Amangkurat V: Perbedaan antara revisi
Inayubhagya (bicara | kontrib) k Suntingan kecil: memperbaiki gelar |
k Membatalkan 1 suntingan by 36.72.214.246 (bicara): Piye to mas, kok suka Vandalisme ? (TW) Tag: Pembatalan |
||
(20 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{Infobox royalty |
{{Infobox royalty |
||
|name = |
|name = Amangkurat V<br />{{java|ꦲꦩꦁꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧕꧇}} |
||
|title = |
|title = Sunan Kuning |
||
|image = |
|image = |
||
|caption = |
|caption = |
||
Baris 10: | Baris 10: | ||
|coronation = [[6]] [[April]] [[1742]] di [[Kabupaten Pati]] |
|coronation = [[6]] [[April]] [[1742]] di [[Kabupaten Pati]] |
||
|cor-type = Penobatan |
|cor-type = Penobatan |
||
|predecessor = [[ |
|predecessor = [[Pakubuwana II]] |
||
|suc-type = |
|suc-type = |
||
|successor = |
|successor = |
||
| |
|regnal name = ''Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping V'' |
||
|posthumous name = |
|posthumous name = Sunan Kuning |
||
|native_lang1 = [[Bahasa Jawa]] |
|||
|native_lang1_name1 = ꦲꦩꦁꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧕꧇ |
|||
|house = [[Wangsa Mataram|Mataram]] |
|house = [[Wangsa Mataram|Mataram]] |
||
|full name = |
|full name = |
||
Baris 22: | Baris 24: | ||
|birth_date = [[1726]] |
|birth_date = [[1726]] |
||
|birth_place = {{negara|Kesultanan Mataram}} [[Kartasura, Mataram]] |
|birth_place = {{negara|Kesultanan Mataram}} [[Kartasura, Mataram]] |
||
|death_date = |
|death_date = ? |
||
|death_place = {{flagicon image|Flag of the Dutch East India Company.svg}} [[Sailan Belanda]] |
|||
|death_place = |
|||
|religion = [[Islam]] |
|religion = [[Islam]] |
||
|signature = |
|signature = |
||
|spouses = |
|spouses = |
||
}} |
}} |
||
''' |
'''Amangkurat V''' ({{lang-jv|ꦲꦩꦁꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧕꧇|amangkurat kalima|amangkurat lima}}, dikenal juga sebagai ''Sunan Kuning'') adalah seorang cucu [[Amangkurat III]] di Mataram, putra dari Pangeran Tepasana. Tahun 1742, ia diangkat sebagai [[susuhunan]] [[Mataram II|Mataram]] menggantikan takhta [[Amangkurat IV]] oleh koalisi Jawa-Tionghoa yang menantang kekuasaan [[Pakubuwana II]]. |
||
== Silsilah == |
== Silsilah == |
||
Sunan Amangkurat V atau Sunan Kuning memiliki nama asli Raden Mas Garendi, lahir pada 1726. Dia adalah putra bungsu dari Pangeran Tepasana, atau cucu dari [[Amangkurat III]]. Masa kecilnya sudah diwarnai politik berdarah. Ayahnya, Pangeran Tepasana, terbunuh karena konflik kerajaan. |
|||
Setelah ayahnya tewas, Raden Mas Garendi dibawa lari menyelamatkan diri meninggalkan [[Kartasura, Mataram|Karaton Kartasura]] oleh pamannya bernama Wiramenggala. Mereka melintasi Gunung Kemukus hingga menuju Grobogan. Di lokasi itu, rombongan pelarian Kartasura berjumpa dengan keluarga Tionghoa, Tan He Tik. Garendi lantas |
Setelah ayahnya tewas, Raden Mas Garendi dibawa lari menyelamatkan diri meninggalkan [[Kartasura, Mataram|Karaton Kartasura]] oleh pamannya bernama Wiramenggala. Mereka melintasi Gunung Kemukus hingga menuju Grobogan. Di lokasi itu, rombongan pelarian Kartasura berjumpa dengan keluarga Tionghoa, Tan He Tik. Garendi lantas diangkat anak oleh He Tik.<ref name ="darad01">{{cite book | author= Gondodiprojo, Daradjadi | year = 2014 | title= Geger Pacinan 1740-1743: Persekutuan Tionghoa-Jawa Melawan VOC | publisher = Penerbit Buku Kompas }}</ref> |
