Jayakatwang: Perbedaan antara revisi
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
→Silsilah Jayakatwang: Sudah baca. Tidak ada Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(71 revisi perantara oleh 15 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{infobox royalty |
|||
⚫ | |||
|name = Jayakatwang |
|||
|image = |
|||
|title = Śrī Jayakatyĕng |
|||
|birth_date = [[Daha]], [[Kediri]] |
|||
|birth_place = [[Jawa Timur]] |
|||
|death_date = [[1293]] |
|||
|death_place = Hujung Galuh, (sekarang [[Surabaya]]), [[Jawa Timur]] |
|||
|place of burial = |
|||
|royal house = [[Wangsa Isyana|Isyana]] |
|||
|issue = Ardharaja, dll |
|||
| succession = Penguasa [[Gelanggelang]] |
|||
| reign = 1271–1293 M |
|||
| father = Sastrajaya putra Jayashaba putra [[Kertajaya]] |
|||
| spouse = Hurukbali (putri [[Wisnuwardhana]]) |
|||
| religion = [[Hindu]]-[[Buddha]] |
|||
}} |
|||
⚫ | '''Jayakatwang''' adalah [[bupati]] [[Gelanggelang]] (kini termasuk wilayah [[Madiun]]) yang pada tahun [[1292]] memberontak dan meruntuhkan [[kerajaan Singhasari]], untuk membangkitkan kembali kerajaan leluhurnya, yaitu [[Kadiri]], tetapi hanya bertahan selama setahun sebelum dihancurkan oleh pasukan gabungan [[kekaisaran Mongol]] dan [[Majapahit]]. |
||
== Silsilah Jayakatwang == |
== Silsilah Jayakatwang == |
||
Jayakatwang juga sering kali disebut dengan nama '''Sanjaya''', '''Aji Katong''', atau '''Jayakatyeng'''. Dalam [[berita Tiongkok]] ia disebut '''Ha-ji-ka-tang'''. |
Jayakatwang juga sering kali disebut dengan nama '''Sanjaya''', '''Aji Katong''', atau '''Jayakatyeng'''. Dalam [[berita Tiongkok]] ia disebut '''Ha-ji-ka-tang'''. |
||
''[[Nagarakretagama]]'' dan ''Kidung Harsawijaya'' menyebutkan Jayakatwang adalah keturunan [[Kertajaya]] raja terakhir [[Kadiri]]. Dikisahkan pada tahun 1222 [[Ken Arok]] mengalahkan |
''[[Nagarakretagama]]'' dan ''[[Kidung Harsawijaya]]'' menyebutkan Jayakatwang adalah keturunan [[Kertajaya]] raja terakhir [[Kadiri]]. Dikisahkan pada tahun 1222 [[Ken Arok]] mengalahkan Kertajaya. Sejak itu [[Kadiri]] menjadi bawahan [[Singhasari]] di mana sebagai bupatinya adalah '''Jayasabha''' putra '''[[Kertajaya]]'''. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya yang bernama '''Sastrajaya'''. Pada tahun 1271 Sastrajaya digantikan putranya, yaitu Jayakatwang. |
||
Ayah Jayakatwang, Sastrajaya, menikah dengan saudari perempuan raja [[Wisnuwardhana]], karena di dalam [[prasasti Mula Malurung]] Jayakatwang disebut sebagai "keponakan Seminingrat" (nama lain Wisnuwardhana). Prasasti itu juga menyebutkan nama istri Jayakatwang adalah '''Turukbali''' putri Seminingrat. Dari [[prasasti Kudadu]] diketahui Jayakatwang memiliki putra bernama [[Ardharaja]], yang menjadi menantu [[Kertanagara]].{{dubious}} Jadi hubungan antara Jayakatwang dengan Kertanagara adalah sepupu, sekaligus ipar, sekaligus besan. |
|||
== Penguasa Gelanggelang == |
|||
Jadi, hubungan antara Jayakatwang dengan [[Kertanagara]] adalah sepupu, sekaligus ipar, sekaligus besan. |
|||
⚫ | ''[[Nagarakretagama]]'', ''[[Pararaton]]'', ''[[Kidung Harsawijaya]]'', dan ''[[Kidung Panji Wijayakrama]]'' menyebut Jayakatwang adalah raja bawahan di [[Kadiri]] yang memberontak terhadap [[Kertanagara]] di [[Singhasari]]. Naskah prasasti Kudadu dan prasasti Penanggungan menyebut Jayakatwang pada saat memberontak masih menjabat sebagai bupati ''Gelang-Gelang''. Setelah Singhasari runtuh, baru kemudian ia menjadi raja di Kadiri. |
||
⚫ | Sempat muncul pendapat bahwa Gelang-Gelang merupakan nama lain dari Kadiri. Namun gagasan tersebut digugurkan oleh naskah [[prasasti Mula Malurung]] (1255). Dalam prasasti itu dinyatakan dengan tegas kalau Gelang-Gelang dan Kadiri adalah dua wilayah yang berbeda. Prasasti itu menyebutkan kalau saat itu Kadiri diperintah Kertanagara sebagai [[yuwaraja]] (raja muda), sedangkan Gelang-Gelang diperintah oleh Hurukbali dan Jayakatwang. |
