Lompat ke isi

Minahasa: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Xqbot (bicara | kontrib)
k Bot: Memperbaiki pengalihan ganda ke Suku Minahasa
Tag: Perubahan target pengalihan Pengembalian manual
 
(10 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Gabungkepada|Suku Minahasa}}
#ALIH [[Suku Minahasa]]
{{refimprove}}
{{disambiginfo}}
[[Berkas:Maengket.jpg|jmpl|ka|250px|[[Tari Maengket]]]]
[[Berkas:Kabasaran.jpg|jmpl|ka|250px|[[Tari Kabasaran]]]]
'''Minahasa''' (dahulu disebut '''Tanah Malesung''') adalah kawasan semenanjung yang berada di provinsi [[Sulawesi Utara]], [[Indonesia]]. Kawasan ini terletak di bagian timur laut pulau [[Sulawesi]].

Minahasa juga terkenal akan tanahnya yang subur yang menjadi rumah tinggal untuk berbagai variasi tanaman dan binatang, darat maupun laut. Terdapat berbagai tumbuhan seperti [[kelapa]] dan kebun-kebun [[cengkih]], dan juga berbagai variasi buah-buahan dan sayuran. [[Fauna]] Sulawesi Utara mencakup antara lain binatang langka seperti burung [[Maleo]], [[Kuskus]], [[Babirusa]], [[Anoa]], [[Yaki]], dan Tangkasi (''[[Tarsius|Tarsius Spectrum]]'').

== Etimologi Minahasa ==
Sebutan "Minahasa" sebenarnya berasal dari kata "mina" yang berarti telah diadakan/telah terjadi dan "asa" atau "esa" yang berarti satu, jadi Minahasa berarti telah diadakan persatuan atau mereka yang telah bersatu.
ketika peristiwa persatuan diadakan disebut "Mahasa" yang berarti bersatu.
Mahasa pertama diadakan di Watu Pinawetengan untuk pembagian wilayah pemukiman,
Mahasa kedua diadakan untuk melawan ekspansi kerajaan bolaang-mongondow,
Mahasa ketiga dilakukan untuk menyelesaikan pertikaian antara Walak Kakaskasen yang berkedudukan di Lotta (kakaskasen, Lotta dan Tateli) dengan Bantik, yang kesemuanya berasal dari satu garis keturunan Toar-Lumimuut.

== Huruf ==
Tulisan kuno Minahasa disebut [[Aksara Malesung]] terdapat di beberapa batu [[prasasti]] di antaranya berada di [[Watu Pinawetengan|Pinawetengan]]. Aksara Malesung merupakan tulisan [[hieroglif]], yang hingga kini masih sulit diterjemahkan.

== Pemerintahan ==
Pemerintahan kerajaan di Sulawesi Utara berkembang menjadi kerajaan besar yang memiliki pengaruh luas ke luar Sulawesi atau ke Maluku. Pada 670, para pemimpin suku-suku yang berbeda, yang semua berbicara bahasa yang berbeda, bertemu dengan sebuah batu yang dikenal sebagai Watu Pinawetengan. Di sana mereka mendirikan sebuah komunitas negara merdeka, yang akan membentuk satu unit dan tetap bersama dan akan melawan setiap musuh luar jika mereka diserang. Bagian anak Suku Minahasa yang mengembangkan pemerintahannya sehingga memiliki pengaruh luas adalah anak suku Tonsea pada abad 13, yang pengaruhnya sampai ke Bolaang Mongondow dan daerah lainnya. Kemudian keturunan campuran anak suku Pasan Ponosakan dan Tombulu yang membangun pemerintahan kerajaan dan terpisah dari ke empat suku lainnya di Minahasa.

== Minahasa ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Erewacht te Minahasa TMnr 10001884.jpg|jmpl|250px|WARANEY]]
'''Minahasa''' secara etimologi berasal dari kata Mina-Esa (Minaesa) atau [[Maesa]] yang berarti jadi satu atau menyatukan, maksudnya harapan untuk menyatukan berbagai kelompok sub-etnik Minahasa yang terdiri dari [[Tontemboan]], [[Tombulu]], [[Tonsea]], Tolour ([[Tondano]]), [[Tonsawang]], [[Ponosakan]], [[Pasan]], dan [[Bantik]].

