Lompat ke isi

Patih Udara: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Mutaya (bicara | kontrib)
paragraf
Mojopahit1293 (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(44 revisi perantara oleh 16 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox raja
'''Patih Udara''' <!-- atau '''Patih Mahodara/Maudara''' (versi [[Hikayat Banjar]]) : sembunyikan dulu, perlu rujukan. --> adalah seorang [[patih]] (''rakryan apatih'' atau ''hamangkubhumi'') kerajaan [[Majapahit]] pada masa pemerintahan [[Dyah Ranawijaya]].<ref name=Olthof/> Ia juga diketahui sebagai seorang pemegang kekuasaan terakhir sisa-sisa kerajaan tersebut (1499-1518),<ref name=Rouffaer/> sebelum akhirnya diambil-alih seutuhnya oleh [[Kesultanan Demak]].
| name = Udara
| title = Sri Mahapatih Maudhara
| image =
| caption = Ilustrasi Raden Wijaya
| succession = {{flagicon|Indonesia|naval|size=23px}} [[Patih|Patih Majapahit]]
| reign = 1498 - 1518
| coronation =
| predecessor = [[Wahan]]
| successor = Petahana
| suc-type =
| birth_name =
| birth_date =
| birth_place =
| death_date =
| death_place = [[Berkas:Naval flag of Majapahit Kingdom.svg|22x20px]] Majapahit
| date of burial =
| place of burial =
| consort =
| issue =
| full name =
| regnal name =
| father = [[Wahan]]
| mother =
| religion =
| succession1 = Maharaja [[Majapahit]] ke-13
| reign1 = 1518 - 1527
| predecessor1 = [[Dyah Ranawijaya]]
| successor1 = Bubar
| queen =
| spouse 2 =
| spouse 1 =
| spouse 3 =
| spouse 4 =
| spouse 5 =
| spouse 6 =
| royal house =
| dynasty =
| heir =
| royal anthem =
}}

'''Patih Udara''' / '''Maudhara''' / '''Andura''' adalah seorang [[Mahapatih|Patih]] atau Perdana Menteri (''apatih'' ''amangkubhumi'') kerajaan [[Majapahit]] pada masa pemerintahan [[Dyah Ranawijaya|Girindrawardhana Dyah Ranawijaya]].<ref name=Olthof/> Udara menurut catatan Portugis diketahui sebagai seorang pemegang kekuasaan terakhir sisa-sisa kerajaan Majapahit pada tahun 1498–1527,<ref name="Rouffaer">[[G.P. Rouffaer]], "Wanneer is Madjapahit gevallen?", ''BKI'', 50, 1899, hlm. 144; H.J. de Graaf en Th. G. Th. Pigeaud, ''De Eerste Moslimse Vorstendommen op Java'', 1974, hlm. 47.</ref> Majapahit Kediri yang Dipimpin Patih Maudhara ditaklukkan oleh [[Kesultanan Demak]] pada tahun 1527,Dikarenakan Raden Patah tidak ingin Majapahit jatuh diluar Dinasti Rajasa.Berdasarkan Babad Sumenep ,Pada Masa pemerintahan Patih Udhara bersaing dengan Ratu Ratna Pembayun (Putri Sulung Brawijaya V) yang berkedudukan Di Japan/ Dekat Kota Mojokerto.


== Sejarah ==
== Sejarah ==
Menurut keterangan [[Babad Tanah Jawi]], Patih Udara merupakan anak dari Patih Wahan, dan semula menjabat sebagai seorang [[adipati]] di [[Kediri]].<ref name=Olthof>W.L. Olthof, ''Babad Tanah Djawi'', 1941, teks bahasa Jawa, hlm. 17-18.</ref> Mpu Wahan adalah patih yang mendampingi raja [[Majapahit]] [[Dyah Ranawijaya]] di awal masa pemerintahannya,<ref>OJO,XCI, baris ke-2.</ref> Udara kemudian juga mendampingi Ranawijaya sebagai patih pada masa akhir pemerintahannya.
Menurut keterangan [[Babad Tanah Jawi]], Patih Udara merupakan anak dari Patih Wahan, dan semula menjabat sebagai seorang [[adipati]] di [[Kediri]].<ref name=Olthof>W.L. Olthof, ''Babad Tanah Djawi'', 1941, teks bahasa Jawa, hlm. 17-18.</ref> Wahan adalah patih yang mendampingi raja [[Dyah Ranawijaya|Girindrawardhana Dyah Ranawijaya]] di awal masa pemerintahannya.<ref>OJO,XCI, baris ke-2.</ref> Kemudian pada tahun 1498, Patih Wahan digantikan oleh Patih Udara mendampingi Ranawijaya sebagai ''apatih amangkubhumi'' (perdana menteri) hingga masa akhir Majapahit.