||
== Negeri yang Dipimpin Jayakatwang == |
|||
⚫ | ''[[Nagarakretagama]]'', ''[[Pararaton]]'', ''Kidung Harsawijaya'', dan ''Kidung Panji Wijayakrama'' menyebut Jayakatwang adalah raja bawahan di [[Kadiri]] yang memberontak terhadap [[Kertanagara]] di [[Singhasari]]. Naskah |
||
⚫ | |||
⚫ | Sempat muncul pendapat bahwa Gelang-Gelang merupakan nama lain dari |
||
⚫ | |||
== Pemberontakan Jayakatwang == |
== Pemberontakan Jayakatwang == |
||
''[[Pararaton]]'' dan ''Kidung Harsawijaya'' menceritakan Jayakatwang menyimpan dendam karena leluhurnya |
''[[Pararaton]]'' dan ''Kidung Harsawijaya'' menceritakan Jayakatwang menyimpan dendam karena leluhurnya [[Kertajaya]] [[Kadiri]] dikalahkan [[Ken Arok]] pendiri [[Singhasari]]. Suatu hari ia menerima kedatangan '''Wirondaya''' ([[Ranggalawe]]) putra [[Aria Wiraraja]] yang menyampaikan surat dari ayahnya sebagai balasan "formal" terhadap permintaan pertimbangan yang diajukan Jayakatwang sebelumnya, mengingat Aria Wiraraja adalah dianggap sesepuh Jayakatwang. Dimana isi pertanyaan surat sebelumnnya mungkinkah Jayakatwang bisa melakukan '''balas dendam''' terhadap [[Kertanegara]] akibat kekuasaan Kadiri yang dipimpin [[Kertajaya]] merupakan leluhur Jayakatwang telah ditaklukkan [[Ken Arok]] leluhur dari Kertanegara, Atas pertanyaan ini Aria Wiraraja menyarankan supaya Jayakatwang jika telah terpikirkan secara matang segera melakukan penyerangan karena saat itu Singhasari sedang dalam keadaan kosong, ditinggal sebagian besar pasukannya ke luar [[Jawa]], pengiriman pasukan ini yang juga dikenal sebagai [[Ekspedisi Pamalayu]] oleh Kertanegara. Adapun Aria Wiraraja adalah mantan pejabat Singhasari yang dimutasi ke [[Sumenep]] karena dianggap sebagai penentang politik Kertanagara. Yang pada akhirnya di kemudian hari Aria Wiraraja menyayangkan dan sangat menyesali terhadap apa yang dilakukannya dengan Jayakatwang. |
||
Jayakatwang melaksanakan saran |
Jayakatwang melaksanakan saran Aria Wiraraja. Ia mengirim pasukan kecil yang dipimpin '''Jaran Guyang''' menyerbu Singhasari dari utara. Mendengar hal itu, Kertanagara segera mengirim pasukan untuk menghadapi yang dipimpin oleh menantunya, bernama Raden Wijaya. Pasukan Jaran Guyang berhasil dikalahkan. Namun sesungguhnya pasukan kecil ini hanya bersifat pancingan supaya pertahanan kota Singhasari kosong. |
||
Pasukan kedua Jayakatwang menyerang |
Pasukan kedua Jayakatwang menyerang Singhasari dari arah selatan dipimpin oleh '''Patih Mahisa Mundarang''' (Kebo Mundarang). Dalam serangan tak terduga ini, [[Kertanagara]] tewas di dalam istananya. |
||
Menurut [[prasasti Kudadu]], |
Menurut [[prasasti Kudadu]], [[Ardharaja]] putra Jayakatwang yang tinggal di Singhasari bersama istrinya, ikut serta dalam pasukan [[Raden Wijaya]]. Tentu saja ia berada dalam posisi sulit karena harus menghadapi pasukan ayahnya sendiri. Ketika mengetahui kekalahan Singhasari, Ardaraja berbalik meninggalkan Raden Wijaya dan memilih bergabung dengan pasukan Gelang-Gelang. |
||
== Kekalahan Jayakatwang == |
== Kekalahan Jayakatwang == |
||
Peristiwa kehancuran [[Singhasari]] terjadi tahun |
Peristiwa kehancuran [[Singhasari]] terjadi pada tahun 1292. Jayakatwang lalu menjadi raja, dengan [[Kadiri]] sebagai pusat pemerintahannya. Atas saran [[Aria Wiraraja]], Jayakatwang memberikan pengampunan kepada [[Raden Wijaya]] yang datang menyerahkan diri. Raden Wijaya kemudian diberi alas Tarik ([[Hutan]] [[Tarik, Sidoarjo]]) untuk dibuka menjadi kawasan perburuan. |
||
