the Caribbean (CATHALAC) / Regional Visualization & Monitoring System (SERVIR). 28 pp. http://maps.cathalac.org/Downloads/data/bz/bz_mangroves_1980-2010_highres.pdf
* Cherrington, E.A., Hernandez, B.E., Trejos, N.A., Smith, O.A., Anderson, E.R., Flores, A.I., and B.C. Garcia. 2010. "Identification of Threatened and Resilient Mangroves in the Belize Barrier Reef System." Technical report to the World Wildlife Fund. Water Center for the Humid Tropics of Latin America and the Caribbean (CATHALAC) / Regional Visualization & Monitoring System (SERVIR). 28 pp. http://maps.cathalac.org/Downloads/data/bz/bz_mangroves_1980-2010_highres.pdf {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20110725142755/http://maps.cathalac.org/Downloads/data/bz/bz_mangroves_1980-2010_highres.pdf |date=2011-07-25 }}
* Vo Quoc, T., Kuenzer, C., Vo Quang, M., Moder, F., and N. Oppelt, 2012. "Review of Valuation Methods for Mangrove Ecosystem Services". ''Journal of Ecological Indicators'', 23: 431-446
* Vo Quoc, T., Kuenzer, C., Vo Quang, M., Moder, F., and N. Oppelt, 2012. "Review of Valuation Methods for Mangrove Ecosystem Services". ''Journal of Ecological Indicators'', 23: 431-446
* Vreugdenhil, D., Meerman, J., Meyrat, A., Gómez, L.D., and D.J. Graham. 2002. "Map of the Ecosystems of Central America: Final Report." World Bank, Washington, DC. 56 pp.
* Vreugdenhil, D., Meerman, J., Meyrat, A., Gómez, L.D., and D.J. Graham. 2002. "Map of the Ecosystems of Central America: Final Report." World Bank, Washington, DC. 56 pp.
Baris 244: Baris 291:
* {{en}} [http://www.kenyanmangroves.com East African Mangroves]
* {{en}} [http://www.kenyanmangroves.com East African Mangroves]
* {{en}} [http://www.mangrove.at Large mangrove website]
* {{en}} [http://www.mangrove.at Large mangrove website]
* {{en}} [http://www.mangroveboard.com www.mangroveboard.com] Mangrove Board
* {{en}} [http://www.mangroveboard.com www.mangroveboard.com] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20191015225733/http://www.mangroveboard.com/ |date=2019-10-15 }} Mangrove Board
* [[Balai Mangrove Bali http://www.balaimangrovebali.org|Balai Mangrove Bali]] - Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah I, informasi aktivitas pelatihan dan pengelolaan hutan mangrove di wilayah kerja BPHM Wilayah I.
* [[Balai Mangrove Bali http://www.balaimangrovebali.org|Balai Mangrove Bali]] - Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah I, informasi aktivitas pelatihan dan pengelolaan hutan mangrove di wilayah kerja BPHM Wilayah I.
* {{en}} [http://www.glomis.com Global Mangrove database and Information System (GLOMIS)]
* {{en}} [http://www.glomis.com Global Mangrove database and Information System (GLOMIS)]
Baris 250: Baris 297:
{{Bioma}}
{{Bioma}}


{{Authority control}}
[[Kategori:Mangrove]]

[[Kategori:Hutan]]
[[Kategori:Hutan]]
[[Kategori:Ekosistem bahari]]
[[Kategori:Ekosistem bahari]]
[[Kategori:Hutan bakau| ]]

Revisi per 21 Juli 2024 16.25

Hutan bakau di Muara Angke, Jakarta (2007)
Hutan bakau di Teluk Kendari (2013)
Hutan bakau di Zambia, Afrika
Hutan bakau di sekitar Kawasan Wisata Mandeh, Sumatera Barat

Hutan bakau atau hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di air payau, dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut.[1] Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai tempat air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.[2]

Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya abrasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.[3]

Luas dan penyebaran

Hutan bakau menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika.

