Masjid Tua Siguntur: Perbedaan antara revisi
Rahmatdenas (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
k Cagar |
||
(9 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{coord|-0.9548653|101.5662782|display=title}} |
{{coord|-0.9548653|101.5662782|display=title}} |
||
{{Infobox religious building |
{{Infobox religious building |
||
|image = |
|image = Makam Raja-Raja Siguntur.jpg |
||
|image_size = 250px |
|image_size = 250px |
||
|caption = Masjid Tua Siguntur |
|caption = Masjid Tua Siguntur dilihat dari kompleks makam |
||
|building_name = Masjid Tua Siguntur |
|building_name = Masjid Tua Siguntur |
||
|location = [[Ranah, Siguntur, Sitiung, Dharmasraya|Dusun Ranah]], [[Siguntur, Sitiung, Dharmasraya|Desa Siguntur]], [[Sitiung, Dharmasraya|Kecamatan Sitiung]], [[Kabupaten Dharmasraya]], [[ |
|location = [[Ranah, Siguntur, Sitiung, Dharmasraya|Dusun Ranah]], [[Siguntur, Sitiung, Dharmasraya|Desa Siguntur]], [[Sitiung, Dharmasraya|Kecamatan Sitiung]], [[Kabupaten Dharmasraya]], [[Sumatera Barat]], [[Indonesia]] |
||
|religious_affiliation = [[Islam]] |
|religious_affiliation = [[Islam]] |
||
|leadership = Ahli waris [[Kerajaan Siguntur]] |
|leadership = Ahli waris [[Kerajaan Siguntur]] |
||
Baris 21: | Baris 21: | ||
}} |
}} |
||
'''Masjid Tua Siguntur''' terletak di [[Ranah, Siguntur, Sitiung, Dharmasraya|Dusun Ranah]], [[Siguntur, Sitiung, Dharmasraya|Desa Siguntur]], [[Sitiung, Dharmasraya|Kecamatan Sitiung]], [[Kabupaten Dharmasraya]], [[ |
'''Masjid Tua Siguntur''' terletak di [[Ranah, Siguntur, Sitiung, Dharmasraya|Dusun Ranah]], [[Siguntur, Sitiung, Dharmasraya|Desa Siguntur]], [[Sitiung, Dharmasraya|Kecamatan Sitiung]], [[Kabupaten Dharmasraya]], [[Sumatera Barat]], [[Indonesia]]. Masjid ini merupakan peninggalan [[Kerajaan Siguntur]] dan bangunannya diperkirakan telah berusia 100 tahun lebih.{{sfn|BPCB Sumatera Barat|2018|pp=18}}{{sfn|Masjid-masjid Kuno...|2006|pp=31}}{{sfn|Republika|16 Mei 2017}} |
||
Masjid Tua Siguntur berada satu kompleks dengan makam raja-raja Siguntur, yang tepatnya berada di sebelah utara masjid. Di sebelah timur, terdapat [[rumah gadang]] peninggalan Kerajaan Siguntur. Ketiganya yakni, masjid, makam, dan rumah gadang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai [[cagar budaya]] pada 2007.{{sfn|BPCB |
Masjid Tua Siguntur berada satu kompleks dengan makam raja-raja Siguntur, yang tepatnya berada di sebelah utara masjid. Di sebelah timur, terdapat [[rumah gadang]] peninggalan Kerajaan Siguntur. Ketiganya yakni, masjid, makam, dan rumah gadang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai [[cagar budaya]] pada 2007.{{sfn|BPCB Sumatera Barat|2018|pp=14-24}}{{sfn|Pemerintah Provinsi Sumatera Barat|2012}}{{sfn||Ernatip|2012|pp=22-23}} |
||
Arsitektur Masjid Tua Siguntur mengikuti bentuk [[Arsitektur Minangkabau#Bangunan ibadah|masjid tradisional Minangkabau]] pada umumnya, yakni berdenah persegi dengan atap limas berundak-undak. Konstruksinya telah mengalami banyak perubahan sejak didirikan, di antaranya penggantian material atap, pondasi, dan dinding.{{sfn|I.G.N. Anom, dkk|1996|pp=51}} |
