Lompat ke isi

Yap Thiam Hien: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Menjadi pengacara: tambah dikit
Cun Cun (bicara | kontrib)
chinese name
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
 
(71 revisi perantara oleh 39 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{More footnotes|date=Juni 2020}}
[[Gambar:Yap thiam hien 2.jpg|thumb|[http://tokohindonesia.com tokohindonesia.com]]]
{{Chinese name|[[Ye (marga)|Yap]]}}
'''Yap Thiam Hien''' ([[Banda Aceh|Koeta Radja]] [[25 Mei]] [[1913]] - [[Brusel]] [[25 April]] [[1989]]) adalah seorang pengacara [[Indonesia]] keturunan [[Tionghoa]]. Ia mengabdikan seluruh hidupnya berjuang demi menegakkan keadilan dan [[hak asasi manusia]] (HAM). Namanya diabadikan sebagai nama sebuah [[Penghargaan Yap Thiam Hien|penghargaan]] yang diberikan kepada orang-orang yang berjasa besar bagi penegakan [[hak asasi manusia]] di [[Indonesia]].
{{Infobox tokoh}}
{{Infobox Chinese|child=yes|hide=no
| t = 葉添興<ref>{{cite news|url=http://indonesia.sinchew.com.my/node/39975|title=葉添興為公正和人權鞠躬盡瘁——紀念葉添興誕生100週年|work=[[Sin Chew Daily]]|date=5 June 2013|accessdate=12 September 2016}}{{Pranala mati|date=Januari 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
| s = 叶添兴
| p = Yè Tiān Xìng
| h = Ya̍p Thiâm-hîn
}}
'''[[Meester in de Rechten|Mr.]] Yap Thiam Hien''' ({{lahirmati|[[Banda Aceh|Koeta Radja]], [[Aceh]]|25|5|1913|[[Brusel]], [[Belgia]]|25|4|1989}}) adalah seorang pengacara [[Indonesia]] keturunan [[Tionghoa Aceh]]. Ia mengabdikan seluruh hidupnya berjuang demi menegakkan keadilan dan [[hak asasi manusia]] (HAM). Namanya diabadikan sebagai nama sebuah [[Penghargaan Yap Thiam Hien|penghargaan]] yang diberikan kepada orang-orang yang berjasa besar bagi penegakan [[hak asasi manusia]] di [[Indonesia]].


==Biografi==
== Biografi ==
Yap Thiam Hien, yang biasa dipanggil "John" oleh teman-teman akrabnya, adalah anak sulung dari tiga bersaudara dari Yap Sin Eng dan Hwan Tjing Nio. Kakek buyutnya adalah seorang ''Luitenant'' yang bermigrasi dari provinsi [[Guangdong]] di [[Tiongkok]] ke [[Bangka]], namun kemudian pindah ke Aceh. Ketika monopoli [[opium]] di [[Hindia Belanda]] dihapuskan, kehidupan keluarga Yap dan banyak tokoh masyarakat Tionghoa saat itu merosot. Ditambah lagi oleh kekeliruan investasi di Aceh berupa kebun kelapa yang ternyata tidak memberikan hasil yang menguntungkan. Pada tahun 1920 kedudukan keluarga Yap digantikan oleh keluarga Han, yang datang dari [[Jawa Timur]].
Yap Thiam Hien, yang biasa dipanggil "John" oleh teman-teman akrabnya, adalah anak sulung dari tiga bersaudara dari Yap Sin Eng dan Hwan Tjing Nio. Keluarganya masih keturunan [[Cabang Atas]], yaitu golongan baba bangsawan di Hindia Belanda. Kakek buyutnya, Yap A Sin, menjabat sebagai ''[[Kapitan Cina|Luitenant der Chinezen]]'' di Kutaraja, dan adalah kelahiran [[Guangdong]] di [[Tiongkok]] yang hijrah ke [[Bangka]], lalu menetap di Aceh. Ketika monopoli [[opium]] di [[Hindia Belanda]] dihapuskan, kehidupan keluarga Yap dan banyak tokoh masyarakat Tionghoa saat itu merosot. Ditambah lagi oleh kekeliruan investasi di Aceh berupa kebun kelapa yang ternyata tidak memberikan hasil yang menguntungkan. Pada tahun 1920 kedudukan keluarga Yap digantikan oleh keluarga Han, yang datang dari [[Jawa Timur]].


Thiam Hien dibesarkan dalam lingkungan perkebunan yang sangat [[feodal|feodalistik]]. Kondisi lingkungan feodalistik ini telah menempa pribadi cucu Kapitan Yap Hun Han ini sejak kecil bersifat memberontak dan membenci segala bentuk penindasan dan kesewenang-wenangan.
Thiam Hien dibesarkan dalam lingkungan perkebunan yang sangat [[feodal]]istik. Kondisi lingkungan feodalistik ini telah menempa pribadi cucu Kapitan Yap Hun Han (Jap Joen Khoy) ini sejak kecil bersifat memberontak dan membenci segala bentuk penindasan dan kesewenang-wenangan.