Luas hutan bakau di Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan bakau yang terluas di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999).

Luas bakau di Indonesia mencapai 25 persen dari total luas mangrove di dunia. Namun sebagian kondisinya kritis.[4]

Di Indonesia, hutan bakau yang luas terdapat di sekitar Dangkalan Sunda yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara sungai-sungai besar. Yakni di pantai timur Sumatra dan pantai barat serta selatan Kalimantan. Di pantai utara Jawa, hutan-hutan ini telah lama terkikis oleh kebutuhan penduduknya terhadap lahan.

Di bagian timur Indonesia, di tepi Dangkalan Sahul, hutan bakau yang masih baik terdapat di pantai barat daya Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Bakau di Papua mencapai luas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan bakau Indonesia.

Lingkungan fisik dan zonasi

Pandangan di atas dan di bawah air, dekat perakaran pohon bakau, Rhizophora sp.

Jenis tumbuhan hutan bakau ini berbeda-beda, karena bereaksi terhadap variasi (perubahan) lingkungan fisik di atas, sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu. Beberapa faktor lingkungan fisik tersebut adalah sebagai berikut :

Jenis tanah

Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat berbeda. Yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya; bahkan ada pula hutan bakau yang tumbuh di atas tanah gambut.

Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang.

Terpaan ombak

Bagian luar atau bagian depan hutan bakau yang berhadapan dengan laut terbuka sering harus mengalami terpaan ombak yang keras dan aliran air yang kuat. Tidak seperti bagian dalamnya yang lebih tenang.

Yang agak serupa adalah bagian-bagian hutan yang berhadapan langsung dengan aliran air sungai, yakni yang terletak di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas di bagian ini tidak begitu tinggi, terutama di bagian-bagian yang agak jauh dari muara. Hutan bakau juga merupakan salah satu perisai alam yang menahan laju ombak besar.

Penggenangan oleh air pasang

Bagian luar juga mengalami genangan air pasang yang paling lama dibandingkan bagian yang lainnya; bahkan kadang-kadang terus menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi pasang tertinggi sekali dua kali dalam sebulan.

Menghadapi variasi kondisi lingkungan seperti ini, secara alami terbentuk zonasi vegetasi bakau; yang biasanya berlapis-lapis, mulai dari bagian terluar yang terpapar gelombang laut, hingga ke pedalaman yang relatif kering.

Jenis bakau (Rhizophora spp.) biasanya tumbuh di bagian luar (yang kerap digempur ombak.) Bakau Rhizophora apiculata dan R. mucronata tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau R. stylosa dan perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir berlumpur.[butuh rujukan] Pada sepanjang garis pantai yang terlindung, sungai yang terpengaruh pasang susut, atau bagian muka teluk menjadi zona pionir untuk spesies api-api hitam (Avicennia alba).[5]

Di bagian yang lebih dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran bakau R. mucronata dengan jenis-jenis kendeka (Bruguiera spp.), kaboa (Aegiceras corniculata) dan lain-lain. Sedangkan di dekat tepi sungai, yang lebih tawar airnya, biasa ditemui nipah (Nypa fruticans), pidada (Sonneratia caseolaris) dan bintaro (Cerbera spp.).

Pada bagian yang lebih kering di pedalaman hutan didapatkan nirih (Xylocarpus spp.), teruntum (Lumnitzera racemosa), dungun kecil (Heritiera littoralis) dan kayu buta-buta (Excoecaria agallocha).

Bentuk-bentuk adaptasi

Tegakan api-api Avicennia di tepi laut. Perhatikan akar napas yang muncul ke atas lumpur pantai.

Menghadapi lingkungan yang ekstrem di hutan bakau, tetumbuhan beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi bakau menumbuhkan organ khas untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan kelenjar garam di daun. Namun ada pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis.