||
Dalam Babad Kartasura II, dijelaskan perihal deskripsi fisik Raden Mas Garendi. Dia disebut sebagai remaja ganteng yang populer dan banyak penggemar. |
Dalam Babad Kartasura II, dijelaskan perihal deskripsi fisik Raden Mas Garendi. Dia disebut sebagai remaja ganteng yang populer dan banyak penggemar. |
||
Baris 42: | Baris 44: | ||
=== Geger Pacinan === |
=== Geger Pacinan === |
||
[[Berkas:Lukisan Perang Jawa (1741-1743).jpg|jmpl|300px|Lukisan Jawa abad ke-19 menggambarkan salah satu episode Perang Jawa-Tionghoa melawan VOC, perang yang meletus di Jawa tahun 1741-1743.]] |
[[Berkas:Lukisan Perang Jawa (1741-1743).jpg|jmpl|300px|Lukisan Jawa abad ke-19 menggambarkan salah satu episode Perang Jawa-Tionghoa melawan VOC, perang yang meletus di Jawa tahun 1741-1743.]] |
||
Pada |
Pada mulanya, [[Pakubuwana II]] adalah seorang sunan yang melawan kolonialisme Belanda. Dia pernah meminta para pejabat dan bupati bersumpah setia serta bersiap mengusir mereka dari [[tanah Jawa]]. |
||
Di masa kepemimpinannya, pasukan Mataram menyerang benteng kompeni di Kartasura pada 1741. Tercatat 10 prajurit kompeni tewas di dalam dan sekitar benteng. Peristiwa itu menandai konflik terbuka antara [[Kesultanan Mataram]] dan VOC. |
Di masa kepemimpinannya, pasukan Mataram menyerang benteng kompeni di Kartasura pada 1741. Tercatat 10 prajurit kompeni tewas di dalam dan sekitar benteng. Peristiwa itu menandai konflik terbuka antara [[Kesultanan Mataram]] dan VOC. Pakubuwana II juga memerintahkan patihnya mengirim pasukan untuk membantu laskar [[Tionghoa]] mengepung VOC di [[Semarang]]. |
||
Saat itu adalah masa-masa Geger Pacinan, rangkaian peperangan yang disebut-sebut lebih besar daripada [[Perang Diponegoro]] pada dua dekade |
Saat itu adalah masa-masa Geger Pacinan, rangkaian peperangan yang disebut-sebut lebih besar daripada [[Perang Diponegoro]] pada dua dekade setelahnya. Geger Pacinan diawali dengan pembantaian 10 ribu orang Tionghoa oleh VOC di Batavia (sekarang [[Jakarta]]). Hal itu menyulut aksi pemberontakan melawan VOC. |
||
Pemimpin pemberontakan dari pabrik gula di Gandaria, Batavia, adalah Souw Phan Ciang atau Khe Panjang, yang kemudian dikenal sebagai Kapitan Sepanjang. Dia lari sampai Semarang dan bergabung dengan laskar Tionghoa pimpinan Singseh (Tan Sin Ko). Kapitan Sepanjang dan Singseh berperang melawan VOC, mendapat bantuan pasukan dari |
Pemimpin pemberontakan dari pabrik gula di Gandaria, Batavia, adalah Souw Phan Ciang atau Khe Panjang, yang kemudian dikenal sebagai Kapitan Sepanjang. Dia lari sampai Semarang dan bergabung dengan laskar Tionghoa pimpinan Singseh (Tan Sin Ko). Kapitan Sepanjang dan Singseh berperang melawan VOC, mendapat bantuan pasukan dari Pakubuwana II, namun kemenangan sulit diraih, bahkan VOC mengklaim sebagai pihak yang menang. |
||
Namun, |
Namun, Pakubuwana II berubah sikap 180 derajat dari yang semula melawan kompeni menjadi memihaknya. Dukungan Mataram ke pemberontak Tionghoa dicabut pada awal 1742. Perubahan sikap itu dilatar belakangi Pakubuwana II yang khawatir dilengserkan dari takhta Mataram bila terus melawan VOC. Dalam hal ini, VOC dikenal handal menyulut intrik politik. Di sisi lain, para bangsawan juga banyak yang mengincar kedudukan Pakubuwana II. Sejak saat itu, perang melawan Pakubuwana II dan VOC berkobar. |
||