Pada usia 9 tahun, ibunda Thiam Hien meninggal dunia. Ia dan kedua orang adiknya kemudian dibesarkan oleh Sato Nakashima, seorang perempuan [[Jepang]] yang merupakan [[gundik]] kakeknya. Sato ternyata memainkan peranan besar dalam kehidupan Thiam Hien, memberikan kemesraan keluarga yang biasanya tidak ditemukan dalam keluarga Tionghoa serta rasa etis yang kuat yang kelak menjiwai kehidupan Thiam Hien di masa dewasa.
Pada usia 9 tahun, ibu Thiam Hien meninggal dunia. Ia dan kedua orang adiknya kemudian dibesarkan oleh Sato Nakashima, seorang perempuan [[Jepang]] yang merupakan [[gundik]] kakeknya. Sato ternyata memainkan peranan besar dalam kehidupan Thiam Hien, memberikan kemesraan keluarga yang biasanya tidak ditemukan dalam keluarga Tionghoa serta rasa etis yang kuat yang kelak menjiwai kehidupan Thiam Hien pada masa dewasa.


Yap Sin Eng, ayah Thiam Hien, ternyata adalah figur yang lemah. Namun Sin Eng ikut membentuk kehidupan anak-anaknya, karena ia memutuskan untuk memohon status hukum ''disamakan'' (''gelijkstelling'') dengan bangsa Eropa. Hal ini memungkinkan anak-anaknya memperoleh pendidikan Eropa, meskipun mereka telah kehilangan status sebagai tokoh masyarakat.
Yap Sin Eng, ayah Thiam Hien, ternyata adalah figur yang lemah. Namun Sin Eng ikut membentuk kehidupan anak-anaknya, karena ia memutuskan untuk memohon status hukum ''disamakan'' (''gelijkstelling'') dengan bangsa Eropa. Hal ini memungkinkan anak-anaknya memperoleh pendidikan Eropa, meskipun mereka telah kehilangan status sebagai tokoh masyarakat.


=== Pindah ke Jawa ===
=== Pindah ke Jawa ===
Thiam Hien belajar di ''Europesche Lagere School'', Banda Aceh. Kemudian melanjut ke [[MULO]] di Banda Aceh. Pada tahun 1920-an, Yap Sin Eng membawa Thiam Hien dan adiknya Thiam Bong pindah ke Batavia. Thiam Hien pun pindah sekolah ke MULO di Batavia, lalu meneruskan ke [[AMS]] A-II dengan program bahasa-bahasa Barat di [[Bandung]] dan [[Yogyakarta]] dan lulus pada [[1933]]. Ia sangat tertarik akan sejarah dan fasih dalam bahasa-bahasa Barat, yaitu [[bahasa Belanda]], [[bahasa Jerman]], [[bahasa Inggris]], [[bahasa Prancis]], dan [[bahasa Latin]].
Thiam Hien belajar di ''Europesche Lagere School'', Banda Aceh. Kemudian melanjut ke [[MULO]] di Banda Aceh. Pada tahun 1920-an, Yap Sin Eng membawa Thiam Hien dan adiknya Thiam Bong pindah ke Batavia. Thiam Hien pun pindah sekolah ke MULO di Batavia, lalu meneruskan ke [[AMS]] A-II dengan program bahasa-bahasa Barat di [[Bandung]] dan [[Yogyakarta]] (kini [[SMA Negeri 1 Yogyakarta]]) dan lulus pada [[1933]]. Ia sangat tertarik akan sejarah dan fasih dalam bahasa-bahasa Barat, yaitu [[bahasa Belanda]], [[bahasa Jerman]], [[bahasa Inggris]], [[bahasa Prancis]], dan [[bahasa Latin]].


Paa [[1938]], Yap memeluk agama [[Kristen]], setelah selama beberapa tahun mempelajarinya dan berkenalan lewat sebuah keluarga [[Indo]], tempat ia kos di [[Yogyakarta]].
Pada [[1938]], Yap memeluk agama [[Kristen]], setelah selama beberapa tahun mempelajarinya dan berkenalan lewat sebuah keluarga [[Indo]], tempat ia kos di [[Yogyakarta]].


=== Menjadi guru ===
=== Menjadi guru ===
Selesai dari [[AMS]], dunia pada saat itu dilanda depresi ekonomi, dan Yap tidak dapat memperoleh pekerjaan. Karena itu ia pindah ke [[Batavia]], dan masuk ke ''Hollands-Chineesche Kweekschool'' (HCK), di [[Meester Cornelis]]. HCK adalah sekolah pendidikan guru yang berlangsung satu tahun, yang memberikan kesempatan kepada para pemuda [[peranakan]] yang ingin menempuh pendidikan profesional, namun tidak mempunyai biaya untuk masuk ke universitas. Setamat dari HCK, Yap menjadi guru selama empat tahun di ''wilde scholen'' (sekolah-sekolah yang tidak diakui pemerintah Belanda) ''Chinese Zendingschool'', [[Cirebon]]. Berikutnya menjadi guru di ''Tionghwa Hwee Kwan Holl'', ''China School'' di [[Rembang]] dan ''Christelijke School'' di Batavia. Lalu, sejak [[1938]], Yap yang pernah menjadi pencari langganan telepon, bekerja di kantor asuransi Jakarta dan di Balai Harta Peninggalan [[Departemen Kehakiman]] pada [[1943]] serta mendaftar di ''Rechsthogeschool'' (Sekolah Tinggi Hukum).
Selesai dari [[AMS]], dunia pada saat itu dilanda depresi ekonomi, dan Yap tidak dapat memperoleh pekerjaan. Karena itu ia pindah ke [[Batavia]], dan masuk ke ''Hollands-Chineesche Kweekschool'' (HCK), di [[Meester Cornelis]]. HCK adalah sekolah pendidikan guru yang berlangsung satu tahun, yang memberikan kesempatan kepada para pemuda [[peranakan]] yang ingin menempuh pendidikan profesional, tetapi tidak mempunyai biaya untuk masuk ke universitas. Setamat dari HCK, Yap menjadi guru selama empat tahun di ''wilde scholen'' (sekolah-sekolah yang tidak diakui pemerintah Belanda) ''Chinese Zendingschool'', [[Cirebon]]. Berikutnya menjadi guru di ''Tionghwa Hwee Kwan Holl'', ''China School'' di [[Rembang]] dan ''Christelijke School'' di Batavia. Lalu, sejak [[1938]], Yap yang pernah menjadi pencari langganan telepon, bekerja di kantor asuransi Jakarta dan di Balai Harta Peninggalan [[Departemen Kehakiman]] pada [[1943]] serta mendaftar di ''Rechsthogeschool'' (Sekolah Tinggi Hukum).


