Lompat ke isi

Bungkil inti sawit: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
TjBot (bicara | kontrib)
k bot kosmetik perubahan
D'SpecialOne (bicara | kontrib)
k +fact
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Bungkil inti sawit.jpg|thumb|Bungkil inti sawit]]
[[Berkas:Bungkil inti sawit.jpg|thumb|Bungkil inti sawit]]
'''Bungkil inti sawit''' (BIS) merupakan salah satu hasil samping pengolahan inti sawit dengan kadar 45-46% dari inti sawit. BIS umumnya mengandung [[air]] kurang dari 10% dan 60% fraksi nutrisinya berupa selulosa, lemak, protein, arabinoksilan, glukoronoxilan, dan mineral. Dengan komposisi gizi serta produksinya yang relatif banyak, BIS berpotensi sebagai bahan [[pakan]], baik untuk ternak [[ruminansia]] maupun nonruminansia.<ref name=trobos> [Trobos]. 2008. Penggunaan Bungkil Inti Sawit untuk Pakan [terhubung berkala]. http://trobos.com/show_article.php?rid=11&aid=1270 [20 Sep 2009]. </ref>
'''Bungkil inti sawit''' (BIS) merupakan salah satu hasil samping pengolahan inti sawit dengan kadar 45-46% dari inti sawit.{{fact}} BIS umumnya mengandung [[air]] kurang dari 10% dan 60% fraksi nutrisinya berupa selulosa, lemak, protein, arabinoksilan, glukoronoxilan, dan mineral.{{fact}} Dengan komposisi gizi serta produksinya yang relatif banyak, BIS berpotensi sebagai bahan [[pakan]], baik untuk ternak [[ruminansia]] maupun nonruminansia.<ref name=trobos> [Trobos]. 2008. Penggunaan Bungkil Inti Sawit untuk Pakan [terhubung berkala]. http://trobos.com/show_article.php?rid=11&aid=1270 [20 Sep 2009]. </ref>


Bahan ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik. Walaupun proteinnya rendah tetapi kualitasnya cukup baik dan serat kasarnya tinggi. Namun BIS memiliki [[palatabilitas]] yang rendah sehingga menyebabkan kurang cocok untuk ternak [[monogastrik]] dan lebih sering diberikan kepada ruminansia terutama [[sapi]] perah.<ref> Devendra C. 1978. Utilization of feedingstuffs from the oil palm. Proceedings of the Conference on Feedingstuffs for Livestock in South East Asia. Serdang Selanggor: hlm116-131.
Bahan ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik.{{fact}} Walaupun proteinnya rendah tetapi kualitasnya cukup baik dan serat kasarnya tinggi.{{fact}} Namun BIS memiliki [[palatabilitas]] yang rendah sehingga menyebabkan kurang cocok untuk ternak [[monogastrik]] dan lebih sering diberikan kepada ruminansia terutama [[sapi]] perah.<ref> Devendra C. 1978. Utilization of feedingstuffs from the oil palm. Proceedings of the Conference on Feedingstuffs for Livestock in South East Asia. Serdang Selanggor: hlm116-131.
</ref>
</ref>