Pohon-pohon bakau (Rhizophora spp.), yang biasanya tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) untuk bertahan dari ganasnya gelombang. Jenis-jenis api-api (Avicennia spp.) dan pidada (Sonneratia spp.) menumbuhkan akar napas (pneumatophore) yang muncul dari pekatnya lumpur untuk mengambil oksigen dari udara. Pohon kendeka (Bruguiera spp.) mempunyai akar lutut (knee root), sementara pohon-pohon nirih (Xylocarpus spp.) berakar papan yang memanjang berkelok-kelok; keduanya untuk menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula mendapatkan udara bagi pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis vegetasi bakau memiliki lentisel, lubang pori pada pepagan untuk bernapas.

Propagul Bruguiera gymnorhiza

Untuk mengatasi salinitas yang tinggi, api-api mengeluarkan kelebihan garam melalui kelenjar di bawah daunnya. Sementara jenis yang lain, seperti Rhizophora mangle, mengembangkan sistem perakaran yang hampir tak tertembus air garam. Air yang terserap telah hampir-hampir tawar, sekitar 90-97% dari kandungan garam di air laut tak mampu melewati saringan akar ini. Garam yang sempat terkandung di tubuh tumbuhan, diakumulasikan di daun tua dan akan terbuang bersama gugurnya daun.

Pada pihak yang lain, mengingat sukarnya memperoleh air tawar, vegetasi bakau harus berupaya mempertahankan kandungan air di dalam tubuhnya. Padahal lingkungan lautan tropika yang panas mendorong tingginya penguapan. Beberapa jenis tumbuhan hutan bakau mampu mengatur bukaan mulut daun (stomata) dan arah hadap permukaan daun di siang hari terik, sehingga mengurangi evaporasi dari daun.

Perkembangbiakan

Propagul Rhizophora mucronata

Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal perkembang biakan jenis. Lingkungan yang keras di hutan bakau hampir tidak memungkinkan jenis biji-bijian berkecambah dengan normal di atas lumpurnya. Selain kondisi kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan pasang-surut air laut membuat biji sukar mempertahankan daya hidupnya.

Hampir semua jenis flora hutan bakau memiliki biji atau buah yang dapat mengapung, sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus air. Selain itu, banyak dari jenis-jenis bakau yang bersifat vivipar: yakni biji atau benihnya telah berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon.

Contoh yang paling dikenal barangkali adalah perkecambahan buah-buah bakau (Rhizophora), tengar (Ceriops) atau kendeka (Bruguiera). Buah pohon-pohon ini telah berkecambah dan mengeluarkan akar panjang serupa tombak manakala masih bergantung pada tangkainya. Ketika rontok dan jatuh, buah-buah ini dapat langsung menancap di lumpur di tempat jatuhnya, atau terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada bagian lain dari hutan. Kemungkinan lain, terbawa arus laut dan melancong ke tempat-tempat jauh.

Buah nipah (Nypa fruticans) telah muncul pucuknya sementara masih melekat di tandannya. Sementara buah api-api, kaboa (Aegiceras), jeruju (Acanthus) dan beberapa lainnya telah pula berkecambah di pohon, meski tak tampak dari sebelah luarnya. Keistimewaan-keistimewaan ini tak pelak lagi meningkatkan keberhasilan hidup dari anak-anak semai pohon-pohon itu. Anak semai semacam ini disebut dengan istilah propagul.

Propagul-propagul seperti ini dapat terbawa oleh arus dan ombak laut hingga berkilometer-kilometer jauhnya, bahkan mungkin menyeberangi laut atau selat bersama kumpulan sampah-sampah laut lainnya. Propagul dapat ‘tidur’ (dormant) berhari-hari bahkan berbulan, selama perjalanan sampai tiba di lokasi yang cocok. Jika akan tumbuh menetap, beberapa jenis propagul dapat mengubah perbandingan bobot bagian-bagian tubuhnya, sehingga bagian akar mulai tenggelam dan propagul mengambang vertikal di air. Ini memudahkannya untuk tersangkut dan menancap di dasar air dangkal yang berlumpur.