=== Berangkat ke Belanda ===
=== Berangkat ke Belanda ===
[[Berkas:Viering 100-ste Dies Natalis VU in de Nieuwe Kerk , 21 22 mr. Yap Thiam Hien in , Bestanddeelnr 931-0954.jpg|256px|ka|jmpl|Yap Thiam Hien menerima penghargaan pada acara dies natalis [[Vrije Universiteit Amsterdam]], 1980]]
Pada awal [[1946]], Yap mendapatkan kesempatan untuk bekerja pada sebuah kapal pemulangan orang-orang Belanda yang mengantarkannya ke Belanda untuk menyelesaikan studi hukumnya di [[Universitas Leiden]]. Dari sana ia meraih gelar ''Meester in de Rechten''. Sementara belajar di Leiden, Yap tinggal di ''Zendingshuis'', pusat [[Gereja Reformasi Belanda]] di [[Oegsgeest]]. Selama tinggal di Zendingshuis, Yap banyak membaca buku-buku teologi Protestan dan berdiskusi dengan para mahasiswa Belanda yang mempersiapkan diri untuk menjadi misionaris. Yap semakin tertarik akan pelayanan gereja, dan Gereja Reformasi Belanda kemudian menawarkan kesempatan kepada Yap untuk belajar di [[Selly Oak College]] di [[Inggris]], dengan syarat ia kelak mengabdikan hidupnya bagi pelayanan gereja di Indonesia. Yap setuju dan sekembalinya dari Eropa ia menjadi pemimpin organisasi pemuda Kristen [[Tjeng Lian Hwee]] di Jakarta pada akhir [[1940-an]]. Selama di Belanda, Yap berkembang menjadi seorang sosialis demokrat melalui pergaulannya dengan banyak mahasiswa Indonesia lainnya yang terkait dengan Partij van de Arbeid (Partai Buruh) di Belanda.
Pada awal [[1946]], Yap mendapatkan kesempatan untuk bekerja pada sebuah kapal pemulangan orang-orang Belanda yang mengantarkannya ke Belanda untuk menyelesaikan studi hukumnya di [[Universitas Leiden]]. Dari sana ia meraih gelar ''Meester in de Rechten''. Sementara belajar di Leiden, Yap tinggal di ''Zendingshuis'', pusat [[Gereja Reformasi Belanda]] di [[Oegstgeest]]. Selama tinggal di Zendingshuis, Yap banyak membaca buku-buku teologi Protestan dan berdiskusi dengan para mahasiswa Belanda yang mempersiapkan diri untuk menjadi misionaris. Yap semakin tertarik akan pelayanan gereja, dan Gereja Reformasi Belanda kemudian menawarkan kesempatan kepada Yap untuk belajar di [[Selly Oak College]] di [[Inggris]], dengan syarat ia kelak mengabdikan hidupnya bagi pelayanan gereja di Indonesia. Yap setuju dan sekembalinya dari Eropa ia menjadi pemimpin organisasi pemuda Kristen [[Tjeng Lian Hwee]] di Jakarta pada akhir [[1940-an]]. Selama di Belanda, Yap berkembang menjadi seorang sosialis demokrat melalui pergaulannya dengan banyak mahasiswa Indonesia lainnya yang terkait dengan Partij van de Arbeid (Partai Buruh) di italy
.


=== Menjadi pengacara ===
=== Menjadi pengacara ===
Sekembalinya ke tanah air pada [[1948]], Yap menikah. Ayahnya, Yap Sin Eng dan Sato Nakashima meninggal pada [[1949]]. Yap mulai bekerja di gereja. Ia pun kemudian mulai berkiprah sebagai seorang pengacara warga untuk warga keturunan [[Tionghoa]] di Jakarta. Belakangan ia bergabung dengan sebuah biro hukum kecil namun cukup terkemuka dengan rekan-rekannya yang semuanya terlibat dalam masalah yang jauh lebih luas daripada sekadar masalah [[Tionghoa]]. Rekan seniornya pada waktu itu antara lain adalah [[Lie Hwee Yoe]], pendiri biro hukum itu pada tahun 1930-an, [[Tan Po Goan]], seorang pendukung aktif revolusi dan kemudian menjadi anggota [[Partai Sosialis Indonesia]], dan [[Oei Tjoe Tat]] yang jauh lebih muda, seorang aktivis [[Sin Ming Hui]] dan belakangan aktif di [[Baperki]] dan [[Partindo]].
Sekembalinya ke tanah air pada [[1948]], Yap menikah. Ayahnya, Yap Sin Eng dan Sato Nakashima meninggal pada [[1949]]. Yap mulai bekerja di gereja. Ia pun kemudian mulai berkiprah sebagai seorang pengacara warga untuk warga keturunan [[Tionghoa]] di Jakarta. Belakangan ia bergabung dengan sebuah biro hukum kecil namun cukup terkemuka dengan rekan-rekannya yang semuanya terlibat dalam masalah yang jauh lebih luas daripada sekadar masalah [[Tionghoa]]. Rekan seniornya pada waktu itu antara lain adalah [[Lie Hwee Yoe]], pendiri biro hukum itu pada tahun 1930-an, [[Tan Po Goan]], seorang pendukung aktif revolusi dan kemudian menjadi anggota [[Partai Sosialis Indonesia]], dan [[Oei Tjoe Tat]] yang jauh lebih muda, seorang aktivis [[Sin Ming Hui]] dan belakangan aktif di [[Baperki]] dan [[Partindo]].


