Museum Adityawarman: Perbedaan antara revisi
Salah ref Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Rahmatdenas (bicara | kontrib) |
||
(11 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 14: | Baris 14: | ||
|type = Museum daerah |
|type = Museum daerah |
||
|visitors = |
|visitors = |
||
|director = |
|director = Mardison, S.Pd., M.Pd. (Kepala UPTD Museum)<ref>https://disdik.sumbarprov.go.id/cabang-dinas/cabang-dinas-i/79-pejabat-administrator-dan-pengawas-pemprov-sumbar-dilantik.html/</ref> |
||
|curator = [[Gubernur |
|curator = [[Gubernur Sumatera Barat|Gubernur]] dan [[Wakil Gubernur Sumatera Barat]]<ref>{{Cite web |url=https://www.museumadityawarman.org/page/detail/kurator |title=Salinan arsip |access-date=2021-12-13 |archive-date=2021-12-07 |archive-url=https://web.archive.org/web/20211207170637/https://www.museumadityawarman.org/page/detail/kurator |dead-url=yes }}</ref> |
||
|publictransit = |
|publictransit = |
||
| website = {{URL|museumadityawarman.org/}} |
| website = {{URL|museumadityawarman.org/}} |
||
}} |
}} |
||
'''Museum Adityawarman''' adalah museum budaya |
'''Museum Adityawarman''' adalah museum budaya yang terletak di [[Kota Padang]], [[Sumatera Barat]].<ref name="desti">{{cite web |url=http://destindonesia.com/2013/10/29/museum-adityawarman-museum-budaya-minang-di-padang/ |title=Museum Adityawarman |publisher=Desti Indonesia |accessdate=5 Mei 2014 |archive-date=2014-05-05 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140505002525/http://destindonesia.com/2013/10/29/museum-adityawarman-museum-budaya-minang-di-padang/ |dead-url=yes }}</ref> Museum ini diresmikan pada 16 Maret 1977. Nama museum diambil dari nama besar salah seorang raja Malayapura pada abad ke-14, [[Adityawarman]] yang sezaman dengan [[Kerajaan Majapahit]].<ref name="desti"/><ref name="sumbar">{{cite web |url=http://www.sumbarprov.go.id/detail.php?id=1008 |title=Museum Negeri Adityawarman Sumatera Barat |publisher=Situs Resmi Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat |accessdate=20 Desember 2011 |archive-date=2012-10-14 |archive-url=https://web.archive.org/web/20121014114352/http://sumbarprov.go.id/detail.php?id=1008 |dead-url=yes }}</ref><ref name="wisata">{{cite web |url=http://wisatamelayu.com/id/object.php?a=Z2cvSlRYL1M%3D=&nav=geo |title=Museum Adityawarman |publisher=Wisata Melayu |accessdate=8 Mei 2014 |archive-date=2014-05-08 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140508061049/http://wisatamelayu.com/id/object.php?a=Z2cvSlRYL1M%3D=&nav=geo |dead-url=yes }}</ref> Museum ini memiliki julukan Taman Mini ala Sumatera Barat.<ref name="pos">{{cite web |url=http://posmetropadang.com/index.php?option=com_content&task=view&id=5325&Itemid=51 |title=Musem Adityawarman |publisher=Pos Metro Padang |accessdate=8 Mei 2014 |archive-date=2014-05-08 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140508043049/http://posmetropadang.com/index.php?option=com_content&task=view&id=5325&Itemid=51 |dead-url=yes }}</ref> Sebagai museum budaya, Museum Adityawarman menyimpan dan melestarikan benda-benda bersejarah, seperti [[cagar budaya]] Minangkabau dan sekitarnya beserta beberapa cagar budaya nasional. Salah satu di antaranya adalah bangunan yang berarsitektur Minang, [[rumah gadang]].<ref name="desti" /> |
||
== Sejarah == |
|||
Sebagai museum budaya, Museum Adityawarman menyimpan dan melestarikan benda-benda bersejarah, seperti cagar budaya Minangkabau dan sekitarnya beserta beberapa cagar budaya nasional. Salah satu di antaranya adalah bangunan yang berarsitektur Minang, bernama Rumah Bagonjong atau Baanjuang.<ref name="desti" /> |
|||