Nama "Minahasa" sendiri baru digunakan belakangan. "Minahasa" umumnya diartikan "telah menjadi satu". Palar mencatat, berdasarkan beberapa dokumen sejarah disebut bahwa pertama kali yang menggunakan kata "minahasa" itu adalah [[J.D. Schierstein]], [[Residen]] [[Manado]], dalam laporannya kepada [[Gubernur]] [[Maluku]] pada [[8 Oktober]] [[1789]]. "Minahasa" dalam laporan itu diartikan sebagai ''Landraad'' atau "Dewan Negeri" (Dewan Negara) atau juga "Dewan Daerah".

Nama '''Minaesa''' pertama kali muncul pada perkumpulan para "[[Tonaas]]" di [[Watu Pinawetengan]] (Batu Pinabetengan). Nama '''Minahasa''' yang dipopulerkan oleh orang Belanda pertama kali muncul dalam laporan Residen [[J.D. Schierstein]], tanggal 8 Oktober 1789, yaitu tentang perdamaian yang telah dilakukan oleh kelompok sub-etnik [[Bantik]] dan Tombulu (Tateli), peristiwa tersebut dikenang sebagai "[[Perang Tateli]]". Adapun suku Minahasa terdiri dari berbagai anak suku atau Pakasaan yang artinya kesatuan: Tonsea (meliputi [[Kabupaten Minahasa Utara]], [[Kota Bitung]], dan wilayah Tonsea Lama di Tondano), anak suku Toulour (meliputi [[Tondano]], [[Kakas]], [[Remboken]], [[Eris]], [[Lembean Timur]] dan [[Kombi]]), anak suku Tontemboan (meliputi [[Kabupaten Minahasa Selatan]], dan sebagian [[Kabupaten Minahasa]]), anak suku Tombulu (meliputi [[Kota Tomohon]], sebagian Kabupaten Minahasa, dan Kota Manado), anak suku Tonsawang (meliputi [[Tombatu]] dan [[Touluaan]]), anak suku Ponosakan (meliputi [[Belang]]), dan Pasan (meliputi [[Ratahan]]). Satu-satunya anak suku yang mempunyai wilayah yang tersebar adalah anak suku Bantik yang mendiami negeri [[Maras]], [[Molas]], [[Bailang]], [[Talawaan Bantik]], [[Bengkol]], [[Buha]], [[Singkil]], [[Malalayang]] (Minanga), [[Kalasey]], [[Tanamon]] dan [[Somoit]] (tersebar di perkampungan pantai utara dan barat Sulawesi Utara). Masing-masing anak suku mempunyai bahasa, kosakata dan dialek yang berbeda-beda namun satu dengan yang lain dapat memahami arti kosakata tertentu misalnya kata [[kawanua]] yang artinya sama asal kampung.

== Asal Usul Orang Minahasa ==

Daerah Minahasa dari Sulawesi Utara diperkirakan telah pertama kali dihuni oleh manusia dalam ribuan tahun SM an ketiga dan kedua. [6] orang Austronesia awalnya dihuni China selatan sebelum pindah dan menjajah daerah di Taiwan, Filipina utara, Filipina selatan, dan ke Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. [7]

Menurut mitologi Minahasa di Minahasa adalah keturunan Toar Lumimuut dan. Awalnya, keturunan Toar Lumimuut-dibagi menjadi 3 kelompok: Makatelu-pitu (tiga kali tujuh), Makaru-siuw (dua kali sembilan) dan Pasiowan-Telu (sembilan kali tiga). Mereka dikalikan dengan cepat. Tapi segera ada perselisihan antara orang-orang. Tona'as pemimpin mereka bernama kemudian memutuskan untuk bertemu dan berbicara tentang hal ini. Mereka bertemu di Awuan (utara bukit Tonderukan saat ini). Pertemuan itu disebut Pinawetengan u-nuwu (membagi bahasa) atau Pinawetengan um-posan (membagi ritual). Pada pertemuan bahwa keturunan dibagi menjadi tiga kelompok bernama Tonsea, Tombulu, Tontemboan dan sesuai dengan kelompok yang disebutkan di atas. Di tempat di mana pertemuan ini berlangsung batu peringatan yang disebut Watu Pinabetengan (Batu Membagi) kemudian dibangun. Ini adalah tujuan wisata favorit.

