Lompat ke isi

Kritik sastra Jawa: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
Ariyanto (bicara | kontrib)
k Perbaikan minor (via JWB)
 
(6 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
'''Kritik Sastra Jawa''' merupakan kegiatan [[kritik sastra]] yang berkembang di [[Jawa]].<ref name="suwondo"> {{cite book|title=Kritik Sastra Jawa|author=Tirto Suwondo,dkk|publisher=Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional|year=2003|location=Jakarta|isbn=979-685-382-5}} </ref> [[Sastra Jawa]] merupakan sastra daerah yang menjadi bagian dari sastra nusantara.<ref name="kbbi"> {{cite web|url=http://kbbi.web.id/sastra|title=Kamus Besar Bahasa Indonesia|accessdate=9 Mei 2014}} </ref> <ref name="suwondo"/> Pembicaraan mengenai sastra Jawa modern dan perkembangannya mulai muncul pada tahun 1950-an sampai 1970-an.<ref name="suwondo"/> Pada tahun itu pula muncul perbincangan mengenai kritik sastra Jawa.<ref name="suwondo"/> Kritik sastra Jawa juga mencakup [[analisa]] mengenai unsur [[religius]] dalam sastra Jawa.<ref name="dojo"> {{cite book|title=Unsur Religius dalam Sastra Jawa|author=Dojosantosa|publisher=Aneka Ilmu|year=1986|location=Semarang}} </ref> Teks-teks sastra Jawa biasanya berbentuk surat-surat dalam bahasa Jawa.<ref name="sastra"> {{cite web|url=http://www.sastra.org/bahasa-dan-budaya/45-pengetahuan-bahasa/223-basa-basuki-dwijawiyata-1937-294|title=Basa Basuki|publisher=Program Digitalisasi Sastra Daerah|accessdate=9 Mei 2014}} </ref>
'''Kritik Sastra Jawa''' adalah kegiatan [[kritik sastra]] yang berkembang di [[Jawa]].<ref name="suwondo">{{cite book|title=Kritik Sastra Jawa|author=Tirto Suwondo,dkk|publisher=Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional|year=2003|location=Jakarta|isbn=979-685-382-5}}</ref> [[Sastra Jawa]] adalah sastra daerah yang menjadi bagian dari sastra nusantara.<ref name="suwondo"/><ref name="kbbi">{{cite web|url=http://kbbi.web.id/sastra|title=Kamus Besar Bahasa Indonesia|accessdate=9 Mei 2014}}</ref> Pembicaraan mengenai sastra Jawa modern dan perkembangannya mulai muncul pada tahun 1950-an sampai 1970-an.<ref name="suwondo"/> Pada tahun itu pula muncul perbincangan mengenai kritik sastra Jawa.<ref name="suwondo"/> Kritik sastra Jawa juga mencakup [[analisis]] mengenai unsur [[religius]] dalam sastra Jawa.<ref name="dojo">{{cite book|title=Unsur Religius dalam Sastra Jawa|author=Dojosantosa|publisher=Aneka Ilmu|year=1986|location=Semarang}}</ref> Teks-teks sastra Jawa biasanya berbentuk surat-surat dalam bahasa Jawa.<ref name="sastra">{{cite web|url=http://www.sastra.org/bahasa-dan-budaya/45-pengetahuan-bahasa/223-basa-basuki-dwijawiyata-1937-294|title=Basa Basuki|publisher=Program Digitalisasi Sastra Daerah|accessdate=9 Mei 2014|archive-date=2014-05-12|archive-url=https://web.archive.org/web/20140512225920/http://www.sastra.org/bahasa-dan-budaya/45-pengetahuan-bahasa/223-basa-basuki-dwijawiyata-1937-294|dead-url=yes}}</ref>
[[Berkas:Ranggawarsita.jpg|jmpl|200px|ka|Ranggawarsita, salah satu pelopor kritik sastra Jawa]]
[[Berkas:Ranggawarsita.jpg|jmpl|200px|ka|Ranggawarsita, salah satu pelopor kritik sastra Jawa]]
== Perkembangan Kritik dan Budaya Jawa ==
== Perkembangan Kritik dan Budaya Jawa ==
Kritik sastra merupakan kegiatan menghakimi sastra.<ref name="kritik"> {{cite book|title=Kritik Sastra, Sebuah Pengantar|author=Andre Hardjana|publisher=Gramedia|year=1981|location=Jakarta|page=1-6|}} </ref> Dalam budaya Jawa mengkritik atau menghakimi adalah sesuatu yang dianggap tidak sopan.<ref name="suwondo"/> Budaya Jawa menekankan konsep kehalusan rasa yang membuat orang tidak mudah menyakiti perasaan orang lain.<ref name="suwondo"/> Namun ada isitilah ''anyaruwe'' yang artinya adalah tanggapan -dalam kamus bahasa Jawa.<ref name="suwondo"/> Pada zaman kerajaan Islam misalnya [[Ranggawarsita]] yang menulis kritik dalam bukunya [[Serat Wicara Keras]].<ref name="suwondo"/> Akan tetapi, kritik tidak disampaikan secara terang-terangan. Kritik terhadap pujangga pada zaman itu di tuangkan dalam [[tembang]] dengan pilihan kata yang tepat.<ref name="suwondo"/>
Kritik sastra merupakan kegiatan menghakimi sastra.<ref name="kritik">{{cite book|title=Kritik Sastra, Sebuah Pengantar|author=Andre Hardjana|publisher=Gramedia|year=1981|location=Jakarta|page=1-6|}}</ref> Dalam budaya Jawa mengkritik atau menghakimi adalah sesuatu yang dianggap tidak sopan.<ref name="suwondo"/> Budaya Jawa menekankan konsep kehalusan rasa yang membuat orang tidak mudah menyakiti perasaan orang lain.<ref name="suwondo"/> Namun ada isitilah ''anyaruwe'' yang artinya adalah tanggapan -dalam kamus bahasa Jawa.<ref name="suwondo"/> Pada zaman kerajaan Islam misalnya [[Ranggawarsita]] yang menulis kritik dalam bukunya [[Serat Wicara Keras]].<ref name="suwondo"/> Akan tetapi, kritik tidak disampaikan secara terang-terangan. Kritik terhadap pujangga pada zaman itu di tuangkan dalam [[tembang]] dengan pilihan kata yang tepat.<ref name="suwondo"/>