Setelah lebih berpengalaman, Yap bersama John Karwin, [[Mochtar Kusumaatmadja]] dan Komar membuka kantor pengacara pada [[1950]]. Sampai kemudian, Yap membuka kantor pengacara sendiri sejak tahun [[1970]] dan kemudian memelopori berdirinya Peradin (Persatuan Advokat Indonesia) dan kemudian menjadi pimpinan asosiasi advokat itu.
Setelah lebih berpengalaman, Yap bersama John Karwin, [[Mochtar Kusumaatmadja]] dan Komar membuka kantor pengacara pada [[1950]]. Sampai kemudian, Yap membuka kantor pengacara sendiri sejak tahun [[1970]] dan kemudian memelopori berdirinya Peradin (Persatuan Advokat Indonesia) dan kemudian menjadi pimpinan asosiasi advokat itu.
Baris 31: Baris 41:
Nama Yap muncul ke permukaan setelah ia terlibat dalam perdebatan di Konstituante pada 1959. Ketika itu, sebagai seorang anggota DPR dan Konstituante keturunan Tionghoa, ia menolak kebijakan fraksinya yang mendapat tekanan dari pemerintah. Ia satu-satunya anggota Konstituante yang menentang [[UUD 1945]] karena keberadaan Pasal 6 yang diskriminatif dan konsep kepresidenan yang terlalu kuat.
Nama Yap muncul ke permukaan setelah ia terlibat dalam perdebatan di Konstituante pada 1959. Ketika itu, sebagai seorang anggota DPR dan Konstituante keturunan Tionghoa, ia menolak kebijakan fraksinya yang mendapat tekanan dari pemerintah. Ia satu-satunya anggota Konstituante yang menentang [[UUD 1945]] karena keberadaan Pasal 6 yang diskriminatif dan konsep kepresidenan yang terlalu kuat.


Perjalanan karir dan perjuangannya juga ditopang dengan kuat oleh istrinya, Tan Gien Khing Nio, yang berprofesi guru. Mereka dikaruniai dua anak, Yap Hong Gie dan Yap Hong Ai, serta empat cucu. Yap, yang diberi penghargaan gelar [[doctor honoris causa]] dikenal sebagai pengabdi hukum sejati dan Yap Thiam Hien lah jang pertama menentang dengan keras Pengantian nama orang Tionghoa ke nama Indonesia jang dikataken itu ada sanget naif.
Perjalanan karier dan perjuangannya juga ditopang dengan kuat oleh istrinya, Tan Gien Khing Nio, yang berprofesi guru. Mereka dikaruniai dua anak, Yap Hong Gie dan Yap Hong Aij, serta empat cucu. Yap, yang diberi penghargaan gelar [[doctor honoris causa]] dikenal sebagai pengabdi hukum sejati.


Dalam perjalanan tugas menghadiri konferensi internasional Lembaga Donor untuk Indonesia di [[Brussel]], [[Belgia]], Yap menderita pendarahan usus. Setelah dua hari dirawat di Rumah Sakit Santo Agustinus, Brussel, Yap menghembuskan napas yang terakhir pada [[25 April]] [[1989]]. Jenazahnya diterbangkan ke Jakarta. Lima hari kemudian, diiringi ribuan pelayat, jenazahnya dikebumikan di Taman Pemakaman Umum [[Tanah Kusir]] Jakarta.
Dalam perjalanan tugas menghadiri konferensi internasional Lembaga Donor untuk Indonesia di [[Brussel]], [[Belgia]], Yap menderita pendarahan usus. Setelah dua hari dirawat di Rumah Sakit Santo Agustinus, Brussel, Yap menghembuskan napas yang terakhir pada [[25 April]] [[1989]]. Jenazahnya diterbangkan ke Jakarta. Lima hari kemudian, diiringi ribuan pelayat, jenazahnya dikebumikan di Taman Pemakaman Umum [[Tanah Kusir]] Jakarta.