Kelompok-kelompok [[Tonsea]], [[Tombulu]], [[Tontemboan]] dan kemudian mendirikan wilayah utama mereka yang berada Maiesu, Niaranan, dan Tumaratas masing-masing. Segera beberapa desa didirikan di luar wilayah. Desa-desa baru kemudian menjadi pusat berkuasa dari sekelompok desa disebut Puak, kemudian walak, sebanding dengan kabupaten masa kini.

Selanjutnya kelompok baru orang tiba di semenanjung Pulisan. Karena berbagai konflik di daerah ini, mereka kemudian pindah ke pedalaman dan mendirikan desa-desa sekitar danau besar. Orang-orang ini karena itu disebut Tondano, Toudano atau Toulour (artinya orang air). Danau ini adalah danau Tondano sekarang.
Minahasa Warriors.

Tahun-tahun berikutnya, kelompok lebih datang ke Minahasa. Ada:
orang dari pulau Maju dan Tidore yang mendarat di Atep. Orang-orang ini merupakan nenek moyang dari Tonsawang subethnic.
orang dari Tomori Bay. Ini merupakan nenek moyang dari subethnic Pasam-Bangko (Ratahan Dan pasan)
orang dari Bolaang Mangondow yang merupakan nenek moyang Ponosakan (Belang).
orang-orang dari kepulauan Bacan dan Sangi, yang kemudian menduduki Lembeh, Talisei Island, Manado Tua, Bunaken dan Mantehage. Ini adalah Bobentehu subethnic (Bajo). Mereka mendarat di tempat yang sekarang disebut Sindulang. Mereka kemudian mendirikan sebuah kerajaan yang disebut Manado yang berakhir pada 1670 dan menjadi walak Manado.
orang dari Toli-toli, yang pada awal abad 18 mendarat pertama di Panimburan dan kemudian pergi ke Bolaang Mongondow-
dan akhirnya ke tempat Malalayang sekarang berada. Orang-orang ini merupakan nenek moyang dari Bantik subethnic.

Ini adalah sembilan sub-etnis di Minahasa, yang menjelaskan jumlah 9 di Manguni Maka-9:

Tonsea, Tombulu, Tontemboan, [[Tondano]], Tonsawang, Ratahan pasan (Bentenan), Ponosakan, Babontehu, Bantik.

Delapan dari kelompok-kelompok etnis juga kelompok-kelompok linguistik terpisah.

Nama Minahasa itu sendiri muncul pada saat Minahasa berperang melawan [[Bolaang Mongondow]]. Di antara para pahlawan Minahasa dalam perang melawan Bolaang Mongondow adalah: Porong, Wenas, Dumanaw dan Lengkong (dalam perang dekat desa Lilang), [[Gerungan]], Korengkeng, Walalangi (dekat Panasen, Tondano), Wungkar, Sayow, Lumi, dan Worotikan (dalam perang bersama Amurang Bay).
Dalam peperangan sebelumnya, Tarumetor (Opo Retor) dari Remboken mengalahkan Ramokian dari Bolaang Mongondow di Mangket.

=== Kependudukan ===
Kebanyakan penduduk Minahasa beragama [[Kristen]], dan juga merupakan salah satu suku-bangsa yang paling dekat hubungannya dengan negara barat. Hubungan pertama dengan orang [[Eropa]] terjadi saat pedagang [[Spanyol]] dan [[Portugal]] tiba disana. Saat orang Belanda tiba, agama Kristen tersebar terseluruhnya. Tradisi lama jadi terpengaruh oleh keberadaan orang Belanda. Kata Minahasa berasal dari konfederasi masing-masing suku-bangsa dan patung-patung yang ada jadi bukti sistem suku-suku lama.

== Taman Laut Bunaken ==
Di depan pantai kota [[Manado]] berada pulau [[Manado Tua]] dengan daerah selam yang sangat indah di mana pulau [[Bunaken]] jadi salah satu pulau yang terkenal di sekitar lingkungan ini.

== Sejarah ==

[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Tjakalélé-dansers in Minahasa Noord-Celebes TMnr 10003459.jpg|jmpl|250px|KAWASARAN]]
Orang minahasa yang dikenal dengan keturunan Toar Lumimuut, pada awalnya para leluhur orang minahasa bermukim di sekitar pegunungan Wulur Mahatus, wilayah selatan Minahasa kemudian berkembang dan berpindah ke Nietakkan (dekat tompaso baru).