Di Grobogan, Raden Mas Garendi menghimpun kekuatan. Tiga brigade Jawa dan tiga brigade Tionghoa dikumpulkan. Mereka menyusun rencana untuk menyerang |
Di Grobogan, Raden Mas Garendi menghimpun kekuatan. Tiga brigade Jawa dan tiga brigade Tionghoa dikumpulkan. Mereka menyusun rencana untuk menyerang Pakubuwana II di Kartasura. |
||
Berikut ini pihak-pihak yang mendukung Raden Mas Garendi: |
Berikut ini pihak-pihak yang mendukung Raden Mas Garendi: |
||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
* Tumenggung Martapura, bupati Grobogan |
|||
⚫ | |||
* Tumenggung |
* Tumenggung Mangun Oneng, bupati Pati |
||
* Tumenggung Mangun Oneng, Bupati Pati |
|||
* Singseh, pemimpin laskar Tionghoa dari Tanjung Welahan (dekat Demak) |
* Singseh, pemimpin laskar Tionghoa dari Tanjung Welahan (dekat Demak) |
||
* Kapitan Sepanjang, pemimpin pemberontakan Tionghoa dari Batavia |
* Kapitan Sepanjang, pemimpin pemberontakan Tionghoa dari Batavia |
||
=== Kenaikan takhta === |
=== Kenaikan takhta === |
||
Pada tanggal [[6]] [[April]] [[1742]] di [[Kabupaten Pati|Pati]], diadakan pembahasan mengenai siapa yang harus menggantikan |
Pada tanggal [[6]] [[April]] [[1742]] di [[Kabupaten Pati|Pati]], diadakan pembahasan mengenai siapa yang harus menggantikan Pakubuwana II. Singseh mengusulkan Tumenggung Martapura yang diangkat menjadi sunan Mataram, Kapitan Sepanjang setuju dengan usul itu. Namun Tumenggung Mangun Oneng tidak setuju karena Martapura tidak memiliki garis keturunan atau wahyu keprabon, bobot (kepantasan), dan bibit (asal-usul) untuk menjadi sunan Mataram. |
||
⚫ | Tan He Tik mengusulkan agar Raden Mas Garendi yang menjadi |
||
⚫ | Tan He Tik mengusulkan agar Raden Mas Garendi yang menjadi sunan Mataram pengganti Pakubuwana II. Karena, Raden Mas Garendi adalah cucu sunan Mataram, [[Amangkurat III]]. He Tik sendiri adalah orang tua angkat Garendi. Kapitan Sepanjang sempat khawatir bila Raden Mas Garendi akan berkhianat seperti Pakubuwana II yang semula melawan VOC menjadi bersekutu dengan VOC. Namun akhirnya semua bersepakat untuk menobatkan Raden Mas Garendi menjadi sunan Mataram. |
||
⚫ | |||
⚫ | |||
"Seorang raja yang ingkar janji tidak bertuah lagi, gebuklah dia pasti akan kabur," ujar RM. Garendi, yang telah menjadi Hamengkurat V. |
|||
Dalam catatan seorang Tionghoa di Semarang, Liem Thian Joe, dikatakan bahwa Sunan Kuning adalah sebutan populer bagi Raden Mas Garendi.<ref name ="sylado">{{cite book | author= Sylado, Remy | year = 2005 | title= 9 Oktober 1740: Drama Sejarah | location = Jakarta | publisher = Kepustakaan Populer Gramedia }}</ref> Selain karena banyak pengikutnya yang berkulit kuning (Tionghoa), hal itu karena orang Tionghoa menyebutnya sebagai ''cun ling'' (bangsawan tertinggi) merupakan salah satu tokoh yang berperan penting dalam peristiwa Geger Pacinan. |
Dalam catatan seorang Tionghoa di Semarang, Liem Thian Joe, dikatakan bahwa Sunan Kuning adalah sebutan populer bagi Raden Mas Garendi.<ref name ="sylado">{{cite book | author= Sylado, Remy | year = 2005 | title= 9 Oktober 1740: Drama Sejarah | location = Jakarta | publisher = Kepustakaan Populer Gramedia }}</ref> Selain karena banyak pengikutnya yang berkulit kuning (Tionghoa), hal itu karena orang Tionghoa menyebutnya sebagai ''cun ling'' (bangsawan tertinggi) merupakan salah satu tokoh yang berperan penting dalam peristiwa Geger Pacinan. |