Jenis perakaran mangrove

Akar-akar pasak dari Sonneratia alba
Akar-akar lutut di sekeliling pohon Bruguiera gymnorhiza

Tipe perakaran hutan bakau ada beberapa macam. Sebenarnya, beranekanya jenis akar yang terdapat di hutan bakau adalah sebagai bentuk usaha (daya adaptasi) untuk menghadapi kondisi habitatnya yang berupa substrat lumpur dan hampir selalu tergenang air (reaksi anaerob). Flora hutan bakau, beradaptasi dengan membentuk akar-akar khusus untuk dapat tumbuh dengan kuat dan membantu mendapatkan oksigen dari udara.[6]

Karena kekhasannya, bentuk-bentuk akar mangrove dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk mengidentifikasi jenis tumbuhan mangrove. Ciri morfologi yang digunakan untuk mengenali sesuatu jenis atau spesies tumbuhan, biasanya, adalah bentuk dan susunan bunga, bentuk dan susunan daun, bentuk dan penampakan ranting dan batang, serta beberapa kelengkapan lain seperti adanya daun penumpu, sulur, kelenjar, duri, rambut atau sisik, dan sebagainya. Terutama untuk pohon-pohon di wilayah mangrove dan rawa-rawa, pengenalan bentuk dan jenis perakarannya sangat membantu untuk identifikasi.

Tumbuhan mangrove mengembangkan struktur perakaran yang khas yang disebut akar udara (aerial roots). Yalah akar yang terkena udara secara langsung selama beberapa waktu dalam sehari atau bahkan sepanjang hari. Struktur perakaran tersebut merupakan kunci yang penting untuk membedakan jenis-jenis mangrove. Banir sebenarnya bukan termasuk akar udara, namun biasa ditemukan bersamaan dengan akar udara lainnya dan merupakan salah satu karakteristik yang penting untuk jenis-jenis mangrove.

Bentuk-bentuk perakaran mangrove itu, di antaranya:

Akar-akar tunjang pada Rhizophora mucronata
Akar-akar gantung di pangkal batang Avicennia marina. Perhatikan pula akar pensil yang berjejal-jejal di sekitarnya.
Banir kecil di pangkal batang Bruguiera gymnorhiza
  1. Akar pasak/akar napas (pneumatophores). Akar pasak adalah akar yang muncul dari sistem akar kabel yang tumbuh secara horisontal, dan memanjang ke atas ke arah udara. Akar ini bentuknya seperti pasak, pensil atau kerucut yang menonjol ke atas substrat (lumpur, pasir, tanah), dan acap kali berjejal-jejal. Akar napas ini terdapat pada jenis-jenis Avicennia, Sonneratia, dan juga Xylocarpus moluccensis.
  2. Akar lutut (knee roots). Akar lutut merupakan modifikasi dari akar kabel yang pada awalnya tumbuh keluar ke arah permukaan substrat, namun kemudian berbelok ke bawah kembali ke substrat lagi. Oleh sebab itu bentuknya menyerupai lutut yang tertekuk di atas permukaan substrat. Akar lutut seperti ini terdapat pada jenis-jenis Bruguiera, seperti pada B. cylindrica, B. gymnorhiza dan B. parviflora.
  3. Akar tunjang (stilt roots). Akar tunjang merupakan bentuk perakaran yang keluar dari batang (di atas tanah) dan tumbuh miring atau melengkung ke bawah ke arah substrat, dan berfungsi untuk menunjang atau memperkuat berdirinya pohon. Akar ini mula-mula mencuat dari batang pohon dan dahan paling bawah, lalu memanjang ke luar dan menuju ke permukaan tanah. Akar semacam ini terdapat pada jenis-jenis bakau (Rhizophora spp.), seperti pada R. apiculata, R. mucronata dan R. stylosa.
  4. Akar gantung (aerial roots). Akar gantung adalah akar napas yang muncul dari batang atau cabang bagian bawah, tetapi biasanya tidak mencapai substrat; jadi menggantung begitu saja di sisi batang. Akar gantung terdapat pada Rhizophora, Avicennia dan Acanthus (jeruju).
  5. Akar papan (plank roots). Akar papan hampir sama dengan akar tunjang, tetapi akar ini melebar dan memipih tegak menjadi bentuk lempengan panjang, mirip dengan papan yang berkelok-kelok. Akar ini juga tumbuh secara horisontal, berbentuk seperti pita di atas permukaan tanah, bergelombang dan berliku-liku ke arah samping seperti ular. Akar ini, salah satunya, terdapat pada nyirih Xylocarpus granatum.
  6. Banir (buttress). Bentuk banir adalah seperti papan miring, memanjang secara radial dari pangkal batang. Akar banir di antaranya terdapat pada Bruguiera gymnorhiza, tengar (Ceriops spp.) dan juga dungun (Heritiera littoralis).
  7. Tanpa akar udara. Banyak pula jenis tumbuhan mangrove yang memiliki perakaran biasa, tidak memiliki akar udara. Beberapa contohnya adalah jenis-jenis kaboa (Aegiceras corniculatum), teruntum putih (Lumnitzera racemosa), dan Xylocarpus rumphii.