Sejarah orang Minahasa umumnya di tulis oleh orang-orang asing yang datang ke tanah ini sebagian besar adalah [[misionaris]]. Beberapa antaranya: Pdt.Scwarsch, J. Albt. [[Schwarz|T. Schwarz]], [[Riedel|Dr. JGF Riedel]], Pdt. Wilken, Pdt. J. Wiersma. Terdapat tiga tokoh sentral terkait dengan leluhur orang Minahasa, yaitu [[Lumimuut]], [[Toar]] dan [[Karema]].

Karema, dimengerti sebagai "manusia langit", dan Lumimuut dan Toar adalah leluhur dan cikal bakal dari orang-orang Minahasa. Manusia awal di Minahasa yang berasal dari Lumimuut dan Toar, tempat semula dari Lumimuut dan Toar serta keturunannya disebut Wulur Mahatus. Kelompok-kelompok awal ini kemudian berkembangan biak dan bermigrasi ke beberapa wilayah di tanah Minahasa.

Orang minahasa pada waktu itu dibagi dalam 3 (tiga) golongan yaitu:
Makarua Siow (2x9): para pengatur Ibadah dan Adat
Makatelu Pitu (3x7): yang mengatur pemerintahan
Pasiowan Telu (9x7): Rakyat

== Prasasti Pinawetengan ==

[[Berkas:PrasastiPinawetengan.jpg|jmpl|300px|ka|Prasasti Pinawetengan]]
{{utama|Watu Pinawetengan}}
Batu Pinawetengan terletak di Kecamatan Tompaso Barat. Merupakan batu alam yang diatasnya ditulis dengan huruf hieroglif, yang sampai kini masih belum terpecahkan cara membacanya. Batu ini merupakan tempat diadakannya Musyawarah Perdamaian keturunan Toar dan menjadi tonggak Sejarah perubahan sistem pemerintahan pada keturunan Toar Lumimuut. Menurut Tuturan Sastra Maeres ini berisi Musyawarah Pembagian Wilayah, Deklarasi untuk tetap menjaga kesatuan.

== Deklarasi Reformasi Sistem Pemerintahan ==
Ketika keturunan Lumimuut-Toar semakin banyak, maka pada suatu waktu mereka mengadakan rapat di sebuah tempat yang ada batu besarnya (batu itu yang kemudian disebut Watu Pinawetengan). Musyawarah dipimpin Tonaas Wangko Kopero dan Tonaas Wangko Muntu-untu I(tua/pertama).

Sistem pemerintahan kemasyarakatan akhirnya berubah setelah melalui musyawarah yang mendeklarasikan sistem pemilihan umum, pemerintahan negara demokrasi kuno, hasil musyawarah dituliskan pada sebuah batu prasasti yang kemudian dikenal dengan sebutan Watu Pinawetengan.

Hasil riset [[Dr. J.G.F. Riedel]], bahwa hal tersebut terjadi sekitar tahun 670 di Minahasa telah terjadi suatu musyawarah di watu Pinawetengan yang dimaksud untuk menegakkan adat istiadat serta pembagian wilayah Minahasa.

Disana mereka mendirikan perhimpunan negara yang merdeka, yang akan membentuk satu kesatuan dan tinggal bersama dan akan memerangi musuh manapun dari luar jika mereka diserang, Ratahan nanti bergabung dengan perserikatan Minahasa ini sekitar tahun 1690.Pakasa’an Tou-Ure kemungkinan tidak ikut dalam musyawarah di Pinawetengan untuk berikrar satu keturunan Toar dan Lumimuut di mana semua Pakasa’an menyebut dirinya Mahasa asal kata Esa artinya satu, hingga Tou-Ure dilupakan dalam cerita tua Minahasa.

Pembagian wilayah minahasa tersebut dibagi dalam beberapa anak suku, yaitu:Anak suku Tontewoh ([[Tonsea]]): wilayahnya ke timur laut Anak suku [[Tombulu]]: wilayahnya menuju utara Anak suku [[Toulour]]: menuju timur (atep) Anak suku [[Tompekawa]]: ke barat laut, menempati sebelah timur tombasian besarPada saat itu daratan minahasa belum dipadati penduduk, baru beberapa daerah yang dipadati penduduk, di garisan Sungai Ranoyapo, Gunung Soputan, Gunung Kawatak, Sungai Rumbia, Kalawatan. Perkembangan anak suku seperti anak suku Tonsea, Tombulu, Toulour, Tountemboan, Tonsawang, Ponosakan dan Bantik.