Meskipun BIS dapat digunakan sebagai pakan [[ternak]], namun terdapat masalah lain yang ditemukan pada BIS yakni kualitas BIS bervariasi tergantung pada kandungan minyak BIS dan [[kontaminasi]] tempurung [[kelapa sawit]], serta kandungan asam amino yang sangat tidak seimbang. Namun, yang menjadi masalah utama adalah nilai kecernaan BIS cukup rendah, baik kecernaan bahan kering maupun protein dan asam amino. Oleh karena itu, ketika menggunakan BIS dalam jumlah tinggi maka penyusunan pakan harus diatur sedemikian rupa sehingga berbasis [[nutrisi]] tercerna.<ref name=balitnak> [Balitnak] Balai Penelitian Ternak. 2008. Bungkil inti sawit potensial untuk pakan ternak [terhubung berkala]. http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/wr301089 .pdf [31 Ags 2009].
Meskipun BIS dapat digunakan sebagai pakan [[ternak]], namun terdapat masalah lain yang ditemukan pada BIS yakni kualitas BIS bervariasi tergantung pada kandungan minyak BIS dan [[kontaminasi]] tempurung [[kelapa sawit]], serta kandungan asam amino yang sangat tidak seimbang.{{fact}} Namun, yang menjadi masalah utama adalah nilai kecernaan BIS cukup rendah, baik kecernaan bahan kering maupun protein dan asam amino.{{fact}} Oleh karena itu, ketika menggunakan BIS dalam jumlah tinggi maka penyusunan pakan harus diatur sedemikian rupa sehingga berbasis [[nutrisi]] tercerna.<ref name=balitnak> [Balitnak] Balai Penelitian Ternak. 2008. Bungkil inti sawit potensial untuk pakan ternak [terhubung berkala]. http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/wr301089 .pdf [31 Ags 2009].
</ref><ref name=trobos/>
</ref><ref name=trobos/>


Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan upaya peningkatan kecernaan bungkil kelapa sawit dengan penambahan [[enzim]] (selulase, xylanase, amilase, protease, dan phytase) sehingga nutrisi dalam BIS dapat dimaksimalkan. Selain itu, dapat juga dilakukan [[fermentasi]] substrat padat menggunakan mikrob penghasil [[protease]] dan [[karbohidratase]], seperti ''[[Rhizopus oligosporus]]'', ''[[Aspergillus niger]]'' atau ''[[Eupenicilium javanicum]]''. [[Kapang]] ini dapat menurunkan kadar serat kasar dan neutral detergent fiber.<ref name=balitnak/> Selain itu, pada fermentasi BIS dengan kapang, dihasilkan peningkatan kecernaan protein dan karbohidrat. Adapun pertumbuhan kapang dalam fermentasi ini dipengaruhi oleh kadar air, di mana kadar air optimum sekitar 40-60%. Dengan demikian, diharapkan bahan pakan yang dihasilkan dalam jumlah besar dan berkualitas .<ref> Amri M. 2007. Pengaruh bungkil inti sawit fermentasi dalam pakan terhadap pertumbuhan ikan mas (Cyprinus carpio L.). J Ilmu Pertanian Ind 9(1):71-76.
Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan upaya peningkatan kecernaan bungkil kelapa sawit dengan penambahan [[enzim]] (selulase, xylanase, amilase, protease, dan phytase) sehingga nutrisi dalam BIS dapat dimaksimalkan.{{fact}} Selain itu, dapat juga dilakukan [[fermentasi]] substrat padat menggunakan mikrob penghasil [[protease]] dan [[karbohidratase]], seperti ''[[Rhizopus oligosporus]]'', ''[[Aspergillus niger]]'' atau ''[[Eupenicilium javanicum]]''. [[Kapang]] ini dapat menurunkan kadar serat kasar dan neutral detergent fiber.<ref name=balitnak/> Selain itu, pada fermentasi BIS dengan kapang, dihasilkan peningkatan kecernaan protein dan karbohidrat. Adapun pertumbuhan kapang dalam fermentasi ini dipengaruhi oleh kadar air, di mana kadar air optimum sekitar 40-60%.{{fact}} Dengan demikian, diharapkan bahan pakan yang dihasilkan dalam jumlah besar dan berkualitas .<ref> Amri M. 2007. Pengaruh bungkil inti sawit fermentasi dalam pakan terhadap pertumbuhan ikan mas (Cyprinus carpio L.). J Ilmu Pertanian Ind 9(1):71-76.
</ref>
</ref>