||
Sejak saat itu, pertempuran demi pertempuran dilakoni oleh koalisi Jawa-Tionghoa. Mei 1742, formasi pasukan Jawa-Tionghoa terdiri atas seribu prajurit Jawa dan seribu prajurit Tionghoa. Perkembangan selanjutnya, pasukan Jawa menjadi lebih banyak dibanding Tionghoa. |
Sejak saat itu, pertempuran demi pertempuran dilakoni oleh koalisi Jawa-Tionghoa. Mei 1742, formasi pasukan Jawa-Tionghoa terdiri atas seribu prajurit Jawa dan seribu prajurit Tionghoa. Perkembangan selanjutnya, pasukan Jawa menjadi lebih banyak dibanding Tionghoa. |
||
Pada Juni 1742, Sunan |
Pada Juni 1742, Sunan Amangkurat V dan pasukannya menuju Kartasura. Laskar Tionghoa dipimpin panglimanya bernama Entik, Macan, dan Pibulung. Laskar Jawa di bawah komando Kertawirya, Wirajaya, dan Martapura. Sunan yang masih remaja tersebut dikawal oleh Tumenggung Mangun Oneng, Kapitan Sepanjang, dan Singseh. Mereka bertempur di [[Salatiga]] hingga [[Boyolali]]. |
||
=== Penyerbuan Kartasura === |
=== Penyerbuan ke Kartasura === |
||
Pada tanggal [[30]] [[Juni]] [[1742]], pasukan |
Pada tanggal [[30]] [[Juni]] [[1742]], pasukan Amangkurat V menjebol benteng [[Kartasura, Mataram|Karaton Kartasura]]. Penjebeloan benteng istana itu bahkan bisa dilihat sampai sekarang. Tembok istana itu berhasil dilubangi karena pasukan Amangkurat V menggunakan meriam. |
||
Suasana Kartasura mendadak kacau dan luluh lantak karena diserbu pasukan Jawa-Tionghoa. [[ |
Suasana Kartasura mendadak kacau dan luluh lantak karena diserbu pasukan gabungan Jawa-Tionghoa. [[Pakubuwana II]] dan keluarganya menyelamatkan diri dari peristiwa tersebut. Mereka dievakuasi oleh Kapten Van Hohendorff bersama pasukan VOC dan mengungsi ke arah [[Magetan]] melalui Gunung Lawu. |
||
Pada tanggal [[1]] [[Juli]] [[1742]], |
Pada tanggal [[1]] [[Juli]] [[1742]], Sunan Amangkurat V alias Sunan Kuning resmi bertakhta di Kartasura. Terdapat candrasengkala (penanda waktu dalam tradisi Jawa) berbunyi ''Pandita anom angoyog jagad'', bermakna ''Pemimpin muda mengguncang jagat''. |
||
Setelah berhasil menduduki takhta Mataram kemudian |
Setelah berhasil menduduki takhta Mataram kemudian Amangkurat V mengangkat Tumenggung Mangun Oneng menjadi patih. Tumenggung Martapura diangkat menjadi pelaksana harian komando pertempuran dengan nama Sujanapura. Raden Suryakusuma kelak dikenal sebagai Pangeran Prangwedana diangkat sebagai panglima perang. |
||
== Akhir pemerintahan == |
== Akhir pemerintahan == |
||
Amangkurat V merencanakan menggempur pasukan VOC di [[Semarang]]. 1200 pasukan gabungan Jawa-Tionghoa dipimpin [[Raden Mas Said]] dan Singseh (Tan Sin Ko) menuju Welahan. Di Welahan mereka bertempur dengan pasukan VOC yang dipimpin oleh Kapten Gerrit Mom. VOC yang menyerang dari berbagai sudut berhasil memukul mundur pasukan gabungan itu. Setelahnya berbagai kekalahan dialami pasukan gabungan Jawa-Tionghoa. Beberapa pimpinan terbunuh seperti Tan We Kie di pulau Mandalika, lepas pantai Jepara dan Singseh tertangkap di Lasem dan dieksekusi mati di sana. |
|||
Pada 26 November 1742, keadaan semakin tidak berpihak kepada |
Pada 26 November 1742, keadaan semakin tidak berpihak kepada Amangkurat V. Kartasura diserang dari tiga penjuru oleh Cakraningrat IV dari arah Bengawan Solo, Pakubuwana II dari Ngawi, dan pasukan VOC dari Ungaran dan Salatiga. Amangkurat V meninggalkan Kartasura dan mengungsi ke arah selatan bersama pasukannya. |