== Pengembangan Suku {Pemekaran} ==
Belum dapat ditelusuri pada abad keberapa pakasa’an Tountewo pecah dua menjadi Pakasa’an Toundanou dan Tounsea hingga Minahasa memiliki empat Pakasa’an. Yakni Toumpakewa berubah menjadi Tontemboan, Toumbulu', Tonsea dan Toundanou. Kondisi Pakasa’an di Minahasa pada zaman Belanda terlihat sudah berubah lagi di mana Pakasa’an Tontemboan telah membelah dua wilayah Pakasa’an Toundanouw dan telah lahir pakasa’an Tondano, Touwuntu dan Toundanou. Pakasa’an Tondano terdiri dari walak Kakas, Romboken dan Toulour. Pakasa’an Touwuntu terdiri dari walak Tousuraya dan Toulumalak yang sekarang disebut Pasan serta Ratahan. Pakasa’an Toundanou terdiri dari walak Tombatu dan Tonsawang.

Walak dan Pakasa'an Wilayah walak Toulour agak lain karena selain meliputi daratan juga membahagi danau Tondano antara sub-walak Tounour yakni Touliang dan Toulimambot. Yang tidak memiliki Pakasa’an adalah walak Bantik yang tersebar di Malalayang, Sinonsayang, bahkan ada di Mongondouw-walaupun etnis Bantik juga keturunan Toar dan Lumimuut. Menurut legenda etnis Bantik zaman lampau terlambat datang pada musyawarah di batu [[Prasasti Pinawetengan]]. Ada tiga nama dotu Muntu-Untu dalam legenda Minahasa yakni Muntu-Untu abad ke-7 asal Tontemboan. Muntu-Untu abad 12 asal Tonsea-menurut istilah Tonsea. Dan Muntu-Untu abad 15 zaman Spanyol berarti ada tiga kali musyawarah besar di batu Pinawetengan untuk berikrar agar tetap bersatu.

== Sistem Pemerintahan ==
Sistem Pemerintahan pada empat suku utama terdiri atas:
Walian: Pemimpin agama / adat serta dukun
Tonaas: Orang keras, yang ahli di bidang pertanian, kewanuaan, mereka yang dipilih menjadi kepala walak
Teterusan: Panglima perang
Potuasan: Penasehat

Dalam Sejarah [[Ratahan]], [[Pasan]], [[Ponosakan]] dari data buku terbitan tahun 1871. Pada awal abad 16 wilayah Ratahan ramai dengan perdagangan dengan Ternate dan Tidore, pelabuhannya disebut [[Mandolang]] [[Benten]] (Bentenan) yang sekarang bernama Belang. Pelabuhan ini pada waktu itu lebih ramai dari pelabuhan [[Manado]]. Terbentuknya Ratahan dan Pasan dikisahkan sebagai berikut; pada zaman raja Mongondouw bernama Mokodompis menduduki wilayah Tompakewa, lalu Lengsangalu dari negeri Pontak membawa taranaknya pindah ke wilayah “Pikot” di selatan Mandolang-[[Bentenan]] (Belang). Lengsangalu punya dua anak lelaki yakni Raliu yang kemudian mendirikan negeri Pelolongan yang kemudian jadi Ratahan, dan Potangkuman menikah dengan gadis Towuntu lalu mendirikan negri Pasan. Negeri Toulumawak dipimpin oleh kepala negeri seorang wanita bersuami orang Kema Tonsea bernama Londok yang tidak lagi dapat kembali ke Kema karena dihadang armada perahu orang Tolour. Karena [Kerajaan Ratahan] bersahabat dengan Portugis maka wilayah itu diserang bajak laut “Kerang” (Philipina Selatan) dan bajak laut Tobelo.