Selama hidupnya, Yap dikenal sebagai seorang Kristen yang saleh, dan aktif dalam kegiatan gereja. Ia ikut mendirikan [[Universitas Kristen Indonesia]] dan pernah duduk dalam salah satu komisi dari [[Dewan Gereja-gereja se-Dunia]] dan [[International Commission of Jurists]]. [[Arief Budiman]] pernah menjuluki Yap sebagai seorang "triple minority" di Indonesia, yaitu Tionghoa, Kristen, dan jujur.
Selama hidupnya, Yap dikenal sebagai seorang Kristen yang saleh, dan aktif dalam kegiatan gereja. Ia ikut mendirikan [[Universitas Kristen Indonesia]] dan pernah duduk dalam salah satu komisi dari [[Dewan Gereja-gereja se-Dunia]] dan [[International Commission of Jurists]]. [[Arief Budiman]] pernah menjuluki Yap sebagai seorang "triple minority" di Indonesia, yaitu Tionghoa, Kristen, dan Jujur.


==Kegiatan==
== Kegiatan ==
Selama menjadi pengacara, Yap pernah membela pedagang di [[Pasar Senen]] yang tempat usahanya tergusur oleh pemilik gedung. Yap juga menjadi salah seorang pendiri [[Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia]] (YLBHI).
Selama menjadi pengacara, Yap pernah membela pedagang di [[Pasar Senen]] yang tempat usahanya tergusur oleh pemilik gedung. Yap juga menjadi salah seorang pendiri [[Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia]] (YLBHI).


Pada era [[Bung Karno]], Yap menulis artikel yang mengimbau presiden agar membebaskan sejumlah tahanan politik, seperti [[Mohammad Natsir]], [[Mohammad Roem]], [[Mochtar Lubis]], [[Subadio]], [[Syahrir]], dan [[Princen]].
Pada era [[Bung Karno]], Yap menulis artikel yang mengimbau presiden agar membebaskan sejumlah tahanan politik, seperti [[Mohammad Natsir]], [[Mohammad Roem]], [[Mochtar Lubis]], [[Subadio]], [[Syahrir]], dan [[Princen]].


Begitu pula ketika terjadinya [[Peristiwa G30S]], Yap, yang dikenal sebagai pribadi yang antikomunis, juga berani membela para tersangka G30S seperti [[Abdul Latief]], [[Asep Suryawan]], dan [[Oei Tjoe Tat]]. Yap bersama [[H.J.C Princen]], [[Aisyah Aminy]], Dr Halim, [[Wiratmo Sukito]], dan Dr Tambunan yang tergabung dalam [[Lembaga Pembela Hak-hak Asasi Manusia (LPHAM)]] yang mereka dirikan 29 April 1966 dan sekaligus mewakili [[Amnesty International]] di Indonesia, meminta supaya para [[tapol]] PKI dibebaskan.
Begitu pula ketika terjadinya [[Peristiwa G30S]], Yap, yang dikenal sebagai pribadi yang antikomunis, juga berani membela para tersangka G30S seperti [[Abdul Latief]], [[Asep Suryawan]], [[Oei Tjoe Tat]], dan [[Sudisman]]. Yap bersama [[H.J.C Princen]], [[Aisyah Aminy]], Dr Halim, [[Wiratmo Sukito]], dan Dr Tambunan yang tergabung dalam [[Lembaga Pembela Hak-hak Asasi Manusia (LPHAM)]] yang mereka dirikan 29 April 1966 dan sekaligus mewakili [[Amnesty International]] di Indonesia, meminta supaya para [[tapol]] PKI dibebaskan.

Ia juga membuktikan nasionalisme tidak dapat dikaitkan dengan nama yang disandang seseorang. Ini dibuktikannya dengan tidak mengganti [[nama Tionghoa]] yang ia sandang sampai akhir hayatnya walaupun ada himbauan dari pemerintah Orde Baru kepada orang Tionghoa di Indonesia untuk mengganti nama Tionghoa mereka.


Ia juga membela [[Soebandrio]], bekas perdana menteri, yang menjadi sasaran cacian massa pada awal Orde Baru itu. Pembelaan Yap yang serius dan teliti kepada Soebandrio itu sempat membuat hakim-hakim militer di Mahmilub ([[Mahkamah Militer Luar Biasa]]) bingung dan kesal.
Ia juga membela [[Soebandrio]], bekas perdana menteri, yang menjadi sasaran cacian massa pada awal Orde Baru itu. Pembelaan Yap yang serius dan teliti kepada Soebandrio itu sempat membuat hakim-hakim militer di Mahmilub ([[Mahkamah Militer Luar Biasa]]) bingung dan kesal.
Baris 50: Baris 62:
Pada Peristiwa [[Malari]] (Malapetaka Lima Belas Januari) [[1974]], Yap juga tampil teguh memosisikan diri membela para [[aktivis]] mahasiswa. Ia pun ditahan tanpa proses peradilan. Ia dianggap menghasut mahasiswa melakukan demonstrasi besar-besaran. Begitu pula ketika terjadi [[Peristiwa Tanjung Priok]] pada [[1984]], Yap maju ke depan membela para tersangka.
Pada Peristiwa [[Malari]] (Malapetaka Lima Belas Januari) [[1974]], Yap juga tampil teguh memosisikan diri membela para [[aktivis]] mahasiswa. Ia pun ditahan tanpa proses peradilan. Ia dianggap menghasut mahasiswa melakukan demonstrasi besar-besaran. Begitu pula ketika terjadi [[Peristiwa Tanjung Priok]] pada [[1984]], Yap maju ke depan membela para tersangka.