||
Akhir dari perjalanan |
Akhir dari perjalanan Amangkurat V terjadi pada September 1743 saat tedesak di sekitar [[Surabaya]]. Terpisah dari kawalan Kapitan Sepanjang, Amangkurat V terpaksa menyerahkan diri ke loji VOC di Surabaya di bawah pimpinan Reinier De Klerk. Setelah beberapa hari ditawan di Surabaya, dia bersama beberapa pengikutnya dibawa ke Semarang lalu ke Batavia, hingga akhirnya diasingkan ke Ceylon ([[Sri Lanka]]). |
||
== Kontroversi == |
== Kontroversi == |
||
Sumber riwayat Semarang menyebutkan bahwa |
Sumber riwayat Semarang menyebutkan bahwa petilasan Sunan Kuning atau Sunan Amangkurat V berada di bagian barat [[Kota Semarang]], di atas sebuah bukit [[Kalibanteng Kulon, Semarang Barat, Semarang]]. Sekitar makam Sunan Kuning itu, sejak paruh kedua dasawarsa 1960-an dijadikan lokalisasi pelacuran, nama lokalisasi Sunan Kuning pun lebih populer dibanding nama resmi kawasan [[Resosialisasi Argorejo]] dan ini terus dikecam oleh banyak kalangan yang mengira bahwa sebutan [[Sunan]] niscaya berhubungan dengan [[Walisongo]] dan penguasa [[Kasunanan]].<ref name="historia.id">{{Cite web|url=https://historia.id/politik/articles/sunan-kuning-dan-geger-pacinan-P712D/page/1|title=Sunan Kuning dan Geger Pacinan|author=Fajri, Muhammad Yogi|date=5 Juli 2014|website=historia.id|access-date=4 Februari 2021}}</ref> |
||
== Referensi == |
== Referensi == |
||
Baris 107: | Baris 106: | ||
== Lihat pula == |
== Lihat pula == |
||
* [[Kesultanan Mataram]] |
* [[Kesultanan Mataram]] |
||
* [[Kasunanan Surakarta]] |
|||
* [[Wangsa Mataram]] |
* [[Wangsa Mataram]] |
||
⚫ | |||
{{s-hou|[[Wangsa Mataram]]||1726||Tidak diketahui}} |
|||
{{s-reg|}} |
|||
{{s-bef|before=[[Pakubuwana II]]}} |
|||
{{s-ttl|title=[[Kesultanan Mataram|Susuhunan Mataram]]|years=1742 ‒ 1743}} |
|||
{{s-aft|after=Jabatan dihapus}} |
|||
{{s-end}} |
|||
__INDEKS__ |
|||
{{kotak mulai}} |
|||
__PRANALABAGIANBARU__ |
|||
⚫ | |||
{{kotak suksesi|jabatan = [[Susuhunan Mataram]]|pendahulu=[[Pakubuwana II]]|pengganti = ''Jabatan dihapus''|tahun = 1742 – 1743}} |
|||
{{kotak selesai}} |
|||
{{DEFAULTSORT: |
{{DEFAULTSORT:Amangkurat 05}} |
||
[[Kategori:Kesultanan Mataram]] |
[[Kategori:Kesultanan Mataram]] |
||
[[Kategori:Susuhunan Mataram]] |
[[Kategori:Susuhunan Mataram]] |
Revisi terkini sejak 11 September 2024 06.28
Amangkurat V ꦲꦩꦁꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧕꧇ | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Sunan Kuning | |||||||||
Susuhunan Mataram | |||||||||
Bertakhta | 1 Juli 1742 – ? September 1743 | ||||||||
Penobatan | 6 April 1742 di Kabupaten Pati | ||||||||
Pendahulu | Pakubuwana II | ||||||||
Kelahiran | Raden Mas Garendi 1726 Kartasura, Mataram | ||||||||
Kematian | ? Sailan Belanda | ||||||||
| |||||||||
Bahasa Jawa | ꦲꦩꦁꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧕꧇ | ||||||||
Wangsa | Mataram | ||||||||
Ayah | Pangeran Tepasana | ||||||||
Agama | Islam |
Amangkurat V (bahasa Jawa: ꦲꦩꦁꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧕꧇, translit. amangkurat kalima, har. 'amangkurat lima', dikenal juga sebagai Sunan Kuning) adalah seorang cucu Amangkurat III di Mataram, putra dari Pangeran Tepasana. Tahun 1742, ia diangkat sebagai susuhunan Mataram menggantikan takhta Amangkurat IV oleh koalisi Jawa-Tionghoa yang menantang kekuasaan Pakubuwana II.
