Lompat ke isi

Hedonisme: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Suntingan 180.248.120.10 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Guspan Tanadi
Tag: Pengembalian
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k Aristippus: Bot: Merapikan artikel
 
(21 revisi perantara oleh 14 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
'''Hedonisme''' adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan.<ref name="Suseno">Franz Magnis-Suseno.1987, Etika Dasar; Masalah-masalah pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 114.</ref> Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia.<ref name="Bagus">Lorens Bagus.2000, Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia. Hlm. 282.</ref> Terdapat tiga aliran pemikiran dalam hedonis yakni [[Cyrenaica|Cyrenaics]], [[Epikureanisme]], dan [[Utilitarianisme]].
'''Hedonisme''' merupakan ajaran atau pandangan bahwa ke[[senang]]an atau [[kenikmatan]] merupakan [[tujuan]] hidup dan tindakan manusia.<ref name="Bagus">Lorens Bagus.2000, Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia. Hlm. 282.</ref> Terdapat tiga aliran pemikiran dalam hedonis yakni [[Cyrenaica|Cyrenaics]], [[Epikureanisme]], dan [[Utilitarianisme]]. Makna hedonisme telah mengalami pergeseran seiring dengan perkembangan zaman. Di [[zaman modern]] ini, paham hedonisme sudah jauh berbeda dari paham [[etika]] hedonisme [[Epicurus]]. Hedonisme saat ini disandingkan dengan makna kemewahan, gaya hidup berlebihan, dan cenderung kepada perilaku konsumtif.<ref>{{citejournal|url=https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/2772958|title=PERGESERAN MAKNA HEDONISME EPICURUS DI KALANGAN GENERASI MILLENIAL|volume=Vol 8, No 1|date=1 Juni 2022|first=Tri Padila|last=Rahmasari|website=garuda.kemdikbud.go.id|access-date=2023-01-15|archive-date=2023-01-15|archive-url=https://web.archive.org/web/20230115013932/https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/2772958|dead-url=no}}</ref>


== Etimologi ==
== Etimologi ==
Kata hedonisme diambil dari Bahasa [[Yunani]] {{polytonic|ἡδονισμός}} ''hēdonismos'' dari akar kata {{polytonic|ἡδονή}} ''hēdonē'', artinya "kesenangan".<ref name="Napel">Henk ten Napel.2009, Kamus Teologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 158.</ref> Paham ini berusaha menjelaskan adalah baik apa yang memuaskan keinginan [[manusia]] dan apa yang meningkatkan kuantitas kesenangan itu sendiri.<ref name="Bertens">Dr. K. Bertens.2000, Etika. Jakarta: Gramedia. Hlm. 235-238.</ref>
Kata hedonisme diambil dari [[bahasa Yunani]] {{polytonic|ἡδονισμός}} ''hēdonismos'' dari akar kata {{polytonic|ἡδονή}} ''hēdonē'', artinya "kesenangan".<ref name="Napel">Henk ten Napel.2009, Kamus Teologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 158.</ref> Paham ini berusaha menjelaskan adalah baik apa yang memuaskan keinginan [[manusia]] dan apa yang meningkatkan kuantitas kesenangan itu sendiri.<ref name="Bertens">Dr. K. Bertens.2000, Etika. Jakarta: Gramedia. Hlm. 235-238.</ref>


