Djaelani Naro: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
→cleanup: -> non-notable subjects; fixed infobox |
||
(304 revisi perantara oleh 49 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{Infobox Officeholder |
{{Infobox Officeholder |
||
|name = Djaelani Naro |
|name = Djaelani Naro |
||
|image = |
|image = Jailani Naro 1987 PPP.jpg |
||
|imagesize = 200px |
|imagesize = 200px |
||
|alt = |
|alt = |
||
|caption = |
|caption = |
||
Baris 10: | Baris 10: | ||
|term_end = Maret 1998 |
|term_end = Maret 1998 |
||
|president = [[Soeharto]] |
|president = [[Soeharto]] |
||
|1blankname =Ketua Dewan |
|1blankname = Ketua Dewan |
||
|1namedata =[[Sudomo]] |
|1namedata = [[Sudomo]] |
||
|office1 |
|office1 = [[Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat]]/Majelis Permusyawaratan Rakyat |
||
|order1 |
|order1 = |
||
|term_start1 |
|term_start1 = [[1 Oktober]] [[1977]] |
||
|term_end1 |
|term_end1 = [[23 Maret]] [[1978]] |
||
|president1 |
|president1 = [[Soeharto]] |
||
|1blankname1 |
|1blankname1 = Ketua MPR/DPR |
||
|1namedata1 |
|1namedata1 = [[Adam Malik]] |
||
|president2 |
|president2 = [[Soeharto]] |
||
|1blankname2 |
|1blankname2 = Ketua MPR/DPR |
||
|1namedata2 |
|1namedata2 = [[Idham Chalid]] |
||
|term_start2 |
|term_start2 = [[1 Oktober]] [[1972]] |
||
|term_end2 |
|term_end2 = [[1 Oktober]] [[1977]] |
||
|office3 |
|office3 = [[Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat]] Gotong Royong |
||
|order3 |
|order3 = |
||
|president3 |
|president3 = [[Soeharto]] |
||
|term_start3 |
|term_start3 = [[1971]] |
||
|term_end3 |
|term_end3 = [[1 Oktober]] [[1972]] |
||
|1blankname3 |
|1blankname3 = Ketua DPRGR |
||
|1namedata3 |
|1namedata3 = Achmad Sjaichu |
||
|office4 |
|office4 = Partai Persatuan Pembangunan{{!}}Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan |
||
|order4 |
|order4 = ke-2 |
||
|term_start4 |
|term_start4 = [[1978]] |
||
|term_end4 |
|term_end4 = [[1989]] |
||
|predecessor4 |
|predecessor4= [[Mohammad Syafa'at Mintaredja]] |
||
|successor4 |
|successor4 = [[Ismail Hassan Metareum]] |
||
|birth_name = Djaelani Naro |
|birth_name = Djaelani Naro |
||
|birth_date = {{Birth date|1929|1|3}} |
|birth_date = {{Birth date|1929|1|3}} |
||
|birth_place = |
|birth_place = [[Kota Palembang|Palembang]], [[Sumatera Selatan]], [[Hindia Belanda]] |
||
|death_date = {{Death date and age|2000|10|28|1929|1|3}} |
|death_date = {{Death date and age|2000|10|28|1929|1|3}} |
||
|death_place = |
|death_place = [[Jakarta]] |
||
|nationality = |
|nationality = <!-- Hanya untuk warga negara; atau pihak asing --> |
||
|other_names = John Naro |
|||
|alma_mater = |
|alma_mater = |
||
|occupation = [[Politisi]] |
|occupation = [[Politisi]] |
||
|party = [[Parmusi]] (1968–1973)<br>[[Partai Persatuan Pembangunan]] (1973–1999)<br>[[Partai Persatuan]] (1999–2000) |
|||
|known_for = |
|known_for = |
||
|religion = <!-- Kosongkan bagian ini; kolom terkait Suku, Agama dan Ras telah dinonaktifkan --> |
|||
|religion = [[Islam]] |
|||
|spouse = Andalia Tirtaamidjaja |
|spouse = Andalia Tirtaamidjaja |
||
|parents = |
|parents = |
||
|children = <!-- Baris ini diisi hanya jumlah anak; hanya nama anak yang secara independen sudah terkenal atau telah memiliki artikelnya di Wikipedia; bila ada rujukan/referensi, uraikan pada artikel -->3 |
|||
}} |
}} |
||
'''Djaelani Naro''', yang lebih populer dengan nama '''HJ. Naro''' atau '''John Naro''' ({{lahirmati|[[Kota Palembang|Palembang]], [[Sumatera Selatan]]|3|1|1929|[[Jakarta]]|28|10|2000}}) adalah seorang mantan jaksa yang kemudian menjadi [[politisi]] [[Indonesia]]. |
|||
'''Djaelani Naro''', ({{lahirmati||3|1|1929||28|10|2000}}) yang lebih populer dengan nama '''HJ. Naro''' atau '''John Naro''' ({{lahirmati|[[Kota Palembang|Palembang]], [[Sumatera Selatan]]|3|1|1929|[[Jakarta]]|28|10|2000}}) adalah seorang mantan jaksa yang kemudian menjadi [[politisi]] [[Indonesia]]. |
|||
Ia pernah menjabat sebagai Wakil Ketua DPR/MPR selama dua periode, Wakil Ketua [[Dewan Pertimbangan Agung]] (DPA) dan Ketua Umum [[Partai Persatuan Pembangunan]] (PPP) pada masa [[Orde Baru]].<ref name="Liputan 6">[http://news.liputan6.com/read/2885/pagi-ini-pemakaman-naro-di-makam-pahlawan "Pagi Ini Pemakaman Naro di Makam Pahlawan"] ''[[Liputan6.com]]''. 29-10-2000. Diakses 6-11-2014.</ref> |
Ia pernah menjabat sebagai Wakil Ketua DPR/MPR selama dua periode, Wakil Ketua [[Dewan Pertimbangan Agung]] (DPA) dan Ketua Umum [[Partai Persatuan Pembangunan]] (PPP) pada masa [[Orde Baru]].<ref name="Liputan 6">[http://news.liputan6.com/read/2885/pagi-ini-pemakaman-naro-di-makam-pahlawan "Pagi Ini Pemakaman Naro di Makam Pahlawan"] ''[[Liputan6.com]]''. 29-10-2000. Diakses 6-11-2014.</ref> |
||
== |
== Kehidupan awal == |
||