Sebagai catatan, beberapa jenis pohon mangrove dapat memiliki lebih dari satu macam bentuk akar udara secara bersamaan, seperti pada nyirih batu (Xylocarpus moluccensis).

Suksesi hutan bakau

Akar-akar pensil api-api memerangkap sampah di Muara Angke

Tumbuh dan berkembangnya suatu hutan dikenal dengan istilah suksesi hutan (forest succession atau sere). Hutan bakau merupakan suatu contoh suksesi hutan di lahan basah (disebut hydrosere). Dengan adanya proses suksesi ini, perlu diketahui bahwa zonasi hutan bakau pada uraian di atas tidaklah kekal, melainkan secara perlahan-lahan bergeser.

Suksesi dimulai dengan terbentuknya suatu paparan lumpur (mudflat) yang dapat berfungsi sebagai substrat hutan bakau. Hingga pada suatu saat substrat baru ini diinvasi oleh propagul-propagul vegetasi bakau, dan mulai lah terbentuk vegetasi pionir hutan bakau.

Tumbuhnya hutan bakau di suatu tempat bersifat memerangkap lumpur. Tanah halus yang dihanyutkan aliran sungai, pasir yang terbawa arus laut, segala macam sampah dan hancuran vegetasi, akan diendapkan di antara perakaran vegetasi bakau. Dengan demikian lumpur lambat laun akan terakumulasi semakin banyak dan semakin cepat. Hutan bakau pun akan semakin meluas.

Pada saatnya bagian dalam hutan bakau akan mulai mengering dan menjadi tidak cocok lagi bagi pertumbuhan jenis-jenis pionir seperti Avicennia alba dan Rhizophora mucronata. Ke bagian ini masuk jenis-jenis baru seperti Bruguiera spp. Maka terbentuklah zona yang baru di bagian belakang.

Demikian perubahan terus terjadi, yang memakan waktu berpuluh hingga beratus tahun. Sementara zona pionir terus maju dan meluaskan hutan bakau, zona-zona berikutnya pun bermunculan di bagian pedalaman yang mengering.

Uraian di atas adalah penyederhanaan, dari keadaan alam yang sesungguhnya jauh lebih rumit. Karena tidak selalu hutan bakau terus bertambah luas, bahkan mungkin dapat habis karena faktor-faktor alam seperti abrasi. Demikian pula munculnya zona-zona tak selalu dapat diperkirakan.

Di wilayah-wilayah yang sesuai, hutan bakau ini dapat tumbuh meluas mencapai ketebalan 4 km atau lebih; meskipun pada umumnya kurang dari itu.