Arsitektur Masjid Tua Siguntur mengikuti bentuk [[Arsitektur Minangkabau#Bangunan ibadah|masjid tradisional Minangkabau]] pada umumnya, yakni berdenah persegi dengan atap limas berundak-undak. Konstruksinya telah mengalami banyak perubahan sejak didirikan, di antaranya penggantian material atap, pondasi, dan dinding.{{sfn|I.G.N. Anom, dkk|1996|pp=51}} |
||
== Sejarah == |
== Sejarah == |
||
Siguntur merujuk pada nama daerah yang pernah menjadi pusat [[Kerajaan Melayu|Kerajaan Malayu]]. Daerah Siguntur terletak di hulu [[Batang Hari|Sungai Batanghari]]. Di kawasan ini, terdapat beberapa peninggalan Hindu-Budha. Siguntur diperkirakan muncul sebagai kerajaan setelah masuknya Islam. Namun, tidak diketahui pasti kapan masuknya Islam ke wilayah Siguntur.{{sfn|BPCB |
Siguntur merujuk pada nama daerah yang pernah menjadi pusat [[Kerajaan Melayu|Kerajaan Malayu]]. Daerah Siguntur terletak di hulu [[Batang Hari|Sungai Batanghari]]. Di kawasan ini, terdapat beberapa peninggalan Hindu-Budha. Siguntur diperkirakan muncul sebagai kerajaan setelah masuknya Islam. Namun, tidak diketahui pasti kapan masuknya Islam ke wilayah Siguntur.{{sfn|BPCB Sumatera Barat|2018|pp=18}} |
||
Masjid Tua Siguntur didirikan di sisi selatan Sungai Batanghari, karena persis di seberangnya terdapat kompleks bangunan peninggalan Hindu-Budha, salah satunya [[Candi Pulau Sawah]].{{sfn|Rezka Delpiera|6 Juni 2017}} Tidak diekatuhi kapan pastinyaa Masjid Tua Siguntur didirikan. Namun, berdasarkan penulusuran [[Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala]] (BP3) Batusangkar, bangunannya yang saat ini diperkirakan telah berumur lebih dari 100 tahun.{{sfn|BPCB |
Masjid Tua Siguntur didirikan di sisi selatan Sungai Batanghari, karena persis di seberangnya terdapat kompleks bangunan peninggalan Hindu-Budha, salah satunya [[Candi Pulau Sawah]].{{sfn|Rezka Delpiera|6 Juni 2017}} Tidak diekatuhi kapan pastinyaa Masjid Tua Siguntur didirikan. Namun, berdasarkan penulusuran [[Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala]] (BP3) Batusangkar, bangunannya yang saat ini diperkirakan telah berumur lebih dari 100 tahun.{{sfn|BPCB Sumatera Barat|2018|pp=18}}{{sfn|Masjid-masjid Kuno...|2006|pp=31}} |
||
Dalam perjalanannya, masjid ini sempat tidak digunakan untuk beribadah, karena kondisi bangunan yang tidak layak, terutama bagian lantai yang kayunya sudah lapuk.{{sfn|Rezka Delpiera|6 Juni 2017}} Pemugaran baru dilakukan oleh ahli waris dan masyarakat setempat pada 1957. Lantai yang semula berkolong dan terbuat dari papan kayu kini diurug dan disemen.{{sfn|situsbudaya.id|2 April 2009}} |
Dalam perjalanannya, masjid ini sempat tidak digunakan untuk beribadah, karena kondisi bangunan yang tidak layak, terutama bagian lantai yang kayunya sudah lapuk.{{sfn|Rezka Delpiera|6 Juni 2017}} Pemugaran baru dilakukan oleh ahli waris dan masyarakat setempat pada 1957. Lantai yang semula berkolong dan terbuat dari papan kayu kini diurug dan disemen.{{sfn|situsbudaya.id|2 April 2009}} |
||
Selanjutnya, bagian atap, pondasi, dan dinding telah diganti dengan material baru oleh BP3 Batusangkar pada tahun anggaran 1992/1993. Selain itu, dilakukan pembongkaran pintu dan jendela, pembuatan selasar, pagar beton, pagar kawar berduri, serta pintu besi. Pengerjaan akhir berupa pengecetan rangka atap dinding, pintu, jendela, dan pagar tembok.{{sfn|situsbudaya.id|2 April 2009}}{{sfn|I.G.N. Anom, dkk|1996|pp=51}} |