Naro lahir di [[Kota Palembang|Palembang]], [[Sumatera Selatan]], sebagai anak dari Haji Datoek Naro, mantan pegawai [[Kementerian Pertanian Republik Indonesia|Departemen Pertanian]] yang berasal dari [[Kabupaten Solok|Solok]], [[Sumatera Barat]].<ref name=PDAT>{{cite web|url=https://ahmad.web.id/sites/apa_dan_siapa_tempo/profil/J/20030620-37-J_2.html|title=Apa dan Siapa: JAILANI Naro|author=PDAT|year=2004|website=Ahmad|access-date=23 May 2019}}{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> |
|||
=== Kehidupan pribadi === |
|||
HJ. Naro lahir di Palembang, Sumatera Selatan pada [[3 Januari]] 1929. Ia menikah dengan seorang perempuan bernama Andalia Tirtaamidjaja SH Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, putri kedua Meester in the Rechten Moh Hussein Tirtaamidjaja keturunan DALEM ARIA TIRTA bin DALEM CIKUNDUL Cicit PRABU SILIWANGI SRI BADUGA MAHARAJA bin PRABU NISKALA DEWA WASTU KENCANA yg jadi Hakim Agung periode 1945-1960 yg melantik Presiden Soekarno bersama Ketua M A MR Kusumah Atmadja pada 19 Agustus 1945 , yg menjadi saksi Pernikahan adalah Waperdam/Wakil Perdana Mentri Jenderal TNI Tituler Chairul Saleh yg juga Ketua Pasukan Bambu Runcing Mantan Mentri Urusan Legiun Veteran di jl Imam Bonjol no 80 Menteng, Jakarta 25 Oktober 1961 |
|||
Semasa mudanya, ia menjadi anggota [[Tentara Pelajar]] di Sumatera Selatan. Setelah pengakuan Indonesia, ia berangkat ke [[Yogyakarta]] untuk kuliah di [[Universitas Gadjah Mada]]. Akhirnya, dia tidak menyelesaikan studinya dan pergi ke [[Jakarta]] untuk belajar hukum di [[Universitas Indonesia]]. Ia juga bergabung dengan Gerakan Mahasiswa Jakarta (GMD) dan Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia.<ref name=PDAT/> |
|||
Naro meninggal dunia pada [[28 Oktober]] 2000 setelah dirawat secara intensif di Rumah Sakit Pelni Petamburan, [[Jakarta Pusat]]. Jenazahnya kemudian dimakamkan di [[Taman Makam Pahlawan Kalibata]], [[Jakarta Selatan]].<ref name="Liputan 6"/> |
|||
=== Pendidikan === |
=== Pendidikan === |
||
Sarjana Muda Hukum Universitas Gajah Mada, Sarjana Hukum Universitas Indonesia, Kursus Dinas Reserse, Kursus Orientasi Lembaga Administrasi Negara, Doctor (HC) Ilmu Hukum dan Politik China Academi, Taipei |
|||
* Sarjana Muda Hukum [[Universitas Gadjah Mada]], |
|||
=== Karier === |
|||
* Sarjana Hukum [[Universitas Indonesia]], |
|||
* Kursus Dinas Reserse, |
|||
* Kursus Orientasi Lembaga Administrasi Negara, |
|||
* Doctor (HC) Ilmu Hukum dan Politik China Academy, Taipei. |
|||
== Awal karier == |
|||
Setelah meraih gelarnya, Naro melamar kerja di [[Kejaksaan negeri|Kejaksaan Negeri]]. Setelah beberapa tahun, ia menjadi Kepala Kantor Pengadilan Tinggi Jakarta dan Kepala Kejaksaan Negeri [[Denpasar]] pada tahun 1962.<ref name=PDAT/> |
|||
== Karier politik == |
|||
=== Parmusi === |
|||
Naro masuk [[Parmusi]] pada tahun 1968, pada saat pembentukan partai. Ia menjadi salah satu ketua urusan partai, mewakili Jamiatul [[Al Washliyah|al-Washliyah]]. Ia menjadi ketua umum partai setelah bekerja sama dengan [[Imron Kadir]] untuk mengambil alih kepemimpinan partai dari [[Djarnawi Hadikusuma]]. Setelah menjadi orang nomor satu di partai itu, ia mengeluarkan Djarnawi dari partai. Pemerintah menanggapi pada tahun 1970 dengan menurunkan Naro dari ketua menjadi wakil ketua dan menempatkan [[Mohammad Syafa'at Mintaredja|H.M.S. Mintaredja]] di kursi ketua partai.<ref name="PDAT" /> |
|||
Tiga tahun kemudian, Parmusi bergabung dengan [[Partai Persatuan Pembangunan]], dan H.M.S. Mintaredja menjadi ketua pertama partai. Naro mengikuti jejak Mintaredja, dan menjadi salah satu petinggi partai.<ref name=PDAT/> |
|||
=== Partai Persatuan Pembangunan === |
|||
== Rujukan == |
|||
[[Berkas:Chairman and Vice Chairman of DPR, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Periode 1971 - 1977, p12.jpg|jmpl|Naro berfoto sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Naro berada di urutan kedua dari kiri.]] |
|||
{{Reflist}} PENGALAMAN KERJA Jaksa Kejari Karawang,Kepala KEJARI SINGARAJA Bali, Kepala Dinas Reserse KEJATI Jakarta, Jaksa PEPERTI, Anggota Lembaga Pimpinan Hukum Nasional 1965, Pimpinan Umum Harian Jiwa Proklamasi 1965, Inspektur Jenderal Departemen Kehakiman 1966-1968, Pimpinan Umum Harian Pancasila 1968 , Anggota DPR -GR 1968-1971, Anggota Staf Ahli Mentri Kehakiman 1968-1971, Wakil Ketua DPR-RI 1971-1978, Wakil Ketua MPR-RI 1972-1978, Wakil Ketua DPA-RI 1978-1983, Pembina Utama Madya Departemen Kehakiman 1978, Pembina Utama Departemen Kehakiman 1983, Wakil Ketua DPA-RI 1983- 1987, Wakil Ketua MPR/DPR-RI 1987-1992, Calon Wakil Presiden RI pada Sidang Umum MPR-RI Maret 1988 melawan Cawapres Sudharmono |
|||
==== Konflik internal dengan Nahdlatul Ulama ==== |
|||
{{negara-bio-stub|Indonesia}} RIWAYAT PERJUANGAN Wakil Komandan Tentara Pelajar Sumatra Selatan BRIGADE GARUDA HITAM semasa Revolusi Phisik tahun 1945 di Palembang yg menjadi bagian Pendiri KODAM SRIWIJAYA , Anggota Veteran Pejuang Kemerdekaan RI. |
|||