==Lihat pula==
== Lihat pula ==

* [[Penghargaan Yap Thiam Hien]]
* [[Penghargaan Yap Thiam Hien]]


==Pranala luar==
== Referensi ==
{{reflist}}
* {{id}} [http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/y/yap-thiam-hien/index.shtml Biografi Yap Thiam Hien di tokohindonesia.com]
* {{en}} [http://e-publishing.library.cornell.edu/Dienst/Repository/1.0/Disseminate/seap.indo/1107011777/body/pdf?userid=&password= In Memoriam: Yap Thiam Hien, oleh Daniel S. Lev]
* {{en}} [http://e-publishing.library.cornell.edu/Dienst/Repository/1.0/Disseminate/seap.indo/1107011777/body/pdf?userid=&password= Becoming an Orang Indonesia Sejati: The Political Journey of Yap Thiam Hien, oleh Daniel S. Lev]


== Pranala luar ==
{{DEFAULTSORT:Yap, Thiam Hien}}
{{wikisource|In Memoriam: Yap Thiam Hien (1913-1989)}}
* {{id}} [http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/1787-obor-pejuang-keadilan-dan-ham Biografi Yap Thiam Hien di tokohindonesia.com]{{Pranala mati|date=Januari 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
* {{en}} [http://cip.cornell.edu/DPubS?service=UI&version=1.0&verb=Display&handle=seap.indo/1107011777 In Memoriam: Yap Thiam Hien, oleh Daniel S. Lev]
* {{en}} [http://www.jstor.org/pss/3351257 Becoming an Orang Indonesia Sejati: The Political Journey of Yap Thiam Hien, oleh Daniel S. Lev]


{{Lifetime|1913|1989|Thiam Hien, Yap}}
[[Kategori:Kelahiran 1913]]
[[Kategori:Kematian 1989]]
[[Kategori:Tionghoa-Indonesia]]
[[Kategori:Pejuang HAM]]
[[Kategori:Tokoh Aceh]]
[[Kategori:Tokoh Kristen Indonesia]]


[[Kategori:Aktivis Indonesia]]
[[en:Yap Thiam Hien]]
[[Kategori:Pejuang HAM Indonesia]]
[[Kategori:Pengacara Indonesia]]
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Alumni Universitas Leiden]]
[[Kategori:Alumni SMA Negeri 1 Yogyakarta]]
[[Kategori:Tionghoa-Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Hakka]]
[[Kategori:Marga Ye]]
[[Kategori:Tokoh dari Banda Aceh]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Anggota Konstituante Republik Indonesia]]

Revisi terkini sejak 6 September 2023 11.05

Infobox orangYap Thiam Hien

Edit nilai pada Wikidata
Biografi
Kelahiran25 Mei 1913 Edit nilai pada Wikidata
Banda Aceh Edit nilai pada Wikidata
Kematian29 April 1989 Edit nilai pada Wikidata (75 tahun)
Daerah Ibu Kota Brussel Edit nilai pada Wikidata
Anggota Konstituante Republik Indonesia
6 Maret 1958 – 5 Juli 1959 Edit nilai pada Wikidata
Data pribadi
PendidikanUniversitas Leiden Edit nilai pada Wikidata
Kegiatan
Pekerjaanaktivis hak asasi manusia, dosen, pengacara Edit nilai pada Wikidata
Bekerja diUniversitas Vrije Amsterdam Edit nilai pada Wikidata
Partai politikBadan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia Edit nilai pada Wikidata
Yap Thiam Hien
Hanzi tradisional: 葉添興[1]
Hanzi sederhana: 叶添兴
Alih aksara
Mandarin
- Hanyu Pinyin: Yè Tiān Xìng

Mr. Yap Thiam Hien (25 Mei 1913 – 25 April 1989) adalah seorang pengacara Indonesia keturunan Tionghoa Aceh. Ia mengabdikan seluruh hidupnya berjuang demi menegakkan keadilan dan hak asasi manusia (HAM). Namanya diabadikan sebagai nama sebuah penghargaan yang diberikan kepada orang-orang yang berjasa besar bagi penegakan hak asasi manusia di Indonesia.

Yap Thiam Hien, yang biasa dipanggil "John" oleh teman-teman akrabnya, adalah anak sulung dari tiga bersaudara dari Yap Sin Eng dan Hwan Tjing Nio. Keluarganya masih keturunan Cabang Atas, yaitu golongan baba bangsawan di Hindia Belanda. Kakek buyutnya, Yap A Sin, menjabat sebagai Luitenant der Chinezen di Kutaraja, dan adalah kelahiran Guangdong di Tiongkok yang hijrah ke Bangka, lalu menetap di Aceh. Ketika monopoli opium di Hindia Belanda dihapuskan, kehidupan keluarga Yap dan banyak tokoh masyarakat Tionghoa saat itu merosot. Ditambah lagi oleh kekeliruan investasi di Aceh berupa kebun kelapa yang ternyata tidak memberikan hasil yang menguntungkan. Pada tahun 1920 kedudukan keluarga Yap digantikan oleh keluarga Han, yang datang dari Jawa Timur.

Thiam Hien dibesarkan dalam lingkungan perkebunan yang sangat feodalistik. Kondisi lingkungan feodalistik ini telah menempa pribadi cucu Kapitan Yap Hun Han (Jap Joen Khoy) ini sejak kecil bersifat memberontak dan membenci segala bentuk penindasan dan kesewenang-wenangan.