Museum Adityawarman adalah museum umum yang penamaannya didasarkan pada Surat Keputusan [[Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia]] Nomor 01/1991 Tanggal 9 Januari 1991. Adanya penggunaan nama Adityawarman untuk mengingatkan kebesaran nama salah seorang Raja Minangkabau yang berkuasa pada abad ke-14. |
|||
Museum ini mulai dibangun pada tahun anggaran 1974/1975 dan diresmikan pada tanggal 16 Maret 1977 oleh [[Menteri Pendidikan dan Kebudayaan]] Republik Indonesia Prof. Dr. Syarif Thayeb.<ref name=":0">{{Cite web|title=UPTD Museum Adityawarman - Sistem Registrasi Nasional Museum|url=https://10.24.26.63/museum/profile/uptd+museum+adityawarman?page=5|website=Sistem Registrasi Nasional Museum Kemdikbud|language=en|access-date=2024-05-28}}</ref> |
|||
Setelah otonomi daerah, tahun 2001 status Museum Adityawarman resmi dikelola Pemerintah Daerah [[Sumatera Barat]] di bawah naungan Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya yang kini menjadi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Barat. Pada Desember 2016 sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2016 Unit Pelaksana Teknis Daerah Museum Adityawarman berada dibawah koordinasi Dinas Kebudayaan Sumatera Barat. |
|||
== Pembangunan == |
== Pembangunan == |
||
Museum ini berlokasi di komplek Lapangan Tugu Jl. Diponegoro Padang. Dibangun di atas tanah seluas 2,5 Ha ditumbuhi 100 jenis tanaman berupa pohon pelindung, tanaman hias dan apotek hidup. Lokasi ini dulunya dikenal dengan Taman Melati, sebuah taman tempat bermain warga Kota Padang. Pada zaman penjajahan Belanda di lokasi ini berdiri [[Monumen Michiels|Monumen Micheils]] yang dihancurkan pada masa [[Pendudukan Jepang di Sumatra Barat|pendudukan Jepang]].<ref>{{Cite web|title=Museum Adityawarman|url=https://museumadityawarman.sumbarprov.go.id/page/detail/profil|website=museumadityawarman.sumbarprov.go.id|access-date=2024-05-28}}</ref> |
|||
⚫ | Konstruksi museum dikerjakan pada 1974 |
||
⚫ | Konstruksi museum dikerjakan pada tahun 1974. Peresmian museum ditandai oleh [[Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia]] [[Syarif Thayeb|Prof. Dr. Syarif Thayeb]].<ref name="aso">{{cite web |url=http://asosiasimuseumindonesia.org/anggota/48-museum-negeri-provinsi-sumatera-barat-adityawarman.html |title=Museum Negeri Provinsi Sumatera Barat "Adityawarman" |publisher=Asosiasi Museum Indonesia |accessdate=8 Mei 2014}}</ref> Sesuai dengan SK Pemda Tingkat II Padang No. 3071/SDTK/XVIII-74 tanggal 8 Agustus 1974. |
||
== Koleksi == |
== Koleksi == |
||
Koleksi utama yang terdapat di Museum Adityawarman dikelompokkan ke dalam sepuluh macam jenis koleksi, meliputi geologika/geografika, biologika, etnografika, arkeologika, historika, numismatika/heraldika, filologika, keramologika, seni rupa, dan teknalogika.<ref name="desti"/> Koleksi lain yang dimiliki oleh museum ini adalah benda purbakala peninggalan [[Kerajaan Dharmasraya]], yaitu berupa duplikat [[Arca Bhairawa|patung Bhairawa]] dan [[Arca Amoghapasa|patung Amoghapasa]].<ref name="wisata"/> |
Koleksi utama yang terdapat di Museum Adityawarman dikelompokkan ke dalam sepuluh macam jenis koleksi, meliputi geologika/geografika, biologika, etnografika, arkeologika, historika, numismatika/heraldika, filologika, keramologika, seni rupa, dan teknalogika.<ref name="desti"/> Koleksi lain yang dimiliki oleh museum ini adalah benda purbakala peninggalan [[Kerajaan Dharmasraya]], yaitu berupa duplikat [[Arca Bhairawa|patung Bhairawa]] dan [[Arca Amoghapasa|patung Amoghapasa]].<ref name="wisata"/> |
||
