Lompat ke isi

Karawo: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Perubahan kosmetika
k Bot: Mengganti kategori yang dialihkan Pakaian tradisional Indonesia menjadi Busana tradisional Indonesia
 
(15 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox clothing type|name=|image_file=Sulam Karawo.png|image_size=|caption=Motif Kucubu pada Sulaman Karawo|type=Kain Sulam|material=|location=[[Gorontalo]], [[Sulawesi]], Indonesia|manufacturer=[[Gorontalo]], [[Sulawesi]], [[Indonesia]]}}'''Karawo''' adalah kain tradisional khas [[Gorontalo]]. ''Karawo'' itu sendiri berasal dari [[Bahasa Gorontalo]] yang artinya sulaman dengan tangan<ref>{{Cite web|title=kompas.com: Djahra Laliyo dan Kain Karawo|url=http://lipsus.kompas.com/hut45/read/2010/07/04/08352362/Djahra.Laliyo.dan.Kain.Karawo|archive-url=https://web.archive.org/web/20140903185717/http://lipsus.kompas.com/hut45/read/2010/07/04/08352362/Djahra.Laliyo.dan.Kain.Karawo|archive-date=2014-09-03|dead-url=yes|access-date=2014-09-03}}</ref> Jadi ''Karawo'' adalah hasil kerajinan tangan. Orang-orang di luar Gorontalo mengenalnya dengan sebutan ''Kerawang''.
[[Berkas:Sulaman Karawo.jpeg|thumb|[[Berkas:Gambar-lucu-banget.jpg|jmpl]]Karawo]]
'''Karawo''' adalah kain tradisional khas [[Gorontalo]] yang pembuatannya merupakan hasil kerajinan tangan. Tak ada kain karawo yang bukan hasil kerajinan tangan. ''Karawo'' merupakan [[Bahasa Gorontalo]] yang artinya sulaman dengan tangan<ref>[http://lipsus.kompas.com/hut45/read/2010/07/04/08352362/Djahra.Laliyo.dan.Kain.Karawo kompas.com : Djahra Laliyo dan Kain Karawo]</ref> Orang-orang di luar Gorontalo mengenalnya dengan sebutan ''Kerawang''.


''Karawo'' lahir dari proses panjang yang merupakan buah dari ketekunan para perajin. Seni membuat Kerawang atau Karawo disebut “Makarawo”. Seni ini telah diturunkan dari generasi ke generasi sejak masa Kerajaan Gorontalo masih berjaya. Keindahan motif, keunikan cara pengerjaan, dan kualitas yang bagus membuat Kerawang atau Karawo bernilai sangat tinggi. Maka tak mengherankan jika keunikan dan kualitas tersebut diminati oleh banyak kalangan, baik dari dalam maupun luar negeri.
''Karawo'' lahir dari proses panjang yang merupakan buah dari ketekunan para perajin. Seni membuat Kerawang atau Karawo disebut “Makarawo”. Seni ini telah diturunkan dari generasi ke generasi sejak masa Kerajaan Gorontalo masih berjaya. Keindahan motif, keunikan cara pengerjaan, dan kualitas yang bagus membuat Kerawang atau Karawo bernilai sangat tinggi. Maka tak mengherankan jika keunikan dan kualitas tersebut diminati oleh banyak kalangan, baik dari dalam maupun luar negeri.
Baris 6: Baris 5:
Produksi Kain Kerawang atau Karawo sempat mati suri. Tak banyak perajin yang menekuni dunia ini karena kerumitan yang menyita banyak energi, waktu, dan ketekunan. Oleh karena itu, pemerintah melakukan berbagai cara untuk membuat kerajinan ini dapat terus lestari dan semakin populer, baik di dalam maupun luar negeri.
Produksi Kain Kerawang atau Karawo sempat mati suri. Tak banyak perajin yang menekuni dunia ini karena kerumitan yang menyita banyak energi, waktu, dan ketekunan. Oleh karena itu, pemerintah melakukan berbagai cara untuk membuat kerajinan ini dapat terus lestari dan semakin populer, baik di dalam maupun luar negeri.