== Latar belakang ==
== Latar belakang ==
Hedonisme muncul pada awal sejarah filsafat sekitar [[tahun 433 SM]].<ref name="Bertens"/> Hedonisme ingin menjawab pertanyaan [[filsafat]] "apa yang menjadi hal terbaik bagi manusia?" <ref name="Bertens"/> Hal ini diawali dengan Sokrates yang menanyakan tentang apa yang sebenarnya menjadi tujuan akhir manusia.<ref name="Bertens"/> Lalu [[Aristippos]] dari [[Kyrene]] [[(433-355 SM)]] menjawab bahwa yang menjadi hal terbaik bagi manusia adalah kesenangan.<ref name="Bertens"/> Aristippos memaparkan bahwa manusia sejak masa kecilnya selalu mencari kesenangan dan bila tidak mencapainya, manusia itu akan mencari sesuatu yang lain lagi. Pandangan tentang 'kesenangan' (hedonisme) ini kemudian dilanjutkan seorang [[filsuf]] Yunani lain bernama [[Epikuros]] [[(341-270 SM)]].<ref name="Bertens"/> Menurutnya, tindakan manusia yang mencari kesenangan adalah kodrat alamiah.<ref name="Bertens"/> Meskipun demikian, hedonisme [[Epikurean]] lebih luas karena tidak hanya mencakup kesenangan badani saja—seperti Kaum Aristippos--, melainkan kesenangan rohani juga, seperti terbebasnya jiwa dari keresahan.<ref name="Bertens"/>
Hedonisme muncul pada awal sejarah filsafat sekitar [[tahun 433 SM]].<ref name="Bertens"/> Hedonisme ingin menjawab pertanyaan [[filsafat]] "apa yang menjadi hal terbaik bagi manusia?" <ref name="Bertens"/> Hal ini diawali dengan Sokrates yang menanyakan tentang apa yang sebenarnya menjadi tujuan akhir manusia.<ref name="Bertens"/> Lalu [[Aristippos]] dari [[Kyrene|Kirene]] [[(433-355 SM)]] menjawab bahwa yang menjadi hal terbaik bagi manusia adalah kesenangan.<ref name="Bertens"/> Aristippos memaparkan bahwa manusia sejak masa kecilnya selalu mencari kesenangan dan bila tidak mencapainya, manusia itu akan mencari sesuatu yang lain lagi. Pandangan tentang 'kesenangan' (hedonisme) ini kemudian dilanjutkan seorang [[filsuf]] Yunani lain bernama [[Epikuros]] [[(341-270 SM)]].<ref name="Bertens"/> Menurutnya, tindakan manusia yang mencari kesenangan adalah kodrat alamiah.<ref name="Bertens"/> Meskipun demikian, hedonisme [[Epikurean]] lebih luas karena tidak hanya mencakup kesenangan badani saja—seperti Kaum Aristippos--, melainkan kesenangan rohani juga, seperti terbebasnya jiwa dari keresahan.<ref name="Bertens"/>


== Tokoh ==
== Tokoh ==
Baris 18: Baris 18:
| birth_place = Kyrene
| birth_place = Kyrene
| death_date = c. 355 SM
| death_date = c. 355 SM
| death_place = Kyrene
| death_place = Kirene
| school_tradition = [[Mazhab Hedonis]]/[[Mazhab Kyrene]]
| school_tradition = [[Mazhab Hedonis]]/[[Mazhab Kirene]]
| main_interests = Hedonisme
| main_interests = Hedonisme
| influences = [[Sokrates]], [[Phytagoras]]
| influences = [[Sokrates]], [[Phytagoras]]
| influenced = [[Arete dari Kyrene]], [[Aristippos Muda]], [[Anniceris]], [[Hegesias dari Kirene|Hegesias]], [[Theodorus]], [[Epikuros]]
| influenced = [[Arete dari Kirene]], [[Aristippos Muda]], [[Anniceris]], [[Hegesias dari Kirene|Hegesias]], [[Theodorus]], [[Epikuros]]
}}
}}
[[Aristippus dari Kyrene]] adalah seorang [[filsuf Yunani]] yang memperlajari ajaran-ajaran [[Protagoras]].<ref name="Zeller">Eduard Zeller.1957, Outlines of the History of Greek Philosophy. New York: Meridian Books. Hlm. 129-133.</ref> Ini dilakukannya selama berada di kota asalnya, yaitu [[Kyrene]], [[Afrika Utara]].<ref name="Zeller"/> Aristippus kemudian mencari [[Sokrates]] dan menjalin hubungan baik dengannya.<ref name="Zeller"/> Setelah Sokrates wafat, [[Aristippos]] tampil sebagai [["Sofis"]] dan menjadi guru profesional di [[Atena]].<ref name="Zeller"/> Lalu di Kyrene ia mendirikan sekolah yang dinamakan [[''Cyrenaic School'']] yang merupakan salah satu sekolah [[Sokratik]] yang tidak dominan.<ref name="Zeller"/><ref name="Avey">Albert E. Avey.1954, Handbook in the History of Philosophy. New York: Barnes & Noble, Inc. Hlm. 23.</ref> Sekolah ini mengajarkan perasaan-perasaan sebagai kebenaran yang paling tepat dalam hidup.<ref name="Zeller"/> Kesenangan adalah baik—termasuk juga kepuasan badani--.<ref name="Zeller"/> Kehidupan orang bijak selalu mencari jaminan kesenangan maksimal.<ref name="Zeller"/>
[[Aristippus dari Kyrene|Aristippus dari Kirene]] adalah seorang [[filsuf Yunani]] yang memperlajari ajaran-ajaran [[Protagoras]].<ref name="Zeller">Eduard Zeller.1957, Outlines of the History of Greek Philosophy. New York: Meridian Books. Hlm. 129-133.</ref> Ini dilakukannya selama berada di kota asalnya, yaitu [[Kyrene|Kirene]], [[Afrika Utara]].<ref name="Zeller"/> Aristippus kemudian mencari [[Sokrates]] dan menjalin hubungan baik dengannya.<ref name="Zeller"/> Setelah Sokrates wafat, [[Aristippos]] tampil sebagai [["Sofis"]] dan menjadi guru profesional di [[Atena]].<ref name="Zeller"/> Lalu di Kyrene ia mendirikan sekolah yang dinamakan [[''Cyrenaic School'']] yang merupakan salah satu sekolah [[Sokratik]] yang tidak dominan.<ref name="Zeller"/><ref name="Avey">Albert E. Avey.1954, Handbook in the History of Philosophy. New York: Barnes & Noble, Inc. Hlm. 23.</ref> Sekolah ini mengajarkan perasaan-perasaan sebagai kebenaran yang paling tepat dalam hidup.<ref name="Zeller"/> Kesenangan adalah baik—termasuk juga kepuasan badani--.<ref name="Zeller"/> Kehidupan orang bijak selalu mencari jaminan kesenangan maksimal.<ref name="Zeller"/>