Tahun-tahun pertama partai ini diwarnai oleh konflik internal antara bekas parpol yang sempat melebur ke dalam partai. Naro dan lainnya yang berasal dari Parmusi, menyebut dirinya sebagai Fraksi Muslimin Indonesia (MI) di Partai Persatuan Pembangunan.<ref>{{harvnb|Aziz|2006|pp=92–93}}</ref> Belakangan, MI menjadi salah satu fraksi terbesar di partai yang kerap berselisih dengan [[Nahdlatul Ulama|NU]] (Nahdlatul Ulama).<ref name="Romli 2006 64–67">{{harvnb|Romli|2006|pp=64–67}}</ref> |
|||
Peluang Naro menjadi ketua umum partai semakin besar setelah Fraksi NU dari PPP ''walk out'' pada Sidang Umum MPR 1978. Setelah keluar, Mintaredja digusur sebagai ketua PPP oleh pemerintah melalui manipulasi politik yang dirancang oleh [[Ali Murtopo]], dan pemerintah menggantinya dengan Naro. Tanpa rapat atau ''muktamar'', Naro mendeklarasikan dirinya sebagai ketua PPP dengan dukungan pemerintah.<ref>{{harvnb|Bruinessen|1994|p=105}}</ref> |
|||
Setelah Naro menjadi ketua umum, ia menetralkan vokalisme Fraksi NU di dalam partai. Naro memastikan bahwa tidak ada anggota partai yang memiliki sumber kekuatan independen, dan secara efektif memusatkan semua saluran patronase untuk dirinya sendiri. Pukulan terhadap Fraksi NU oleh Naro semakin besar karena permusuhan pemerintah dan militer terhadap anggota NU, terutama pengusaha kecil dan pedagang yang mendukung NU.<ref name="Bruinessen 1994 108">{{harvnb|Bruinessen|1994|p=108}}</ref> Pemerintah mengubah dukungannya kepada [[Muhammadiyah]], organisasi Islam yang lebih modern.<ref>{{harvnb|Bruinessen|1994|p=107}}</ref> |
|||
PENGALAMAN ORGANISASI Pimpinan Gerakan Mahasiswa Jakarta 1964, Sekretaris Jenderal Persatuan Jaksa 1959, Sekretaris II PERSAHI 1966, Pendiri KASI, Ketua Majelis Politik P B Al-Washliyah 1965, Ketua DPP Partai Muslimin Indonesia, Anggota Dewan Nasional Angkatan 45, KETUA UMUM DPP Partai Persatuan Pembangunan |
|||
1979-1984, 1984-1989 Hasil Muktamar 1 PPP, KETUA UMUM Pimpinan Pusat Muslimin Indonesia (MI) |
|||
Puncak permusuhan Naro terhadap NU memuncak pada [[pemilihan umum legislatif Indonesia 1982]]. Saat pembentukan caleg sementara pemilu legislatif tahun 1981, Naro mengurangi proporsi caleg PPP dari fraksi NU, dan menempatkan nama-nama fraksi NU jauh di bawah daftar, begitu rendah sehingga tidak mungkin mereka masuk terpilih.<ref name="Bruinessen 1994 108"/> Kejadian ini memperparah konflik antara Fraksi MI dengan Fraksi NU, dan pada tahun 1984, setelah muktamar pertama partai, NU secara resmi mundur dari partai PPP.<ref>{{harvnb|Bruinessen|1994|p=109}}</ref> |
|||
PENDIRI GERAKAN PEMUDA KA^BAH (GPK ) tanggal 21 April 1982 , 2 minggu sebelum Pemilihan Umum 1982 Tanggal 2 Mei. |
|||
GERAKAN PEMUDA KA^BAH (GPK) merupakan Onderbouw PPP didirikan dengan tujuan Menghadapi AMPI (Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia) yg didirikan oleh Mentri Penerangan Letjen TNI AD(Purn) Ali Moertopo, Tokoh Intelijen, mantan Kepala Opsus/ Waka BAKIN,yang bercita-cita menggantikan Presiden Soeharto. Sehingga AMPI diplesetkan berarti Ali Moertopo Presiden Indonesia. Sayangnya Ali Moertopo meninggal pada tanggal 15 Mei 1984. Ketua Umum PP GPK dijabat oleh dr. A Muis A Y dgn Sekjen Moh Buang S H. |
|||
==== Muktamar Pertama Partai Persatuan Pembangunan ==== |
|||
Pendirian GPK penuh rintangan antara lain dari Menpora Abdul Ghafur, Ketua Umum Ansor Chalid Mawardi maupun dari Ketua Umum DPP KNPI Aulia Rahman yg khawatir GPK akan ikut memenangkan PPP. Tidak tanggung tanggung Raja Dangdut Rhoma Irama Keluar dari PPP karena ditolak menjadi Ketua Umum GPK. Mentri Penerangan Letjen TNI AD (pur) Ali Moertopo yg dikenal sebagai jagal Orde Baru sempat mengancam Presiden PPP DR KH Idham Khalid dan Ketua Umum DPP PPP DR HJ NARO SH bila menghadiri kampanye putaran akhir PPP di Lapangan Parkir Timur Senayan. |
|||
Muktamar pertama partai yang mengesahkan Naro sebagai ketua, diwarnai dengan konflik, bahkan sebelum muktamar digelar. Dalam persiapannya, Naro membentuk panitia muktamar tanpa berkonsultasi dengan ketua umum partai, [[Idham Chalid]], menyebabkan panitia tersebut menjadi tidak sah dan tidak diakui oleh jajaran partai.<ref name="Romli 2006 64–67"/> |
|||
==== Penerimaan Pancasila ==== |
|||
DR KH Idham Khalid yg menjabat Ketua DPA-RI dan pernah menjabat Wakil Perdana Mentri di jaman Soekarno tidak dapat hadir mengingat ancaman tersebut sangat serius dan memberi amanat sepenuhnya kepada Wakil Presiden PPP yg juga Ketua Umum DPP PPP DR H J NARO SH untuk Hadir dan Pidato didepan Kader-Kader dan Simpatisan Partai PPP yg berjumlah jutaan yg Menghijaukan Jakarta dengan jaket dan atribut2 Kampanye yang berwarna hijau yang ingin Memenangkan kembali PPP di DKI Jakarta pada Pemilu 1977 |
|||