Pengelana Portugis [[Tomé Pires]] berkunjung ke Jawa antara tahun [[1512]]-[[1515]] menyebutkan dalam catatannya ''[[Suma Oriental]]'' bahwa ''Pate Udra'' (atau ''Pate Andura'') memiliki kekuasaan yang cukup besar. Meskipun hanya sebagai patih (''viso rey'') dan panglima perang (''capitam moor''), ia sangat disegani sehingga dianggap hampir seperti raja.<ref>Armando Cortesao, ''The Suma Oriental of Tomé Pires'', I, 1944, hlm. 175-176.</ref>
Seorang penjelajah Portugis bernama [[Tomé Pires]], mencatat kesaksian dan informasi yang dia dapatkan selama melakukan perjalanan ke penjuru Asia termasuk ke Jawa, antara tahun [[1512]]-[[1515]]. Pires dalam catatannya yang disebut ''[[Suma Oriental]],'' menyebutkan bahwa raja pada saat itu, ''Batara Vojyaya'' (Batara Wijaya atau Brawijaya, identik dengan [[Dyah Raṇawijaya|Dyah Ranawijaya]]), sudah tidak memiliki pengaruh dan hanya merupakan pemimpin simbolis saja. Sedangkan pemerintahan efektif dipegang oleh Patih Udara, yang disebut dengan gelarnya yaitu ''Guste Pate'' (atau Gusti Patih) atau ''Pate Andura. Guste Pate'' menurut Pires disebut memiliki kekuasaan yang dominan dalam pemerintahan dan merupakan penguasa ''de facto'' Majapahit.<ref name=":0" />


Meskipun secara formal, Udara hanya menjabat sebagai patih (''viso rey'') dan panglima perang, dia sangat disegani sehingga dianggap hampir seperti raja. Udara juga mengukuhkan kekuasaan melalui hubungan kekerabatan. Udara menikah dengan putri dari penguasa Blambangan yaitu ''Pate Pimtor'' (Menak Pentor), menikahkan putrinya dengan ''Batara Vojyaya'', dan menempatkan putranya ''Pate Sepetat'' (Menak Sapetak) sebagai penguasa ''Gamda'' (Pasuruan). Udara menjadi pemimpin tertinggi yang menggalang perlawanan sisa-sisa Majapahit terhadap penguasa-penguasa Islam di pesisir utara Jawa, terutama [[Kesultanan Demak|Demak]].<ref name=":0">Armando Cortesao, ''The Suma Oriental of Tomé Pires'', I, 1944</ref>
Masa pemerintahan Patih Udara sebagai penerus kekuasaan Dyah Ranawijaya belum dapat dipastikan secara tepat. Ranawijaya masih mengeluarkan Prasasti Jiwu I bertarikh 1486, yang menceritakan pengukuhan anugerah raja kepada pendukungnya dalam perang saudara melawan [[Bhre Kertabhumi]].