Salah satu cara yang dilakukan pemerintah adalah mengadakan [[Festival Karawo]] yang telah digelar untuk pertama kalinya pada 17-18 Desember 2011 silam. Festival yang akan terus digelar setahun sekali ini bertujuan untuk menarik minat masyarakat dalam mengenakan produk Karawo sekaligus menguatkan ekonomi melalui pengembangan budaya daerah. <ref>[http://www.indonesiawonder.com/id/tour/wisata-budaya/karawo-kain-unik-dari-gorontalo indonesiawonder.com : Karawo Kain Unik dari Gorontalo]</ref>.
Salah satu cara yang dilakukan pemerintah adalah mengadakan [[Festival Karawo]] yang telah digelar untuk pertama kalinya pada 17-18 Desember 2011 silam. Festival yang akan terus digelar setahun sekali ini bertujuan untuk menarik minat masyarakat dalam mengenakan produk Karawo sekaligus menguatkan ekonomi melalui pengembangan budaya daerah.<ref>{{Cite web |url=http://www.indonesiawonder.com/id/tour/wisata-budaya/karawo-kain-unik-dari-gorontalo |title=indonesiawonder.com: Karawo Kain Unik dari Gorontalo |access-date=2014-09-03 |archive-date=2014-09-03 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140903161253/http://www.indonesiawonder.com/id/tour/wisata-budaya/karawo-kain-unik-dari-gorontalo |dead-url=yes }}</ref>


== Sejarah ==
== Sejarah ==
Baris 17: Baris 16:
Hengkangnya Belanda tidak serta-merta membuat karawo keluar dari ”persembunyian”. Situasi saat itu dan trauma membuat tradisi mokarawo tetap dilakukan di dalam ruang tersembunyi. Karawo mulai kembali muncul sekitar akhir tahun 1960-an, tapi belum merupakan produk yang dijual secara bebas seperti barang lain. Saat itu jika ada yang berminat pada karawo, mereka akan datang langsung ke penyulam dan memesan. Karawo kerap dibayar menggunakan uang, kerap pula dibarter dengan barang kebutuhan lain.
Hengkangnya Belanda tidak serta-merta membuat karawo keluar dari ”persembunyian”. Situasi saat itu dan trauma membuat tradisi mokarawo tetap dilakukan di dalam ruang tersembunyi. Karawo mulai kembali muncul sekitar akhir tahun 1960-an, tapi belum merupakan produk yang dijual secara bebas seperti barang lain. Saat itu jika ada yang berminat pada karawo, mereka akan datang langsung ke penyulam dan memesan. Karawo kerap dibayar menggunakan uang, kerap pula dibarter dengan barang kebutuhan lain.


Pernah diselamatkan dari ancaman kepunahan saat agresi Belanda dan mengalami masa jaya, kini karawo kembali berada di bawah bayang-bayang kepunahan. Penyebabnya adalah kurangnya generasi muda yang berminat memakai karawo sebagai pakaian, apalagi sebagai penyulam. Saat ini karawo umumnya dilakukan ibu rumah tangga yang menyebar di sejumlah wilayah di Gorontalo. Tercatat saat ini ada sekitar 10.000 ibu rumah tangga yang masih menekuni karawo<ref>[http://tanahair.kompas.com/read/2013/01/10/18150027/Sepenggal.Sulaman.Sejarah.Gorontalo kompas.com Sepenggal Sulaman Sejarah Gorontalo]</ref>
Pernah diselamatkan dari ancaman kepunahan saat agresi Belanda dan mengalami masa jaya, kini karawo kembali berada di bawah bayang-bayang kepunahan. Penyebabnya adalah kurangnya generasi muda yang berminat memakai karawo sebagai pakaian, apalagi sebagai penyulam. Saat ini karawo umumnya dilakukan ibu rumah tangga yang menyebar di sejumlah wilayah di Gorontalo. Tercatat saat ini ada sekitar 10.000 ibu rumah tangga yang masih menekuni karawo<ref>{{Cite web |url=http://tanahair.kompas.com/read/2013/01/10/18150027/Sepenggal.Sulaman.Sejarah.Gorontalo |title=kompas.com Sepenggal Sulaman Sejarah Gorontalo |access-date=2014-09-03 |archive-date=2014-09-03 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140903191756/http://tanahair.kompas.com/read/2013/01/10/18150027/Sepenggal.Sulaman.Sejarah.Gorontalo |dead-url=yes }}</ref>


== Cara Pembuatan ==
== Cara Pembuatan ==
Tahapan pengerjaan sulaman karawo terdiri atas tiga tahap, yaitu iris-cabut, menyulam, dan proses ''finishing''. Dalam proses iris-cabut benang ini batas dan luas bidang yang akan dibentuk berdasarkan pola yang sudah ditentukan. Ketajaman dan kecermatan menghitung benang-benang yang akan diiris dan dicabut sangat menentukan kehalusan sulaman. Tahapan menyulam dilakukan dengan cara menelusurkan benang mengikuti arah jalur benang.
[[Berkas:Karawo.jpg|right|thumb|Penyulaman Kain Karawo]]
Tahapan pengerjaan sulaman karawo terdiri atas tiga tahap, yaitu iris-cabut, menyulam, dan proses finishing. Dalam proses iris-cabut benang ini batas dan luas bidang yang akan dibentuk berdasarkan pola yang sudah ditentukan. Ketajaman dan kecermatan menghitung benang-benang yang akan diiris dan dicabut sangat menentukan kehalusan sulaman. Tahapan menyulam dilakukan dengan cara menelusurkan benang mengikuti arah jalur benang.