Pada 1980-an, [[Soeharto]] mendorong partai politik untuk menerima [[Pancasila]] sebagai satu-satunya ideologi, menciptakan konsep asas tunggal. Konsep ini pertama kali disampaikan pada pidato Soeharto di rapat [[ABRI]] 27 Maret 1980 dan pada HUT [[Kopassus]] pada 16 April 1980. Konsep tersebut secara resmi disampaikan pada tahun 1983, dan disahkan menjadi undang-undang pada tahun 1985. Semua partai politik dan ormas harus memegang Pancasila sebagai ideologi dan satu-satunya prinsip, mengesampingkan ideologi lain yang dipegang sebelumnya.<ref>{{harvnb|Aziz|2006|pp=5}}</ref> |
|||
Meski Naro didukung oleh pemerintah dan pihaknya menerima prinsip tunggal, Naro menolak konsep tersebut. Ia menolak perubahan lambang partai, dari Ka'bah menjadi bintang. Penolakan ini digunakan oleh faksi Soedardji, oposisi internal pemerintahan Naro, untuk mendelegitimasi dia. Soedardji gagal menggulingkan Naro dari ketuanya, dan Soedardji membentuk Dewan Pimpinan Pusat yang baru, menyebabkan dualisme di dalam partai.<ref name="Romli 2006 64–67"/> Soedardji menuntut Naro mengadakan muktamar luar biasa untuk mengakhiri konflik di partai.<ref name=PDAT/> |
|||
==== Calon Wakil Presiden ==== |
|||
Yang berakibat dicopotnya Gubernur DKI Ali Sadikin karna menolak memenangkan Golkar dan Golkar kalah Di DKI Di muka Presiden Soeharto yg berdomisili di DKI walau Golkar menang Mayoritas Di daerah2 lain. Kemenangan PPP di DKI pada Pemilu 1977 menjadikan kesempatan untuk mempunyai Kursi Gubernur DKI, tetapi karena kemarahan Soeharto pada PPP membuat kursi Gubernur DKI hilang, Ali Moertopo Kepala Opsus pernah menawarkan kursi Gubernur DKI kepada DR HJ NARO SH dg syarat melepas jabatan Ketua DPP PPP, tapi ditolak mengingat Karir sebagai Politisi lebih penting dari jabatan Gubernur pada waktu itu , pada tahun 1981 Setelah 4 tahun DPP PPP ditawari kursi Wagub oleh Ketua Dewan Pembina Golkar Soeharto supaya jangan ada kesan Golkar Serakah , DR HJ NARO SH yg telah menjabat Ketua Umum DPP PPP sejak 1979 menggantikan MINTARDJA SH dari MI/Muslimin Indonesia penerus Masyumi mengambil Inisiatif menyeleksi Kader2 PPP yg mampu dg syarat Pegawai Negri Golongan minimal 4 A, ternyata yg ada terbatas sehingga Ketua Umum DR HJ NARO memaksakan sdr Asmawi Manaf dari Nahdlatul Ulama/NU PNS Depag Golongan 3 C menjadi Penjabat Wagub DKI dg melobi Golkar dan ABRI dan mendapat Persetujuan DPRD DKI, sedangkan Gubernur DKI sejak 1977 dijabat Letjen TNI Pur Cokropranolo mantan Sekretaris Militer Presiden Soeharto |
|||
[[Berkas:DPR Members 1987 Sworn In.jpg|jmpl|Sidang umum Dewan Perwakilan Rakyat tahun 1987.]] |
|||
Sebagai ketua umum PPP, Naro dicalonkan sebagai calon wakil presiden untuk masa jabatan kelima Soeharto. Naro tampaknya didukung oleh dukungan pribadi angkatan bersenjata. Penantangnya adalah [[Sudharmono]], yang dicalonkan [[Golkar]], dan didukung secara resmi oleh [[ABRI]], Utusan Daerah, dan [[Partai Demokrasi Indonesia]]. Para pendukung Sudharmono membujuknya untuk mundur dari pencalonan, agar Sudharmono diangkat sebagai wakil presiden oleh Soeharto, dan sidang MPR bisa selesai tepat waktu.<ref>{{harvnb|Pour|1993|p=535}}</ref> |
|||
Adanya peristiwa Lapangan Banteng ikut mempengaruhi keputusan2 yg ditetapkan para elite politik. PEMILU 1982 adalah pemilu terpanas mengingat aksi Pembakaran mobil-mobil yang beratribut Golkar yg masuk ke Daerah Tanah Abang, sebagai balasan kaca mobil pecah ketika konvoi PPP melewati kantor DPD Golkar DKI di Menteng. Ketua DPW P PP DKI dijabat oleh Drs Nur Widjojo sedangkan Ketua DPD Golkar DKI dijabat Mayjen TNI AD (Pur) H. Achmadi. |
|||
Soeharto mengintervensi pembahasan calon wakil presiden dengan mengatakan bahwa "calon yang memperkirakan dirinya tidak akan memperoleh suara mayoritas untuk pemilu harus mundur". [[B.M. Diah]] menjelaskan, pernyataan Soeharto mengharapkan pengunduran diri calon tersebut "memberi lebih banyak ruang bagi mereka yang pasti terpilih dengan suara terbanyak".<ref>{{harvnb|Pour|1993|p=547}}</ref> Namun, Naro tetap bersikeras untuk mencalonkan diri, dengan alasan bahwa Soeharto tidak memberinya isyarat untuk mundur.<ref name="Pour 1993 548">{{harvnb|Pour|1993|p=548}}</ref> |
|||
GERAKAN PEMUDA KA^BAH dipaksa Pemerintah Soeharto mengganti Lambang KA^BAH dan Nama KA^BAH mengikuti PPP mengganti penggunaan Lambang KA^BAH dengan alasan Pemerintah berbau Arab, PPP dan GERAKAN PEMUDA KA^BAH ganti memakai Lambang BINTANG dari PANCASILA Berdasarkan UU Parpol dan Golkar dan UU Keormasan tahun 1985. GERAKAN PEMUDA KA^BAH mengganti nama menjadi GENERASI MUDA PERSATUAN ( GMP) pada tahun 1986 dgn Ketua Umum Moh. Buang SH, Wakil Ketua Umum H M HUSSEIN NARO dan Sekjen Djoko Kertopati SH. |
|||
Pada 10 Maret, menjelang pemilihan wakil presiden di MPR, tiga orang PPP bertemu dengan Soeharto. Keesokan paginya, Fraksi PPP mengirimkan surat kepada Ketua MPR yang menyatakan mundurnya pencalonan Naro sebagai Wakil Presiden. Surat itu dibacakan saat sidang MPR pemilihan wakil presiden.<ref name="Pour 1993 548"/> Hal ini membuat Sudharmono menjadi satu-satunya calon wakil presiden, dan dilantik pada malam yang sama.<ref name="Pour 1993 549">{{harvnb|Pour|1993|p=549}}</ref> |