Tountumaratas (TonTemboan)
Dengan bertambahnya penduduk Minahasa, maka Tountumaratas berkembang menjadi Tounkimbut dan Toumpakewa. Untuk menyatakan kedua kelompok itu satu asal, maka dilahirkan suatu istilah PAKASA'AN yang beraasal dari kata ESA. PAKASAA'AN berarti satu yakni, Toungkimbut di pegunungan dan Toumpakewa di dekat pantai. Perkembangan selanjutnya nama walak-walak tua di wilayah Tountemboan berganti nama menjadi walak Kawangkoan, Tombasian, Rumo'ong, dan Sonder.

Tountewu
Kelompok masyarakat Tountewo membelah menjadi dua kelompok yakni Tounsea dan Toundano. Kaum Tondano terbagi lagi menjadi dua yakni:
Masyarakat yang bermukim di sekitar danau Tondano dan
Masyarakat "Toundanau" alias Tonsawang yang bermukim di wilayah Touluaan dan Tombatu
Masyarakat di sekitar danau Tondano membentuk empat walak, yakni: Tondano Touliang, Tondano Toulimambot dan Kakas, dan Remboken. Dengan hilangnya istilah Pakasaan Tountewo maka lahirlah istilah Pakasa'an Tonsea dan Pakasa'an Tondano.
Pakasa'an Tonsea terdiri dari tiga walak yakni Maumbi, Tonsea dan Likupang. Abad ke-18 Tounsea hanya mengenal tiga Hukum Mayoor.

Toumbulu
Masyarakat Tombulu sejak zaman Batu Pinawetengan abad ke–7 tetap utuh satu Pakasa'an yang terdiri dari tiga walak, yakni: Tombariri, Tomohon dan Sarongsong. Dengan demikian istilah WANUA berkembang menjadi dua pengertian yaitu:

=== Kepala Pemerintahan ===

Para kepala pemerintahan di [[TomBulu]] di antaranya:

Tonaas Wangko Muntu-Untu
Tonaas Wangko Pinontoan-Lokon
Tonaas Wangko Ahkaimbanua
Tonaas Wangko Pukul
Tonaas Wangko Rares-empung
Tonaas Wangko Mahkiolor, penguasa Tombulu semasa pusat pemerintahan masih di Kinilow Tua, dimasanya terjadi bencana hebat tapi oleh kebijaksanaan maka masyarakat dapat diselamatkan, itu sebabnya di masa lalu sebuah gunung di Tomohon di mana ia tinggal dinamakan sesuai dengan namanya.

Para kepala pemerintahan di [[TonTemboan]] di antaranya:

Tonaas Wangko Kopero pemimpin musyawarah pertama di Pinawetengan (Tompaso)

Para tonaas yang pernah berkuasa di Ratahan di antaranya:

Dotu Lensang Alu,
Dotu Soputan, kepala walak wilayah itu.
Dotu Watulumanap,
Dotu Raliu abad 16 kepala walak kakak beradik Raliu dan Potangkuman.
Dotu Antou,
Mayor Maringka, akhir abad 18.
Mayor Soputan

Para kepala pemerintahan, Kepala Negara di [[TonSea]] di antaranya:

Tonaas Maramis
Tonaas Dotulong di masanya maka ia membuat surat pengakuan Belanda atas kepemilikannya terhadap pulau Lembeh.

Para kepala pemerintahan di [[ToLour]] di antaranya:

Tonaas Singal
Tonaas Gerungan (Dotu Gerungan, hidup kurang lebih antara Tahun 1550-1650-an) adalah pemimpin Tondano, Bahasa Minahasa Suku Toulour/Toudano/Tondano yaitu Walak (Kepala Suku) dan Teterusan (Kepala Perang) Tondano pada masa hidupnya, dengan tujuan menjaga wilayah suku Tondano dan menghalau para musuh yang menyerang. Dotu Gerungan merupakan salah satu dari pahlawan-pahlawan atau panglima perang Minahasa yang mengalakan musuh-musuh yang menyerang tanah Minahasa

== Era Kolonial ==
Pada akhir abad ke-16, Portugis dan Spanyol tiba di Sulawesi Utara. Saat bangsa Eropa datang, [[Kesultanan Ternate]] memiliki pengaruh di Sulawesi Utara, yang sering dikunjungi pedagang Bugis dari Sulawesi Selatan. Kekayaan sumber daya alam Minahasa menjadikan Manado sebagai pelabuhan strategis bagi pedagang-pedagang Eropa yang akan menuju dan pulang dari Maluku.