Berita dari [[Dinasti Ming]] tahun 1499 juga menyebutkan masih adanya hubungan diplomatik antara Cina dan Jawa (Majapahit).<ref>Groeneveldt, ''Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled from Chinese Sources'', 1960, hlm. 36.</ref> Namun, wali kota [[Malaka Portugis]] [[Rui de Brito]] pada tahun 1514 dan penulis Portugal [[Duarte Barbosa]] pada tahun 1518 hanya menyebutkan adanya seorang "raja kafir" yang masih berkuasa di pedalaman Jawa tanpa menyebutkan nama.
Secara umum, masa akhir Majapahit hingga keruntuhannya belum dapat dirangkai secara pasti, termasuk detail masa kekuasaan Batara Wijaya, serta Patih Udara sebagai pemegang kekuasaan. Sebelum masa yang dicatat [[Tomé Pires]] yaitu antara tahun 1512-1515, penguasa terakhir yang dicatat menghasilkan sumber primer adalah [[Dyah Raṇawijaya|Dyah Ranawijaya]] yang mengeluarkan Prasasti Jiwu I bertarikh 1486, dengan isinya adalah anugerah raja kepada pendukungnya dalam perang saudara melawan [[Kertabhumi|Bhre Kertabhumi]]. Berita dari [[Dinasti Ming]] tahun 1498 juga menyebutkan masih adanya hubungan diplomatik antara Cina dan Jawa (Majapahit).<ref>Groeneveldt, ''Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled from Chinese Sources'', 1960, hlm. 36.</ref> Penjelajah Portugis lain yaitu [[Duarte Barbosa]] pada tahun 1518 menyebutkan adanya seorang "raja kafir" yang masih berkuasa di pedalaman Jawa yang namanya disebut sebagai 'Pateudra'.<ref>{{Cite book|last=Barbossa|first=Duarte|date=1921|title=Book of Duarte Barbossa vol.II|location=London|publisher=Redford Press|pages=190|url-status=live}}</ref>

Sedangkan laporan [[Antonio Pigafetta]] tahun 1522 mengesankan tidak ada lagi Majapahit, serta [[Pati Unus]] lah sebagai penguasa atas bekas wilayah kerajaan tersebut antara tahun 1518-1521.<ref name="Rouffaer">[[G.P. Rouffaer]], "Wanneer is Madjapahit gevallen?", ''BKI'', 50, 1899, hlm. 144; H.J. de Graaf en Th. G. Th. Pigeaud, ''De Eerste Moslimse Vorstendommen op Java'', 1974, hlm. 47.</ref> Maka diperkirakan Udara berkuasa atas sisa-sisa pemerintahan Majapahit pada masa antara 1499-1518.


== Legenda dan fiksi ==
== Legenda dan fiksi ==
Dalam lakon [[wayang klithik]] Jawa Timur serta dalam naskah ''Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit'' (no. kat. D.166) dan ''Serat Lampahan Damarwulan Ngarit'' (no. kat. G.162) koleksi Perpustakaan Reksapustaka, [[Pura Mangkunegaran]], [[Surakarta]], tokoh Patih Udara disebutkan sebagai ayah dari [[Damar Wulan]]. Ia adalah bekas patih Majapahit yang mengudurkan diri, yang posisinya digantikan oleh adiknya yaitu Patih Lohgender.<ref>{{cite web
Dalam lakon [[wayang klithik]] Jawa Timur serta dalam naskah ''Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit'' (no. kat. D.166) dan ''Serat Lampahan Damarwulan Ngarit'' (no. kat. G.162) koleksi Perpustakaan Reksapustaka, [[Pura Mangkunagaran]], [[Surakarta]], tokoh Patih Udara disebutkan sebagai ayah dari [[Damar Wulan]]. Ia adalah bekas patih Majapahit yang mengudurkan diri, yang posisinya digantikan oleh adiknya yaitu [[Patih Logender]].<ref>{{cite web
| last = Romania
| last = Romania
| first =
| first =
| authorlink =
| authorlink =
| coauthors =
| coauthors =
Baris 26: Baris 66:
| accessdate = 28 Juni
| accessdate = 28 Juni
| accessyear = 2011
| accessyear = 2011
| quote =
| quote =
}}{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
}}</ref>