Pada tahun 1920-1930-an mulai muncul esai-esai kritis dalam majalah-majalah bahasa Jawa.<ref name="suwondo"/> Misalnya dalam majalah ‘’Kedjawen’’ terdapat rubrik ‘’Obrolanipun Petruk kaliyan Gareng’ yang muncul tahun 1938.<ref name="suwondo"/> Rubrik tersebut merupakan rubrik kritik terhadap budaya dan bahasa Jawa.<ref name="suwondo"/> Kritik yang lebih terbuka misalnya yang dilakukan lembaga swasta bernama ‘’Paheman Paniti Basa’’ di Surakarta.<ref name="suwondo"/> Lembaga ini mengkritisi bahasa Jawa yang mulai rusak dan menatanya kembali sesuai dengan standar bahasa Jawa.<ref name="suwondo"/>
Pada tahun 1920-1930-an mulai muncul esai-esai kritis dalam majalah-majalah bahasa Jawa.<ref name="suwondo"/> Misalnya dalam majalah ‘’Kedjawen’’ terdapat rubrik ‘’Obrolanipun Petruk kaliyan Gareng’ yang muncul tahun 1938.<ref name="suwondo"/> Rubrik tersebut merupakan rubrik kritik terhadap budaya dan bahasa Jawa.<ref name="suwondo"/> Kritik yang lebih terbuka misalnya yang dilakukan lembaga swasta bernama ‘’Paheman Paniti Basa’’ di Surakarta.<ref name="suwondo"/> Lembaga ini mengkritisi bahasa Jawa yang mulai rusak dan menatanya kembali sesuai dengan standar bahasa Jawa.<ref name="suwondo"/>
Baris 8: Baris 8:
== Dinamika Kritik Sastra Jawa ==
== Dinamika Kritik Sastra Jawa ==
Pada tahun 1950-an ketika sastra indonesia mulai berkembang, para pengarang etnis Jawa mulai beralih menulisa sastra Indonesia walaupun tidak meninggalkan identitas Jawa dalam tulisan-tulisan mereka.<ref name="suwondo"/> Pengarang-pengarang tersebut di antaranya, [[Pramoedya Ananta Toer]], [[Nh. Dini]], [[Toto Sudarto Bachtiar]] dan [[Soeagio Satrowardojo|Soebagio Satrowardojo]].<ref name="suwondo"/> Namun beberapa penulis masih mempertahankan karya mereka dalam bahasa Jawa seperti [[Ahmad Tohari]] yang menulis [[Ronggeng Dukuh Paruk]] dalam bahasa Jawa Banyumas.<ref name="suwondo"/> Tahun 1950 juga menjadi tanda munculnya kritik sastra Jawa secara lebih terbuka.<ref name="suwondo"/> Selain terbuka, penulisan kritik sastra Jawa pada masa itu juga lebih objektif terhadap suatu karya. Misalnya, Susan yang menjadi kritikus pertama menuliskan kritiknya dalam majalah [[Cerita Cekak]].<ref name="suwondo"/>