Kekayaan flora

Beraneka jenis tumbuhan dijumpai di hutan bakau. Akan tetapi hanya sekitar 54 spesies dari 20 genera, anggota dari sekitar 16 suku, yang dianggap sebagai jenis-jenis bakau sejati. Yakni jenis-jenis yang ditemukan hidup terbatas di lingkungan hutan bakau dan jarang tumbuh di luarnya.

Dari jenis-jenis itu, sekitar 39 jenisnya ditemukan tumbuh di Indonesia; menjadikan hutan bakau Indonesia sebagai yang paling kaya jenis di lingkungan Samudra Hindia dan Pasifik. Total jenis keseluruhan yang telah diketahui, termasuk jenis-jenis bakau ikutan, adalah 202 spesies

(Noor dkk, 1999).

Berikut ini adalah daftar suku dan genus bakau sejati, beserta jumlah jenisnya (dimodifikasi dari Tomlinson, 1986).

Penyusun utama

Suku Genus, jumlah spesies
Acanthaceae (syn.: Avicenniaceae atau Verbenaceae) Avicennia (api-api), 9
Combretaceae Laguncularia, 11; Lumnitzera (teruntum), 2
Arecaceae Nypa (nipah), 1
Rhizophoraceae   Bruguiera (kendeka), 6; Ceriops (tengar), 2; Kandelia (berus-berus), 1; Rhizophora (bakau), 8
Sonneratiaceae Sonneratia (pidada), 5

Penyusun minor

Paku laut, Acrostichum aureum.
Suku Genus, jumlah spesies
Acanthaceae Acanthus (jeruju), 1; Bravaisia, 2
Bombacaceae Camptostemon, 2
Cyperaceae Fimbristylis (mendong), 1
Euphorbiaceae Excoecaria (kayu buta-buta), 2
Lythraceae Pemphis (cantigi laut), 1
Meliaceae Xylocarpus (nirih), 2
Myrsinaceae Aegiceras (kaboa), 2
Myrtaceae Osbornia, 1
Pellicieraceae Pelliciera, 1
Plumbaginaceae   Aegialitis, 2
Pteridaceae Acrostichum (paku laut), 3
Rubiaceae Scyphiphora, 1
Sterculiaceae Heritiera (dungun)2, 3

Fungsi dan manfaat

Dari segi ekonomi, hutan bakau menghasilkan beberapa jenis kayu yang berkualitas baik, dan juga hasil-hasil non-kayu atau yang biasa disebut dengan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), berupa arang kayu; tanin, bahan pewarna dan kosmetik; serta bahan pangan dan minuman. Termasuk pula di antaranya adalah hewan-hewan yang biasa ditangkapi seperti biawak air (Varanus salvator), kepiting bakau (Scylla serrata), udang lumpur (Thalassina anomala), siput bakau (Telescopium telescopium), serta berbagai jenis ikan belodok.

Manfaat yang lebih penting dari hutan bakau adalah fungsi ekologisnya sebagai pelindung pantai, habitat berbagai jenis satwa, dan tempat pembesaran (nursery ground) banyak jenis ikan laut.

Salah satu fungsi utama hutan bakau adalah untuk melindungi garis pantai dari abrasi atau pengikisan, serta meredam gelombang besar termasuk semong (tsunami). Di Jepang, salah satu upaya mengurangi dampak ancaman semong adalah dengan membangun green belt atau sabuk hijau berupa hutan bakau. Sedangkan di Indonesia, sekitar 28 wilayah dikategorikan rawan terkena tsunami karena hutan bakaunya sudah banyak beralih fungsi menjadi tambak, kebun kelapa sawit dan alih fungsi lain.[4]

Lihat pula

Rujukan

  • Anwar, J., S.J. Damanik, N. Hisyam, dan A. Whitten. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatra. Gadjah Mada Univ. Press. Yogyakarta.
  • Noor, Y.R., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP. Bogor.
  • Tomlinson, P. B., 1986: The Botany of Mangroves, Cambridge University Press.