Aristippus menyetujui pendapat Sokrates bahwa keutamaan adalah mencari "yang baik".<ref name="Simon">Simon Petrus L. Tjahjadi.2004, Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Petualangan Intelektual. Hlm. 43-44.</ref> Akan tetapi, ia menyamakan "yang baik" ini dengan kesenangan ''"hedone"''.<ref name="Bertens"/> Menurutnya, akal (rasio) manusia harus memaksimalkan kesenangan dan meminimalkan kesusahan.<ref name="Bertens"/> Hidup yang baik berkaitan dengan kerangka rasional tentang kenikmatan.<ref name="Bertens"/>
Aristippus menyetujui pendapat Sokrates bahwa keutamaan adalah mencari "yang baik".<ref name="Simon">Simon Petrus L. Tjahjadi.2004, Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Petualangan Intelektual. Hlm. 43-44.</ref> Akan tetapi, ia menyamakan "yang baik" ini dengan kesenangan ''"hedone"''.<ref name="Bertens"/> Menurutnya, akal (rasio) manusia harus memaksimalkan kesenangan dan meminimalkan kesusahan.<ref name="Bertens"/> Hidup yang baik berkaitan dengan kerangka rasional tentang kenikmatan.<ref name="Bertens"/>
Baris 35: Baris 35:
Aristippus melihat kesenangan sebagai hal aktual, artinya kesenangan terjadi kini dan di sini.<ref name="Bertens"/> Kesenangan bukan sebuah masa lalu atau masa depan. Menurutnya, masa lalu hanya ingatan akan kesenangan (hal yang sudah pergi) dan masa depan adalah hal yang belum jelas.<ref name="Bertens"/>
Aristippus melihat kesenangan sebagai hal aktual, artinya kesenangan terjadi kini dan di sini.<ref name="Bertens"/> Kesenangan bukan sebuah masa lalu atau masa depan. Menurutnya, masa lalu hanya ingatan akan kesenangan (hal yang sudah pergi) dan masa depan adalah hal yang belum jelas.<ref name="Bertens"/>