Silsilah
[sunting | sunting sumber]Sunan Amangkurat V atau Sunan Kuning memiliki nama asli Raden Mas Garendi, lahir pada 1726. Dia adalah putra bungsu dari Pangeran Tepasana, atau cucu dari Amangkurat III. Masa kecilnya sudah diwarnai politik berdarah. Ayahnya, Pangeran Tepasana, terbunuh karena konflik kerajaan.
Setelah ayahnya tewas, Raden Mas Garendi dibawa lari menyelamatkan diri meninggalkan Karaton Kartasura oleh pamannya bernama Wiramenggala. Mereka melintasi Gunung Kemukus hingga menuju Grobogan. Di lokasi itu, rombongan pelarian Kartasura berjumpa dengan keluarga Tionghoa, Tan He Tik. Garendi lantas diangkat anak oleh He Tik.[1]
Dalam Babad Kartasura II, dijelaskan perihal deskripsi fisik Raden Mas Garendi. Dia disebut sebagai remaja ganteng yang populer dan banyak penggemar.
"Akan halnya Raden Mas Garendi, memang rupawan. Kebagusannya sudah terkenal di mana-mana, apalagi banyak cerita-cerita yang turut meramaikannya. Bahwasannya seorang bangsawan yang bijaksana, lagi pula baik hatinya. Adalah tidak mustahil, banyak yang turut senang, melihat Raden Mas Garendi," demikian keterangan dalam Babad Kartasura II.[2]
Pemerintahan
[sunting | sunting sumber]Geger Pacinan
[sunting | sunting sumber]Pada mulanya, Pakubuwana II adalah seorang sunan yang melawan kolonialisme Belanda. Dia pernah meminta para pejabat dan bupati bersumpah setia serta bersiap mengusir mereka dari tanah Jawa.
Di masa kepemimpinannya, pasukan Mataram menyerang benteng kompeni di Kartasura pada 1741. Tercatat 10 prajurit kompeni tewas di dalam dan sekitar benteng. Peristiwa itu menandai konflik terbuka antara Kesultanan Mataram dan VOC. Pakubuwana II juga memerintahkan patihnya mengirim pasukan untuk membantu laskar Tionghoa mengepung VOC di Semarang.
Saat itu adalah masa-masa Geger Pacinan, rangkaian peperangan yang disebut-sebut lebih besar daripada Perang Diponegoro pada dua dekade setelahnya. Geger Pacinan diawali dengan pembantaian 10 ribu orang Tionghoa oleh VOC di Batavia (sekarang Jakarta). Hal itu menyulut aksi pemberontakan melawan VOC.
Pemimpin pemberontakan dari pabrik gula di Gandaria, Batavia, adalah Souw Phan Ciang atau Khe Panjang, yang kemudian dikenal sebagai Kapitan Sepanjang. Dia lari sampai Semarang dan bergabung dengan laskar Tionghoa pimpinan Singseh (Tan Sin Ko). Kapitan Sepanjang dan Singseh berperang melawan VOC, mendapat bantuan pasukan dari Pakubuwana II, namun kemenangan sulit diraih, bahkan VOC mengklaim sebagai pihak yang menang.
Namun, Pakubuwana II berubah sikap 180 derajat dari yang semula melawan kompeni menjadi memihaknya. Dukungan Mataram ke pemberontak Tionghoa dicabut pada awal 1742. Perubahan sikap itu dilatar belakangi Pakubuwana II yang khawatir dilengserkan dari takhta Mataram bila terus melawan VOC. Dalam hal ini, VOC dikenal handal menyulut intrik politik. Di sisi lain, para bangsawan juga banyak yang mengincar kedudukan Pakubuwana II. Sejak saat itu, perang melawan Pakubuwana II dan VOC berkobar.