Selanjutnya, bagian atap, pondasi, dan dinding telah diganti dengan material baru oleh BP3 Batusangkar pada tahun anggaran 1992/1993. Selain itu, dilakukan pembongkaran pintu dan jendela, pembuatan selasar, pagar beton, pagar kawar berduri, serta pintu besi. Pengerjaan akhir berupa pengecetan rangka atap dinding, pintu, jendela, dan pagar tembok.{{sfn|situsbudaya.id|2 April 2009}}{{sfn|I.G.N. Anom, dkk|1996|pp=51}} |
||
Saat ini, Masjid Tua Siguntur masih digunakan sebagai tempat ibadah, tetapi tidak menyelenggarakan [[Salat Fardu|salat wajib]] secara berjemaah. Kegiatan ibadah wajib dipusatkan di masjid yang baru yang terletak di sebalah barat masjid. Walaupun demikian, pada bulan Ramadan, masjid ini menyelenggarakan [[salat Tarawih]] berjemaah dan pengajian wirid.{{sfn|Rezka Delpiera|6 Juni 2017}} |
Saat ini, Masjid Tua Siguntur masih digunakan sebagai tempat ibadah, tetapi tidak menyelenggarakan [[Salat Fardu|salat wajib]] secara berjemaah. Kegiatan ibadah wajib dipusatkan di masjid yang baru yang terletak di sebalah barat masjid. Walaupun demikian, pada bulan Ramadan, masjid ini menyelenggarakan [[salat Tarawih]] berjemaah dan pengajian wirid.{{sfn|Rezka Delpiera|6 Juni 2017}} |
||
== Konstruksi == |
== Konstruksi == |
||
Masjid Tua Siguntur berdiri di atas tanah berukuran 20,44 x 20 meter. Bangunan utama yang berfungsi sebagai ruang salat berdenah persegi berukuran |
Masjid Tua Siguntur berdiri di atas tanah berukuran 20,44 x 20 meter. Bangunan utama yang berfungsi sebagai ruang salat berdenah persegi berukuran 13,2 x 13,2 meter.{{sfn|BPCB Sumatera Barat|2018|pp=18}} Pintu menuju ruang utama hanya terdapat di sisi timur, terbuat dari kayu berwarna krem.{{sfn|BPCB Sumatera Barat|2018|pp=19}} Pintu tersebut berukuran 2,15 x 1 meter, berdaun dua dan berbentuk jalusi (memiliki ventilasi).{{sfn|BPCB Sumatera Barat|2018|pp=19}} |
||
Dinding bangunan terbuat dari batu kali setebal 40 sampai 50 |
Dinding bangunan terbuat dari batu kali setebal 40 sampai 50 cm yang diplester semen.{{sfn|BPCB Sumatera Barat|2018|pp=19}} Masjid ini memiliki sepuluh jendela berukuran 1,75 x 0,75 meter yang masing-masing berdaun dua dan terbuat dari kayu berwarna krem. Setiap daun jendela berukuran 1,75 x 0,37 meter.{{sfn|situsbudaya.id|2 April 2009}} |
||
Sebagaimana masjid berarsitektur Minangkabau lainnya, atap Masjid Tua Siguntur berupa [[tajug]], yakni bentuk limas bujur sangkar berundak-undak dengan permukaan melengkung ke dalam. Atap terbuat dari seng, ditopang oleh tiang-tiang berbahan kayu ulin. Tiang utamanya atau disebut tiang macu memiliki diameter 40 |
Sebagaimana masjid berarsitektur Minangkabau lainnya, atap Masjid Tua Siguntur berupa [[tajug]], yakni bentuk limas bujur sangkar berundak-undak dengan permukaan melengkung ke dalam. Atap terbuat dari seng, ditopang oleh tiang-tiang berbahan kayu ulin. Tiang utamanya atau disebut tiang macu memiliki diameter 40 cm dan tinggi 7,85 meter.{{sfn|situsbudaya.id|2 April 2009}}{{sfn|situsbudaya.id|2 April 2009}} |
||
Bangunan mihrab dibuat menjorok keluar di sisi barat berukuran 2,5 x 3 meter. Terdapat mimbar di mihrab masjid, tetapi sudah tidak dimanfaatkan karena Masjid Tua Siguntur tidak lagi digunakan untuk [[salat Jumat]].{{sfn|BPCB |
