Lompat ke isi

Medang: Perbedaan antara revisi

[revisi terperiksa][revisi terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
Naval Scene (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Gunkarta (bicara | kontrib)
→‎Penakluk agung: rapikan caption
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
 
(10 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 2: Baris 2:
{{Infobox Former Country
{{Infobox Former Country
| conventional_long_name = Kerajaan Medang
| conventional_long_name = Kerajaan Medang
| common_name = Medang
| common_name = Kerajaan Medang
| native_name =
| native_name = kaḍatwan mḍaŋ
| religion = [[Hindu]] dan [[Buddhisme|Buddha]]
| religion = [[Hindu]] dan [[Buddhisme|Buddha]]
| p1 = Kerajaan Kalingga
| p1 = Kerajaan Kalingga
Baris 48: Baris 48:
}}
}}
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Hindu-Buddha}}
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Hindu-Buddha}}
'''Kerajaan Medang''' ([[bahasa Jawa Kuno]]: [[Berkas:Kaḍatuan Mḍaŋ in the kawi script.png|75px]]; ''kaḍatwan mḍaŋ'') atau sering disebut ''Mataram Kuno'' adalah kerajaan [[talasokrasi]] yang berdiri di [[Jawa Tengah]] pada abad ke-8 M, kemudian berpindah ke [[Jawa Timur]] pada abad ke-10 M, yang didirikan oleh [[Ratu Sanjaya|Sanjaya]]. Kerajaan ini dipimpin dan diperintah oleh [[wangsa Syailendra]] dan [[wangsa Isyana]].
'''Kerajaan Medang''' ([[bahasa Jawa Kuno]]: [[Berkas:Kaḍatuan Mḍaŋ in the kawi script.png|75px]]; ''kaḍatwan mḍaŋ'') atau sering disebut '''Kerajaan Mataram''' atau '''Mataram Kuno''' adalah kerajaan agraris sekaligus [[talasokrasi]] yang berdiri di [[Jawa Tengah]] pada abad ke-8 Masehi, kemudian berpindah ke [[Jawa Timur]] pada abad ke-10 Masehi, yang didirikan oleh [[Ratu Sanjaya|Sanjaya]]. Kerajaan ini dipimpin oleh [[wangsa Syailendra]] dan [[wangsa Isyana]].


Dalam sejarahnya, penduduk kerajaan ini sangat mengandalkan pertanian, terutama budidaya padi, namun kemudian mereka juga merasakan manfaat dari perdagangan maritim. Menurut sumber-sumber asing dan temuan arkeologis, kerajaan ini tampaknya berpenduduk cukup baik dan cukup makmur. Kerajaan mengembangkan masyarakat yang kompleks, memiliki budaya yang berkembang dengan baik, dan mencapai tingkat kemajuan teknologi dan peradaban yang halus.<ref name="Peradaban35">{{cite book| author=Rahardjo, Supratikno |title= Peradaban Jawa, Dinamika Pranata Politik, Agama, dan Ekonomi Jawa Kuno | date=2002 | publisher=Komuntas Bambu, Jakarta | language=Indonesia |page=35 | ISBN=979-96201-1-2}}</ref>
Sepanjang sejarahnya, penduduk kerajaan ini sangat mengandalkan sektor pertanian, terutama budidaya padi lahan basah (sawah). Akan tetapi, kemudian kerajaan ini juga mengembangkan sektor niaga maritim. Menurut sumber-sumber asing dan temuan arkeologis, kerajaan ini tampaknya berpenduduk cukup banyak dan memiliki ekonomi yang makmur. Kerajaan ini mengembangkan struktur masyarakat yang kompleks, memiliki budaya yang berkembang dengan baik, serta mencapai kemajuan teknologi dan tingkat peradaban yang luhur dan halus.<ref name="Peradaban35">{{cite book| author=Rahardjo, Supratikno |title= Peradaban Jawa, Dinamika Pranata Politik, Agama, dan Ekonomi Jawa Kuno | date=2002 | publisher=Komuntas Bambu, Jakarta | language=Indonesia |page=35 | ISBN=979-96201-1-2}}</ref>