Di Grobogan, Raden Mas Garendi menghimpun kekuatan. Tiga brigade Jawa dan tiga brigade Tionghoa dikumpulkan. Mereka menyusun rencana untuk menyerang Pakubuwana II di Kartasura.
Berikut ini pihak-pihak yang mendukung Raden Mas Garendi:
- Patih Natakusuma, patih bawahan Pakubuwana II yang memilih mendukung Sunan Kuning dan pasukan Tionghoa
- Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa), kelak bergelar Mangkunagara I
- Tumenggung Martapura, bupati Grobogan
- Tumenggung Mangun Oneng, bupati Pati
- Singseh, pemimpin laskar Tionghoa dari Tanjung Welahan (dekat Demak)
- Kapitan Sepanjang, pemimpin pemberontakan Tionghoa dari Batavia
Kenaikan takhta
[sunting | sunting sumber]Pada tanggal 6 April 1742 di Pati, diadakan pembahasan mengenai siapa yang harus menggantikan Pakubuwana II. Singseh mengusulkan Tumenggung Martapura yang diangkat menjadi sunan Mataram, Kapitan Sepanjang setuju dengan usul itu. Namun Tumenggung Mangun Oneng tidak setuju karena Martapura tidak memiliki garis keturunan atau wahyu keprabon, bobot (kepantasan), dan bibit (asal-usul) untuk menjadi sunan Mataram.
Tan He Tik mengusulkan agar Raden Mas Garendi yang menjadi sunan Mataram pengganti Pakubuwana II. Karena, Raden Mas Garendi adalah cucu sunan Mataram, Amangkurat III. He Tik sendiri adalah orang tua angkat Garendi. Kapitan Sepanjang sempat khawatir bila Raden Mas Garendi akan berkhianat seperti Pakubuwana II yang semula melawan VOC menjadi bersekutu dengan VOC. Namun akhirnya semua bersepakat untuk menobatkan Raden Mas Garendi menjadi sunan Mataram.
Raden Mas Garendi kemudian bergelar Amangkurat V, dalam upacara penobatan itu hadir para ulama di samping kanan Amangkurat V dan panglima berbusana Tionghoa di samping kirinya.
Dalam catatan seorang Tionghoa di Semarang, Liem Thian Joe, dikatakan bahwa Sunan Kuning adalah sebutan populer bagi Raden Mas Garendi.[3] Selain karena banyak pengikutnya yang berkulit kuning (Tionghoa), hal itu karena orang Tionghoa menyebutnya sebagai cun ling (bangsawan tertinggi) merupakan salah satu tokoh yang berperan penting dalam peristiwa Geger Pacinan.
Sejak saat itu, pertempuran demi pertempuran dilakoni oleh koalisi Jawa-Tionghoa. Mei 1742, formasi pasukan Jawa-Tionghoa terdiri atas seribu prajurit Jawa dan seribu prajurit Tionghoa. Perkembangan selanjutnya, pasukan Jawa menjadi lebih banyak dibanding Tionghoa.
Pada Juni 1742, Sunan Amangkurat V dan pasukannya menuju Kartasura. Laskar Tionghoa dipimpin panglimanya bernama Entik, Macan, dan Pibulung. Laskar Jawa di bawah komando Kertawirya, Wirajaya, dan Martapura. Sunan yang masih remaja tersebut dikawal oleh Tumenggung Mangun Oneng, Kapitan Sepanjang, dan Singseh. Mereka bertempur di Salatiga hingga Boyolali.
Penyerbuan ke Kartasura
[sunting | sunting sumber]Pada tanggal 30 Juni 1742, pasukan Amangkurat V menjebol benteng Karaton Kartasura. Penjebeloan benteng istana itu bahkan bisa dilihat sampai sekarang. Tembok istana itu berhasil dilubangi karena pasukan Amangkurat V menggunakan meriam.
Suasana Kartasura mendadak kacau dan luluh lantak karena diserbu pasukan gabungan Jawa-Tionghoa. Pakubuwana II dan keluarganya menyelamatkan diri dari peristiwa tersebut. Mereka dievakuasi oleh Kapten Van Hohendorff bersama pasukan VOC dan mengungsi ke arah Magetan melalui Gunung Lawu.