Meskipun kesenangan dijunjung tinggi oleh Aristoppus, ada batasan kesenangan itu sendiri.<ref name="Bertens"/> Batasan itu berupa pengendalian diri.<ref name="Suseno"/><ref name="Bertens"/> Meskipun demikian, pengendalian diri ini bukan berarti meninggalkan kesenangan.<ref name="Bertens"/> Misalnya, orang yang sungguh-sungguh mau mencapai nikmat sebanyak mungkin dari kegiatan makan dan minum bukan dengan cara makan sebanyak-banyaknya atau rakus, tetapi harus dikendalikan/dikontrol agar mencapai kenikmatan yang sebenarnya.<ref name="Suseno"/>
Meskipun kesenangan dijunjung tinggi oleh Aristoppus, ada batasan kesenangan itu sendiri.<ref name="Bertens"/> Batasan itu berupa pengendalian diri.<ref name="Bertens"/><ref name="Suseno"/> Meskipun demikian, pengendalian diri ini bukan berarti meninggalkan kesenangan.<ref name="Bertens"/> Misalnya, orang yang sungguh-sungguh mau mencapai nikmat sebanyak mungkin dari kegiatan makan dan minum bukan dengan cara makan sebanyak-banyaknya atau rakus, tetapi harus dikendalikan/dikontrol agar mencapai kenikmatan yang sebenarnya.<ref name="Suseno"/>


=== Epikuros ===
=== Epikuros ===
[[Berkas:Epicurus bust2.jpg|jmpl|125px|kiri|[[Epikuros]]]]
[[Berkas:Epicurus bust2.jpg|jmpl|125px|kiri|[[Epikuros]]]]
[[Epikuros]] lahir tahun [[342 SM]] di kota [[Samos]], [[Yunani]], dan meninggal di [[Atena]] [[tahun 270 SM]].<ref name="Suseno.">Franz Magnis-Suseno.1997, 13 Tokoh Etika. Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 49-50.</ref> Ajaran Epikuros menitikberatkan persoalan kenikmatan.<ref name="Bertens"/><ref name="Suseno."/> Apa yang baik adalah segala sesuatu yang mendatangkan kenikmatan, dan apa yang buruk adalah segala sesuatu yang menghasilkan ketidaknikmatan.<ref name="Suseno."/> Namun demikian, bukanlah kenikmatan yang tanpa aturan yang dijunjung Kaum [[Epikurean,]] melainkan kenikmatan yang dipahami secara mendalam.<ref name="Bertens"/> Kaum Epikurean membedakan keinginan alami yang perlu (seperti makan) dan keinginan alami yang tidak perlu (seperti makanan yang enak), serta keinginan yang sia-sia (seperti kekayaan/harta yang berlebihan).<ref name="Bertens"/> Keinginan pertama harus dipuaskan dan pemuasannya secara terbatas menyebabkan kesenangan yang paling besar. Oleh sebab itu kehidupan sederhana disarankan oleh Epikuros.<ref name="Bertens"/> Tujuannya untuk mencapai [[''Ataraxia'']], yaitu ketenteraman jiwa yang tenang, kebebasan dari perasaan risau, dan keadaan seimbang.<ref name="Bertens"/><ref name="Suseno."/>
[[Epikuros]] lahir tahun [[342 SM]] di kota [[Samos]], [[Yunani]], dan meninggal di [[Atena]] [[tahun 270 SM]].<ref name="Suseno.">Franz Magnis-Suseno.1997, 13 Tokoh Etika. Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 49-50.</ref> Ajaran Epikuros menitikberatkan persoalan kenikmatan.<ref name="Bertens"/><ref name="Suseno."/> Apa yang baik adalah segala sesuatu yang mendatangkan [[kenikmatan]], dan apa yang buruk adalah segala sesuatu yang menghasilkan ketidaknikmatan.<ref name="Suseno."/> Namun demikian, bukanlah kenikmatan yang tanpa aturan yang dijunjung Kaum [[Epikurean,]] melainkan [[kenikmatan]] yang dipahami secara mendalam.<ref name="Bertens"/> Kaum Epikurean membedakan keinginan alami yang perlu (seperti makan) dan keinginan alami yang tidak perlu (seperti [[makanan]] yang enak), serta keinginan yang sia-sia (seperti kekayaan/[[harta]] yang berlebihan).<ref name="Bertens"/> Keinginan pertama harus dipuaskan dan pemuasannya secara terbatas menyebabkan kesenangan yang paling besar. Oleh sebab itu kehidupan sederhana disarankan oleh Epikuros.<ref name="Bertens"/> Tujuannya untuk mencapai [[''Ataraxia'']], yaitu ketenteraman jiwa yang tenang, kebebasan dari perasaan risau, dan keadaan seimbang.<ref name="Bertens"/><ref name="Suseno."/>