Bangunan mihrab dibuat menjorok keluar di sisi barat berukuran 2,5 x 3 meter. Terdapat mimbar di mihrab masjid, tetapi sudah tidak dimanfaatkan karena Masjid Tua Siguntur tidak lagi digunakan untuk [[salat Jumat]].{{sfn|BPCB Sumatera Barat|2018|pp=19}} |
||
Tempat wudlu terdapat di sebelah utara masjid berukuran 7 x 3 meter yang terbagi dalam tiga ruangan. Ini merupakan bangunan tambahan yang terbuat dari batu semen.{{sfn|situsbudaya.id|2 April 2009}} |
Tempat wudlu terdapat di sebelah utara masjid berukuran 7 x 3 meter yang terbagi dalam tiga ruangan. Ini merupakan bangunan tambahan yang terbuat dari batu semen.{{sfn|situsbudaya.id|2 April 2009}} |
||
Kawasan Masjid Tua Siguntur dikelilingi pagar beton di bagian depan dan pagar kawat duri di bagian samping dan belakang. Pintu masuk menuju kawasan masjid berada di bagian timur terbuat dari besi.{{sfn|BPCB |
Kawasan Masjid Tua Siguntur dikelilingi pagar beton di bagian depan dan pagar kawat duri di bagian samping dan belakang. Pintu masuk menuju kawasan masjid berada di bagian timur terbuat dari besi.{{sfn|BPCB Sumatera Barat|2018|pp=19}}{{sfn|situsbudaya.id|2 April 2009}} |
||
== Makam == |
== Makam == |
||
Masjid Tua Siguntur berada dalam satu kompleks dengan makam raja-raja Siguntur, yang berada di sebelah utara masjid. Kompleks makam memiliki areal berbentuk segi lima berukuran 40 x 24,5 meter. Di dalamnya, terdapat enam makam yang masing-masingnya hanya ditandai dengan nisan dan jirat dari bata dan batu. Raja-raja Siguntur yang bermakam yakni: Sultan Muhammad Syah bin Sora, Sultan Abdul Jalil bin Sultan Muhammad Syah Tuangku Bagindo Ratu II, Sultan Abdul Kadire Tuangku Bagindo Ratu III, Sultan Amirudin Tuangku Bagindo Ratu IV, Sultan Ali Akbar Tuangku Bagindo V, dan Sultan Abu Bakar Tuangku Bagindo Ratu VI.{{sfn|BPCB |
Masjid Tua Siguntur berada dalam satu kompleks dengan makam raja-raja Siguntur, yang berada di sebelah utara masjid. Kompleks makam memiliki areal berbentuk segi lima berukuran 40 x 24,5 meter. Di dalamnya, terdapat enam makam yang masing-masingnya hanya ditandai dengan nisan dan jirat dari bata dan batu. Raja-raja Siguntur yang bermakam yakni: Sultan Muhammad Syah bin Sora, Sultan Abdul Jalil bin Sultan Muhammad Syah Tuangku Bagindo Ratu II, Sultan Abdul Kadire Tuangku Bagindo Ratu III, Sultan Amirudin Tuangku Bagindo Ratu IV, Sultan Ali Akbar Tuangku Bagindo V, dan Sultan Abu Bakar Tuangku Bagindo Ratu VI.{{sfn|BPCB Sumatera Barat|2018|pp=22}}{{sfn|situsbudaya.id|2 April 2009}}{{sfn||Ernatip|2012|pp=22-23}} |
||
== Referensi == |
== Referensi == |
||
Baris 61: | Baris 61: | ||
* {{cite book |
* {{cite book |
||
|title = Masjid-masjid Kuno di |
|title = Masjid-masjid Kuno di Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau |
||
|year = 2006 |
|year = 2006 |
||
|publisher = Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Batusangkar |
|publisher = Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Batusangkar |
||
Baris 88: | Baris 88: | ||
}} |
}} |
||
* {{cite web |
* {{cite web |
||
|title = Deskripsi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kabupaten Dharmasraya Provinsi Sumatera Barat |
|title = Deskripsi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kabupaten Dharmasraya Provinsi Sumatera Barat |
||
|author = |
|author = |
||