Catatan kaki

  1. ^ "Hutan Bakau Punya Manfaat Banyak Bagi Kehidupan - Suarapalu.com". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-06-12. Diakses tanggal 12 Juni 2020. 
  2. ^ Wibowo, Dwi Mukti; ekonomi, Pemerhati masalah; Sosial; Kemanusiaan, Dan. "Save Our Sea: Melestarikan Mangrove, Mencegah Abrasi Pantai". Warta Ekonomi. Diakses tanggal 12 Juni 2020. 
  3. ^ "media.neliti.com" (PDF). Diakses tanggal 12 Juni 2020. 
  4. ^ a b Ronaldo Versus Birokrasi Pengelolaan Hutan Mangrove Yang Lamban
  5. ^ Suryanti, Supriharyono dan Anggoro, S. (2019). Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu (PDF). Semarang: Undip Press. hlm. 70. ISBN 978-979-097-679-5. 
  6. ^ https://mangrovemagz.com/2017/03/03/tujuh-tipe-akar-mangrove-yang-wajib-anda-ketahui/

Referensi

  • Saenger, Peter (2002). Mangrove Ecology, Silviculture, and Conservation. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht. ISBN 1-4020-0686-1.
  • Hogarth, Peter J. (1999). The Biology of Mangroves. Oxford University Press, Oxford. ISBN 0-19-850222-2.
  • Thanikaimoni, Ganapathi (1986). Mangrove Palynology UNDP/UNESCO and the French Institute of Pondicherry, ISSN 0073-8336 (E).
  • Tomlinson, Philip B. (1986). The Botany of Mangroves. Cambridge University Press, Cambridge, ISBN 0-521-25567-8.
  • Teas, H. J. (1983). Biology and Ecology of Mangroves. W. Junk Publishers, The Hague. ISBN 90-6193-948-8.
  • Plaziat, J.C., et al. (2001). "History and biogeography of the mangrove ecosystem, based on a critical reassessment of the paleontological record". Wetlands Ecology and Management 9 (3): pp. 161–179.
  • Sato, Gordon; Riley, Robert; et al. Growing Mangroves With The Potential For Relieving Regional Poverty And Hunger WETLANDS, Vol. 25, No. 3 – September 2005
  • Jayatissa, L. P., Dahdouh-Guebas, F. & Koedam, N. (2002). "A review of the floral composition and distribution of mangroves in Sri Lanka". Botanical Journal of the Linnean Society 138: 29–43.
  • Warne, K. (February 2007). "Forests of the Tide". National Geographic pp. 132–151
  • Aaron M. Ellison (2000) "Mangrove Restoration: Do We Know Enough?" Restoration Ecology 8 (3), 219–229 DOI:10.1046/j.1526-100x.2000.80033.x
  • Agrawala, Shardul; Hagestad; Marca; Koshy, Kayathu; Ota, Tomoko; Prasad, Biman; Risbey, James; Smith, Joel; Van Aalst, Maarten. 2003. Development and Climate Change in Fiji: Focus on Coastal Mangroves. Organisation of Economic Co-operation and Development, Paris, Cedex 16, France.
  • Barbier, E.B., Sathirathai, S., 2001. Valuing Mangrove Conservation in Southern Thailand. Contemporary Economic Policy. 19 (2) 109–122.
  • Bosire, J.O., Dahdouh-Guebas, F., Jayatissa, L.P., Koedam, N., Lo Seen, D., Nitto, Di D. 2005. How Effective were Mangroves as a Defense Against the Recent Tsunami? Current Biology Vol. 15 R443-R447.
  • Bowen, Jennifer L., Valiela, Ivan, York, Joanna K. 2001. Mangrove Forests: One of the World's Threatened Major Tropical Environments. Bio Science 51:10, 807–815.
  • Jin-Eong, Ong. 2004. The Ecology of Mangrove Conservation and Management. Hydrobiologia. 295:1-3, 343–351.
  • Glenn, C. R. 2006. "Earth's Endangered Creatures" (Online). Accessed 4/28/2008 at http://earthsendangered.com.
  • Lewis, Roy R. III. 2004. Ecological Engineering for Successful Management and Restoration of Mangrove Forest. Ecological Engineering. 24:4, 403–418.
  • Kuenzer, C., Bluemel A., Gebhardt, S., Vo Quoc, T., and S. Dech. 2011. "Remote Sensing of Mangrove Ecosystems: A Review". Remote Sensing 3: 878-928; doi:10.3390/rs3050878
  • Lucien-Brun H. 1997. Evolution of world shrimp production: Fisheries and aquaculture. World Aquaculture. 28:21–33.
  • Twilley, R. R., V.H. Rivera-Monroy, E. Medina, A. Nyman, J. Foret, T. Mallach, and L. Botero. 2000. Patterns of forest development in mangroves along the San Juan River estuary, Venezuela. Forest Ecology and Management.
  • Murray, M.R., Zisman, S.A., Furley, P.A., Munro, D.M., Gibson, J., Ratter, J., Bridgewater, S., Mity, C.D., and C.J. Place. 2003. "The Mangroves of Belize: Part 1. Distribution, Composition and Classification." Forest Ecology and Management 174: 265–279
  • Cherrington, E.A., Hernandez, B.E., Trejos, N.A., Smith, O.A., Anderson, E.R., Flores, A.I., and B.C. Garcia. 2010. "Identification of Threatened and Resilient Mangroves in the Belize Barrier Reef System." Technical report to the World Wildlife Fund. Water Center for the Humid Tropics of Latin America and the Caribbean (CATHALAC) / Regional Visualization & Monitoring System (SERVIR). 28 pp. http://maps.cathalac.org/Downloads/data/bz/bz_mangroves_1980-2010_highres.pdf Diarsipkan 2011-07-25 di Wayback Machine.
  • Vo Quoc, T., Kuenzer, C., Vo Quang, M., Moder, F., and N. Oppelt, 2012. "Review of Valuation Methods for Mangrove Ecosystem Services". Journal of Ecological Indicators, 23: 431-446
  • Vreugdenhil, D., Meerman, J., Meyrat, A., Gómez, L.D., and D.J. Graham. 2002. "Map of the Ecosystems of Central America: Final Report." World Bank, Washington, DC. 56 pp.