|||
Pada tahun 1987 karena usia pensiun Ketua Umum dijabat HM HUSSEIN NARO yang menetapkan Pimpinan GMP DKI dengan Ketua adalah Djaafar Badjeber dgn Sekretaris Sasap Al Satuman Dengan tugas memenangkan PPP pada Pemilu 1987 Di DKI dan karena KETUA UMUM DPP PPP DR HJ NARO SH menjadi Caleg DKI no 1 , dg menyitir ucapan Panglima Tentara Amerika Pada Perang Dunia ke 2 Jenderal DOUGLAS MC ARTHUR I Shall Return pada seluruh jajaran GMP se DKI pada PIDATO PELANTIKAN dan PENGAMBILAN SUMPAH JABATAN Mengulang kemenangan PPP pada Pemilu 1977 di GRAHA PURNA YUDHA, Semanggi |
|||
Usai sidang, Naro ditanya wartawan soal mundurnya pencalonan wakil presiden. Naro mengklaim bahwa dia tidak mundur, dan membandingkan dirinya dengan petinju yang "dihentikan oleh [[promotor]]".<ref name="Pour 1993 549"/> |
|||
TANDA-TANDA JASA |
|||
BINTANG GERILYA, Satya Lencana Perang Kemerdekaan I, Satya Lencana Perang Kemerdekaan II, Satya Lencana Sapta Marga, Satya Lencana Satya Dharma, Satya Lencana Wira Dharma, Satya Lencana Penegak, BINTANG MAHAPUTRA UTAMA, BINTANG GWANG HWA MEDAL MERIT DIPLOMATIC SERVICE dari Presiden KOREA SELATAN Jenderal Park Chung Hee dalam rangka Pembukaan Kedutaan Besar Korea Selatan di Indonesia dan Kedutaan Besar R I di Korea Selatan, BINTANG MAHAPUTRA ADI PRADANA, BINTANG BERNARDO O^HIGGINS dari Presiden CHILE Jenderal Augusto Pinnochet dalam rangka Peningkatan Perdagangan Kedua Negara |
|||
Sebagai protes atas tekanan Soeharto kepada Naro, [[Sarwo Edhie Wibowo]], mantan jenderal yang bersekutu dengan Soeharto, mundur dari kursi legislatif Itu adalah satu-satunya waktu dalam sejarah Orde Baru terjadi perbedaan pendapat tentang pemilihan wakil presiden serta mematahkan konsep Soeharto tentang "[[Musyawarah mufakat|musyawarah untuk mencapai mufakat]]".<ref>{{Cite news|last=Sumardi|first=Edi|url=http://makassar.tribunnews.com/2016/03/22/senjakala-ppp-partai-kakbah-yang-terancam-jadi-paria?page=all|title='Senjakala PPP, Partai Kakbah yang Terancam Jadi Paria'|date=22 March 2016|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|access-date=24 May 2019|language=id}}</ref> |
|||
PENGALAMAN LUAR NEGERI |
|||
Selama bertugas Sebagai Wakil Ketua MPR/DPR-RI dan Wakil Ketua DPA-RI memimpin delegasi ke Amerika, Eropa Barat, Asia dan Amerika Latin khususnya KTT Bumi yang dipimpin Wapres Al Gore dari USA (Earth Summit) |
|||
=== Partai Persatuan === |
|||
PENGALAMAN BISNIS |
|||
Setelah reformasi di Indonesia, Naro mendirikan partai baru pada 3 Januari 1999, [[Partai Persatuan]]. Ia mendirikannya setelah dikecewakan dengan hasil muktamar ketiga PPP. Partai Persatuan diisi dengan kader PPP yang keluar dari partai setelah reformasi.<ref name=Kompas>{{cite web|url=http://www.seasite.niu.edu/indonesian/Indonesian_Elections/Indo-pemilu99/34pp.htm|title=Nomor 34: PARTAI PERSATUAN (PP)|author=SEAsite|year=1999|website=seasite.niu.edu|access-date=24 May 2019|archive-date=2012-01-25|archive-url=https://web.archive.org/web/20120125233014/http://www.seasite.niu.edu/indonesian/Indonesian_Elections/Indo-pemilu99/34pp.htm|dead-url=yes}}</ref> |
|||
Perwakilan CASA AIRCRAFT INDUSTRY SPAIN sekarang anak perusahaan AIRBUS INDUSTRY berpartner dg IPTN, Perwakilan CAF Spain, Perwakilan Pendiri ADARO Spain Memfasilitasi perusahaan2 Korsel yaitu Samsung, LG, Daewoo dan lainnya hadir di Indonesia, Mengajak Group Accor Paris dan Kempinski Hotel investasi ke Indonesia. MEMFASILITASI PT INDOKAYA NISSAN MOTOR yg bermasalah dg Pemerintah thn 1972 |
|||
MEMFASILITASI P T Mitsubishi Krama Yudha Tiga Berlian Motor yg bermasalah dg Pemerintah thn 1980 Penasehat China Airlines 1973-1989 |
|||
== Kehidupan pribadi == |
|||
[[File:Jailani Naro and Wife.jpg|thumb|Jailani Naro bersama istrinya.]] |
|||
Djaelani Naro menikah dengan seorang perempuan bernama Ida Andalia Tirtaamidjaja S.H., dosen [[Fakultas Hukum Universitas Indonesia]]. Pernikahan tersebut menghasilkan tiga orang anak, Muhammad Husein, Nandalia Herlanggawati, dan Wulan Sari.<ref name=PDAT/> |
|||
== Wafat == |
|||
TENTANG PENCALONAN WAKIL PRESIDEN DI SIDANG UMUM MPR-RI TGL 1-11 MARET 1988 |
|||
Naro meninggal pada 28 Oktober 2000 dalam usia 71 tahun. Ia dimakamkan di [[Taman Makam Pahlawan Kalibata]], [[Kalibata]], Jakarta. Beberapa pejabat dari era Orde Baru datang berduka di rumah duka. Diantaranya adalah [[Sudharmono]], [[Emil Salim]], dan [[Harmoko]].<ref name=Liputan6>{{Cite news|author=Liputan 6|url=https://www.liputan6.com/news/read/2885/pagi-ini-pemakaman-naro-di-makam-pahlawan|title=Pagi Ini Pemakaman Naro di Makam Pahlawan|date=29 October 2000|work=[[Liputan6.com]]|access-date=24 May 2019|language=id}}</ref> |
|||