Epikuros sangat menegaskan kebijaksanaan ''[[(phoronesis)]]''.<ref name="Suseno."/> Menurutnya, orang yang bijaksana adalah seorang [[seniman]] yang dapat mempertimbangkan pilihan nikmat atau rasa sakit.<ref name="Suseno."/> Orang bijaksana bukanlah orang yang memperbanyak kebutuhan, tetapi mereka yang membatasi kebutuhan agar dengan cara membatasi diri, ia akan mencapai kepuasan.<ref name="Suseno."/> Ia menghindari tindakan yang berlebihan.<ref name="Suseno."/> Oleh karena itu, ada sebuah perhitungan yang dilakukan oleh Kaum Epikurean dalam mempertimbangkan segi-segi positif dan negatif untuk mencapai kenikmatan jangka panjang dan mendekatkan diri kepada ''ataraxia''.<ref name="Suseno."/>
Epikuros sangat menegaskan kebijaksanaan ''[[(phoronesis)]]''.<ref name="Suseno."/> Menurutnya, orang yang bijaksana adalah seorang [[seniman]] yang dapat mempertimbangkan pilihan nikmat atau rasa sakit.<ref name="Suseno."/> Orang bijaksana bukanlah orang yang memperbanyak kebutuhan, tetapi mereka yang membatasi kebutuhan agar dengan cara membatasi diri, ia akan mencapai kepuasan.<ref name="Suseno."/> Ia menghindari tindakan yang berlebihan.<ref name="Suseno."/> Oleh karena itu, ada sebuah perhitungan yang dilakukan oleh Kaum Epikurean dalam mempertimbangkan segi-segi positif dan negatif untuk mencapai kenikmatan jangka panjang dan mendekatkan diri kepada ''ataraxia''.<ref name="Suseno."/>
Baris 61: Baris 61:


== Referensi ==
== Referensi ==
{{reflist}}
{{reflist}}9. 31.32. 41. 43. 44. 45. 47. 49. 50. 53. Hedonisme arus balik demokrasi. Martua P Butarbutar. 2014. Jakarta. PWI dan HPN dan Semesta Rakyat Merdeka. <nowiki>https://g.co/kgs/d7Ymbn</nowiki>

==Pustaka terkait==
*Hedonisme arus balik demokrasi. Martua P Butarbutar. 2014. Jakarta. PWI dan HPN dan Semesta Rakyat Merdeka.

{{Authority control}}


[[Kategori:Etika]]
[[Kategori:Etika]]

Revisi terkini sejak 30 Agustus 2023 05.16

Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia.[1] Terdapat tiga aliran pemikiran dalam hedonis yakni Cyrenaics, Epikureanisme, dan Utilitarianisme. Makna hedonisme telah mengalami pergeseran seiring dengan perkembangan zaman. Di zaman modern ini, paham hedonisme sudah jauh berbeda dari paham etika hedonisme Epicurus. Hedonisme saat ini disandingkan dengan makna kemewahan, gaya hidup berlebihan, dan cenderung kepada perilaku konsumtif.[2]

Etimologi

[sunting | sunting sumber]

Kata hedonisme diambil dari bahasa Yunani ἡδονισμός hēdonismos dari akar kata ἡδονή hēdonē, artinya "kesenangan".[3] Paham ini berusaha menjelaskan adalah baik apa yang memuaskan keinginan manusia dan apa yang meningkatkan kuantitas kesenangan itu sendiri.[4]

Latar belakang

[sunting | sunting sumber]