|url = https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsumbar/wp-content/uploads/sites/28/2018/08/Cagar-Budaya-Kabupaten-Dharmasraya.pdf |
|url = https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsumbar/wp-content/uploads/sites/28/2018/08/Cagar-Budaya-Kabupaten-Dharmasraya.pdf |
||
|work = |
|work = |
||
|publisher = Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) |
|publisher = Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatera Barat |
||
|date = 2018 |
|date = 2018 |
||
|accessdate = |
|accessdate = |
||
|ref = {{sfnRef|BPCB |
|ref = {{sfnRef|BPCB Sumatera Barat|2018}} |
||
|archive-date = 2019-04-26 |
|||
|archive-url = https://web.archive.org/web/20190426041055/https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsumbar/wp-content/uploads/sites/28/2018/08/Cagar-Budaya-Kabupaten-Dharmasraya.pdf |
|||
|dead-url = yes |
|||
}} |
}} |
||
* {{cite web |
* {{cite web |
||
Baris 108: | Baris 111: | ||
}} |
}} |
||
* {{cite web |
* {{cite web |
||
|title = Masjid Siguntur, Saksi Perkembangan Islam di Dharmasraya |
|title = Masjid Siguntur, Saksi Perkembangan Islam di Dharmasraya |
||
|url = http://news.klikpositif.com/baca/15333/mesjid-siguntur--saksi-perkembangan-islam-di-dharmasraya |
|url = http://news.klikpositif.com/baca/15333/mesjid-siguntur--saksi-perkembangan-islam-di-dharmasraya |
||
|work = klikpositif.com |
|work = klikpositif.com |
||
|author = Rezka Delpiera |
|author = Rezka Delpiera |
||
|date = 6 Juni 2017 |
|date = 6 Juni 2017 |
||
|accessdate = |
|accessdate = |
||
|ref = {{sfnRef|Rezka Delpiera|6 Juni 2017}} |
|ref = {{sfnRef|Rezka Delpiera|6 Juni 2017}} |
||
|archive-date = 2018-06-30 |
|||
|archive-url = https://web.archive.org/web/20180630170246/http://news.klikpositif.com/baca/15333/mesjid-siguntur--saksi-perkembangan-islam-di-dharmasraya |
|||
|dead-url = yes |
|||
}} |
}} |
||
* {{cite book |
* {{cite book |
||
Baris 150: | Baris 156: | ||
{{Masjid di Indonesia}} |
{{Masjid di Indonesia}} |
||
[[Kategori:Masjid di |
[[Kategori:Masjid di Sumatera Barat|Siguntur]] |
||
[[Kategori:Kabupaten Dharmasraya]] |
[[Kategori:Kabupaten Dharmasraya]] |
||
[[Kategori:Kerajaan Siguntur]] |
[[Kategori:Kerajaan Siguntur]] |
||
[[Kategori:Cagar budaya |
[[Kategori:Cagar budaya di Sumatera Barat]] |
||
[[Kategori:Sitiung, Dharmasraya]] |
Revisi terkini sejak 6 Agustus 2024 05.44
0°57′18″S 101°33′59″E / 0.9548653°S 101.5662782°E
Masjid Tua Siguntur | |
---|---|
Agama | |
Afiliasi | Islam |
Kepemimpinan | Ahli waris Kerajaan Siguntur |
Lokasi | |
Lokasi | Dusun Ranah, Desa Siguntur, Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, Indonesia |
Arsitektur | |
Tipe | Masjid |
Gaya arsitektur | Minangkabau |
Spesifikasi | |
Panjang | 13,2 meter |
Lebar | 13,2 meter |
Masjid Tua Siguntur terletak di Dusun Ranah, Desa Siguntur, Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, Indonesia. Masjid ini merupakan peninggalan Kerajaan Siguntur dan bangunannya diperkirakan telah berusia 100 tahun lebih.[1][2][3]
Masjid Tua Siguntur berada satu kompleks dengan makam raja-raja Siguntur, yang tepatnya berada di sebelah utara masjid. Di sebelah timur, terdapat rumah gadang peninggalan Kerajaan Siguntur. Ketiganya yakni, masjid, makam, dan rumah gadang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai cagar budaya pada 2007.[4][5][6]