Ruang utama museum menampilkan diaroma yang mempresentasikan sistem adat yang dimiliki oleh masyarakat Minang dengan penjelas terstruktur mengenai hubungan kekerabatan dalam adat [[Minangkabau]]. Berbeda dari daerah-daerah lainnya di Indonesia yang pada umumnya memegang sistem kekerabatan patrilineal, Minangkabau sendiri menggunakan sistem [[matrilineal]] sehingga perempuan memegang pengaruh kuat di Minangkabau. Aktivitas perempuan Minang dipaparkan dengan apik di area museum. Mulai dari mengasuh anak, memasak untuk keluarga dan lingkungan lebih luas, sampai tradisi lisan yang berupa pantun sebagai sarana ibu menanamkan nilai kehidupan bagi anak. Kesenian banyak ditampilkan dalam upacara-upacara adat, salah satunya adalah upacara pernikahan. Di salah satu sudut museum terdapat ruang peragaan pelaminan [[Pernikahan Minangkabau|pernikahan adat Minang]]. Tentu saja ruangan ini menjadi salah satu yang paling diminati oleh pengunjung.<ref name="desti"/> |
Ruang utama museum menampilkan diaroma yang mempresentasikan sistem adat yang dimiliki oleh masyarakat Minang dengan penjelas terstruktur mengenai hubungan kekerabatan dalam adat [[Minangkabau]]. Berbeda dari daerah-daerah lainnya di Indonesia yang pada umumnya memegang sistem kekerabatan patrilineal, Minangkabau sendiri menggunakan sistem [[matrilineal]] sehingga perempuan memegang pengaruh kuat di Minangkabau. Aktivitas perempuan Minang dipaparkan dengan apik di area museum. Mulai dari mengasuh anak, memasak untuk keluarga dan lingkungan lebih luas, sampai [[tradisi lisan]] yang berupa pantun sebagai sarana ibu menanamkan nilai kehidupan bagi anak. Kesenian banyak ditampilkan dalam upacara-upacara adat, salah satunya adalah upacara pernikahan. Di salah satu sudut museum terdapat ruang peragaan pelaminan [[Pernikahan Minangkabau|pernikahan adat Minang]]. Tentu saja ruangan ini menjadi salah satu yang paling diminati oleh pengunjung.<ref name="desti"/> |
||
⚫ | Selain itu, di bagian ruangan lain terdapat koleksi-koleksi benda bersejarah dan budaya dari Suku Mentawai. Meskipun masih sama-sama dalam satu daerah, yakni Sumatera Barat, [[Suku Mentawai]] menerapkan adat istiadat yang sama sekali berbeda yakni menerapkan sistem kekerabatan [[patrilineal]].<ref name="desti"/> |
||
Ada beberapa koleksi pakaian masyarakat Minangkabau yang dapat kita temui ketika mengunjungi museum Adityawarman. |
|||
=== Salendang === |
|||
Salendang digunakan sebagai kelengkapan pakaian adat perempuan Minang yang berupa kain tenunan. Pandai Sikek adalah salah satu daerah penghasil tenun terkenal di Sumatera Barat, terutama untuk jenis kain balapak yaitu kain tenun yang sarat dengan benang emas. Salendang ini terbuat dari benang katun warna merah, bentuk empat persegi panjang dengan teknik ATBM. Hiasan songketan benang emas motif barantai, sajamba makan, belah ketupat dan pucuk rabuang. Pinggir kain bermotifkan batang pinang, atua bada, saluak laka dan bijo antimun. Memakai salendang juga melambangkan bahwa segala sesuatu yang dijalankan oleh kaum perempuan Minang wanita harus sesuai dengan adat dan agama. Selain itu juga harus sesuai dengan falsafah ABS- SBK.<ref name=":0" /> |
|||
=== Sisamping === |
|||
[[Penghulu]] adalah pemimpin kaum/suku di Minangkabau yang banyak mengetahui tentang adat istiadat. Penghulu dipilih dan diangkat oleh kaumnya dan dilewakan upacara pengangkatan penghulu dengan memakai pakaian kebesaran penghulu. Salah satu kelengkapan pakaian penghulu adalah sisamping. Bentuk empat persegi panjang, terbuat dari benang merah dengan teknik ATBM. Permukaan kain penuh dengan hiasan songketan benang emas bermotifkan pucuak rabuang yang didalamnya menggunakan motif bunga, dan saik galamai. Bidang kain bermotifkan saik galamai. Pinggir bemotifkan batang pinang,atua bada, saluak laka. Bagian belakang kain dilapisi tetoron merah. Pemakaian sisampingi bagi penghulu melambangkan bahwa semua tindakan dan pekerjaannya harus ada ukurannya.<ref name=":0" /> |
|||
=== Tutup Kepala === |