Pada tahun 1950-an ketika sastra indonesia mulai berkembang, para pengarang etnis Jawa mulai beralih menulisa sastra Indonesia walaupun tidak meninggalkan identitas Jawa dalam tulisan-tulisan mereka.<ref name="suwondo"/> Pengarang-pengarang tersebut di antaranya, [[Pramoedya Ananta Toer]], [[Nh. Dini]], [[Toto Sudarto Bachtiar]] dan [[Soeagio Satrowardojo|Soebagio Satrowardojo]].<ref name="suwondo"/> Namun beberapa penulis masih mempertahankan karya mereka dalam bahasa Jawa seperti [[Ahmad Tohari]] yang menulis [[Ronggeng Dukuh Paruk]] dalam bahasa Jawa Banyumas.<ref name="suwondo"/> Tahun 1950 juga menjadi tanda munculnya kritik sastra Jawa secara lebih terbuka.<ref name="suwondo"/> Selain terbuka, penulisan kritik sastra Jawa pada masa itu juga lebih objektif terhadap suatu karya. Misalnya, Susan yang menjadi kritikus pertama menuliskan kritiknya dalam majalah [[Cerita Cekak]].<ref name="suwondo"/>
Perkembangan dan dinamika kritik sastra Jawa tidak hanya ditandai dengan perkembangan dari aspek isi namun juga bahasa yang digunakan.<ref name="suwondo"/> Pada tahun 1960 berdiri OPSJ (Organisasi Pengarang Sastra Jawa).<ref name="suwondo"/> Diskusi dan kritik mengenai sastra Jawa mulai dilaksanakan dalam bahasa Indonesia.<ref name="suwondo"/> Pada tahun 1970 kritik sastra Jawa berbahasa Indonesia mulai muncul di media massa.<ref name="suwondo"/> Misalnya, [[Sukardo Hadisukarno]] menulis esai berjudul “Sastra Jawa Modern : Perlu Diperkenalkan Lebih Luas”.<ref name="suwondo"/> Artikel ini membahas mengenai kesenjangan yang terjadi antara sastra lama dengan sastra modern.<ref name="suwondo"/> Tahun 1990-an esai-esai kritik sastra Jawa semakin banyak ditemui di media massa, bahkan juga dalam bentuk buku. [[Suripan Sadi Utomo]] menulis buku Sosiologi Sastra Jawa pada tahun 1997.<ref name="suwondo"/>
Perkembangan dan dinamika kritik sastra Jawa tidak hanya ditandai dengan perkembangan dari aspek isi namun juga bahasa yang digunakan.<ref name="suwondo"/> Pada tahun 1960 berdiri OPSJ (Organisasi Pengarang Sastra Jawa).<ref name="suwondo"/> Diskusi dan kritik mengenai sastra Jawa mulai dilaksanakan dalam bahasa Indonesia.<ref name="suwondo"/> Pada tahun 1970 kritik sastra Jawa berbahasa Indonesia mulai muncul di media massa.<ref name="suwondo"/> Misalnya, [[Sukardo Hadisukarno]] menulis esai berjudul “Sastra Jawa Modern: Perlu Diperkenalkan Lebih Luas”.<ref name="suwondo"/> Artikel ini membahas mengenai kesenjangan yang terjadi antara sastra lama dengan sastra modern.<ref name="suwondo"/> Tahun 1990-an esai-esai kritik sastra Jawa semakin banyak ditemui di media massa, bahkan juga dalam bentuk buku. [[Suripan Sadi Utomo]] menulis buku Sosiologi Sastra Jawa pada tahun 1997.<ref name="suwondo"/>