Pada periode antara akhir abad ke-8 dan pertengahan abad ke-9, terlihat mekarnya seni dan arsitektur Jawa klasik tercermin dalam pertumbuhan pesat pembangunan candi, yang menghiasi lanskap kerajaan di Mataram. Candi yang terkenal dibangun pada era kerajaan Medang adalah [[Candi Kalasan|Kalasan]], [[Candi Sewu|Sewu]], [[Candi Borobudur|Borobudur]] dan [[Candi Prambanan|Prambanan]]. Kerajaan Medang dikenal sebagai negeri pembangun candi.<ref>{{Cite news|url=https://nasional.kompas.com/read/2012/02/18/04155621/Kisah.Mataram.di.Poros.Kedu-Prambanan|title=Kisah Mataram di Poros Kedu-Prambanan|date=2012-02-18|work=[[Kompas.com]]|language=id}}</ref>
Pada periode antara akhir abad ke-8 dan pertengahan abad ke-9, kerajaan ini mengalami masa kejayaan yang ditandai dengan mekar berseminya seni dan arsitektur Jawa klasik. Hal ini tercermin dari pesatnya pertumbuhan budaya dan maraknya pembangunan aneka candi, yang menghiasi bentang kerajaan di tanah Mataram. Candi yang terkenal dibangun pada masa kerajaan Medang adalah [[Candi Kalasan|Kalasan]], [[Candi Sewu|Sewu]], [[Candi Borobudur|Borobudur]] dan [[Candi Prambanan|Prambanan]]. Kerajaan Mataram dikenal sebagai negeri pembangun candi.<ref>{{Cite news|url=https://nasional.kompas.com/read/2012/02/18/04155621/Kisah.Mataram.di.Poros.Kedu-Prambanan|title=Kisah Mataram di Poros Kedu-Prambanan|date=2012-02-18|work=[[Kompas.com]]|language=id}}</ref>


Kemudian wangsa yang memerintah Kerajaan Medang terbagi menjadi dua kubu yang diidentifikasi sebagai Syailendra pemuja [[Siwa]] dan Syailendra penganut [[Buddha Mahayana]]. Indikasi perang saudara terjadi, hasilnya adalah [[wangsa Syailendra]] dibagi menjadi dua kerajaan yang kuat, wangsa Syailendra (pemuja Siwa) berkuasa di [[Jawa]] dipimpin oleh [[Rakai Pikatan]] dan wangsa Syailendra (penganut Buddha) berkuasa di [[Sumatera]] dipimpin oleh [[Balaputradewa]]. Perselisahan di antara mereka berakhir sampai 938 Saka, atau sekitar 1016 Masehi ketika wangsa Syailendra yang berbasis di Sumatera menghasut ''[[Haji (gelar)|Haji Wurawari]]'', seorang vasal kerajaan Medang, dari Lwaram dengan mendapat dukungan kuat [[Sriwijaya]] untuk memberontak kepada kekuasaan [[Dharmawangsa Teguh]], dan menyerbu ibu kota Wwatan di [[Jawa Timur]]. Serangan tersebut dilancarkan secara mendadak dan tak terduga. Akibatnya, kerajaan luluh lantak dan tak menyisakan apapun kecuali sedikit saja yang selamat.
Kemudian wangsa yang memerintah kerajaan Medang terbagi menjadi dua kubu yang diidentifikasi sebagai Syailendra pemuja [[Siwa]] dan Syailendra penganut [[Buddha Mahayana]]. Indikasi perang saudara terjadi, hasilnya adalah [[wangsa Syailendra]] dibagi menjadi dua kerajaan yang kuat, wangsa Syailendra (pemuja Siwa) berkuasa di [[Jawa]] dipimpin oleh [[Rakai Pikatan]] dan wangsa Syailendra (penganut Buddha) berkuasa di [[Sumatera]] dipimpin oleh [[Balaputradewa]]. Perselisahan di antara mereka berakhir sampai 938 Saka, atau sekitar 1016 Masehi, ketika raja wangsa Syailendra yang berkedudukan di Sumatera menghasut ''[[Haji (gelar)|Haji Wurawari]]'', seorang raja bawahan, untuk memberontak kepada kekuasaan [[Dharmawangsa Teguh]]. Dengan dukungan Sriwijaya, Raja Wurawari dari arah Lwaram menyerbu ibu kota Wwatan di [[Jawa Timur]]. Serangan tersebut dilancarkan secara mendadak dan tak terduga. Akibatnya, kerajaan runtuh, luluh lantak tanpa menyisakan apapun, kecuali sedikit saja penyintas yang berhasil menyelamatkan diri.