|||
Minangkabau salah satu etnik yang memiliki keragaman budaya, hal ini dapat kita lihat dari bentuk pakaian adatnya. Misalnya tutup kepala yang merupakan salah satu kelengkapan pakaian laki-laki di Minangkabau, ada yang terbuat dari kain polos, batik atau songket. Bentuk kain songket ini beragam sesuai dengan daerahnya. Ada tutup kepala tersebut dikenal [[saluak]], deta bakaruik/bakatak, deta dandan tak sudah dsb. Deta ini berbentuk empat pesegi yang terbuat dari songket Pandai Sikek, warna merah,dengan hiasan songketan benang emas bermotifkan batang pinang, tumpal, bunga dll. Kain ini dapat dibuat saluak atau deta, digunakan sebagai tutup kepala laki-laki di Minangkabau.<ref name=":0" /> |
|||
=== Salempang === |
|||
[[Bundo Kanduang|Bundo kanduang]] sebutan bagi perempuan Minang sejati yang dituakan serta banyak memahami tentang adat dan budaya Minangkabau. Ia juga memiliki pakaian kebesaran yang dipakai pada upacara adat, salah satu kelengkapan pakaian bundo kandung tersebut adalah [[Selempang leher|salempang]] sejenis selendang yang dipasangkan / diselempangkan dari bahu kanan ke bawah tangan kiri. Hal ini melambangkan tanggung jawab yang dibebankan kepada bundo kandung yang harus dilaksanakan dengan baik. Salempang ini terbuat dari benang katun warna merah, bentuk empat persegi panjang. Dihiasi songketan benang emas dengan tehnik ATBM. Bidang kain bermotifkan saik galamai, pucuk rabung dan biku-biku. Pinggir bermotifkan atua bada, batang pinang, dan bijo antimun. Kedua ujung salempang diberi renda benang emas sehingga kelihatan lebih indah.<ref name=":0" /> |
|||
== Dalam budaya populer == |
|||
⚫ | Selain itu, di bagian ruangan lain terdapat koleksi-koleksi benda bersejarah dan budaya dari Suku Mentawai. Meskipun masih sama-sama dalam satu daerah, yakni |
||
Dalam novel ''Andika Cahaya'' (2012), sastrawan [[Darman Moenir]] meggambarkan susana birokrasi di Museum Andika Cahaya yang dapat dirujuk sebagai Museum Adityawarman.<ref>https://ojs.badanbahasa.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/jentera/article/view/347</ref> |
|||
== Referensi == |
== Referensi == |
||
Baris 41: | Baris 65: | ||
[[Kategori:Museum di Kota Padang|Adityawarman]] |
[[Kategori:Museum di Kota Padang|Adityawarman]] |
||
[[Kategori:Museum di |
[[Kategori:Museum di Sumatera Barat|Adityawarman]] |
||
[[Kategori:Tempat wisata di Kota Padang]] |
[[Kategori:Tempat wisata di Kota Padang]] |
Revisi terkini sejak 14 Agustus 2024 06.10
Didirikan | 1977 |
---|---|
Lokasi | Jl. Diponegoro No. 10, Belakang Tangsi, Padang Barat, Padang, Indonesia |
Jenis | Museum daerah |
Ukuran koleksi | 6.000 |
Direktur | Mardison, S.Pd., M.Pd. (Kepala UPTD Museum)[1] |
Kurator | Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat[2] |
Situs web | museumadityawarman |
Museum Adityawarman adalah museum budaya yang terletak di Kota Padang, Sumatera Barat.[3] Museum ini diresmikan pada 16 Maret 1977. Nama museum diambil dari nama besar salah seorang raja Malayapura pada abad ke-14, Adityawarman yang sezaman dengan Kerajaan Majapahit.[3][4][5] Museum ini memiliki julukan Taman Mini ala Sumatera Barat.[6] Sebagai museum budaya, Museum Adityawarman menyimpan dan melestarikan benda-benda bersejarah, seperti cagar budaya Minangkabau dan sekitarnya beserta beberapa cagar budaya nasional. Salah satu di antaranya adalah bangunan yang berarsitektur Minang, rumah gadang.[3]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Museum Adityawarman adalah museum umum yang penamaannya didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 01/1991 Tanggal 9 Januari 1991. Adanya penggunaan nama Adityawarman untuk mengingatkan kebesaran nama salah seorang Raja Minangkabau yang berkuasa pada abad ke-14.