Arsitektur Masjid Tua Siguntur mengikuti bentuk masjid tradisional Minangkabau pada umumnya, yakni berdenah persegi dengan atap limas berundak-undak. Konstruksinya telah mengalami banyak perubahan sejak didirikan, di antaranya penggantian material atap, pondasi, dan dinding.[7]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Siguntur merujuk pada nama daerah yang pernah menjadi pusat Kerajaan Malayu. Daerah Siguntur terletak di hulu Sungai Batanghari. Di kawasan ini, terdapat beberapa peninggalan Hindu-Budha. Siguntur diperkirakan muncul sebagai kerajaan setelah masuknya Islam. Namun, tidak diketahui pasti kapan masuknya Islam ke wilayah Siguntur.[1]
Masjid Tua Siguntur didirikan di sisi selatan Sungai Batanghari, karena persis di seberangnya terdapat kompleks bangunan peninggalan Hindu-Budha, salah satunya Candi Pulau Sawah.[8] Tidak diekatuhi kapan pastinyaa Masjid Tua Siguntur didirikan. Namun, berdasarkan penulusuran Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Batusangkar, bangunannya yang saat ini diperkirakan telah berumur lebih dari 100 tahun.[1][2]
Dalam perjalanannya, masjid ini sempat tidak digunakan untuk beribadah, karena kondisi bangunan yang tidak layak, terutama bagian lantai yang kayunya sudah lapuk.[8] Pemugaran baru dilakukan oleh ahli waris dan masyarakat setempat pada 1957. Lantai yang semula berkolong dan terbuat dari papan kayu kini diurug dan disemen.[9]
Selanjutnya, bagian atap, pondasi, dan dinding telah diganti dengan material baru oleh BP3 Batusangkar pada tahun anggaran 1992/1993. Selain itu, dilakukan pembongkaran pintu dan jendela, pembuatan selasar, pagar beton, pagar kawar berduri, serta pintu besi. Pengerjaan akhir berupa pengecetan rangka atap dinding, pintu, jendela, dan pagar tembok.[9][7]
Saat ini, Masjid Tua Siguntur masih digunakan sebagai tempat ibadah, tetapi tidak menyelenggarakan salat wajib secara berjemaah. Kegiatan ibadah wajib dipusatkan di masjid yang baru yang terletak di sebalah barat masjid. Walaupun demikian, pada bulan Ramadan, masjid ini menyelenggarakan salat Tarawih berjemaah dan pengajian wirid.[8]
Konstruksi
[sunting | sunting sumber]Masjid Tua Siguntur berdiri di atas tanah berukuran 20,44 x 20 meter. Bangunan utama yang berfungsi sebagai ruang salat berdenah persegi berukuran 13,2 x 13,2 meter.[1] Pintu menuju ruang utama hanya terdapat di sisi timur, terbuat dari kayu berwarna krem.[10] Pintu tersebut berukuran 2,15 x 1 meter, berdaun dua dan berbentuk jalusi (memiliki ventilasi).[10]
Dinding bangunan terbuat dari batu kali setebal 40 sampai 50 cm yang diplester semen.[10] Masjid ini memiliki sepuluh jendela berukuran 1,75 x 0,75 meter yang masing-masing berdaun dua dan terbuat dari kayu berwarna krem. Setiap daun jendela berukuran 1,75 x 0,37 meter.[9]
Sebagaimana masjid berarsitektur Minangkabau lainnya, atap Masjid Tua Siguntur berupa tajug, yakni bentuk limas bujur sangkar berundak-undak dengan permukaan melengkung ke dalam. Atap terbuat dari seng, ditopang oleh tiang-tiang berbahan kayu ulin. Tiang utamanya atau disebut tiang macu memiliki diameter 40 cm dan tinggi 7,85 meter.[9][9]