== Rujukan ==
== Rujukan ==
{{reflist}}
{{reflist}}
{{Authority control}}


[[Kategori:Sastra]]
[[Kategori:Sastra]]

Revisi terkini sejak 11 Desember 2022 23.38

Kritik Sastra Jawa adalah kegiatan kritik sastra yang berkembang di Jawa.[1] Sastra Jawa adalah sastra daerah yang menjadi bagian dari sastra nusantara.[1][2] Pembicaraan mengenai sastra Jawa modern dan perkembangannya mulai muncul pada tahun 1950-an sampai 1970-an.[1] Pada tahun itu pula muncul perbincangan mengenai kritik sastra Jawa.[1] Kritik sastra Jawa juga mencakup analisis mengenai unsur religius dalam sastra Jawa.[3] Teks-teks sastra Jawa biasanya berbentuk surat-surat dalam bahasa Jawa.[4]

Ranggawarsita, salah satu pelopor kritik sastra Jawa

Perkembangan Kritik dan Budaya Jawa

[sunting | sunting sumber]

Kritik sastra merupakan kegiatan menghakimi sastra.[5] Dalam budaya Jawa mengkritik atau menghakimi adalah sesuatu yang dianggap tidak sopan.[1] Budaya Jawa menekankan konsep kehalusan rasa yang membuat orang tidak mudah menyakiti perasaan orang lain.[1] Namun ada isitilah anyaruwe yang artinya adalah tanggapan -dalam kamus bahasa Jawa.[1] Pada zaman kerajaan Islam misalnya Ranggawarsita yang menulis kritik dalam bukunya Serat Wicara Keras.[1] Akan tetapi, kritik tidak disampaikan secara terang-terangan. Kritik terhadap pujangga pada zaman itu di tuangkan dalam tembang dengan pilihan kata yang tepat.[1]

Pada tahun 1920-1930-an mulai muncul esai-esai kritis dalam majalah-majalah bahasa Jawa.[1] Misalnya dalam majalah ‘’Kedjawen’’ terdapat rubrik ‘’Obrolanipun Petruk kaliyan Gareng’ yang muncul tahun 1938.[1] Rubrik tersebut merupakan rubrik kritik terhadap budaya dan bahasa Jawa.[1] Kritik yang lebih terbuka misalnya yang dilakukan lembaga swasta bernama ‘’Paheman Paniti Basa’’ di Surakarta.[1] Lembaga ini mengkritisi bahasa Jawa yang mulai rusak dan menatanya kembali sesuai dengan standar bahasa Jawa.[1]

Dinamika Kritik Sastra Jawa

[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1950-an ketika sastra indonesia mulai berkembang, para pengarang etnis Jawa mulai beralih menulisa sastra Indonesia walaupun tidak meninggalkan identitas Jawa dalam tulisan-tulisan mereka.[1] Pengarang-pengarang tersebut di antaranya, Pramoedya Ananta Toer, Nh. Dini, Toto Sudarto Bachtiar dan Soebagio Satrowardojo.[1] Namun beberapa penulis masih mempertahankan karya mereka dalam bahasa Jawa seperti Ahmad Tohari yang menulis Ronggeng Dukuh Paruk dalam bahasa Jawa Banyumas.[1] Tahun 1950 juga menjadi tanda munculnya kritik sastra Jawa secara lebih terbuka.[1] Selain terbuka, penulisan kritik sastra Jawa pada masa itu juga lebih objektif terhadap suatu karya. Misalnya, Susan yang menjadi kritikus pertama menuliskan kritiknya dalam majalah Cerita Cekak.[1] Perkembangan dan dinamika kritik sastra Jawa tidak hanya ditandai dengan perkembangan dari aspek isi namun juga bahasa yang digunakan.[1] Pada tahun 1960 berdiri OPSJ (Organisasi Pengarang Sastra Jawa).[1] Diskusi dan kritik mengenai sastra Jawa mulai dilaksanakan dalam bahasa Indonesia.[1] Pada tahun 1970 kritik sastra Jawa berbahasa Indonesia mulai muncul di media massa.[1] Misalnya, Sukardo Hadisukarno menulis esai berjudul “Sastra Jawa Modern: Perlu Diperkenalkan Lebih Luas”.[1] Artikel ini membahas mengenai kesenjangan yang terjadi antara sastra lama dengan sastra modern.[1] Tahun 1990-an esai-esai kritik sastra Jawa semakin banyak ditemui di media massa, bahkan juga dalam bentuk buku. Suripan Sadi Utomo menulis buku Sosiologi Sastra Jawa pada tahun 1997.[1]

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z Tirto Suwondo,dkk (2003). Kritik Sastra Jawa. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. ISBN 979-685-382-5. 
  2. ^ "Kamus Besar Bahasa Indonesia". Diakses tanggal 9 Mei 2014. 
  3. ^ Dojosantosa (1986). Unsur Religius dalam Sastra Jawa. Semarang: Aneka Ilmu. 
  4. ^ "Basa Basuki". Program Digitalisasi Sastra Daerah. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-12. Diakses tanggal 9 Mei 2014. 
  5. ^ Andre Hardjana (1981). Kritik Sastra, Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia. hlm. 1-6.