Bacaan lanjutan

  • Hamilton, S. (2013) Assessing the Role of Commercial Aquaculture in Displacing Mangrove Forest. Bulletin of Marine Science 89(2): 585-601.
  • Spalding, Mark; Kainuma, Mami and Collins, Lorna (2010) World Atlas of Mangroves Earthscan, London, ISBN 978-1-84407-657-4; 60 maps showing world-wide mangrove distribution
  • Massó i Alemán, S., C. Bourgeois, W. Appeltans, B. Vanhoorne, N. De Hauwere, P. Stoffelen, A. Heaghebaert & F. Dahdouh-Guebas, 2010. The ‘Mangrove Reference Database and Herbarium’. Plant Ecology and Evolution 143(2): 225-232.
  • Vo Quoc, T., Oppelt, N., Leinenkugel, P. & Kuenzer, C., 2013. Remote Sensing in Mapping Mangrove Ecosystems - An Object-based Approach. Remote Sensing 5(1): 183-201.
  • Vo Quoc, T., Kuenzer, C., Vo Quang, M., Moder, F. & Oppelt, N., 2012. Review of Valuation Methods for Mangrove Ecosystem Services. Journal of Ecological Indicators 23: 431-446.
  • Kuenzer, C., Bluemel, A., Gebhardt, S., Vo Quoc, T. & Dech, S., 2011. Remote Sensing of Mangrove Ecosystems: A Review. Remote Sensing 3(5): 787-928.

Pranala luar