Pencalonan DR H J NARO SH sebagai Calon Wakil Presiden RI telah diumumkan oleh Pimpinan Fraksi PPP MPR sdr H Darussamin AS pada malam hari tgl 29 Februari 1988 sebelum pembukaan Sidang Umum MPR tgl 1 Maret mendahului Fraksi Golkar MPR, Fraksi ABRI MPR , Fraksi Utusan Golongan, Fraksi Utusan Daerah dan Fraksi PDI yg belum mempunyai Calon Wakil |
|||
Presiden |
|||
Sebelum kematiannya, Naro dirawat secara intensif di Rumah Sakit Pelni di Petamburan.<ref name=Liputan6/> |
|||
Pada tgl 27 Februari diadakan Pertemuan 4 Mata antara Ketua Umum DPP PPP DR H J NARO SH yg menjabat Wakil Ketua MPR/DPR dg Ketua Umum DPP Golkar Soedharmono SH yg juga menjabat Mentri/Sekretaris Negara di ruangan MenSesneg di Gedung Sekneg, Ketua Umum DPP PPP didampingi oleh Ketua Umum Generasi Muda Persatuan/GMP HM HUSSEIN NARO yg juga pernah menjabat Ketua Sementara MPR/DPR Oktober 1987 dan Ketua Umum DPP Golkar didampingi Marsekal Muda IR DRS GINANJAR KARTASASMITA membahas Pencalonan Wakil Presiden RI, dalam pertemuan Penjajakan tersebut Ketum Golkar menyatakan belum berani mencalonkan karena Golkar belum mengadakan rapat 3 Jalur ABRI BIROKRAT GOLKAR walaupun Calon Presiden Soeharto menyerahkan Pencalonan Wapres kepada MPR-RI. Selanjutnya Ketua Umum DPP PPP mengatakan akan maju sebagai calon Wakil Presiden dan melobbi agar Ketua Umum DPP Golkar mendukung Pencalonan Ketua Umum DPP PPP DR HJ NARO SH tersebut, Ketua Umum DPP Golkar Soedharmono SH terkaget- kaget mendengar ucapan Ketua Umum DPP PPP |
|||
== Referensi == |
|||
{{reflist}} |
|||
=== Bibliograpfi === |
|||
[Kategori:Politikus Indonesia]] |
|||
*{{Citation|last=Aziz|first=Abdul|title=Politik Islam Politik: Pergulatan Ideologi PPP Menjadi Partai Islam|trans-title=Politics of Islam: The Struggle of PPP to Become a Muslim Party|language=id|year=2006|location=Yogyakarta|publisher= Tiara Wacana}} |
|||
*{{Citation|last=Romli|first=Lili|title=Islam Yes Partai Islam Yes: Sejarah Perkembangan Partai-partai Islam di Indonesia|trans-title=Yes to Islam and Yes to Islamic Party: History of the Development of Islamic Party in Indonesia|language=id|year=2006|location=Yogyakarta|publisher=Pustaka Pelajar}} |
|||
*{{Citation|last=Bruinessen|first=Martin van|title= Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru|trans-title=NU: Traditions, Power Relations, The Search for a New Discourse|language=id|year=1994|location=Yogyakarta|publisher=LKiS Yogyakarta and Pustaka Pelajar|ISBN=9789798966033}} |
|||
*{{Citation|last=Pour|first=Julius|title=Benny Moerdani: Profil Prajurit Negarawan|trans-title=Benny Moerdani: Profile of a Statesman|language=id|year=1993|location=Jakarta|publisher=Yayasan Kejuangan Panglima Besar Sudirman|ISBN=979-8313-03-8}} |
|||
{{DEFAULTSORT:Naro, Jailani}} |
|||
[[Kategori:Tokoh hukum Indonesia]] |
|||
[[Kategori:Tokoh hukum Minangkabau]] |
|||
[[Kategori:Jaksa Indonesia]] |
|||
[[Kategori:Alumni Universitas Indonesia]] |
|||
[[Kategori:Tokoh Minangkabau]] |
[[Kategori:Tokoh Minangkabau]] |
||
[[Kategori:Tokoh dari Palembang]] |
[[Kategori:Tokoh dari Palembang]] |
||
[[Kategori:Tokoh |
[[Kategori:Tokoh Angkatan 45]] |
||
[[Kategori: |
[[Kategori:Tokoh Islam Indonesia]] |
||
[[Kategori:Tokoh Al Washliyah]] |
|||
[[Kategori:Politikus Indonesia]] |
|||
[[Kategori:Politikus Minangkabau]] |
|||
[[Kategori:Politikus Partai Persatuan Pembangunan]] |
|||
[[Kategori:Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia]] |
|||
[[Kategori:Anggota DPR-GR 1966–1971]] |
|||
[[Kategori:Anggota DPR RI 1971–1977]] |
|||
[[Kategori:Anggota DPR RI 1977–1982]] |
|||
[[Kategori:Anggota DPR RI 1982–1987]] |
|||
[[Kategori:Anggota DPR RI 1987–1992]] |
Revisi terkini sejak 24 Oktober 2024 16.00
Djaelani Naro | |
---|---|
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung | |
Masa jabatan Maret 1988 – Maret 1998 | |
Presiden | Soeharto |
Ketua Dewan | Sudomo |
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Permusyawaratan Rakyat | |
Masa jabatan 1 Oktober 1977 – 23 Maret 1978 | |
Presiden | Soeharto |
Ketua MPR/DPR | Adam Malik |
Masa jabatan 1 Oktober 1972 – 1 Oktober 1977 | |
Presiden | Soeharto |
Ketua MPR/DPR | Idham Chalid |
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong | |
Masa jabatan 1971 – 1 Oktober 1972 | |
Presiden | Soeharto |
Ketua DPRGR | Achmad Sjaichu |
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan ke-2 | |
Masa jabatan 1978 – 1989 | |
Informasi pribadi | |
Lahir | Djaelani Naro 3 Januari 1929 Palembang, Sumatera Selatan, Hindia Belanda |
Meninggal | 28 Oktober 2000 Jakarta | (umur 71)
Partai politik | Parmusi (1968–1973) Partai Persatuan Pembangunan (1973–1999) Partai Persatuan (1999–2000) |
Suami/istri | Andalia Tirtaamidjaja |
Anak | 3 |
Pekerjaan | Politisi |
Sunting kotak info • L • B |
Djaelani Naro, (3 Januari 1929 – 28 Oktober 2000) yang lebih populer dengan nama HJ. Naro atau John Naro (3 Januari 1929 – 28 Oktober 2000) adalah seorang mantan jaksa yang kemudian menjadi politisi Indonesia.