Bungkil inti sawit biasanya dapat diberikan sebesar 30% dalam pakan ternak. Namun, menurut Batubara ''et al''. (1993) bungkil inti sawit dapat digunakan sampai sebesar 40% dalam konsentrat untuk penggemukan ternak yang ditambah dengan 20% molases. Pakan yang hanya terdiri atas 75% bungkil inti sawit dan 25% [[molases]] dapat diberikan untuk pakan ternak dan akan menghasilkan daya cerna sebesar 82,6%, hal tersebut tidak berbeda nyata dengan daya cerna pakan konsentrat kualitas tinggi yaitu sebesar 84,3%, sedangkan tanpa molases hanya 77,8%.<ref> Batubara LP, Sanchez MD, Pond KR. 1993. Feeding of lambs with palm kernel cake and molasses. J Penelitian Peternakan Sungei Putih 1:7– 13.
Bungkil inti sawit biasanya dapat diberikan sebesar 30% dalam pakan ternak.{{fact}} Namun, menurut Batubara ''et al''. (1993) bungkil inti sawit dapat digunakan sampai sebesar 40% dalam konsentrat untuk penggemukan ternak yang ditambah dengan 20% molases.{{fact}} Pakan yang hanya terdiri atas 75% bungkil inti sawit dan 25% [[molases]] dapat diberikan untuk pakan ternak dan akan menghasilkan daya cerna sebesar 82,6%, hal tersebut tidak berbeda nyata dengan daya cerna pakan konsentrat kualitas tinggi yaitu sebesar 84,3%, sedangkan tanpa molases hanya 77,8%.<ref> Batubara LP, Sanchez MD, Pond KR. 1993. Feeding of lambs with palm kernel cake and molasses. J Penelitian Peternakan Sungei Putih 1:7– 13.
</ref>Dalam pakan tambahan untuk ternak yang mengandung bungkil inti sawit sampai 55,5%, molases digunakan sampai 7,50% dan menghasilkan pertambahan bobot hidup yang sama dengan konsentrat komersial.<ref> Batubara LP, Boer M, Elieser S. 1992. Pemberian bungkil inti sawit/molasses dengan/tanpa mineral dalam ransum kerbau. J Penelitian Peternakan Sungei Putih 1(3) : 11-15.
</ref>Dalam pakan tambahan untuk ternak yang mengandung bungkil inti sawit sampai 55,5%, molases digunakan sampai 7,50% dan menghasilkan pertambahan bobot hidup yang sama dengan konsentrat komersial.<ref> Batubara LP, Boer M, Elieser S. 1992. Pemberian bungkil inti sawit/molasses dengan/tanpa mineral dalam ransum kerbau. J Penelitian Peternakan Sungei Putih 1(3) : 11-15.
</ref> Berdasarkan penelitiaan yang menggunakan bungkil inti sawit sebanyak 30% ditambah molases 3,25% dan bahan lainnya pada ternak, hasilnya dapat menyamai bila ternak tersebut diberikan pakan [[konvensional]].
</ref> Berdasarkan penelitiaan yang menggunakan bungkil inti sawit sebanyak 30% ditambah molases 3,25% dan bahan lainnya pada ternak, hasilnya dapat menyamai bila ternak tersebut diberikan pakan [[konvensional]].{{fact}}


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi per 8 Mei 2010 04.19

Bungkil inti sawit

Bungkil inti sawit (BIS) merupakan salah satu hasil samping pengolahan inti sawit dengan kadar 45-46% dari inti sawit.[butuh rujukan] BIS umumnya mengandung air kurang dari 10% dan 60% fraksi nutrisinya berupa selulosa, lemak, protein, arabinoksilan, glukoronoxilan, dan mineral.[butuh rujukan] Dengan komposisi gizi serta produksinya yang relatif banyak, BIS berpotensi sebagai bahan pakan, baik untuk ternak ruminansia maupun nonruminansia.[1]

Bahan ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik.[butuh rujukan] Walaupun proteinnya rendah tetapi kualitasnya cukup baik dan serat kasarnya tinggi.[butuh rujukan] Namun BIS memiliki palatabilitas yang rendah sehingga menyebabkan kurang cocok untuk ternak monogastrik dan lebih sering diberikan kepada ruminansia terutama sapi perah.[2]