Seorang bangsawan Jawa-Bali keturunan [[wangsa Isyana]] yang bertahan, merebut kembali Jawa Timur, dan selanjutnya pada tahun 1019 mendirikan [[Kerajaan Kahuripan|Medang Kahuripan]], sebagai kelanjutan Medang yaitu [[Airlangga]], putra [[Udayana]] raja kedelapan dari [[kerajaan Bedahulu]] di [[Bali]]. Ibunya bernama [[Mahendradatta]], seorang putri dari raja Medang, [[Makutawangsawardhana]]. Peristiwa tersebut disebutkan dalam [[prasasti Pucangan]] yang dikeluarkan oleh Airlangga pada 1041. Selanjutnya kerajaan Airlangga tersebut terbagi menjadi dua, [[kerajaan Panjalu]] dan [[kerajaan Janggala]].<ref name="lacak">{{cite book|author=Boechari|title=Melacak Sejarah Kuno Indonesia lewat Prasasti|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia|date=2012|location=Jakarta|url=|doi=|pages=|id= ISBN 978-979-91-0520-2}}</ref>
Seorang penyintas, bangsawan Jawa-Bali keturunan [[wangsa Isyana]] tetap bertahan, dan akhirnya berhasil merebut kembali kekuasaan di Jawa Timur. Selanjutnya, pada tahun 1019 dia mendirikan [[Kerajaan Kahuripan]], sebagai kelanjutan dari kerajaan Medang Mataram. Tokoh ini adalah [[Airlangga]], putra [[Udayana]] raja kedelapan dari [[kerajaan Bedahulu]] di [[Bali]]. Ibunya bernama [[Mahendradatta]], seorang putri dari raja Medang [[Makutawangsawardhana]]. Peristiwa tersebut disebutkan dalam [[prasasti Pucangan]] yang dikeluarkan oleh Airlangga pada 1041. Selanjutnya kerajaan Airlangga tersebut terbagi menjadi dua, [[kerajaan Panjalu]] dan [[kerajaan Janggala]].<ref name="lacak">{{cite book|author=Boechari|title=Melacak Sejarah Kuno Indonesia lewat Prasasti|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia|date=2012|location=Jakarta|url=|doi=|pages=|id= ISBN 978-979-91-0520-2}}</ref>


== Etimologi ==
== Etimologi ==
[[Berkas:Yogyakarta Indonesia Prambanan-temple-complex-02.jpg|jmpl|ka|Kompleks candi [[Prambanan]] awalnya terdiri dari ratusan candi, dibangun dan diperluas pada periode antara pemerintahan [[Rakai Pikatan]] dan [[Dyah Balitung]]]]
[[Berkas:Yogyakarta Indonesia Prambanan-temple-complex-02.jpg|jmpl|ka|Kompleks candi [[Prambanan]] awalnya terdiri dari ratusan candi, dibangun dan diperluas pada periode antara pemerintahan [[Rakai Pikatan]] dan [[Dyah Balitung]]]]
Awalnya, kedatuan ini diidentifikasi melalui lokasinya di [[Yawadwipa]] (Pulau Jawa) sebagaimana disebutkan dalam [[prasasti Canggal]] (732 M). Prasasti itu mendokumentasikan dekrit [[Sanjaya, Rakai Mataram|Sanjaya]], di mana ia menyatakan dirinya sebagai penguasa universal Medang. Para sejarawan sebelumnya seperti Soekmono, mengidentifikasi nama kedatuan ini sebagai ''Mataram'', nama geografis bersejarah untuk menyatakan [[dataran Kewu]], berada dalam wilayah administratif [[Jawa Tengah]] dan [[Daerah Istimewa Yogyakarta]]. Ini didasarkan pada lokasi di mana sebagian besar peninggalan candi ditemukan. Etimologi nama "Mātaram" berasal dari istilah [[bahasa Sanskerta]] yang memiliki arti "ibu".<ref>{{cite web | title = Mataram | work = Sanskrit dictionary | url = http://spokensanskrit.de/index.php?beginning=0+&tinput=mataram&trans=Translate}}</ref>
Awalnya, kerajaan atau kedatuan ini diidentifikasi melalui lokasinya di [[Yawadwipa]] (Pulau Jawa) sebagaimana disebutkan dalam [[prasasti Canggal]] (732 M). Prasasti itu mendokumentasikan dekrit [[Sanjaya, Rakai Mataram|Sanjaya]], di mana ia menyatakan dirinya sebagai penguasa universal Mataram. Para sejarawan sebelumnya seperti Soekmono, mengidentifikasi nama kedatuan ini sebagai ''Mataram'', nama geografis bersejarah untuk menyebut kawasan [[dataran Kewu]], yang kini berada dalam wilayah administratif provinsi [[Jawa Tengah]] dan [[Daerah Istimewa Yogyakarta]]. Ini didasarkan pada lokasi di mana sebagian besar peninggalan candi ditemukan. Etimologi nama "Mātaram" berasal dari istilah [[bahasa Sanskerta]] yang memiliki arti "ibu".<ref>{{cite web | title = Mataram | work = Sanskrit dictionary | url = http://spokensanskrit.de/index.php?beginning=0+&tinput=mataram&trans=Translate}}</ref>