Museum ini mulai dibangun pada tahun anggaran 1974/1975 dan diresmikan pada tanggal 16 Maret 1977 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Prof. Dr. Syarif Thayeb.[7]
Setelah otonomi daerah, tahun 2001 status Museum Adityawarman resmi dikelola Pemerintah Daerah Sumatera Barat di bawah naungan Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya yang kini menjadi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Barat. Pada Desember 2016 sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2016 Unit Pelaksana Teknis Daerah Museum Adityawarman berada dibawah koordinasi Dinas Kebudayaan Sumatera Barat.
Pembangunan
[sunting | sunting sumber]Museum ini berlokasi di komplek Lapangan Tugu Jl. Diponegoro Padang. Dibangun di atas tanah seluas 2,5 Ha ditumbuhi 100 jenis tanaman berupa pohon pelindung, tanaman hias dan apotek hidup. Lokasi ini dulunya dikenal dengan Taman Melati, sebuah taman tempat bermain warga Kota Padang. Pada zaman penjajahan Belanda di lokasi ini berdiri Monumen Micheils yang dihancurkan pada masa pendudukan Jepang.[8]
Konstruksi museum dikerjakan pada tahun 1974. Peresmian museum ditandai oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Prof. Dr. Syarif Thayeb.[9] Sesuai dengan SK Pemda Tingkat II Padang No. 3071/SDTK/XVIII-74 tanggal 8 Agustus 1974.
Koleksi
[sunting | sunting sumber]Koleksi utama yang terdapat di Museum Adityawarman dikelompokkan ke dalam sepuluh macam jenis koleksi, meliputi geologika/geografika, biologika, etnografika, arkeologika, historika, numismatika/heraldika, filologika, keramologika, seni rupa, dan teknalogika.[3] Koleksi lain yang dimiliki oleh museum ini adalah benda purbakala peninggalan Kerajaan Dharmasraya, yaitu berupa duplikat patung Bhairawa dan patung Amoghapasa.[5]
Ruang utama museum menampilkan diaroma yang mempresentasikan sistem adat yang dimiliki oleh masyarakat Minang dengan penjelas terstruktur mengenai hubungan kekerabatan dalam adat Minangkabau. Berbeda dari daerah-daerah lainnya di Indonesia yang pada umumnya memegang sistem kekerabatan patrilineal, Minangkabau sendiri menggunakan sistem matrilineal sehingga perempuan memegang pengaruh kuat di Minangkabau. Aktivitas perempuan Minang dipaparkan dengan apik di area museum. Mulai dari mengasuh anak, memasak untuk keluarga dan lingkungan lebih luas, sampai tradisi lisan yang berupa pantun sebagai sarana ibu menanamkan nilai kehidupan bagi anak. Kesenian banyak ditampilkan dalam upacara-upacara adat, salah satunya adalah upacara pernikahan. Di salah satu sudut museum terdapat ruang peragaan pelaminan pernikahan adat Minang. Tentu saja ruangan ini menjadi salah satu yang paling diminati oleh pengunjung.[3]
Selain itu, di bagian ruangan lain terdapat koleksi-koleksi benda bersejarah dan budaya dari Suku Mentawai. Meskipun masih sama-sama dalam satu daerah, yakni Sumatera Barat, Suku Mentawai menerapkan adat istiadat yang sama sekali berbeda yakni menerapkan sistem kekerabatan patrilineal.[3]
Ada beberapa koleksi pakaian masyarakat Minangkabau yang dapat kita temui ketika mengunjungi museum Adityawarman.