Ia pernah menjabat sebagai Wakil Ketua DPR/MPR selama dua periode, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada masa Orde Baru.[1]
Kehidupan awal
[sunting | sunting sumber]Naro lahir di Palembang, Sumatera Selatan, sebagai anak dari Haji Datoek Naro, mantan pegawai Departemen Pertanian yang berasal dari Solok, Sumatera Barat.[2]
Semasa mudanya, ia menjadi anggota Tentara Pelajar di Sumatera Selatan. Setelah pengakuan Indonesia, ia berangkat ke Yogyakarta untuk kuliah di Universitas Gadjah Mada. Akhirnya, dia tidak menyelesaikan studinya dan pergi ke Jakarta untuk belajar hukum di Universitas Indonesia. Ia juga bergabung dengan Gerakan Mahasiswa Jakarta (GMD) dan Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia.[2]
Pendidikan
[sunting | sunting sumber]- Sarjana Muda Hukum Universitas Gadjah Mada,
- Sarjana Hukum Universitas Indonesia,
- Kursus Dinas Reserse,
- Kursus Orientasi Lembaga Administrasi Negara,
- Doctor (HC) Ilmu Hukum dan Politik China Academy, Taipei.
Awal karier
[sunting | sunting sumber]Setelah meraih gelarnya, Naro melamar kerja di Kejaksaan Negeri. Setelah beberapa tahun, ia menjadi Kepala Kantor Pengadilan Tinggi Jakarta dan Kepala Kejaksaan Negeri Denpasar pada tahun 1962.[2]
Karier politik
[sunting | sunting sumber]Parmusi
[sunting | sunting sumber]Naro masuk Parmusi pada tahun 1968, pada saat pembentukan partai. Ia menjadi salah satu ketua urusan partai, mewakili Jamiatul al-Washliyah. Ia menjadi ketua umum partai setelah bekerja sama dengan Imron Kadir untuk mengambil alih kepemimpinan partai dari Djarnawi Hadikusuma. Setelah menjadi orang nomor satu di partai itu, ia mengeluarkan Djarnawi dari partai. Pemerintah menanggapi pada tahun 1970 dengan menurunkan Naro dari ketua menjadi wakil ketua dan menempatkan H.M.S. Mintaredja di kursi ketua partai.[2]
Tiga tahun kemudian, Parmusi bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan, dan H.M.S. Mintaredja menjadi ketua pertama partai. Naro mengikuti jejak Mintaredja, dan menjadi salah satu petinggi partai.[2]
Partai Persatuan Pembangunan
[sunting | sunting sumber]Konflik internal dengan Nahdlatul Ulama
[sunting | sunting sumber]Tahun-tahun pertama partai ini diwarnai oleh konflik internal antara bekas parpol yang sempat melebur ke dalam partai. Naro dan lainnya yang berasal dari Parmusi, menyebut dirinya sebagai Fraksi Muslimin Indonesia (MI) di Partai Persatuan Pembangunan.[3] Belakangan, MI menjadi salah satu fraksi terbesar di partai yang kerap berselisih dengan NU (Nahdlatul Ulama).[4]
Peluang Naro menjadi ketua umum partai semakin besar setelah Fraksi NU dari PPP walk out pada Sidang Umum MPR 1978. Setelah keluar, Mintaredja digusur sebagai ketua PPP oleh pemerintah melalui manipulasi politik yang dirancang oleh Ali Murtopo, dan pemerintah menggantinya dengan Naro. Tanpa rapat atau muktamar, Naro mendeklarasikan dirinya sebagai ketua PPP dengan dukungan pemerintah.[5]
Setelah Naro menjadi ketua umum, ia menetralkan vokalisme Fraksi NU di dalam partai. Naro memastikan bahwa tidak ada anggota partai yang memiliki sumber kekuatan independen, dan secara efektif memusatkan semua saluran patronase untuk dirinya sendiri. Pukulan terhadap Fraksi NU oleh Naro semakin besar karena permusuhan pemerintah dan militer terhadap anggota NU, terutama pengusaha kecil dan pedagang yang mendukung NU.[6] Pemerintah mengubah dukungannya kepada Muhammadiyah, organisasi Islam yang lebih modern.[7]
Puncak permusuhan Naro terhadap NU memuncak pada pemilihan umum legislatif Indonesia 1982. Saat pembentukan caleg sementara pemilu legislatif tahun 1981, Naro mengurangi proporsi caleg PPP dari fraksi NU, dan menempatkan nama-nama fraksi NU jauh di bawah daftar, begitu rendah sehingga tidak mungkin mereka masuk terpilih.[6] Kejadian ini memperparah konflik antara Fraksi MI dengan Fraksi NU, dan pada tahun 1984, setelah muktamar pertama partai, NU secara resmi mundur dari partai PPP.[8]
Muktamar Pertama Partai Persatuan Pembangunan
[sunting | sunting sumber]Muktamar pertama partai yang mengesahkan Naro sebagai ketua, diwarnai dengan konflik, bahkan sebelum muktamar digelar. Dalam persiapannya, Naro membentuk panitia muktamar tanpa berkonsultasi dengan ketua umum partai, Idham Chalid, menyebabkan panitia tersebut menjadi tidak sah dan tidak diakui oleh jajaran partai.[4]
Penerimaan Pancasila
[sunting | sunting sumber]Pada 1980-an, Soeharto mendorong partai politik untuk menerima Pancasila sebagai satu-satunya ideologi, menciptakan konsep asas tunggal. Konsep ini pertama kali disampaikan pada pidato Soeharto di rapat ABRI 27 Maret 1980 dan pada HUT Kopassus pada 16 April 1980. Konsep tersebut secara resmi disampaikan pada tahun 1983, dan disahkan menjadi undang-undang pada tahun 1985. Semua partai politik dan ormas harus memegang Pancasila sebagai ideologi dan satu-satunya prinsip, mengesampingkan ideologi lain yang dipegang sebelumnya.[9]
Meski Naro didukung oleh pemerintah dan pihaknya menerima prinsip tunggal, Naro menolak konsep tersebut. Ia menolak perubahan lambang partai, dari Ka'bah menjadi bintang. Penolakan ini digunakan oleh faksi Soedardji, oposisi internal pemerintahan Naro, untuk mendelegitimasi dia. Soedardji gagal menggulingkan Naro dari ketuanya, dan Soedardji membentuk Dewan Pimpinan Pusat yang baru, menyebabkan dualisme di dalam partai.[4] Soedardji menuntut Naro mengadakan muktamar luar biasa untuk mengakhiri konflik di partai.[2]