Meskipun BIS dapat digunakan sebagai pakan ternak, namun terdapat masalah lain yang ditemukan pada BIS yakni kualitas BIS bervariasi tergantung pada kandungan minyak BIS dan kontaminasi tempurung kelapa sawit, serta kandungan asam amino yang sangat tidak seimbang.[butuh rujukan] Namun, yang menjadi masalah utama adalah nilai kecernaan BIS cukup rendah, baik kecernaan bahan kering maupun protein dan asam amino.[butuh rujukan] Oleh karena itu, ketika menggunakan BIS dalam jumlah tinggi maka penyusunan pakan harus diatur sedemikian rupa sehingga berbasis nutrisi tercerna.[3][1]

Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan upaya peningkatan kecernaan bungkil kelapa sawit dengan penambahan enzim (selulase, xylanase, amilase, protease, dan phytase) sehingga nutrisi dalam BIS dapat dimaksimalkan.[butuh rujukan] Selain itu, dapat juga dilakukan fermentasi substrat padat menggunakan mikrob penghasil protease dan karbohidratase, seperti Rhizopus oligosporus, Aspergillus niger atau Eupenicilium javanicum. Kapang ini dapat menurunkan kadar serat kasar dan neutral detergent fiber.[3] Selain itu, pada fermentasi BIS dengan kapang, dihasilkan peningkatan kecernaan protein dan karbohidrat. Adapun pertumbuhan kapang dalam fermentasi ini dipengaruhi oleh kadar air, di mana kadar air optimum sekitar 40-60%.[butuh rujukan] Dengan demikian, diharapkan bahan pakan yang dihasilkan dalam jumlah besar dan berkualitas .[4]

Bungkil inti sawit biasanya dapat diberikan sebesar 30% dalam pakan ternak.[butuh rujukan] Namun, menurut Batubara et al. (1993) bungkil inti sawit dapat digunakan sampai sebesar 40% dalam konsentrat untuk penggemukan ternak yang ditambah dengan 20% molases.[butuh rujukan] Pakan yang hanya terdiri atas 75% bungkil inti sawit dan 25% molases dapat diberikan untuk pakan ternak dan akan menghasilkan daya cerna sebesar 82,6%, hal tersebut tidak berbeda nyata dengan daya cerna pakan konsentrat kualitas tinggi yaitu sebesar 84,3%, sedangkan tanpa molases hanya 77,8%.[5]Dalam pakan tambahan untuk ternak yang mengandung bungkil inti sawit sampai 55,5%, molases digunakan sampai 7,50% dan menghasilkan pertambahan bobot hidup yang sama dengan konsentrat komersial.[6] Berdasarkan penelitiaan yang menggunakan bungkil inti sawit sebanyak 30% ditambah molases 3,25% dan bahan lainnya pada ternak, hasilnya dapat menyamai bila ternak tersebut diberikan pakan konvensional.[butuh rujukan]

Referensi

  1. ^ a b [Trobos]. 2008. Penggunaan Bungkil Inti Sawit untuk Pakan [terhubung berkala]. http://trobos.com/show_article.php?rid=11&aid=1270 [20 Sep 2009].
  2. ^ Devendra C. 1978. Utilization of feedingstuffs from the oil palm. Proceedings of the Conference on Feedingstuffs for Livestock in South East Asia. Serdang Selanggor: hlm116-131.
  3. ^ a b [Balitnak] Balai Penelitian Ternak. 2008. Bungkil inti sawit potensial untuk pakan ternak [terhubung berkala]. http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/wr301089 .pdf [31 Ags 2009].
  4. ^ Amri M. 2007. Pengaruh bungkil inti sawit fermentasi dalam pakan terhadap pertumbuhan ikan mas (Cyprinus carpio L.). J Ilmu Pertanian Ind 9(1):71-76.
  5. ^ Batubara LP, Sanchez MD, Pond KR. 1993. Feeding of lambs with palm kernel cake and molasses. J Penelitian Peternakan Sungei Putih 1:7– 13.
  6. ^ Batubara LP, Boer M, Elieser S. 1992. Pemberian bungkil inti sawit/molasses dengan/tanpa mineral dalam ransum kerbau. J Penelitian Peternakan Sungei Putih 1(3) : 11-15.