Bangsa Spanyol telah menjajah [[Kepulauan Filipina]] pada waktu itu dan Minahasa dijadikan perkebunan kopi yang didatangkan dari Amerika Selatan karena tanah Minahasa yang subur. Manado kemudian lebih dikembangkan oleh Spanyol untuk menjadi pusat perdagangan kopi bagi pedagang-pedagang Tiongkok. Dengan bantuan suku-suku Minahasa yang menjadi sekutu, Spanyol merebut benteng Portugis di [[Amurang]] pada 1550-an, dan kolonis Spanyol kemudian membangun benteng di Manado, sehingga akhirnya Spanyol menguasai seluruh Minahasa. Pada abad ke 16 salah satu komunitas [[Mestizo|Indo-Eurasia]] pertama di Nusantara muncul di Manado. Raja pertama Manado, Muntu Untu (1630) sebenarnya merupakan keturunan setengah Spanyol.

Spanyol kemudian menyerahkan Minahasa kepada Portugis dengan ganti 350,000 ducat dalam sebuah perjanjian. Para penguasa Minahasa mengirim Supit, Pa’at, dan Lontoh untuk bersekutu dengan Belanda untuk mengusir bangsa Portugis dari Minahasa. Pada 1655 mereka akhirnya unggul, membangun benteng mereka sendiri pada 1658 dan mengusir orang Portugis terakhir beberapa tahun kemudian.

Pada awal abad ke-17 Belanda telah menumbangkan kesultanan Ternate, dan mulai menutup pengaruh Spanyol dan Portugis di Nusantara. Pada 1677 Belanda menguasai [[Sangihe|kepulauan Sangir]] dan, dua tahun kemudian, Robert Padtbrugge, gubernur Maluku, mengunjungi Manado. Kedatangannya menghasilkan perjanjian dengan para kepala suku Minahasa yang berujung pada dominasi Belanda selama 300 tahun berikut meskipun pemerintahan langsung oleh Belanda hanya bermula pada 1870.

Bangsa Belanda membantu mempersatukan konfederasi Minahasa, dan pada 1693, bangsa Minahasa memperoleh kemenangan militer mutlak melawan suku Mongondow di selatan. Pengaruh Belanda bertumbuh subur seiring dengan berkembangnya agama Kristen dan budaya Eropa di tanah Minahasa. Sekolah-sekolah misionaris di Manado pada 1881 merupakan salah satu upaya pertama pendidikan masal di Indonesia, memberikan kesempatan bagi lulusannya memperoleh pekerjaan sebagai pegawai negeri, ketentaraan, dan posisi tinggi lainnya dalam pemerintahan [[Hindia Belanda]].

Hubungan Minahasa dengan Belanda sering kali kurang baik. Terjadi perang antara Belanda dan [[Tondano]] pada 1807 dan 1809, dan wilayah Minahasa tak berada di bawah pemerintahan langsung Belanda hingga 1870. Namun pada akhirnya Belanda dan Minahasa menjadi sangat dekat hingga Minahasa sering kali disebut sebagai provinsi ke-12 Belanda. Bahkan pada 1947, di Manado dibentuk pergerakan politis Twapro, singkatan dari ''Twaalfde Profincie'' (Provinsi Keduabelas) yang memohon integrasi Minahasa secara formal ke dalam Kerajaan Belanda.<ref>[http://moussons.revues.org/1827 The Fate of Federalism: North Sulawesi from Persatuan Minahasa to Permesta]
</ref>

== Masa kemerdekaan ==
Pendudukan Jepang pada 1942-45 merupakan periode deprivasi, dan pasukan sekutu membom Manado dengan hebat pada 1945. Selama periode masa kemerdekaan setelah itu, ada perpecahan di antara orang-orang Minahasa yang pro-Indonesia dan pro-Belanda. Penunjukkan [[Sam Ratulangi]] sebagai gubernur Indonesia Timur pertama kemudian sukses memenangkan dukungan Minahasa terhadap Republik Indonesia.

Saat negara baru itu menghadapi krisis demi krisis, Monopoli kopra oleh Jakarta sangat melemahkan ekonomi Minahasa. Seperti di Sumatra, mulai timbul ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat di Minahasa karena inefisiensi, pembangunan tak merata, dan uang yang hanya mengalir ke Jawa.