Nama Medang muncul kemudian dalam [[prasasti Anjuk Ladang]], [[prasasti Sangguran]], [[prasasti Paradah]] dan beberapa prasasti yang ditemukan di [[Jawa Timur]]. Sebagai akibatnya, para sejarawan cenderung mengidentifikasi periode [[Jawa Timur]] (929–1016 M) dari kedatuan ini sebagai Medang untuk membedakannya dengan periode [[Jawa Tengah]] (732–929 M).
Nama Medang muncul kemudian dalam [[prasasti Anjuk Ladang]], [[prasasti Sangguran]], [[prasasti Paradah]] dan beberapa prasasti yang ditemukan di [[Jawa Timur]]. Sebagai akibatnya, para sejarawan cenderung mengidentifikasi periode [[Jawa Timur]] (929–1016 M) dari kedatuan ini sebagai Medang untuk membedakannya dengan periode [[Jawa Tengah]] (732–929 M).
Baris 76: Baris 76:
Frasa ini mengungkapkan bahwa Sanjaya sebagai Rakai (penguasa) di tanah Mataram. Ini menunjukkan bahwa nama "Medang" sudah digunakan pada periode [[Jawa Tengah]]. Ungkapan ''rahyaŋta rumuhun. ri mḍaŋ. ri poh pitu'' berarti "leluhur dahulu ada di Medang, di Poh Pitu", yang berarti Mataram adalah sebagai nama wilayah administratif setingkat provinsi atau daerah khusus bagi kerajaan Medang. Asal usul nama ''mdaŋ'' mungkin berasal dari nama lokal pohon "Medang", tumbuhan berbunga yang merujuk pada genus [[Medang (tumbuhan)|Phoebe]].<ref>{{cite web | work = KBBI | title = Medang | url = http://kbbi.web.id/medang}}</ref>
Frasa ini mengungkapkan bahwa Sanjaya sebagai Rakai (penguasa) di tanah Mataram. Ini menunjukkan bahwa nama "Medang" sudah digunakan pada periode [[Jawa Tengah]]. Ungkapan ''rahyaŋta rumuhun. ri mḍaŋ. ri poh pitu'' berarti "leluhur dahulu ada di Medang, di Poh Pitu", yang berarti Mataram adalah sebagai nama wilayah administratif setingkat provinsi atau daerah khusus bagi kerajaan Medang. Asal usul nama ''mdaŋ'' mungkin berasal dari nama lokal pohon "Medang", tumbuhan berbunga yang merujuk pada genus [[Medang (tumbuhan)|Phoebe]].<ref>{{cite web | work = KBBI | title = Medang | url = http://kbbi.web.id/medang}}</ref>