Calon Wakil Presiden
[sunting | sunting sumber]Sebagai ketua umum PPP, Naro dicalonkan sebagai calon wakil presiden untuk masa jabatan kelima Soeharto. Naro tampaknya didukung oleh dukungan pribadi angkatan bersenjata. Penantangnya adalah Sudharmono, yang dicalonkan Golkar, dan didukung secara resmi oleh ABRI, Utusan Daerah, dan Partai Demokrasi Indonesia. Para pendukung Sudharmono membujuknya untuk mundur dari pencalonan, agar Sudharmono diangkat sebagai wakil presiden oleh Soeharto, dan sidang MPR bisa selesai tepat waktu.[10]
Soeharto mengintervensi pembahasan calon wakil presiden dengan mengatakan bahwa "calon yang memperkirakan dirinya tidak akan memperoleh suara mayoritas untuk pemilu harus mundur". B.M. Diah menjelaskan, pernyataan Soeharto mengharapkan pengunduran diri calon tersebut "memberi lebih banyak ruang bagi mereka yang pasti terpilih dengan suara terbanyak".[11] Namun, Naro tetap bersikeras untuk mencalonkan diri, dengan alasan bahwa Soeharto tidak memberinya isyarat untuk mundur.[12]
Pada 10 Maret, menjelang pemilihan wakil presiden di MPR, tiga orang PPP bertemu dengan Soeharto. Keesokan paginya, Fraksi PPP mengirimkan surat kepada Ketua MPR yang menyatakan mundurnya pencalonan Naro sebagai Wakil Presiden. Surat itu dibacakan saat sidang MPR pemilihan wakil presiden.[12] Hal ini membuat Sudharmono menjadi satu-satunya calon wakil presiden, dan dilantik pada malam yang sama.[13]
Usai sidang, Naro ditanya wartawan soal mundurnya pencalonan wakil presiden. Naro mengklaim bahwa dia tidak mundur, dan membandingkan dirinya dengan petinju yang "dihentikan oleh promotor".[13]
Sebagai protes atas tekanan Soeharto kepada Naro, Sarwo Edhie Wibowo, mantan jenderal yang bersekutu dengan Soeharto, mundur dari kursi legislatif Itu adalah satu-satunya waktu dalam sejarah Orde Baru terjadi perbedaan pendapat tentang pemilihan wakil presiden serta mematahkan konsep Soeharto tentang "musyawarah untuk mencapai mufakat".[14]
Partai Persatuan
[sunting | sunting sumber]Setelah reformasi di Indonesia, Naro mendirikan partai baru pada 3 Januari 1999, Partai Persatuan. Ia mendirikannya setelah dikecewakan dengan hasil muktamar ketiga PPP. Partai Persatuan diisi dengan kader PPP yang keluar dari partai setelah reformasi.[15]
Kehidupan pribadi
[sunting | sunting sumber]Djaelani Naro menikah dengan seorang perempuan bernama Ida Andalia Tirtaamidjaja S.H., dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Pernikahan tersebut menghasilkan tiga orang anak, Muhammad Husein, Nandalia Herlanggawati, dan Wulan Sari.[2]
Wafat
[sunting | sunting sumber]Naro meninggal pada 28 Oktober 2000 dalam usia 71 tahun. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Kalibata, Jakarta. Beberapa pejabat dari era Orde Baru datang berduka di rumah duka. Diantaranya adalah Sudharmono, Emil Salim, dan Harmoko.[16]
Sebelum kematiannya, Naro dirawat secara intensif di Rumah Sakit Pelni di Petamburan.[16]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Pagi Ini Pemakaman Naro di Makam Pahlawan" Liputan6.com. 29-10-2000. Diakses 6-11-2014.
- ^ a b c d e f g PDAT (2004). "Apa dan Siapa: JAILANI Naro". Ahmad. Diakses tanggal 23 May 2019.[pranala nonaktif permanen]
- ^ Aziz 2006, hlm. 92–93
- ^ a b c Romli 2006, hlm. 64–67
- ^ Bruinessen 1994, hlm. 105
- ^ a b Bruinessen 1994, hlm. 108
- ^ Bruinessen 1994, hlm. 107
- ^ Bruinessen 1994, hlm. 109
- ^ Aziz 2006, hlm. 5
- ^ Pour 1993, hlm. 535
- ^ Pour 1993, hlm. 547
- ^ a b Pour 1993, hlm. 548
- ^ a b Pour 1993, hlm. 549
- ^ Sumardi, Edi (22 March 2016). "'Senjakala PPP, Partai Kakbah yang Terancam Jadi Paria'". Tribunnews.com. Diakses tanggal 24 May 2019.
- ^ SEAsite (1999). "Nomor 34: PARTAI PERSATUAN (PP)". seasite.niu.edu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-01-25. Diakses tanggal 24 May 2019.
- ^ a b Liputan 6 (29 October 2000). "Pagi Ini Pemakaman Naro di Makam Pahlawan". Liputan6.com. Diakses tanggal 24 May 2019.
Bibliograpfi
[sunting | sunting sumber]- Aziz, Abdul (2006), Politik Islam Politik: Pergulatan Ideologi PPP Menjadi Partai Islam [Politics of Islam: The Struggle of PPP to Become a Muslim Party], Yogyakarta: Tiara Wacana
- Romli, Lili (2006), Islam Yes Partai Islam Yes: Sejarah Perkembangan Partai-partai Islam di Indonesia [Yes to Islam and Yes to Islamic Party: History of the Development of Islamic Party in Indonesia], Yogyakarta: Pustaka Pelajar
- Bruinessen, Martin van (1994), Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru [NU: Traditions, Power Relations, The Search for a New Discourse], Yogyakarta: LKiS Yogyakarta and Pustaka Pelajar, ISBN 9789798966033
- Pour, Julius (1993), Benny Moerdani: Profil Prajurit Negarawan [Benny Moerdani: Profile of a Statesman], Jakarta: Yayasan Kejuangan Panglima Besar Sudirman, ISBN 979-8313-03-8
- Kelahiran 1929
- Kematian 2000
- Meninggal usia 71
- Tokoh hukum Indonesia
- Tokoh hukum Minangkabau
- Jaksa Indonesia
- Alumni Universitas Indonesia
- Tokoh Minangkabau
- Tokoh dari Palembang
- Tokoh Angkatan 45
- Tokoh Islam Indonesia
- Tokoh Al Washliyah
- Politikus Indonesia
- Politikus Minangkabau
- Politikus Partai Persatuan Pembangunan
- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
- Anggota DPR-GR 1966–1971
- Anggota DPR RI 1971–1977
- Anggota DPR RI 1977–1982
- Anggota DPR RI 1982–1987
- Anggota DPR RI 1987–1992