Hedonisme muncul pada awal sejarah filsafat sekitar tahun 433 SM.[4] Hedonisme ingin menjawab pertanyaan filsafat "apa yang menjadi hal terbaik bagi manusia?" [4] Hal ini diawali dengan Sokrates yang menanyakan tentang apa yang sebenarnya menjadi tujuan akhir manusia.[4] Lalu Aristippos dari Kirene (433-355 SM) menjawab bahwa yang menjadi hal terbaik bagi manusia adalah kesenangan.[4] Aristippos memaparkan bahwa manusia sejak masa kecilnya selalu mencari kesenangan dan bila tidak mencapainya, manusia itu akan mencari sesuatu yang lain lagi. Pandangan tentang 'kesenangan' (hedonisme) ini kemudian dilanjutkan seorang filsuf Yunani lain bernama Epikuros (341-270 SM).[4] Menurutnya, tindakan manusia yang mencari kesenangan adalah kodrat alamiah.[4] Meskipun demikian, hedonisme Epikurean lebih luas karena tidak hanya mencakup kesenangan badani saja—seperti Kaum Aristippos--, melainkan kesenangan rohani juga, seperti terbebasnya jiwa dari keresahan.[4]

Aristippus

[sunting | sunting sumber]

Ἀρίστιππος Aristippus
Lahirc. 433 SM
Kyrene
Meninggalc. 355 SM
Kirene
EraFilsafat Kuno
KawasanFilsafat Barat
AliranMazhab Hedonis/Mazhab Kirene
Minat utama
Hedonisme
Dipengaruhi

Aristippus dari Kirene adalah seorang filsuf Yunani yang memperlajari ajaran-ajaran Protagoras.[5] Ini dilakukannya selama berada di kota asalnya, yaitu Kirene, Afrika Utara.[5] Aristippus kemudian mencari Sokrates dan menjalin hubungan baik dengannya.[5] Setelah Sokrates wafat, Aristippos tampil sebagai "Sofis" dan menjadi guru profesional di Atena.[5] Lalu di Kyrene ia mendirikan sekolah yang dinamakan ''Cyrenaic School'' yang merupakan salah satu sekolah Sokratik yang tidak dominan.[5][6] Sekolah ini mengajarkan perasaan-perasaan sebagai kebenaran yang paling tepat dalam hidup.[5] Kesenangan adalah baik—termasuk juga kepuasan badani--.[5] Kehidupan orang bijak selalu mencari jaminan kesenangan maksimal.[5]

Aristippus menyetujui pendapat Sokrates bahwa keutamaan adalah mencari "yang baik".[7] Akan tetapi, ia menyamakan "yang baik" ini dengan kesenangan "hedone".[4] Menurutnya, akal (rasio) manusia harus memaksimalkan kesenangan dan meminimalkan kesusahan.[4] Hidup yang baik berkaitan dengan kerangka rasional tentang kenikmatan.[4]

Kesenangan menurut Aristoppus bersifat badani (gerak dalam badan).[4] Ia membagi gerakan itu menjadi tiga kemungkinan:

  • Gerak kasar, yang menyebabkan ketidaksenangan seperti rasa sakit
  • Gerak halus, yang membuat kesenangan
  • Tiada gerak, yaitu sebuah keadaan netral seperti kondisi saat tidur.

Aristippus melihat kesenangan sebagai hal aktual, artinya kesenangan terjadi kini dan di sini.[4] Kesenangan bukan sebuah masa lalu atau masa depan. Menurutnya, masa lalu hanya ingatan akan kesenangan (hal yang sudah pergi) dan masa depan adalah hal yang belum jelas.[4]

Meskipun kesenangan dijunjung tinggi oleh Aristoppus, ada batasan kesenangan itu sendiri.[4] Batasan itu berupa pengendalian diri.[4][8] Meskipun demikian, pengendalian diri ini bukan berarti meninggalkan kesenangan.[4] Misalnya, orang yang sungguh-sungguh mau mencapai nikmat sebanyak mungkin dari kegiatan makan dan minum bukan dengan cara makan sebanyak-banyaknya atau rakus, tetapi harus dikendalikan/dikontrol agar mencapai kenikmatan yang sebenarnya.[8]