Sesungguhnya [[Aria Wiraraja]] telah berbalik melawan Jayakatwang. Saat itu |
Sesungguhnya [[Aria Wiraraja]] telah berbalik melawan Jayakatwang. Saat itu Wiraraja ganti membantu [[Raden Wijaya]] untuk merebut kembali takhta peninggalan mertuanya. Pada tahun 1293 [[Invasi Yuan-Mongol ke Jawa|pasukan Mongol datang]] untuk menghukum [[Kertanagara]] yang telah berani menyakiti utusan [[Kubilai Khan]] tahun 1289. Pasukan [[Mongol]] tersebut diterima Raden Wijaya di desanya yang bernama [[Majapahit]]. Raden Wijaya yang mengaku sebagai ahli waris Kertanagara bersedia menyerahkan diri kepada Kubilai Khan asalkan terlebih dahulu dibantu mengalahkan Jayakatwang. |
||
[[Berita Tiongkok]] menyebutkan perang terjadi pada tanggal 20 Maret 1293. Gabungan pasukan [[Mongol]] dan [[Majapahit]] menggempur kota [[Kadiri]] sejak pagi hari. Sekitar 5000 orang |
[[Berita Tiongkok]] menyebutkan perang terjadi pada tanggal 20 Maret 1293. Gabungan pasukan [[Mongol]] dan [[Majapahit]] menggempur kota [[Kadiri]] sejak pagi hari. Sekitar 5000 orang Kadiri tewas menjadi korban. Akhirnya pada sore harinya, Jayakatwang menyerah dan ditawan di atas kapal Mongol. |
||
Dikisahkan kemudian pasukan |
Dikisahkan kemudian pasukan Mongol ganti diserang balik oleh pihak Majapahit untuk diusir keluar dari tanah [[Jawa]]. Sebelum meninggalkan Jawa, pihak Mongol sempat menghukum mati Jayakatwang dan Ardharaja di atas kapal mereka. |
||
Menurut kitab |
Menurut kitab [[Pararaton]] dan Kidung [[Panji Wijayakrama]], Jayakatwang yang telah menyerah lalu ditawan di benteng pertahanan Mongol di Hujung Galuh. Menurut Pararaton dan [[Kidung Harsawijaya]], ia meninggal di dalam tahanan penjara Hujung Galuh setelah menyelesaikan sebuah karya sastra berjudul ''Kidung Wukir Polaman''. |
||
⚫ | |||
⚫ | |||
== Referensi == |
== Referensi == |
||
Baris 41: | Baris 59: | ||
* [[Slamet Muljana]]. 2005. ''Menuju Puncak Kemegahan''(terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS. |
* [[Slamet Muljana]]. 2005. ''Menuju Puncak Kemegahan''(terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS. |
||
* Poesponegoro, M.D., Notosusanto, N. (editor utama). ''Sejarah Nasional Indonesia''. Edisi ke-4. Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka, 1990. |
* Poesponegoro, M.D., Notosusanto, N. (editor utama). ''Sejarah Nasional Indonesia''. Edisi ke-4. Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka, 1990. |
||
{{kotak mulai}} |
{{kotak mulai}} |
||
{{kotak suksesi|jabatan=Raja Kadiri|tahun= |
{{kotak suksesi|jabatan=Raja Kadiri|tahun=1292-1293|pendahulu=[[Kertajaya]]|pengganti=Akhir riwayat [[Kadiri]] serta [[wangsa Isyana]] digantikan [[Majapahit]]}} |
||
{{kotak selesai}} |
{{kotak selesai}} |
||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | |||
[[Kategori:Raja Kadiri]] |
[[Kategori:Raja Kadiri]] |
||
[[Kategori:Kerajaan Majapahit]] |
|||
[[Kategori:Tokoh Jawa Timur]] |
[[Kategori:Tokoh Jawa Timur]] |
||
[[Kategori:Tokoh Jawa]] |
[[Kategori:Tokoh Jawa]] |
||
⚫ | |||
⚫ |
Revisi terkini sejak 25 Desember 2024 21.35
Jayakatwang | |
---|---|
Śrī Jayakatyĕng | |
Penguasa Gelanggelang | |
Berkuasa | 1271–1293 M |
Kelahiran | Daha, Kediri Jawa Timur |
Kematian | 1293 Hujung Galuh, (sekarang Surabaya), Jawa Timur |
Pasangan | Hurukbali (putri Wisnuwardhana) |
Keturunan | Ardharaja, dll |
Wangsa | Isyana |
Ayah | Sastrajaya putra Jayashaba putra Kertajaya |
Agama | Hindu-Buddha |
Jayakatwang adalah bupati Gelanggelang (kini termasuk wilayah Madiun) yang pada tahun 1292 memberontak dan meruntuhkan kerajaan Singhasari, untuk membangkitkan kembali kerajaan leluhurnya, yaitu Kadiri, tetapi hanya bertahan selama setahun sebelum dihancurkan oleh pasukan gabungan kekaisaran Mongol dan Majapahit.