Selanjutnya tahapan finishing dengan cara melilit jalur-jalur benang dengan satu kali lilitan. Hal itu dimaksudkan untuk memperkuat jalur benang yang tidak disulam sehingga hasil akhir sulaman terlihat rapi dan kokoh. Dibutuhkan waktu 10 hari untuk mengerjakan satu produk sulaman dengan motif besar.
Selanjutnya tahapan finishing dengan cara melilit jalur-jalur benang dengan satu kali lilitan. Hal itu dimaksudkan untuk memperkuat jalur benang yang tidak disulam sehingga hasil akhir sulaman terlihat rapi dan kokoh. Dibutuhkan waktu 10 hari untuk mengerjakan satu produk sulaman dengan motif besar.
Baris 28: Baris 26:
Ada dua jenis karawo yaitu karawo manila dan karawo ikat. Karawo manila dibuat dengan teknik mengisi benang sulam secara berulang sesuai dengan motif yang sudah ada. Adapun karawo ikat dilakukan dengan cara mengikat bagian-bagian bahan yang telah diiris dan dicabut serat benangnya mengikuti motif yang telah dibuat.
Ada dua jenis karawo yaitu karawo manila dan karawo ikat. Karawo manila dibuat dengan teknik mengisi benang sulam secara berulang sesuai dengan motif yang sudah ada. Adapun karawo ikat dilakukan dengan cara mengikat bagian-bagian bahan yang telah diiris dan dicabut serat benangnya mengikuti motif yang telah dibuat.


Kedua teknik ini sama-sama melalui tiga tahapan, yaitu iris-cabut, menyelam, dan proses finishing. Butuh waktu 10 hari bahkan sebulan untuk membuat satu produk sulaman dengan motif besar.{{reflist}}
Kedua teknik ini sama-sama melalui tiga tahapan, yaitu iris-cabut, menyelam, dan proses finishing. Butuh waktu 10 hari bahkan sebulan untuk membuat satu produk sulaman dengan motif besar.


== Referensi ==
== Referensi ==
{{reflist}}

[[Kategori:Karawo]]
[[Kategori:Kesenian Indonesia]]
[[Kategori:Budaya Gorontalo]]
[[Kategori:Busana tradisional Indonesia]]

Revisi terkini sejak 19 Agustus 2024 13.27

Karawo
Motif Kucubu pada Sulaman Karawo
JenisKain Sulam
Tempat asalGorontalo, Sulawesi, Indonesia
PemanufakturGorontalo, Sulawesi, Indonesia

Karawo adalah kain tradisional khas Gorontalo. Karawo itu sendiri berasal dari Bahasa Gorontalo yang artinya sulaman dengan tangan[1] Jadi Karawo adalah hasil kerajinan tangan. Orang-orang di luar Gorontalo mengenalnya dengan sebutan Kerawang.

Karawo lahir dari proses panjang yang merupakan buah dari ketekunan para perajin. Seni membuat Kerawang atau Karawo disebut “Makarawo”. Seni ini telah diturunkan dari generasi ke generasi sejak masa Kerajaan Gorontalo masih berjaya. Keindahan motif, keunikan cara pengerjaan, dan kualitas yang bagus membuat Kerawang atau Karawo bernilai sangat tinggi. Maka tak mengherankan jika keunikan dan kualitas tersebut diminati oleh banyak kalangan, baik dari dalam maupun luar negeri.

Produksi Kain Kerawang atau Karawo sempat mati suri. Tak banyak perajin yang menekuni dunia ini karena kerumitan yang menyita banyak energi, waktu, dan ketekunan. Oleh karena itu, pemerintah melakukan berbagai cara untuk membuat kerajinan ini dapat terus lestari dan semakin populer, baik di dalam maupun luar negeri.

Salah satu cara yang dilakukan pemerintah adalah mengadakan Festival Karawo yang telah digelar untuk pertama kalinya pada 17-18 Desember 2011 silam. Festival yang akan terus digelar setahun sekali ini bertujuan untuk menarik minat masyarakat dalam mengenakan produk Karawo sekaligus menguatkan ekonomi melalui pengembangan budaya daerah.[2]

Tradisi mokarawo atau membuat sulaman adalah sepenggal sejarah yang pernah diselamatkan kaum perempuan Gorontalo. Dulu Belanda berupaya menghilangkan berbagai tradisi dan identitas lokal. Tradisi ini sudah ada sejak tahun 1600-an, jauh sebelum Belanda berkuasa di wilayah ini tahun 1889.

Saat Belanda masuk ke wilayah ini ada dua peristiwa penting yang mewarnai sejarah Gorontalo. Pertama, banyaknya warga masuk dan menetap di hutan dan wilayah terpencil karena enggan membayar pajak kepada Pemerintah Belanda. Keturunan orang-orang ini hingga kini masih berdiam di hutan dan wilayah terpencil, yang oleh warga Gorontalo dikenal dengan sebutan Polahi.

Kedua, upaya penghapusan segala bentuk tradisi, adat, dan hal-hal terkait berkesenian atau kebudayaan yang ada pada masyarakat Gorontalo. Saat itu Belanda melihat kekuatan orang Gorontalo terletak pada adat, budaya, dan tradisi. Karena itu, dilaranglah berbagai aktivitas yang terkait dengan adat dan tradisi.

Hengkangnya Belanda tidak serta-merta membuat karawo keluar dari ”persembunyian”. Situasi saat itu dan trauma membuat tradisi mokarawo tetap dilakukan di dalam ruang tersembunyi. Karawo mulai kembali muncul sekitar akhir tahun 1960-an, tapi belum merupakan produk yang dijual secara bebas seperti barang lain. Saat itu jika ada yang berminat pada karawo, mereka akan datang langsung ke penyulam dan memesan. Karawo kerap dibayar menggunakan uang, kerap pula dibarter dengan barang kebutuhan lain.

Pernah diselamatkan dari ancaman kepunahan saat agresi Belanda dan mengalami masa jaya, kini karawo kembali berada di bawah bayang-bayang kepunahan. Penyebabnya adalah kurangnya generasi muda yang berminat memakai karawo sebagai pakaian, apalagi sebagai penyulam. Saat ini karawo umumnya dilakukan ibu rumah tangga yang menyebar di sejumlah wilayah di Gorontalo. Tercatat saat ini ada sekitar 10.000 ibu rumah tangga yang masih menekuni karawo[3]

Cara Pembuatan

[sunting | sunting sumber]

Tahapan pengerjaan sulaman karawo terdiri atas tiga tahap, yaitu iris-cabut, menyulam, dan proses finishing. Dalam proses iris-cabut benang ini batas dan luas bidang yang akan dibentuk berdasarkan pola yang sudah ditentukan. Ketajaman dan kecermatan menghitung benang-benang yang akan diiris dan dicabut sangat menentukan kehalusan sulaman. Tahapan menyulam dilakukan dengan cara menelusurkan benang mengikuti arah jalur benang.

Selanjutnya tahapan finishing dengan cara melilit jalur-jalur benang dengan satu kali lilitan. Hal itu dimaksudkan untuk memperkuat jalur benang yang tidak disulam sehingga hasil akhir sulaman terlihat rapi dan kokoh. Dibutuhkan waktu 10 hari untuk mengerjakan satu produk sulaman dengan motif besar.

Jenis Karawo

[sunting | sunting sumber]

Ada dua jenis karawo yaitu karawo manila dan karawo ikat. Karawo manila dibuat dengan teknik mengisi benang sulam secara berulang sesuai dengan motif yang sudah ada. Adapun karawo ikat dilakukan dengan cara mengikat bagian-bagian bahan yang telah diiris dan dicabut serat benangnya mengikuti motif yang telah dibuat.

Kedua teknik ini sama-sama melalui tiga tahapan, yaitu iris-cabut, menyelam, dan proses finishing. Butuh waktu 10 hari bahkan sebulan untuk membuat satu produk sulaman dengan motif besar.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "kompas.com: Djahra Laliyo dan Kain Karawo". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-09-03. Diakses tanggal 2014-09-03. 
  2. ^ "indonesiawonder.com: Karawo Kain Unik dari Gorontalo". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-09-03. Diakses tanggal 2014-09-03. 
  3. ^ "kompas.com Sepenggal Sulaman Sejarah Gorontalo". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-09-03. Diakses tanggal 2014-09-03.