Pada tanggal 1 Juli 1742, Sunan Amangkurat V alias Sunan Kuning resmi bertakhta di Kartasura. Terdapat candrasengkala (penanda waktu dalam tradisi Jawa) berbunyi Pandita anom angoyog jagad, bermakna Pemimpin muda mengguncang jagat.
Setelah berhasil menduduki takhta Mataram kemudian Amangkurat V mengangkat Tumenggung Mangun Oneng menjadi patih. Tumenggung Martapura diangkat menjadi pelaksana harian komando pertempuran dengan nama Sujanapura. Raden Suryakusuma kelak dikenal sebagai Pangeran Prangwedana diangkat sebagai panglima perang.
Akhir pemerintahan
[sunting | sunting sumber]Amangkurat V merencanakan menggempur pasukan VOC di Semarang. 1200 pasukan gabungan Jawa-Tionghoa dipimpin Raden Mas Said dan Singseh (Tan Sin Ko) menuju Welahan. Di Welahan mereka bertempur dengan pasukan VOC yang dipimpin oleh Kapten Gerrit Mom. VOC yang menyerang dari berbagai sudut berhasil memukul mundur pasukan gabungan itu. Setelahnya berbagai kekalahan dialami pasukan gabungan Jawa-Tionghoa. Beberapa pimpinan terbunuh seperti Tan We Kie di pulau Mandalika, lepas pantai Jepara dan Singseh tertangkap di Lasem dan dieksekusi mati di sana.
Pada 26 November 1742, keadaan semakin tidak berpihak kepada Amangkurat V. Kartasura diserang dari tiga penjuru oleh Cakraningrat IV dari arah Bengawan Solo, Pakubuwana II dari Ngawi, dan pasukan VOC dari Ungaran dan Salatiga. Amangkurat V meninggalkan Kartasura dan mengungsi ke arah selatan bersama pasukannya.
Akhir dari perjalanan Amangkurat V terjadi pada September 1743 saat tedesak di sekitar Surabaya. Terpisah dari kawalan Kapitan Sepanjang, Amangkurat V terpaksa menyerahkan diri ke loji VOC di Surabaya di bawah pimpinan Reinier De Klerk. Setelah beberapa hari ditawan di Surabaya, dia bersama beberapa pengikutnya dibawa ke Semarang lalu ke Batavia, hingga akhirnya diasingkan ke Ceylon (Sri Lanka).
Kontroversi
[sunting | sunting sumber]Sumber riwayat Semarang menyebutkan bahwa petilasan Sunan Kuning atau Sunan Amangkurat V berada di bagian barat Kota Semarang, di atas sebuah bukit Kalibanteng Kulon, Semarang Barat, Semarang. Sekitar makam Sunan Kuning itu, sejak paruh kedua dasawarsa 1960-an dijadikan lokalisasi pelacuran, nama lokalisasi Sunan Kuning pun lebih populer dibanding nama resmi kawasan Resosialisasi Argorejo dan ini terus dikecam oleh banyak kalangan yang mengira bahwa sebutan Sunan niscaya berhubungan dengan Walisongo dan penguasa Kasunanan.[4]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Gondodiprojo, Daradjadi (2014). Geger Pacinan 1740-1743: Persekutuan Tionghoa-Jawa Melawan VOC. Penerbit Buku Kompas.
- ^ Sastronaryatmo, Moelyono (1981). Babad Kartasura II. Jakarta: Balai Pustaka.
- ^ Sylado, Remy (2005). 9 Oktober 1740: Drama Sejarah. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
- ^ Fajri, Muhammad Yogi (5 Juli 2014). "Sunan Kuning dan Geger Pacinan". historia.id. Diakses tanggal 4 Februari 2021.
Kepustakaan
[sunting | sunting sumber]- Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
- Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
- Ricklefs, Merle Calvin (1983). "The Crisis of 1740–1 in Java: the Javanese, Chinese, Madurese and Dutch, and the Fall of the Court of Kartasura" [Krisis 1740–1 di Jawa: Orang Jawa, Tionghoa, Madura, dan Belanda, dan Runtuhnya Keraton Kartasura]. Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde (dalam bahasa Inggris). The Hague. 139 (2/3): 268–290.
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Amangkurat V Lahir: 1726 Meninggal: Tidak diketahui
| ||
Gelar | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Pakubuwana II |
Susuhunan Mataram 1742 ‒ 1743 |
Diteruskan oleh: Jabatan dihapus |