Pada usia 9 tahun, ibu Thiam Hien meninggal dunia. Ia dan kedua orang adiknya kemudian dibesarkan oleh Sato Nakashima, seorang perempuan Jepang yang merupakan gundik kakeknya. Sato ternyata memainkan peranan besar dalam kehidupan Thiam Hien, memberikan kemesraan keluarga yang biasanya tidak ditemukan dalam keluarga Tionghoa serta rasa etis yang kuat yang kelak menjiwai kehidupan Thiam Hien pada masa dewasa.

Yap Sin Eng, ayah Thiam Hien, ternyata adalah figur yang lemah. Namun Sin Eng ikut membentuk kehidupan anak-anaknya, karena ia memutuskan untuk memohon status hukum disamakan (gelijkstelling) dengan bangsa Eropa. Hal ini memungkinkan anak-anaknya memperoleh pendidikan Eropa, meskipun mereka telah kehilangan status sebagai tokoh masyarakat.

Pindah ke Jawa

[sunting | sunting sumber]

Thiam Hien belajar di Europesche Lagere School, Banda Aceh. Kemudian melanjut ke MULO di Banda Aceh. Pada tahun 1920-an, Yap Sin Eng membawa Thiam Hien dan adiknya Thiam Bong pindah ke Batavia. Thiam Hien pun pindah sekolah ke MULO di Batavia, lalu meneruskan ke AMS A-II dengan program bahasa-bahasa Barat di Bandung dan Yogyakarta (kini SMA Negeri 1 Yogyakarta) dan lulus pada 1933. Ia sangat tertarik akan sejarah dan fasih dalam bahasa-bahasa Barat, yaitu bahasa Belanda, bahasa Jerman, bahasa Inggris, bahasa Prancis, dan bahasa Latin.

Pada 1938, Yap memeluk agama Kristen, setelah selama beberapa tahun mempelajarinya dan berkenalan lewat sebuah keluarga Indo, tempat ia kos di Yogyakarta.

Menjadi guru

[sunting | sunting sumber]

Selesai dari AMS, dunia pada saat itu dilanda depresi ekonomi, dan Yap tidak dapat memperoleh pekerjaan. Karena itu ia pindah ke Batavia, dan masuk ke Hollands-Chineesche Kweekschool (HCK), di Meester Cornelis. HCK adalah sekolah pendidikan guru yang berlangsung satu tahun, yang memberikan kesempatan kepada para pemuda peranakan yang ingin menempuh pendidikan profesional, tetapi tidak mempunyai biaya untuk masuk ke universitas. Setamat dari HCK, Yap menjadi guru selama empat tahun di wilde scholen (sekolah-sekolah yang tidak diakui pemerintah Belanda) Chinese Zendingschool, Cirebon. Berikutnya menjadi guru di Tionghwa Hwee Kwan Holl, China School di Rembang dan Christelijke School di Batavia. Lalu, sejak 1938, Yap yang pernah menjadi pencari langganan telepon, bekerja di kantor asuransi Jakarta dan di Balai Harta Peninggalan Departemen Kehakiman pada 1943 serta mendaftar di Rechsthogeschool (Sekolah Tinggi Hukum).

Berangkat ke Belanda

[sunting | sunting sumber]
Yap Thiam Hien menerima penghargaan pada acara dies natalis Vrije Universiteit Amsterdam, 1980

Pada awal 1946, Yap mendapatkan kesempatan untuk bekerja pada sebuah kapal pemulangan orang-orang Belanda yang mengantarkannya ke Belanda untuk menyelesaikan studi hukumnya di Universitas Leiden. Dari sana ia meraih gelar Meester in de Rechten. Sementara belajar di Leiden, Yap tinggal di Zendingshuis, pusat Gereja Reformasi Belanda di Oegstgeest. Selama tinggal di Zendingshuis, Yap banyak membaca buku-buku teologi Protestan dan berdiskusi dengan para mahasiswa Belanda yang mempersiapkan diri untuk menjadi misionaris. Yap semakin tertarik akan pelayanan gereja, dan Gereja Reformasi Belanda kemudian menawarkan kesempatan kepada Yap untuk belajar di Selly Oak College di Inggris, dengan syarat ia kelak mengabdikan hidupnya bagi pelayanan gereja di Indonesia. Yap setuju dan sekembalinya dari Eropa ia menjadi pemimpin organisasi pemuda Kristen Tjeng Lian Hwee di Jakarta pada akhir 1940-an. Selama di Belanda, Yap berkembang menjadi seorang sosialis demokrat melalui pergaulannya dengan banyak mahasiswa Indonesia lainnya yang terkait dengan Partij van de Arbeid (Partai Buruh) di italy .

Menjadi pengacara

[sunting | sunting sumber]

Sekembalinya ke tanah air pada 1948, Yap menikah. Ayahnya, Yap Sin Eng dan Sato Nakashima meninggal pada 1949. Yap mulai bekerja di gereja. Ia pun kemudian mulai berkiprah sebagai seorang pengacara warga untuk warga keturunan Tionghoa di Jakarta. Belakangan ia bergabung dengan sebuah biro hukum kecil namun cukup terkemuka dengan rekan-rekannya yang semuanya terlibat dalam masalah yang jauh lebih luas daripada sekadar masalah Tionghoa. Rekan seniornya pada waktu itu antara lain adalah Lie Hwee Yoe, pendiri biro hukum itu pada tahun 1930-an, Tan Po Goan, seorang pendukung aktif revolusi dan kemudian menjadi anggota Partai Sosialis Indonesia, dan Oei Tjoe Tat yang jauh lebih muda, seorang aktivis Sin Ming Hui dan belakangan aktif di Baperki dan Partindo.