Bangunan mihrab dibuat menjorok keluar di sisi barat berukuran 2,5 x 3 meter. Terdapat mimbar di mihrab masjid, tetapi sudah tidak dimanfaatkan karena Masjid Tua Siguntur tidak lagi digunakan untuk salat Jumat.[10]
Tempat wudlu terdapat di sebelah utara masjid berukuran 7 x 3 meter yang terbagi dalam tiga ruangan. Ini merupakan bangunan tambahan yang terbuat dari batu semen.[9]
Kawasan Masjid Tua Siguntur dikelilingi pagar beton di bagian depan dan pagar kawat duri di bagian samping dan belakang. Pintu masuk menuju kawasan masjid berada di bagian timur terbuat dari besi.[10][9]
Makam
[sunting | sunting sumber]Masjid Tua Siguntur berada dalam satu kompleks dengan makam raja-raja Siguntur, yang berada di sebelah utara masjid. Kompleks makam memiliki areal berbentuk segi lima berukuran 40 x 24,5 meter. Di dalamnya, terdapat enam makam yang masing-masingnya hanya ditandai dengan nisan dan jirat dari bata dan batu. Raja-raja Siguntur yang bermakam yakni: Sultan Muhammad Syah bin Sora, Sultan Abdul Jalil bin Sultan Muhammad Syah Tuangku Bagindo Ratu II, Sultan Abdul Kadire Tuangku Bagindo Ratu III, Sultan Amirudin Tuangku Bagindo Ratu IV, Sultan Ali Akbar Tuangku Bagindo V, dan Sultan Abu Bakar Tuangku Bagindo Ratu VI.[11][9][6]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d BPCB Sumatera Barat 2018, hlm. 18.
- ^ a b Masjid-masjid Kuno... 2006, hlm. 31.
- ^ Republika 16 Mei 2017.
- ^ BPCB Sumatera Barat 2018, hlm. 14-24.
- ^ Pemerintah Provinsi Sumatera Barat 2012.
- ^ a b & Ernatip 2012, hlm. 22-23.
- ^ a b I.G.N. Anom, dkk 1996, hlm. 51.
- ^ a b c Rezka Delpiera 6 Juni 2017.
- ^ a b c d e f g h situsbudaya.id 2 April 2009.
- ^ a b c d e BPCB Sumatera Barat 2018, hlm. 19.
- ^ BPCB Sumatera Barat 2018, hlm. 22.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Masjid-masjid Kuno di Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau (PDF). Batusangkar: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Batusangkar. 2006. Diakses tanggal 25 April 2019.
- "Jejak Peninggalan Kerajaan Dharmasraya". Republika. 16 Mei 2017. Diakses tanggal 25 April 2019.
- "Daftar Cagar Budaya Tidak Bergerak Provinsi Sumatera Barat". Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. 2012. Diakses tanggal 25 April 2019.
- "Deskripsi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kabupaten Dharmasraya Provinsi Sumatera Barat" (PDF). Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatera Barat. 2018. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-04-26.
- "Masjid Tua Siguntur Kabupaten Dharmasraya Sumatera Barat". situsbudaya.id. 2 April 2009. Diakses tanggal 25 April 2019.
- Rezka Delpiera (6 Juni 2017). "Masjid Siguntur, Saksi Perkembangan Islam di Dharmasraya". klikpositif.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-06-30.
- Anom, I. G. N.; Sugiyanti, Sri; Hasibuan, Hadniwati (2006). Hasil Pemugaran dan Temuan Benda Cagar Budaya PJP I. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Diakses tanggal 1996.
- Ernatip (2012). "Pewarisan Seni Tradisi di Minangkabau (Studi Tentang Tari Toga di Nagari Siguntur Kabupaten Dharmasraya)". Bunga Rampai Budaya Sumatera Barat, Budaya Masyarakat Minangkabau: Seni, Teknologi Tradisional, dan Hubungan Antar Budaya (PDF). Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Padang. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.