Epikuros

Epikuros lahir tahun 342 SM di kota Samos, Yunani, dan meninggal di Atena tahun 270 SM.[9] Ajaran Epikuros menitikberatkan persoalan kenikmatan.[4][9] Apa yang baik adalah segala sesuatu yang mendatangkan kenikmatan, dan apa yang buruk adalah segala sesuatu yang menghasilkan ketidaknikmatan.[9] Namun demikian, bukanlah kenikmatan yang tanpa aturan yang dijunjung Kaum Epikurean, melainkan kenikmatan yang dipahami secara mendalam.[4] Kaum Epikurean membedakan keinginan alami yang perlu (seperti makan) dan keinginan alami yang tidak perlu (seperti makanan yang enak), serta keinginan yang sia-sia (seperti kekayaan/harta yang berlebihan).[4] Keinginan pertama harus dipuaskan dan pemuasannya secara terbatas menyebabkan kesenangan yang paling besar. Oleh sebab itu kehidupan sederhana disarankan oleh Epikuros.[4] Tujuannya untuk mencapai ''Ataraxia'', yaitu ketenteraman jiwa yang tenang, kebebasan dari perasaan risau, dan keadaan seimbang.[4][9]

Epikuros sangat menegaskan kebijaksanaan (phoronesis).[9] Menurutnya, orang yang bijaksana adalah seorang seniman yang dapat mempertimbangkan pilihan nikmat atau rasa sakit.[9] Orang bijaksana bukanlah orang yang memperbanyak kebutuhan, tetapi mereka yang membatasi kebutuhan agar dengan cara membatasi diri, ia akan mencapai kepuasan.[9] Ia menghindari tindakan yang berlebihan.[9] Oleh karena itu, ada sebuah perhitungan yang dilakukan oleh Kaum Epikurean dalam mempertimbangkan segi-segi positif dan negatif untuk mencapai kenikmatan jangka panjang dan mendekatkan diri kepada ataraxia.[9]

Kebahagiaan yang dituju oleh Kaum Epikurean adalah kebahagiaan pribadi (privatistik).[9] Epikuros menasihatkan orang agar tidak mendekatkan diri kepada kehidupan umum (individualisme).[7][9] Ini bukanlah egoisme. Menurut Epikuros, kebahagiaan terbesar bagi manusia adalah persahabatan.[9] Berkumpul dan berbincang-bincang dengan para kawan dan membina persahabatan jauh lebih menguntungkan dan membantu mencapai ketenangan jiwa.[7][9]

Jeremy Bentham

[sunting | sunting sumber]

Bentha adalah pendiri pandangan utilitarian, dia memiliki hubungan erat dengan John Stuart Mill. Bentham membagi prinsip manusia kepada tiga hal yakni ascesticism, sympathy, dan anthipathy. Menurut Bentham tugas negara adalah mengarahkan warganya kepada kesenangan, untuk menjamin kesenangan adalah tugas dari negara untuk menggunakan metode hadiah dan hukuman pada warganya

Pengertian hedonisme semula berasal dari Bahasa Yunani “hedone” yang berarti “kepuasan”. Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary, “Hedonism” diartikan sebagai “the belief that pleasure should be the main aim in life.“


Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Lorens Bagus.2000, Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia. Hlm. 282.
  2. ^ Rahmasari, Tri Padila (1 Juni 2022). "PERGESERAN MAKNA HEDONISME EPICURUS DI KALANGAN GENERASI MILLENIAL". garuda.kemdikbud.go.id. Vol 8, No 1. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-15. Diakses tanggal 2023-01-15. 
  3. ^ Henk ten Napel.2009, Kamus Teologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 158.
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v Dr. K. Bertens.2000, Etika. Jakarta: Gramedia. Hlm. 235-238.
  5. ^ a b c d e f g h Eduard Zeller.1957, Outlines of the History of Greek Philosophy. New York: Meridian Books. Hlm. 129-133.
  6. ^ Albert E. Avey.1954, Handbook in the History of Philosophy. New York: Barnes & Noble, Inc. Hlm. 23.
  7. ^ a b c Simon Petrus L. Tjahjadi.2004, Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Petualangan Intelektual. Hlm. 43-44.
  8. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Suseno
  9. ^ a b c d e f g h i j k l m Franz Magnis-Suseno.1997, 13 Tokoh Etika. Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 49-50.

Pustaka terkait

[sunting | sunting sumber]
  • Hedonisme arus balik demokrasi. Martua P Butarbutar. 2014. Jakarta. PWI dan HPN dan Semesta Rakyat Merdeka.