Setelah lebih berpengalaman, Yap bersama John Karwin, Mochtar Kusumaatmadja dan Komar membuka kantor pengacara pada 1950. Sampai kemudian, Yap membuka kantor pengacara sendiri sejak tahun 1970 dan kemudian memelopori berdirinya Peradin (Persatuan Advokat Indonesia) dan kemudian menjadi pimpinan asosiasi advokat itu.

Dalam rangka memperkuat perlawanannya terhadap penindasan dan tindakan diskriminatif yang dialami keturunan Tionghoa, Yap ikut mendirikan Baperki, suatu organisasi massa yang mulanya didirikan untuk memperjuangkan kepentingan politik orang-orang Tionghoa. Lalu, pada Pemilihan Umum 1955, ia menjadi anggota Konstituante. Namun Yap berbeda paham politik dengan Siauw Giok Tjhan, salah satu tokoh Baperki saat itu. Ia menentang politik Siauw yang cenderung kekiri-kirian. Karena itu Yap kemudian keluar dari organisasi itu.

Nama Yap muncul ke permukaan setelah ia terlibat dalam perdebatan di Konstituante pada 1959. Ketika itu, sebagai seorang anggota DPR dan Konstituante keturunan Tionghoa, ia menolak kebijakan fraksinya yang mendapat tekanan dari pemerintah. Ia satu-satunya anggota Konstituante yang menentang UUD 1945 karena keberadaan Pasal 6 yang diskriminatif dan konsep kepresidenan yang terlalu kuat.

Perjalanan karier dan perjuangannya juga ditopang dengan kuat oleh istrinya, Tan Gien Khing Nio, yang berprofesi guru. Mereka dikaruniai dua anak, Yap Hong Gie dan Yap Hong Aij, serta empat cucu. Yap, yang diberi penghargaan gelar doctor honoris causa dikenal sebagai pengabdi hukum sejati.

Dalam perjalanan tugas menghadiri konferensi internasional Lembaga Donor untuk Indonesia di Brussel, Belgia, Yap menderita pendarahan usus. Setelah dua hari dirawat di Rumah Sakit Santo Agustinus, Brussel, Yap menghembuskan napas yang terakhir pada 25 April 1989. Jenazahnya diterbangkan ke Jakarta. Lima hari kemudian, diiringi ribuan pelayat, jenazahnya dikebumikan di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir Jakarta.

Selama hidupnya, Yap dikenal sebagai seorang Kristen yang saleh, dan aktif dalam kegiatan gereja. Ia ikut mendirikan Universitas Kristen Indonesia dan pernah duduk dalam salah satu komisi dari Dewan Gereja-gereja se-Dunia dan International Commission of Jurists. Arief Budiman pernah menjuluki Yap sebagai seorang "triple minority" di Indonesia, yaitu Tionghoa, Kristen, dan Jujur.

Selama menjadi pengacara, Yap pernah membela pedagang di Pasar Senen yang tempat usahanya tergusur oleh pemilik gedung. Yap juga menjadi salah seorang pendiri Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Pada era Bung Karno, Yap menulis artikel yang mengimbau presiden agar membebaskan sejumlah tahanan politik, seperti Mohammad Natsir, Mohammad Roem, Mochtar Lubis, Subadio, Syahrir, dan Princen.

Begitu pula ketika terjadinya Peristiwa G30S, Yap, yang dikenal sebagai pribadi yang antikomunis, juga berani membela para tersangka G30S seperti Abdul Latief, Asep Suryawan, Oei Tjoe Tat, dan Sudisman. Yap bersama H.J.C Princen, Aisyah Aminy, Dr Halim, Wiratmo Sukito, dan Dr Tambunan yang tergabung dalam Lembaga Pembela Hak-hak Asasi Manusia (LPHAM) yang mereka dirikan 29 April 1966 dan sekaligus mewakili Amnesty International di Indonesia, meminta supaya para tapol PKI dibebaskan.

Ia juga membuktikan nasionalisme tidak dapat dikaitkan dengan nama yang disandang seseorang. Ini dibuktikannya dengan tidak mengganti nama Tionghoa yang ia sandang sampai akhir hayatnya walaupun ada himbauan dari pemerintah Orde Baru kepada orang Tionghoa di Indonesia untuk mengganti nama Tionghoa mereka.

Ia juga membela Soebandrio, bekas perdana menteri, yang menjadi sasaran cacian massa pada awal Orde Baru itu. Pembelaan Yap yang serius dan teliti kepada Soebandrio itu sempat membuat hakim-hakim militer di Mahmilub (Mahkamah Militer Luar Biasa) bingung dan kesal.

Yap juga seorang tokoh yang antikorupsi. Ia bahkan sempat ditahan selama seminggu pada tahun 1968 sebagai akibat kegigihannya menentang korupsi di lembaga pemerintah.

Pada Peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari) 1974, Yap juga tampil teguh memosisikan diri membela para aktivis mahasiswa. Ia pun ditahan tanpa proses peradilan. Ia dianggap menghasut mahasiswa melakukan demonstrasi besar-besaran. Begitu pula ketika terjadi Peristiwa Tanjung Priok pada 1984, Yap maju ke depan membela para tersangka.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]