[[Sanjaya, Rakai Mataram|Sanjaya]] mulanya mendirikan kadaton Medang di Bhumi Mataram kemudian dipindah istananya oleh [[Rakai Pikatan]] ke Mamrati. Kemudian pada era [[Dyah Balitung]] (Rakai Watukura) istana Medang dipindahkan ke Poh Pitu. Kembali lagi ke Bhumi Mataram pada era [[Dyah Wawa]] (Rakai Sumba). Kemudian [[Mpu Sindok]] yang mendirikan [[wangsa Isyana]] memindahkan pusat kedatuan dari [[Jawa Tengah]] ke [[Jawa Timur]], tanpa memutus hubungan dengan leluhur terdahulu ia menyebut leluhurnya dengan kalimat ''rahyaŋta i mḍaŋ i bhūmi mātaram'' pada [[prasasti Anjuk Ladang]] dan [[prasasti Paradah]].<ref name="medang.id">{{cite news|url=http://medang.id/index.php/2018/09/12/prasasti-canggal-prasasti-tertua-di-jawa-yang-berangka-tahun/|title=Prasasti Canggal : Prasasti Tertua Di Jawa Yang Berangka Tahun|date=12 September 2018|accessdate=4 Januari 2020|work=medang.id|language=Indonesia|author=Redaksi Medang}}</ref> Letusan [[Gunung Merapi]] yang parah mungkin telah menyebabkan pemindahan pusat kedatuan, dari [[Jawa Tengah]] ke [[Jawa Timur]]. Sejarawan menyatakan bahwa, beberapa waktu pada masa pemerintahan [[Dyah Wawa]] dari Bhumi Mataram (924–929), Gunung Merapi meletus dan menghancurkan ibu kota Medang di Mataram. Letusan Gunung Merapi ini dikenal dengan sebutan Pralaya Mataram (bencana Mataram). Di Jawa Timur ibu kota baru Medang berada di Tamwlang. Beberapa tahun kemudian ibu kota dipindahkan lagi ke Watugaluh, dan terakhir ke Wwatan pada masa [[Dharmawangsa Teguh]].
[[Sanjaya, Rakai Mataram|Sanjaya]] mulanya mendirikan kadaton Medang di Bhumi Mataram kemudian dipindah istananya oleh [[Rakai Pikatan]] ke Mamrati. Kemudian pada era [[Dyah Balitung]] (Rakai Watukura) istana Medang dipindahkan ke Poh Pitu. Kembali lagi ke Bhumi Mataram pada era [[Dyah Wawa]] (Rakai Sumba). Kemudian [[Mpu Sindok]] yang mendirikan [[wangsa Isyana]] memindahkan pusat kedatuan dari [[Jawa Tengah]] ke [[Jawa Timur]], tanpa memutus hubungan dengan leluhur terdahulu ia menyebut leluhurnya dengan kalimat ''rahyaŋta i mḍaŋ i bhūmi mātaram'' pada [[prasasti Anjuk Ladang]] dan [[prasasti Paradah]].<ref name="medang.id">{{cite news|url=http://medang.id/index.php/2018/09/12/prasasti-canggal-prasasti-tertua-di-jawa-yang-berangka-tahun/|title=Prasasti Canggal : Prasasti Tertua Di Jawa Yang Berangka Tahun|date=12 September 2018|accessdate=4 Januari 2020|work=medang.id|language=Indonesia|author=Redaksi Medang}}</ref> Letusan [[Gunung Merapi]] yang parah mungkin telah menyebabkan pemindahan pusat kedatuan, dari [[Jawa Tengah]] ke [[Jawa Timur]]. Sejarawan menyatakan bahwa, beberapa waktu pada masa pemerintahan [[Dyah Wawa]] dari Bhumi Mataram (924–929), Gunung Merapi meletus dan menghancurkan ibu kota Medang di Mataram. Letusan Gunung Merapi ini dikenal dengan sebutan "Pralaya Mataram" (bencana Mataram). Di Jawa Timur ibu kota baru Medang berada di Tamwlang. Beberapa tahun kemudian ibu kota dipindahkan lagi ke Watugaluh, dan terakhir ke Wwatan pada masa [[Dharmawangsa Teguh]].


Penyebutan bersejarah nama Mataram tidak disamakan dengan [[kota Mataram]] yang terletak di [[Pulau Lombok]], ibu kota provinsi [[Nusa Tenggara Barat]]. Dahulu sebelum menjadi [[Kota Mataram]] pernah berdiri sebuah monarki bernama kerajaan Cakranegara yang ditaklukan oleh [[Kerajaan Karangasem]] dari [[Bali]] pada awal abad ke-19. Memang, [[Kota Mataram]] dinamai setelah kerajaan Mataram di [[Jawa]], karena itu adalah praktik umum bagi orang Bali untuk memberi nama pemukiman mereka yang sama setelah peninggalan [[Majapahit]].
Penyebutan bersejarah nama kerajaan Mataram tidak dapat disamakan dengan [[kota Mataram]] yang terletak di [[Pulau Lombok]], ibu kota provinsi [[Nusa Tenggara Barat]]. Dahulu di [[Kota Mataram]] pernah berdiri sebuah kerajaan bernama puri Cakranegara yang didirikan oleh bangsawan dari [[Kerajaan Karangasem]] di [[Bali]] pada awal abad ke-19. Sesungguhnya, nama [[Kota Mataram]] memang diambil berdasarkan nama kerajaan historis Mataram yamg ada di Jawa. Ini dalah praktik yang lazim bagi orang Bali untuk memberi nama pemukiman mereka yang sama dengan nama tempat di Jawa, sesuai dengan warisan budaya [[Majapahit]] mereka.