Pada [[fiksi|cerita fiksi]] ''Nagasasra Sabuk Inten'' karya pengarang [[Singgih Hadi Mintardja|S.H. Mintardja]], terdapat tokoh raja terakhir Majapahit bernama ''Hudhara'' yang bergelar Brawijaya VII, yang disebutkan memberikan izin kepada [[Raden Patah]] untuk memindahkan pusat kerajaan Majapahit ke [[Demak]].<ref>{{cite web
Pada cerita fiksi ''[[Nagasasra dan Sabukinten|Nagasasra Sabuk Inten]]'' karya [[Singgih Hadi Mintardja|S.H. Mintardja]], terdapat tokoh raja terakhir Majapahit bernama ''Hudhara'' yang bergelar Brawijaya VII, yang disebutkan memberikan izin kepada [[Raden Patah]] untuk memindahkan pusat kerajaan Majapahit ke [[Kabupaten Demak|Demak]].<ref>{{cite web|last=Februana|first=Ngarto|date=27 November 2007|title=Sepak Terjang Para Pendekar|url=http://www.ruangbaca.com/ruangbaca/?doky=MjAwNw==&dokm=MTE=&dokd=Mjc=&dig=YXJjaGl2ZXM=&on=Q1JT&uniq=NTg5|publisher=Tempo|archive-url=https://web.archive.org/web/20120304173009/http://www.ruangbaca.com/ruangbaca/?doky=MjAwNw==&dokm=MTE=&dokd=Mjc=&dig=YXJjaGl2ZXM=&on=Q1JT&uniq=NTg5|archive-date=4 Maret 2012|dead-url=yes|accessdate=16 Juni 2008}}</ref>
| last = Februana
| first = Ngarto
| authorlink =
| coauthors =
| year = 2007
| url = http://www.ruangbaca.com/ruangbaca/?doky=MjAwNw==&dokm=MTE=&dokd=Mjc=&dig=YXJjaGl2ZXM=&on=Q1JT&uniq=NTg5
| title = Sepak Terjang Para Pendekar
| format =
| work =
| publisher = Tempo
| accessdate = 16 Juni
| accessyear = 2008
| quote =
}}</ref>


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==

Revisi terkini sejak 7 Februari 2024 03.50

Udara
Sri Mahapatih Maudhara
Indonesia Patih Majapahit
Berkuasa1498 - 1518
PendahuluWahan
PenerusPetahana
Maharaja Majapahit ke-13
Berkuasa1518 - 1527
PendahuluDyah Ranawijaya
PenerusBubar
Informasi pribadi
Kematian Majapahit
AyahWahan

Patih Udara / Maudhara / Andura adalah seorang Patih atau Perdana Menteri (apatih amangkubhumi) kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Girindrawardhana Dyah Ranawijaya.[1] Udara menurut catatan Portugis diketahui sebagai seorang pemegang kekuasaan terakhir sisa-sisa kerajaan Majapahit pada tahun 1498–1527,[2] Majapahit Kediri yang Dipimpin Patih Maudhara ditaklukkan oleh Kesultanan Demak pada tahun 1527,Dikarenakan Raden Patah tidak ingin Majapahit jatuh diluar Dinasti Rajasa.Berdasarkan Babad Sumenep ,Pada Masa pemerintahan Patih Udhara bersaing dengan Ratu Ratna Pembayun (Putri Sulung Brawijaya V) yang berkedudukan Di Japan/ Dekat Kota Mojokerto.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Menurut keterangan Babad Tanah Jawi, Patih Udara merupakan anak dari Patih Wahan, dan semula menjabat sebagai seorang adipati di Kediri.[1] Wahan adalah patih yang mendampingi raja Girindrawardhana Dyah Ranawijaya di awal masa pemerintahannya.[3] Kemudian pada tahun 1498, Patih Wahan digantikan oleh Patih Udara mendampingi Ranawijaya sebagai apatih amangkubhumi (perdana menteri) hingga masa akhir Majapahit.

Seorang penjelajah Portugis bernama Tomé Pires, mencatat kesaksian dan informasi yang dia dapatkan selama melakukan perjalanan ke penjuru Asia termasuk ke Jawa, antara tahun 1512-1515. Pires dalam catatannya yang disebut Suma Oriental, menyebutkan bahwa raja pada saat itu, Batara Vojyaya (Batara Wijaya atau Brawijaya, identik dengan Dyah Ranawijaya), sudah tidak memiliki pengaruh dan hanya merupakan pemimpin simbolis saja. Sedangkan pemerintahan efektif dipegang oleh Patih Udara, yang disebut dengan gelarnya yaitu Guste Pate (atau Gusti Patih) atau Pate Andura. Guste Pate menurut Pires disebut memiliki kekuasaan yang dominan dalam pemerintahan dan merupakan penguasa de facto Majapahit.[4]