Ekspor illegal bertumbuh subur pada 1956. Jakarta kemudian memerintahkan penutupan pelabuhan Manado, pelabuhan penyelundup terbesar di Indonesia pada waktu itu. Tak lama kemudian Permesta menghadapi pemerintah pusat meminta reformasi ekonomi, politik, dan regional. Jakarta menanggapi dengan membom Manado pada Februari 1958, kemudian menginvasi Minahasa pada Juni 1958, tapi hanya bisa mengakhiri pemberontakan Permesta pada 1961.

== Permesta ==
Pada Maret 1957, para pemimpin militer Sulawesi Utara dan Selatan mengadakan konfrontasi dengan Jawa, dengan tuntutan otonomi daerah yang lebih besar. Mereka meminta pembangunan yang lebih aktif, pembagian pajak yang lebih adil, bantuan menghadapi pemberontakan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan, dan kabinet pemerintah pusat yang dipimpin oleh [[Soekarno]] dan [[Mohammad Hatta|Hatta]] dengan seimbang. Pada mulanya pergerakan ‘[[Permesta]]’ (Piagam Perjuangan Semesta Alam) hanyalah merupakan pergerakan reformasi daripada pergerakan separatis.

Negosiasi antara pemerintah pusat dan para pemimpin militer Sulawesi mencegah kekerasan di Sulawesi Selatan, tapi para pemimpin Minahasa tak puas dengan hasil perjanjian dan pergerakan tersebut pecah. Khawatir dengan dominasi selatan, para pemimpin Minahasa mendeklarasikan negara otonom Sulawesi Utara mereka sendiri pada Juni 1957. Pada saat itu pemerintah pusat telah mengontrol Sulawesi Selatan, tapi di Utara tak ada figur kuat pemerintah pusat dan ada rumor bahwa [[Amerika Serikat]], dikabarkan mempersenjatai pemberontakan di Sumatra Utara, juga memiliki hubungan dengan para pemimpin Minahasa.

Kemungkinan adanya intervensi luar negeri mendorong pemerintah pusat meminta bantuan militer dari Sulawesi selatan. Pasukan Permesta kemudian dikeluarkan dari Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sangir, dan Morotai di Maluku. Pesawat-pesawat Permesta (disuplai oleh AS dan diterbangkan oleh Pilot Filipina, Taiwan, dan Amerika) dihancurkan. AS kemudian berpindah pihak, dan pada Juni 1958 tentara pemerintah pusat mendarat di Minahasa. Pemberontakan Permesta berakhir pada pertengahan 1961.

Efek dari pemberontakan Sumatra dan Sulawesi pada akhirnya meningkatkan apa yang ingin dilawan para pemberontak tersebut. Otoritas pemerintahan pusat meningkat sedangkan otonomi daerah melemah, nasionalisme radikal menguat dibandingkan moderasi pragmatis, kekuatan partai komunis dan Sukarno meningkat sedangkan Hatta melemah, dan Sukarno akhirnya menetapkan demokrasi terpimpin pada 1958.

Sejak reformasi 1998, pemerintah Indonesia mulai menetapan undang-undang yang meningkatkan otonomi daerah, ide utama yang diperjuangkan Permesta.

== Lihat pula ==
* [[Daftar tokoh Minahasa]]
* [[Kabupaten Minahasa]]
* [[Kabupaten Minahasa Selatan]]
* [[Kabupaten Minahasa Tenggara]]
* [[Kabupaten Minahasa Utara]]
* [[Kota Bitung]]
* [[Kota Manado]]
* [[Kota Tomohon]]
* [[Mapalus]]
* [[Marga Minahasa]]
* [[Suku Minahasa]]

== Rujukan ==
{{reflist|2}}

== Pranala luar ==

* [http://sulutpos.com/2018/01/minahasa-sejarah-perjalanan-malesung-hingga-peristiwa-mawetik-iii.html Minahasa: Sejarah Perjalanan Malesung hingga Peristiwa Ma'wetik]
* [http://www.minahasa.net/id.php minahasa.net]
* [http://www.theminahasa.net/ theminahasa.net]

[[Kategori:Minahasa| ]]

[[en:Minahasa]]

Revisi terkini sejak 12 Oktober 2024 12.39

Mengalihkan ke: