Keresidenan Jambi: Perbedaan antara revisi
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Pranala Luar +Pranala luar) |
Rahmatdenas (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
(34 revisi perantara oleh 17 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
[[Berkas:1909_Atlas_sekolah_Hindia-Nederland_map_of_Djambi.jpg|jmpl|Peta Keresidenan Jambi pada tahun 1909.]] |
|||
Dengan berakhirnya masa [[kesultanan Jambi]] menyusul gugurnya [[Sultan Thaha Syaifuddin]] tanggal 27 April 1904 dan berhasilnya Belanda menguasai wilayah-wilayah Kesultanan Jambi, maka Jambi ditetapkan sebagai Keresidenan dan masuk ke dalam wilayah [[Hindia Belanda|Nederlandsch Indie]]. Residen Jambi yang pertama O.L Helfrich yang diangkat berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Belanda No. 20 tanggal 4 Mei 1906 dan pelantikannya dilaksanakan tanggal 2 Juli 1906. |
|||
'''Keresidenan Jambi''' (1906–1957) adalah sebuah [[keresidenan]] yang pernah didirikan di wilayah [[Jambi|Provinsi Jambi]], Indonesia. Awalnya, Keresidenan Jambi dibentuk oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk menggantikan kekuasaan [[Kesultanan Jambi]] yang telah berakhir. Residen pertama yang mengatur pemerintahan di Keresidenan Jambi bernama Oscar Louis Helfrich. |
|||
Pada tanggal 4 Maret 1942, seluruh wilayah Keresidenan Jambi telah dikuasai oleh pasukan [[pendudukan Jepang di Hindia-Belanda]]. Struktur pemerintahan yang dibuat oleh Belanda di Keresidenan Jambi tetap dipertahankan oleh pasukan Jepang tetapi diadakan pengubahan nama dan pengurangan jumlah jabatan. |
|||
== Residen Jambi == |
|||
⚫ | |||
Setelah kemerdekaan Indonesia, [[Komite Nasional Indonesia Pusat|Komite Nasional Indonesia]] menetapkan [[Sagaf Yahya]] sebagai residen pertama untuk Keresidenan Jambi pada tanggal 3 September 1945. Keresidenan Jambi kemudian mulai mengadakan [[perdagangan]] menggunakan mata uang Rupiah ketika Inu Kertapati menjabat sebagai residen Jambi. Pada bulan April 1946, Keresidenan Jambi dimasukkan sebagai bagian dari Sub Provinsi Sumatera Tengah, Provinsi Sumatera. Lalu pada tahun 1948, Keresidenan Jambi menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Tengah. Keresidenan Jambi kemudian berubah menjadi Provinsi Jambi pada tahun 1957 ketika Provinsi Sumatera Tengah dibagi menjadi tiga provinsi yang baru. |
|||
<onlyinclude> |
|||
== Sejarah == |
|||
=== Masa Hindia Belanda === |
|||
[[Berkas:Groepsportret_met_Sultan_Thaha_Syaifuddin_van_Djambi_en_zijn_gevolg_(1904).jpg|jmpl|Sultan Thaha Syaifuddin (di bawah payung) bersama pengikutnya pada tahun 1904]] |
|||
[[Berkas:Oscar_Louis_Helfrich.jpg|jmpl|Oscar Louis Helfrich, Residen Jambi yang pertama dalam masa pemerintahan [[Hindia Belanda]].]] |
|||
Peperangan antara Kesultanan Jambi dan Belanda telah berlangsung selama masa kekuasaan Sultan Thaha Syaifuddin. Pada tanggal 26 April 1904, Sultan Thaha Syaifuddin gugur dan dimakamkan di Muara Tebo.{{Sfn|Pradjoko dan Utomo|2013|p=122}} Setelah meninggalnya Sultan Thaha Syaifuddin, Belanda berhasil menguasai wilayah-wilayah Kesultanan Jambi. Wilayah-wilayah ini kemudian dibentuk sebagai Keresidenan Jambi dan menjadi bagian dari [[Hindia Belanda]]. Pada tanggal 4 Mei 1906, diterbitkan Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 20 yang menetapkan Oscar Louis Helfrich sebagai Residen Jambi yang pertama. Pelantikannya diadakan pada tanggal 2 Juli 1906.{{Sfn|Pradjoko dan Utomo|2013|p=123}} |
|||
Setelah meninggalnya Sultan Thaha Syaifuddin, [[Raden Mattaher]] masih melanjutkan peperangan Kesultanan Jambi melawan Belanda dengan mengikutsertakan panglima perang lainnya.{{Sfn|Pradjoko dan Utomo|2013|p=122}} Namun pada tanggal 10 September 1907, Raden Mattaher gugur sehingga Belanda berhasil mengakhiri peperangan. Pasukan Belanda kemudian menghancurkan seluruh kompleks keraton Kesultanan Jambi yang berlokasi di lahan Masjid Agung Jambi. Setelah itu, seluruh bekas wilayah Kesultanan Jambi digabungkan dengan daerah Kerinci menjadi wilayah Keresidenan Jambi.{{Sfn|Pradjoko dan Utomo|2013|p=123}} |
|||
=== Masa pendudukan Jepang === |
|||
Pada tanggal 24 Februari 1942, Pasukan Udara Jepang berhasil menduduki Bengkulu yang sebelumnya telah ditinggalkan oleh pasukan Belanda. Pendudukan ini dilakukan dengan mengadakan serangan udara menggunakan [[pesawat pengebom]]. Pasukan Udara Jepang kemudian menduduki Bangko dan Rantau Panjang pada tanggal 26–27 Februari 1942 serta Muara Bungo pada tanggal 28 Februari 1942 untuk memasuki wilayah Keresidenan Jambi. Pada tanggal 2 Maret 1942, detasemen kedua dari pasukan Jepang yang dipimpin oleh Orita berhasil menguasai Muara Tebo. Detasemen ini kemudian menguasai Muara Rupit, Sarolangun dan Rawas. Pada tanggal 24 Februari, pasukan Jepang telah berhasil menduduki Kota Jambi.{{Sfn|Abubakar, dkk.|2020|p=119-120}} Wilayah Keresidenan Jambi sepenuhnya dikuasai oleh pasukan Jepang pada tanggal 4 Maret 1942.{{Sfn|Abubakar, dkk.|2020|p=120}} |
|||
=== Masa Pemerintah Indonesia === |
|||
Pada tanggal 3 September 1945, Komite Nasional Indonesia mengadakan rapat umum pleno di Gedung Nanpo. Rapat ini menetapkan bahwa Pemerintah Indonesia menetapkan [[Sagaf Yahya]] sebagai residen di Keresidenan Jambi.{{Sfn|Wiwik S., dan Tarigan|2006|p=50}} Pada bulan April 1946, diadakan Konferensi Komite Nasional Indonesia Seluruh Sumatera di [[Kota Bukittinggi]]. Konferensi ini menetapkan pembagian Provinsi Sumatera menjadi tiga sub provinsi yakni Sub Provinsi Sumatera Utara, Sub Provinsi Sumatera Tengah dan Sub Provinsi Sumatera Selatan. Masing-masing sub provinsi ini dipimpin oleh seorang gubernur muda. Dalam pembagian ini, Keresidenan Jambi menjadi bagian dari Sub Provinsi Sumatera Tengah yang ibu kotanya terletak di Kota Padang.{{Sfn|Wiwik S., dan Tarigan|2006|p=51-52}} |
|||
Pada tahun 1948, Pemerintah Indonesia menetapkan pembentukan [[Sumatera Tengah|Provinsi Sumatera Tengah]]. Wilayah Keresidenan Jambi bersama dengan wilayah Keresidenan Riau dan Keresidenan Sumatera Barat ditetapkan menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Tengah. Pada tahun 1957, terjadi pengambilalihan pemerintahan Provinsi Sumatera Tengah oleh [[Dewan Banteng]]. Pemerintah Indonesia di Jakarat kemudian menanggapi dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1957. Peraturan ini menetapkan pembagian Provinsi Sumatera Tengah menjadi tiga provinsi baru, yakni Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Riau, dan Provinsi Jambi.<ref>{{Cite book|last=Asnan|first=Gusti|date=2011|title=Antara Daerah dan Negara: Indonesia Tahun 1950‑an (Pembongkaran Narasi Besar Integrasi Bangsa)|location=Jakarta|publisher=Yayasan Pustaka Obor Indonesia dan KITLV‑Jakarta|isbn=|editor-last=van Bemmelen, S., dan Raben, R.|pages=110|chapter=Regionalisme, Historiografi, dan Pemetaan Wilayah: Sumatera Barat Tahun 1950-an|url-status=live}}</ref> |
|||
== Wilayah == |
|||
Pada awal kemerdekaan Indonesia, Keresidenan Jambi menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Tengah.{{Sfn|Wiwik S., dan Tarigan|2006|p=44}} Wilayah Keresidenan Jambi mencakup satu kota praja dan dua kabupaten yakni Kota Praja Jambi, [[Kabupaten Merangin]] dan Kabupaten Batanghari.<ref>{{Cite book|last=Nazir, M., dkk.|date=1993|url=https://repositori.kemdikbud.go.id/12842/1/Sejarah%20pengaruh%20pelita%20terhadap%20kehidupan%20masyarakat%20pedesaan%20daerah%20jambi.pdf|title=Sejarah Pengaruh Pelita terhadap Kehidupan Masyarakat Pedesaan di Daerah Jambi|location=Jakarta|publisher=Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional|editor-last=Ghazali|editor-first=Zulfikar|pages=9|url-status=live}}</ref> Ibu kota Keresidenan Jambi pada masa ini terletak di Kota Praja Jambi.{{Sfn|Wiwik S., dan Tarigan|2006|p=44}} |
|||
== Pemerintahan == |
|||
Struktur pemerintahan Keresidenan Jambi yang dibuat oleh Belanda tetap dipertahankan oleh [[Jepang]] ketika memerintah di Indonesia sejak peralihan kekuasaan pada tanggal 9 Maret 1942. Namun Pemerintah Jepang melakukan penukaran nama wilayah dan pejabat di Keresidenan Jambi. Nama ''keresidenan'' yang dipimpin oleh residen diubah menjadi ''syu'' yang dipimpin oleh ''syucokan''. Nama ''onderafdeling'' yang dipimpin oleh ''controleur'' diubah menjadi ''gun'' yang dipimpin oleh ''gunco''. Nama onderdistrik yang dipimpin oleh ''asisten demang'' diubah menjadi ''son'' yang dipimpin oleh ''fuku gunco''. Selain itu, Pemerintah Jepang menghilangkan jabatan asisten residen yang sebelumnya memimpin wilayah ''afdeling''.{{Sfn|Wiwik S., dan Tarigan|2006|p=39-40}} |
|||
⚫ | Adapun nama Residen Jambi mulai dari masa [[Hindia Belanda]] hingga masa setelah [[kemerdekaan]] [[Indonesia]] adalah sebagai berikut:<ref>{{cite web|url=http://www.jambiprov.go.id/?show=page&id=p_sejarah|title=Profil Sejarah - PEMDA JAMBI|accessdate=2012-04-02|archive-date=2012-04-25|archive-url=https://web.archive.org/web/20120425142541/http://www.jambiprov.go.id/?show=page&id=p_sejarah|dead-url=yes}}</ref> |
||
{| class="wikitable" |
{| class="wikitable" |
||
|- |
|- |
||
Baris 10: | Baris 36: | ||
!No.!!Nama Residen!!Dari!!Sampai |
!No.!!Nama Residen!!Dari!!Sampai |
||
|- |
|- |
||
||1.|| [[O.L. Helfrich]]||[[1906]]|| |
||1.|| [[O.L. Helfrich]]||[[1906]]||1908 |
||
|- |
|- |
||
||2.|| [[A.J.N |
||2.|| [[A.J.N. Engelenberg]]||[[1908]]||1910 |
||
|- |
|- |
||
||3.|| [[Th. A.L. Heyting]]|| |
||3.|| [[Th. A.L. Heyting]]||1910||1913 |
||
|- |
|- |
||
||4.|| [[AL. Kamerling]]||[[1913]]|| |
||4.|| [[AL. Kamerling]]||[[1913]]||1915 |
||
|- |
|- |
||
||5.|| [[H.E.C. Quast]]||[[1915]]|| |
||5.|| [[H.E.C. Quast]]||[[1915]]||1918 |
||
|- |
|- |
||
||6.|| [[H.L.C Petri]]||[[1918]]|| |
||6.|| [[H.L.C Petri]]||[[1918]]||1923 |
||
|- |
|- |
||
||7.|| [[C. Poortman]]||[[1923]]|| |
||7.|| [[C. Poortman]]||[[1923]]||1925 |
||
|- |
|- |
||
||8.|| [[G.J. Van Dongen]]||[[1925]]|| |
||8.|| [[G.J. Van Dongen]]||[[1925]]||1927 |
||
|- |
|- |
||
||9.|| [[H.E.K Ezerman]]||[[1927]]|| |
||9.|| [[H.E.K Ezerman]]||[[1927]]||1928 |
||
|- |
|- |
||
||10.|| [[J.R.F Verschoor Van Niesse]]||[[1928]]|| |
||10.|| [[J.R.F Verschoor Van Niesse]]||[[1928]]||1931 |
||
|- |
|- |
||
||11.|| [[W.S. Teinbuch]]||[[1931]]|| |
||11.|| [[W.S. Teinbuch]]||[[1931]]||1933 |
||
|- |
|- |
||
||12.|| [[Ph. J. Van der Meulen]]||[[1933]]|| |
||12.|| [[Ph. J. Van der Meulen]]||[[1933]]||1936 |
||
|- |
|- |
||
||13.|| [[M.J. Ruyschaver]]||[[1936]]|| |
||13.|| [[M.J. Ruyschaver]]||[[1936]]||1940 |
||
|- |
|- |
||
||14.|| [[Reuvers]]||[[1940]]||[[1942]] |
||14.|| [[Reuvers]]||[[1940]]||[[1942]] |
||
Baris 44: | Baris 70: | ||
!No.!!Nama!!Dari!!Sampai |
!No.!!Nama!!Dari!!Sampai |
||
|- |
|- |
||
|| |
||15.|| [[Sagaf Jahja]]||1945||1945 |
||
|- |
|- |
||
|| |
||16.|| [[R. Inu Kertapati]]||[[1945]]||1950 |
||
|- |
|- |
||
|| |
||17.|| [[Bachsan]]||[[1950]]||1953 |
||
|- |
|- |
||
|| |
||18.|| [[Hoesin Puang Limbaro]]||[[1953]]||1954 |
||
|- |
|- |
||
|| |
||19.|| [[R. Sudono]]||[[1954]]||1955 |
||
|- |
|- |
||
|| |
||20.|| [[Djamin Datuk Bagindo]]||[[1955]]||[[1957]] |
||
|- |
|- |
||
|} |
|} |
||
== Perekonomian == |
|||
</onlyinclude> |
|||
[[Berkas:Na_de_bevrijding_van_Djambi_(Sumatra),_bleek_de_algemeen_beminde_Resident_Raden_,_Bestanddeelnr_15194.jpg|jmpl|Raden Inu Kertapati (paling kanan) selaku Residen Jambi ketika bersama pejabat [[Belanda]].]] |
|||
Pada awal kemerdekaan Indonesia, wilayah Keresidenan Jambi merupakan [[pelabuhan]] terbuka yang menerapkan [[barter]] sebagai sistem perdagangan. Semua pembayaran wajib kepada negara dihitung dengan nilai tukar [[Dolar Singapura]] dalam kegiatan [[ekspor]] dan [[impor]]. Harga barang di Keresidenan Jambi ditentukan oleh harga perdagangan karet yang diperdagangkan menggunakan Dollar. Dewan Perwakilan Rakyat Keresidenan Jambi kemudian memberikan kemudahan dalam perdagangan makanan kepada para pedagang skala kecil dengan memberikan kuasa kepada pemerintah Keresidenan Jambi untuk mengadakan pencetakan uang secara fotokopi. Bentuk dari uang yang dicetak ialah kupon uang kertas dengan nilai mata uang Rupiah senilai Rp. 0,50, Rp. 1, Rp. 2,50, Rp. 5, dan Rp. 10.{{Sfn|Wiwik S., dan Tarigan|2006|p=55-56}} |
|||
Keabsahaan [[uang kertas]] yang dicetak awalnya ditandai dengan keberadaan [[tanda tangan]] Inu Kertopati sebagai Residen Jambi di sisi kanan uang. Sementara di sisi kanan uang kertas harus terdapat tanda tangan dari salah satu anggota komisi percetakan uang. Namun cara ini kemudian dipermudah untuk menghemat waktu dan tenaga percetakan uang. Uang kertas dianggap sah cukup dengan adanya stempel Residen Jambi dan tanda tangan dari salah seorang anggota komisi percetakan uang untuk tiap nilai tertentu pada kupon.{{Sfn|Wiwik S., dan Tarigan|2006|p=56}} |
|||
== Pemanfaatan lahan == |
|||
=== Pembangunan sekolah === |
|||
Pada masa Hindia Belanda (1900–1928), Pemerintah Hindia Belanda mendirikan tiga jenis [[sekolah]] untuk [[pribumi]] di Keresidenan Jambi. Pertama, sekolah rakyat (''Volkschoool'') yang masa pendidikannya selama 3 tahun. Sekolah ini didirikan di desa-desa dalam wilayah Keresidenan Jambi. Kedua, [[sekolah dasar]] dengan masa pendidikan selama 5 tahun (Vervolgschool). Sekolah ini hanya didirikan di kawasan perkotaan pada tingkat [[onderafdeling]] di Keresidenan Jambi. Ketiga, Hollandsch-Inlandsche School (Sekolah Hindia Belanda) dengan masa pendidikan selama 7 tahun. Sekolah ini hanya didirikan di Kota Praja Jambi selaku ibu kota Keresidenan Jambi.{{Sfn|Wiwik S., dan Tarigan|2006|p=47}} |
|||
=== Pendirian suaka margasatwa === |
|||
Ketika Keresidenan Jambi masih menjadi bagian dari Hindia Belanda pada tahun 1935, ditetapkan pendirian [[suaka margasatwa]] bernama Suaka Margasatwa Berbak. Pendiriannya disahkan dengan penerbitan Staatsblad Nomor 521 Tahun 1935. Suaka Margasatwa Berbak ditetapkan seluas 190.000 ha.<ref>{{Cite book|last=Kusumasumantri|first=Pandji Yudistira|date=Maret 2022|url=https://ksdae.menlhk.go.id/assets/publikasi/Buku%20Peran%20Raja.pdf|title=Peranan Sultan dan Raja dalam Sejarah Konservasi Alam Indonesia|publisher=Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem|isbn=978-623-5273-02-0|pages=55|url-status=live}}</ref> |
|||
== Lihat Juga == |
== Lihat Juga == |
||
* [[Daftar Gubernur Jambi]] |
* [[Daftar Gubernur Jambi]] |
||
* [[Provinsi Jambi]] |
* [[Provinsi Jambi]] |
||
== Referensi == |
== Referensi == |
||
{{reflist}} |
|||
=== Catatan kaki === |
|||
{{Reflist}} |
|||
=== Daftar pustaka === |
|||
* {{Cite book|last=Abubakar, A., dkk.|date=2020|url=https://www.bi.go.id/id/bi-institute/publikasi/Documents/Buku_Sejarah_KPwBI_Palembang.pdf|title=‘Oedjan Mas’ di Bumi Sriwijaya|location=Jakarta|publisher=Bank Indonesia Institute|isbn=978-623-90661-4-7|editor-last=Sastrodinomo|editor-first=Kasijanto|ref={{sfnref|Abubakar, dkk.|2020}}|url-status=live}} |
|||
* {{Cite book|last=Pradjoko, D., dan Utomo, B. B.|first=|date=2013|url=http://rumahbelajar.id/Media/Dokumen/5cff5f5fb646044330d686d0/3c572800ae062d90f19b79548dbdeb4f.pdf|title=Atlas Pelabuhan-Pelabuhan Bersejarah di Indonesia|location=Jakarta|publisher=Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya|isbn=978-602-17497-5-3|editor-last=Djaenuderadjat|editor-first=Endjat|ref={{sfnref|Pradjoko dan Utomo|2013}}|url-status=live}} |
|||
* {{Cite book|last=Wiwik S., A., dan Tarigan, N.|url=https://repositori.kemdikbud.go.id/27184/1/MELAYU%20JAMBI%20SUATU%20KAJIAN%20SEJARAH%20ETNIS.pdf|title=Melayu Jambi: Suatu Kajian Sejarah Etnis|location=Tanjungpinang|publisher=Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjungpinang|isbn=978-979-1281-06-5|editor-last=Harto|editor-first=Zulkifli|ref={{sfnref|Wiwik S., dan Tarigan|2006}}|url-status=live}} |
|||
== Pranala luar == |
== Pranala luar == |
||
* {{id}} [http://www.jambiprov.go.id Website Resmi Pemerintah Provinsi Jambi] |
* {{id}} [http://www.jambiprov.go.id Website Resmi Pemerintah Provinsi Jambi] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20130905204059/http://www.jambiprov.go.id/ |date=2013-09-05 }} |
||
[[Kategori: |
[[Kategori:Keresidenan di Hindia Belanda|J|Karesidenan Jambi]] |
||
[[Kategori:Daftar Karesidenan Jambi|Jambi]] |
[[Kategori:Daftar Karesidenan Jambi|Jambi]] |
||
[[Kategori:Jambi]] |
Revisi terkini sejak 23 September 2024 07.23
Keresidenan Jambi (1906–1957) adalah sebuah keresidenan yang pernah didirikan di wilayah Provinsi Jambi, Indonesia. Awalnya, Keresidenan Jambi dibentuk oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk menggantikan kekuasaan Kesultanan Jambi yang telah berakhir. Residen pertama yang mengatur pemerintahan di Keresidenan Jambi bernama Oscar Louis Helfrich.
Pada tanggal 4 Maret 1942, seluruh wilayah Keresidenan Jambi telah dikuasai oleh pasukan pendudukan Jepang di Hindia-Belanda. Struktur pemerintahan yang dibuat oleh Belanda di Keresidenan Jambi tetap dipertahankan oleh pasukan Jepang tetapi diadakan pengubahan nama dan pengurangan jumlah jabatan.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Komite Nasional Indonesia menetapkan Sagaf Yahya sebagai residen pertama untuk Keresidenan Jambi pada tanggal 3 September 1945. Keresidenan Jambi kemudian mulai mengadakan perdagangan menggunakan mata uang Rupiah ketika Inu Kertapati menjabat sebagai residen Jambi. Pada bulan April 1946, Keresidenan Jambi dimasukkan sebagai bagian dari Sub Provinsi Sumatera Tengah, Provinsi Sumatera. Lalu pada tahun 1948, Keresidenan Jambi menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Tengah. Keresidenan Jambi kemudian berubah menjadi Provinsi Jambi pada tahun 1957 ketika Provinsi Sumatera Tengah dibagi menjadi tiga provinsi yang baru.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Masa Hindia Belanda
[sunting | sunting sumber]Peperangan antara Kesultanan Jambi dan Belanda telah berlangsung selama masa kekuasaan Sultan Thaha Syaifuddin. Pada tanggal 26 April 1904, Sultan Thaha Syaifuddin gugur dan dimakamkan di Muara Tebo.[1] Setelah meninggalnya Sultan Thaha Syaifuddin, Belanda berhasil menguasai wilayah-wilayah Kesultanan Jambi. Wilayah-wilayah ini kemudian dibentuk sebagai Keresidenan Jambi dan menjadi bagian dari Hindia Belanda. Pada tanggal 4 Mei 1906, diterbitkan Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 20 yang menetapkan Oscar Louis Helfrich sebagai Residen Jambi yang pertama. Pelantikannya diadakan pada tanggal 2 Juli 1906.[2]
Setelah meninggalnya Sultan Thaha Syaifuddin, Raden Mattaher masih melanjutkan peperangan Kesultanan Jambi melawan Belanda dengan mengikutsertakan panglima perang lainnya.[1] Namun pada tanggal 10 September 1907, Raden Mattaher gugur sehingga Belanda berhasil mengakhiri peperangan. Pasukan Belanda kemudian menghancurkan seluruh kompleks keraton Kesultanan Jambi yang berlokasi di lahan Masjid Agung Jambi. Setelah itu, seluruh bekas wilayah Kesultanan Jambi digabungkan dengan daerah Kerinci menjadi wilayah Keresidenan Jambi.[2]
Masa pendudukan Jepang
[sunting | sunting sumber]Pada tanggal 24 Februari 1942, Pasukan Udara Jepang berhasil menduduki Bengkulu yang sebelumnya telah ditinggalkan oleh pasukan Belanda. Pendudukan ini dilakukan dengan mengadakan serangan udara menggunakan pesawat pengebom. Pasukan Udara Jepang kemudian menduduki Bangko dan Rantau Panjang pada tanggal 26–27 Februari 1942 serta Muara Bungo pada tanggal 28 Februari 1942 untuk memasuki wilayah Keresidenan Jambi. Pada tanggal 2 Maret 1942, detasemen kedua dari pasukan Jepang yang dipimpin oleh Orita berhasil menguasai Muara Tebo. Detasemen ini kemudian menguasai Muara Rupit, Sarolangun dan Rawas. Pada tanggal 24 Februari, pasukan Jepang telah berhasil menduduki Kota Jambi.[3] Wilayah Keresidenan Jambi sepenuhnya dikuasai oleh pasukan Jepang pada tanggal 4 Maret 1942.[4]
Masa Pemerintah Indonesia
[sunting | sunting sumber]Pada tanggal 3 September 1945, Komite Nasional Indonesia mengadakan rapat umum pleno di Gedung Nanpo. Rapat ini menetapkan bahwa Pemerintah Indonesia menetapkan Sagaf Yahya sebagai residen di Keresidenan Jambi.[5] Pada bulan April 1946, diadakan Konferensi Komite Nasional Indonesia Seluruh Sumatera di Kota Bukittinggi. Konferensi ini menetapkan pembagian Provinsi Sumatera menjadi tiga sub provinsi yakni Sub Provinsi Sumatera Utara, Sub Provinsi Sumatera Tengah dan Sub Provinsi Sumatera Selatan. Masing-masing sub provinsi ini dipimpin oleh seorang gubernur muda. Dalam pembagian ini, Keresidenan Jambi menjadi bagian dari Sub Provinsi Sumatera Tengah yang ibu kotanya terletak di Kota Padang.[6]
Pada tahun 1948, Pemerintah Indonesia menetapkan pembentukan Provinsi Sumatera Tengah. Wilayah Keresidenan Jambi bersama dengan wilayah Keresidenan Riau dan Keresidenan Sumatera Barat ditetapkan menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Tengah. Pada tahun 1957, terjadi pengambilalihan pemerintahan Provinsi Sumatera Tengah oleh Dewan Banteng. Pemerintah Indonesia di Jakarat kemudian menanggapi dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1957. Peraturan ini menetapkan pembagian Provinsi Sumatera Tengah menjadi tiga provinsi baru, yakni Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Riau, dan Provinsi Jambi.[7]
Wilayah
[sunting | sunting sumber]Pada awal kemerdekaan Indonesia, Keresidenan Jambi menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Tengah.[8] Wilayah Keresidenan Jambi mencakup satu kota praja dan dua kabupaten yakni Kota Praja Jambi, Kabupaten Merangin dan Kabupaten Batanghari.[9] Ibu kota Keresidenan Jambi pada masa ini terletak di Kota Praja Jambi.[8]
Pemerintahan
[sunting | sunting sumber]Struktur pemerintahan Keresidenan Jambi yang dibuat oleh Belanda tetap dipertahankan oleh Jepang ketika memerintah di Indonesia sejak peralihan kekuasaan pada tanggal 9 Maret 1942. Namun Pemerintah Jepang melakukan penukaran nama wilayah dan pejabat di Keresidenan Jambi. Nama keresidenan yang dipimpin oleh residen diubah menjadi syu yang dipimpin oleh syucokan. Nama onderafdeling yang dipimpin oleh controleur diubah menjadi gun yang dipimpin oleh gunco. Nama onderdistrik yang dipimpin oleh asisten demang diubah menjadi son yang dipimpin oleh fuku gunco. Selain itu, Pemerintah Jepang menghilangkan jabatan asisten residen yang sebelumnya memimpin wilayah afdeling.[10]
Adapun nama Residen Jambi mulai dari masa Hindia Belanda hingga masa setelah kemerdekaan Indonesia adalah sebagai berikut:[11]
Masa Penjajahan Belanda | |||
---|---|---|---|
No. | Nama Residen | Dari | Sampai |
1. | O.L. Helfrich | 1906 | 1908 |
2. | A.J.N. Engelenberg | 1908 | 1910 |
3. | Th. A.L. Heyting | 1910 | 1913 |
4. | AL. Kamerling | 1913 | 1915 |
5. | H.E.C. Quast | 1915 | 1918 |
6. | H.L.C Petri | 1918 | 1923 |
7. | C. Poortman | 1923 | 1925 |
8. | G.J. Van Dongen | 1925 | 1927 |
9. | H.E.K Ezerman | 1927 | 1928 |
10. | J.R.F Verschoor Van Niesse | 1928 | 1931 |
11. | W.S. Teinbuch | 1931 | 1933 |
12. | Ph. J. Van der Meulen | 1933 | 1936 |
13. | M.J. Ruyschaver | 1936 | 1940 |
14. | Reuvers | 1940 | 1942 |
Masa Kemerdekaan Indonesia | |||
No. | Nama | Dari | Sampai |
15. | Sagaf Jahja | 1945 | 1945 |
16. | R. Inu Kertapati | 1945 | 1950 |
17. | Bachsan | 1950 | 1953 |
18. | Hoesin Puang Limbaro | 1953 | 1954 |
19. | R. Sudono | 1954 | 1955 |
20. | Djamin Datuk Bagindo | 1955 | 1957 |
Perekonomian
[sunting | sunting sumber]Pada awal kemerdekaan Indonesia, wilayah Keresidenan Jambi merupakan pelabuhan terbuka yang menerapkan barter sebagai sistem perdagangan. Semua pembayaran wajib kepada negara dihitung dengan nilai tukar Dolar Singapura dalam kegiatan ekspor dan impor. Harga barang di Keresidenan Jambi ditentukan oleh harga perdagangan karet yang diperdagangkan menggunakan Dollar. Dewan Perwakilan Rakyat Keresidenan Jambi kemudian memberikan kemudahan dalam perdagangan makanan kepada para pedagang skala kecil dengan memberikan kuasa kepada pemerintah Keresidenan Jambi untuk mengadakan pencetakan uang secara fotokopi. Bentuk dari uang yang dicetak ialah kupon uang kertas dengan nilai mata uang Rupiah senilai Rp. 0,50, Rp. 1, Rp. 2,50, Rp. 5, dan Rp. 10.[12]
Keabsahaan uang kertas yang dicetak awalnya ditandai dengan keberadaan tanda tangan Inu Kertopati sebagai Residen Jambi di sisi kanan uang. Sementara di sisi kanan uang kertas harus terdapat tanda tangan dari salah satu anggota komisi percetakan uang. Namun cara ini kemudian dipermudah untuk menghemat waktu dan tenaga percetakan uang. Uang kertas dianggap sah cukup dengan adanya stempel Residen Jambi dan tanda tangan dari salah seorang anggota komisi percetakan uang untuk tiap nilai tertentu pada kupon.[13]
Pemanfaatan lahan
[sunting | sunting sumber]Pembangunan sekolah
[sunting | sunting sumber]Pada masa Hindia Belanda (1900–1928), Pemerintah Hindia Belanda mendirikan tiga jenis sekolah untuk pribumi di Keresidenan Jambi. Pertama, sekolah rakyat (Volkschoool) yang masa pendidikannya selama 3 tahun. Sekolah ini didirikan di desa-desa dalam wilayah Keresidenan Jambi. Kedua, sekolah dasar dengan masa pendidikan selama 5 tahun (Vervolgschool). Sekolah ini hanya didirikan di kawasan perkotaan pada tingkat onderafdeling di Keresidenan Jambi. Ketiga, Hollandsch-Inlandsche School (Sekolah Hindia Belanda) dengan masa pendidikan selama 7 tahun. Sekolah ini hanya didirikan di Kota Praja Jambi selaku ibu kota Keresidenan Jambi.[14]
Pendirian suaka margasatwa
[sunting | sunting sumber]Ketika Keresidenan Jambi masih menjadi bagian dari Hindia Belanda pada tahun 1935, ditetapkan pendirian suaka margasatwa bernama Suaka Margasatwa Berbak. Pendiriannya disahkan dengan penerbitan Staatsblad Nomor 521 Tahun 1935. Suaka Margasatwa Berbak ditetapkan seluas 190.000 ha.[15]
Lihat Juga
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Pradjoko dan Utomo 2013, hlm. 122.
- ^ a b Pradjoko dan Utomo 2013, hlm. 123.
- ^ Abubakar, dkk. 2020, hlm. 119-120.
- ^ Abubakar, dkk. 2020, hlm. 120.
- ^ Wiwik S., dan Tarigan 2006, hlm. 50.
- ^ Wiwik S., dan Tarigan 2006, hlm. 51-52.
- ^ Asnan, Gusti (2011). "Regionalisme, Historiografi, dan Pemetaan Wilayah: Sumatera Barat Tahun 1950-an". Dalam van Bemmelen, S., dan Raben, R. Antara Daerah dan Negara: Indonesia Tahun 1950‑an (Pembongkaran Narasi Besar Integrasi Bangsa). Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia dan KITLV‑Jakarta. hlm. 110.
- ^ a b Wiwik S., dan Tarigan 2006, hlm. 44.
- ^ Nazir, M., dkk. (1993). Ghazali, Zulfikar, ed. Sejarah Pengaruh Pelita terhadap Kehidupan Masyarakat Pedesaan di Daerah Jambi (PDF). Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. hlm. 9.
- ^ Wiwik S., dan Tarigan 2006, hlm. 39-40.
- ^ "Profil Sejarah - PEMDA JAMBI". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-25. Diakses tanggal 2012-04-02.
- ^ Wiwik S., dan Tarigan 2006, hlm. 55-56.
- ^ Wiwik S., dan Tarigan 2006, hlm. 56.
- ^ Wiwik S., dan Tarigan 2006, hlm. 47.
- ^ Kusumasumantri, Pandji Yudistira (Maret 2022). Peranan Sultan dan Raja dalam Sejarah Konservasi Alam Indonesia (PDF). Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem. hlm. 55. ISBN 978-623-5273-02-0.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Abubakar, A., dkk. (2020). Sastrodinomo, Kasijanto, ed. ‘Oedjan Mas’ di Bumi Sriwijaya (PDF). Jakarta: Bank Indonesia Institute. ISBN 978-623-90661-4-7.
- Pradjoko, D., dan Utomo, B. B. (2013). Djaenuderadjat, Endjat, ed. Atlas Pelabuhan-Pelabuhan Bersejarah di Indonesia (PDF). Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya. ISBN 978-602-17497-5-3.
- Wiwik S., A., dan Tarigan, N. Harto, Zulkifli, ed. Melayu Jambi: Suatu Kajian Sejarah Etnis (PDF). Tanjungpinang: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjungpinang. ISBN 978-979-1281-06-5.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- (Indonesia) Website Resmi Pemerintah Provinsi Jambi Diarsipkan 2013-09-05 di Wayback Machine.