Silsilah Jayakatwang
[sunting | sunting sumber]Jayakatwang juga sering kali disebut dengan nama Sanjaya, Aji Katong, atau Jayakatyeng. Dalam berita Tiongkok ia disebut Ha-ji-ka-tang.
Nagarakretagama dan Kidung Harsawijaya menyebutkan Jayakatwang adalah keturunan Kertajaya raja terakhir Kadiri. Dikisahkan pada tahun 1222 Ken Arok mengalahkan Kertajaya. Sejak itu Kadiri menjadi bawahan Singhasari di mana sebagai bupatinya adalah Jayasabha putra Kertajaya. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya yang bernama Sastrajaya. Pada tahun 1271 Sastrajaya digantikan putranya, yaitu Jayakatwang.
Ayah Jayakatwang, Sastrajaya, menikah dengan saudari perempuan raja Wisnuwardhana, karena di dalam prasasti Mula Malurung Jayakatwang disebut sebagai "keponakan Seminingrat" (nama lain Wisnuwardhana). Prasasti itu juga menyebutkan nama istri Jayakatwang adalah Turukbali putri Seminingrat. Dari prasasti Kudadu diketahui Jayakatwang memiliki putra bernama Ardharaja, yang menjadi menantu Kertanagara.[diragukan ] Jadi hubungan antara Jayakatwang dengan Kertanagara adalah sepupu, sekaligus ipar, sekaligus besan.
Penguasa Gelanggelang
[sunting | sunting sumber]Nagarakretagama, Pararaton, Kidung Harsawijaya, dan Kidung Panji Wijayakrama menyebut Jayakatwang adalah raja bawahan di Kadiri yang memberontak terhadap Kertanagara di Singhasari. Naskah prasasti Kudadu dan prasasti Penanggungan menyebut Jayakatwang pada saat memberontak masih menjabat sebagai bupati Gelang-Gelang. Setelah Singhasari runtuh, baru kemudian ia menjadi raja di Kadiri.
Sempat muncul pendapat bahwa Gelang-Gelang merupakan nama lain dari Kadiri. Namun gagasan tersebut digugurkan oleh naskah prasasti Mula Malurung (1255). Dalam prasasti itu dinyatakan dengan tegas kalau Gelang-Gelang dan Kadiri adalah dua wilayah yang berbeda. Prasasti itu menyebutkan kalau saat itu Kadiri diperintah Kertanagara sebagai yuwaraja (raja muda), sedangkan Gelang-Gelang diperintah oleh Hurukbali dan Jayakatwang.
Lagi pula lokasi Kadiri berada di daerah Kediri, sedangkan Gelang-Gelang ada di daerah Madiun. Kedua kota tersebut terpaut jarak puluhan kilometer.