Salendang
[sunting | sunting sumber]Salendang digunakan sebagai kelengkapan pakaian adat perempuan Minang yang berupa kain tenunan. Pandai Sikek adalah salah satu daerah penghasil tenun terkenal di Sumatera Barat, terutama untuk jenis kain balapak yaitu kain tenun yang sarat dengan benang emas. Salendang ini terbuat dari benang katun warna merah, bentuk empat persegi panjang dengan teknik ATBM. Hiasan songketan benang emas motif barantai, sajamba makan, belah ketupat dan pucuk rabuang. Pinggir kain bermotifkan batang pinang, atua bada, saluak laka dan bijo antimun. Memakai salendang juga melambangkan bahwa segala sesuatu yang dijalankan oleh kaum perempuan Minang wanita harus sesuai dengan adat dan agama. Selain itu juga harus sesuai dengan falsafah ABS- SBK.[7]
Sisamping
[sunting | sunting sumber]Penghulu adalah pemimpin kaum/suku di Minangkabau yang banyak mengetahui tentang adat istiadat. Penghulu dipilih dan diangkat oleh kaumnya dan dilewakan upacara pengangkatan penghulu dengan memakai pakaian kebesaran penghulu. Salah satu kelengkapan pakaian penghulu adalah sisamping. Bentuk empat persegi panjang, terbuat dari benang merah dengan teknik ATBM. Permukaan kain penuh dengan hiasan songketan benang emas bermotifkan pucuak rabuang yang didalamnya menggunakan motif bunga, dan saik galamai. Bidang kain bermotifkan saik galamai. Pinggir bemotifkan batang pinang,atua bada, saluak laka. Bagian belakang kain dilapisi tetoron merah. Pemakaian sisampingi bagi penghulu melambangkan bahwa semua tindakan dan pekerjaannya harus ada ukurannya.[7]
Tutup Kepala
[sunting | sunting sumber]Minangkabau salah satu etnik yang memiliki keragaman budaya, hal ini dapat kita lihat dari bentuk pakaian adatnya. Misalnya tutup kepala yang merupakan salah satu kelengkapan pakaian laki-laki di Minangkabau, ada yang terbuat dari kain polos, batik atau songket. Bentuk kain songket ini beragam sesuai dengan daerahnya. Ada tutup kepala tersebut dikenal saluak, deta bakaruik/bakatak, deta dandan tak sudah dsb. Deta ini berbentuk empat pesegi yang terbuat dari songket Pandai Sikek, warna merah,dengan hiasan songketan benang emas bermotifkan batang pinang, tumpal, bunga dll. Kain ini dapat dibuat saluak atau deta, digunakan sebagai tutup kepala laki-laki di Minangkabau.[7]
Salempang
[sunting | sunting sumber]Bundo kanduang sebutan bagi perempuan Minang sejati yang dituakan serta banyak memahami tentang adat dan budaya Minangkabau. Ia juga memiliki pakaian kebesaran yang dipakai pada upacara adat, salah satu kelengkapan pakaian bundo kandung tersebut adalah salempang sejenis selendang yang dipasangkan / diselempangkan dari bahu kanan ke bawah tangan kiri. Hal ini melambangkan tanggung jawab yang dibebankan kepada bundo kandung yang harus dilaksanakan dengan baik. Salempang ini terbuat dari benang katun warna merah, bentuk empat persegi panjang. Dihiasi songketan benang emas dengan tehnik ATBM. Bidang kain bermotifkan saik galamai, pucuk rabung dan biku-biku. Pinggir bermotifkan atua bada, batang pinang, dan bijo antimun. Kedua ujung salempang diberi renda benang emas sehingga kelihatan lebih indah.[7]
Dalam budaya populer
[sunting | sunting sumber]Dalam novel Andika Cahaya (2012), sastrawan Darman Moenir meggambarkan susana birokrasi di Museum Andika Cahaya yang dapat dirujuk sebagai Museum Adityawarman.[10]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ https://disdik.sumbarprov.go.id/cabang-dinas/cabang-dinas-i/79-pejabat-administrator-dan-pengawas-pemprov-sumbar-dilantik.html/
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-07. Diakses tanggal 2021-12-13.
- ^ a b c d e f "Museum Adityawarman". Desti Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-05. Diakses tanggal 5 Mei 2014.
- ^ "Museum Negeri Adityawarman Sumatera Barat". Situs Resmi Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-10-14. Diakses tanggal 20 Desember 2011.
- ^ a b "Museum Adityawarman". Wisata Melayu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-08. Diakses tanggal 8 Mei 2014.
- ^ "Musem Adityawarman". Pos Metro Padang. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-08. Diakses tanggal 8 Mei 2014.
- ^ a b c d e "UPTD Museum Adityawarman - Sistem Registrasi Nasional Museum". Sistem Registrasi Nasional Museum Kemdikbud (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-05-28.
- ^ "Museum Adityawarman". museumadityawarman.sumbarprov.go.id. Diakses tanggal 2024-05-28.
- ^ "Museum Negeri Provinsi Sumatera Barat "Adityawarman"". Asosiasi Museum Indonesia. Diakses tanggal 8 Mei 2014.
- ^ https://ojs.badanbahasa.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/jentera/article/view/347
0°57′15″S 100°21′21″E / 0.954294°S 100.355723°E