== Sejarah ==
== Sejarah ==
Baris 97: Baris 97:
=== Kejayaan Medang ===
=== Kejayaan Medang ===
[[Berkas:Wonoboyo Hoard.jpg|thumb|Replika [[temuan Wonoboyo]], temuan artefak emas dan perak, dipamerkan di [[Candi Prambanan#Museum Prambanan|Museum Prambanan]]. Temuan Wonoboyo asli disimpan di [[Museum Nasional Indonesia]]]]
[[Berkas:Wonoboyo Hoard.jpg|thumb|Replika [[temuan Wonoboyo]], temuan artefak emas dan perak, dipamerkan di [[Candi Prambanan#Museum Prambanan|Museum Prambanan]]. Temuan Wonoboyo asli disimpan di [[Museum Nasional Indonesia]]]]
Periode pemerintahan [[Rakai Panangkaran]] ke [[Dyah Balitung]] (rentang antara 760–910) yang berlangsung selama 150 tahun, sebagai penanda puncak kejayaan dari peradaban Jawa kuno. Di periode ini marak mekarnya seni dan arsitektur Jawa kuno, ketika sejumlah candi dan monumen megah didirikan membentang cakrawala [[dataran Kedu]] dan [[dataran Kewu]]. Candi yang paling terkenal adalah [[candi Sewu]], [[Borobudur]] dan [[Prambanan]]. [[Wangsa Syailendra]] dikenal sebagai pembangun candi yang hebat.<ref name="indianised" />{{rp|89–90}}
Periode pemerintahan [[Rakai Panangkaran]] ke [[Dyah Balitung]] (rentang antara 760–910) yang berlangsung selama 150 tahun, ditandai sebagai era puncak kejayaan peradaban Jawa kuno. Pada periode ini seni, budaya, dan arsitektur Jawa kuno tumbuh mekar bersemi. Ditandai dengan pembangunan sejumlah candi dan monumen nan megah, marak membentang menghiasi cakrawala [[dataran Kedu]] dan [[dataran Kewu]]. Candi yang paling terkenal adalah [[candi Sewu]], [[Borobudur]] dan [[Prambanan]]. [[Wangsa Syailendra]] dikenal sebagai pembangun candi yang hebat.<ref name="indianised" />{{rp|89–90}}


==== Negeri pembangun candi ====
==== Negeri pembangun candi ====
Baris 118: Baris 118:
| image2 = Avalokiteshvara Bingin Jungut Srivijaya.JPG
| image2 = Avalokiteshvara Bingin Jungut Srivijaya.JPG
| caption2 = Awalokiteshwara dari Bingin Jungut, [[Kabupaten Musi Rawas|Musi Rawas]], Sumatera Selatan. Langgam Sriwijaya, abad ke-8 sampai ke-9 M, mirip langam seni Sailendra Jawa Tengah.
| caption2 = Awalokiteshwara dari Bingin Jungut, [[Kabupaten Musi Rawas|Musi Rawas]], Sumatera Selatan. Langgam Sriwijaya, abad ke-8 sampai ke-9 M, mirip langam seni Sailendra Jawa Tengah.
| width2 = 127
| width2 = 118
| height2 =
| height2 =
<!-- Image 2 -->
<!-- Image 2 -->
| image3 = 小川晴暘撮影《ムンドゥット寺院釈迦三尊像のうち観音菩薩像》インドネシア、1944年.jpg
| image3 = Candi_Mendut_2013-05-28_(1).JPG
| caption3 = Pembangunan candi Mendut dimulai dan diselesaikan pada masa pemerintahan Raja Indra (memerintah 780–800).
| caption3 = Rupang Awalokiteshwara dalam [[Candi Mendut]] contoh langgam seni Sailendra. Pembangunan candi ini dimulai dan diselesaikan pada masa pemerintahan Raja Indra (memerintah 780–800).
| width3 = 136
| width3 = 150
| height3 =
| height3 =
<!-- Image 3 -->
<!-- Image 3 -->