Pemberontakan Jayakatwang
[sunting | sunting sumber]Pararaton dan Kidung Harsawijaya menceritakan Jayakatwang menyimpan dendam karena leluhurnya Kertajaya Kadiri dikalahkan Ken Arok pendiri Singhasari. Suatu hari ia menerima kedatangan Wirondaya (Ranggalawe) putra Aria Wiraraja yang menyampaikan surat dari ayahnya sebagai balasan "formal" terhadap permintaan pertimbangan yang diajukan Jayakatwang sebelumnya, mengingat Aria Wiraraja adalah dianggap sesepuh Jayakatwang. Dimana isi pertanyaan surat sebelumnnya mungkinkah Jayakatwang bisa melakukan balas dendam terhadap Kertanegara akibat kekuasaan Kadiri yang dipimpin Kertajaya merupakan leluhur Jayakatwang telah ditaklukkan Ken Arok leluhur dari Kertanegara, Atas pertanyaan ini Aria Wiraraja menyarankan supaya Jayakatwang jika telah terpikirkan secara matang segera melakukan penyerangan karena saat itu Singhasari sedang dalam keadaan kosong, ditinggal sebagian besar pasukannya ke luar Jawa, pengiriman pasukan ini yang juga dikenal sebagai Ekspedisi Pamalayu oleh Kertanegara. Adapun Aria Wiraraja adalah mantan pejabat Singhasari yang dimutasi ke Sumenep karena dianggap sebagai penentang politik Kertanagara. Yang pada akhirnya di kemudian hari Aria Wiraraja menyayangkan dan sangat menyesali terhadap apa yang dilakukannya dengan Jayakatwang.
Jayakatwang melaksanakan saran Aria Wiraraja. Ia mengirim pasukan kecil yang dipimpin Jaran Guyang menyerbu Singhasari dari utara. Mendengar hal itu, Kertanagara segera mengirim pasukan untuk menghadapi yang dipimpin oleh menantunya, bernama Raden Wijaya. Pasukan Jaran Guyang berhasil dikalahkan. Namun sesungguhnya pasukan kecil ini hanya bersifat pancingan supaya pertahanan kota Singhasari kosong.
Pasukan kedua Jayakatwang menyerang Singhasari dari arah selatan dipimpin oleh Patih Mahisa Mundarang (Kebo Mundarang). Dalam serangan tak terduga ini, Kertanagara tewas di dalam istananya.
Menurut prasasti Kudadu, Ardharaja putra Jayakatwang yang tinggal di Singhasari bersama istrinya, ikut serta dalam pasukan Raden Wijaya. Tentu saja ia berada dalam posisi sulit karena harus menghadapi pasukan ayahnya sendiri. Ketika mengetahui kekalahan Singhasari, Ardaraja berbalik meninggalkan Raden Wijaya dan memilih bergabung dengan pasukan Gelang-Gelang.
Kekalahan Jayakatwang
[sunting | sunting sumber]Peristiwa kehancuran Singhasari terjadi pada tahun 1292. Jayakatwang lalu menjadi raja, dengan Kadiri sebagai pusat pemerintahannya. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya yang datang menyerahkan diri. Raden Wijaya kemudian diberi alas Tarik (Hutan Tarik, Sidoarjo) untuk dibuka menjadi kawasan perburuan.
Sesungguhnya Aria Wiraraja telah berbalik melawan Jayakatwang. Saat itu Wiraraja ganti membantu Raden Wijaya untuk merebut kembali takhta peninggalan mertuanya. Pada tahun 1293 pasukan Mongol datang untuk menghukum Kertanagara yang telah berani menyakiti utusan Kubilai Khan tahun 1289. Pasukan Mongol tersebut diterima Raden Wijaya di desanya yang bernama Majapahit. Raden Wijaya yang mengaku sebagai ahli waris Kertanagara bersedia menyerahkan diri kepada Kubilai Khan asalkan terlebih dahulu dibantu mengalahkan Jayakatwang.
Berita Tiongkok menyebutkan perang terjadi pada tanggal 20 Maret 1293. Gabungan pasukan Mongol dan Majapahit menggempur kota Kadiri sejak pagi hari. Sekitar 5000 orang Kadiri tewas menjadi korban. Akhirnya pada sore harinya, Jayakatwang menyerah dan ditawan di atas kapal Mongol.
Dikisahkan kemudian pasukan Mongol ganti diserang balik oleh pihak Majapahit untuk diusir keluar dari tanah Jawa. Sebelum meninggalkan Jawa, pihak Mongol sempat menghukum mati Jayakatwang dan Ardharaja di atas kapal mereka.
Menurut kitab Pararaton dan Kidung Panji Wijayakrama, Jayakatwang yang telah menyerah lalu ditawan di benteng pertahanan Mongol di Hujung Galuh. Menurut Pararaton dan Kidung Harsawijaya, ia meninggal di dalam tahanan penjara Hujung Galuh setelah menyelesaikan sebuah karya sastra berjudul Kidung Wukir Polaman.
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara.
- Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan(terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS.
- Poesponegoro, M.D., Notosusanto, N. (editor utama). Sejarah Nasional Indonesia. Edisi ke-4. Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
Didahului oleh: Kertajaya |
Raja Kadiri 1292-1293 |
Diteruskan oleh: Akhir riwayat Kadiri serta wangsa Isyana digantikan Majapahit |