Meskipun secara formal, Udara hanya menjabat sebagai patih (viso rey) dan panglima perang, dia sangat disegani sehingga dianggap hampir seperti raja. Udara juga mengukuhkan kekuasaan melalui hubungan kekerabatan. Udara menikah dengan putri dari penguasa Blambangan yaitu Pate Pimtor (Menak Pentor), menikahkan putrinya dengan Batara Vojyaya, dan menempatkan putranya Pate Sepetat (Menak Sapetak) sebagai penguasa Gamda (Pasuruan). Udara menjadi pemimpin tertinggi yang menggalang perlawanan sisa-sisa Majapahit terhadap penguasa-penguasa Islam di pesisir utara Jawa, terutama Demak.[4]

Secara umum, masa akhir Majapahit hingga keruntuhannya belum dapat dirangkai secara pasti, termasuk detail masa kekuasaan Batara Wijaya, serta Patih Udara sebagai pemegang kekuasaan. Sebelum masa yang dicatat Tomé Pires yaitu antara tahun 1512-1515, penguasa terakhir yang dicatat menghasilkan sumber primer adalah Dyah Ranawijaya yang mengeluarkan Prasasti Jiwu I bertarikh 1486, dengan isinya adalah anugerah raja kepada pendukungnya dalam perang saudara melawan Bhre Kertabhumi. Berita dari Dinasti Ming tahun 1498 juga menyebutkan masih adanya hubungan diplomatik antara Cina dan Jawa (Majapahit).[5] Penjelajah Portugis lain yaitu Duarte Barbosa pada tahun 1518 menyebutkan adanya seorang "raja kafir" yang masih berkuasa di pedalaman Jawa yang namanya disebut sebagai 'Pateudra'.[6]

Legenda dan fiksi[sunting | sunting sumber]

Dalam lakon wayang klithik Jawa Timur serta dalam naskah Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit (no. kat. D.166) dan Serat Lampahan Damarwulan Ngarit (no. kat. G.162) koleksi Perpustakaan Reksapustaka, Pura Mangkunagaran, Surakarta, tokoh Patih Udara disebutkan sebagai ayah dari Damar Wulan. Ia adalah bekas patih Majapahit yang mengudurkan diri, yang posisinya digantikan oleh adiknya yaitu Patih Logender.[7]

Pada cerita fiksi Nagasasra Sabuk Inten karya S.H. Mintardja, terdapat tokoh raja terakhir Majapahit bernama Hudhara yang bergelar Brawijaya VII, yang disebutkan memberikan izin kepada Raden Patah untuk memindahkan pusat kerajaan Majapahit ke Demak.[8]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b W.L. Olthof, Babad Tanah Djawi, 1941, teks bahasa Jawa, hlm. 17-18.
  2. ^ G.P. Rouffaer, "Wanneer is Madjapahit gevallen?", BKI, 50, 1899, hlm. 144; H.J. de Graaf en Th. G. Th. Pigeaud, De Eerste Moslimse Vorstendommen op Java, 1974, hlm. 47.
  3. ^ OJO,XCI, baris ke-2.
  4. ^ a b Armando Cortesao, The Suma Oriental of Tomé Pires, I, 1944
  5. ^ Groeneveldt, Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled from Chinese Sources, 1960, hlm. 36.
  6. ^ Barbossa, Duarte (1921). Book of Duarte Barbossa vol.II. London: Redford Press. hlm. 190. 
  7. ^ Romania (2009). "Serat Langendriya Episode Damarwulan Ngarit (Suatu Tinjauan Filologis)" (PDF). Skripsi. Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Diakses tanggal 28 Juni.  [pranala nonaktif permanen]
  8. ^ Februana, Ngarto (27 November 2007). "Sepak Terjang Para Pendekar". Tempo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Maret 2012. Diakses tanggal 16 Juni 2008. 
Didahului oleh:
Girindrawardhana
Penguasa Majapahit
1499-1518
Diteruskan oleh:
-