Lompat ke isi

Recidive: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Atikah krsn (bicara | kontrib)
membuat artikel rintisan recidive (pengulangan tindak pidana)
 
Atikah Krsn (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
 
(4 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{italic title}}
'''''Recidive''''' atau bisa disebut dengan '''''Pengulangan Tindak Pidana''''' adalah salah satu alasan dalam memperberat pidana yang akan dijatuhakan. Jika dalam psikologis bisa dikatakan bahaw seseorang yang selalu mengulang perilaku kejahatan akan mempunyai nilai negatif di masyarakat dan juga dalam hukum pidana. ''Recidive'' dalam perbuatan pidana sudah ada putusan pengadilan dalam pemidanaan yang memiliki kekuatan hukum tetap.<ref>{{Cite book|last=Sofyan|first=Andi|title=Hukum Pidana|url-status=live}}</ref>
'''''Recidive''''' atau bisa disebut dengan '''''pengulangan tindak pidana''''' adalah salah satu alasan dalam memperberat pidana yang akan dijatuhakan. Jika dalam psikologis bisa dikatakan bahwa seseorang yang selalu mengulang perilaku kejahatan akan mempunyai nilai negatif di masyarakat dan juga dalam hukum pidana. ''Recidive'' dalam perbuatan pidana sudah ada putusan pengadilan dalam pemidanaan yang memiliki kekuatan hukum tetap.<ref>{{Cite book|last=Sofyan|first=Andi|title=Hukum Pidana|url-status=live}}</ref>


== Sistem Pemberatan Pidana ==
== Sistem pemberatan pidana ==
Dalam sisem pemberatan pidana berdasarkan ''recidive'' atau pengulangan tindak pidana terdiri dari dua sistem, diantaranya sebagai berikut:<ref name=":0">{{Cite book|last=Arief|first=Barda Nawawi|date=2002|title=Hukum Pidana Lanjut|location=Semarang|publisher=Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang|url-status=live}}</ref>
Dalam sistem pemberatan pidana berdasarkan ''recidive'' atau pengulangan tindak pidana terdiri dari dua sistem, di antaranya sebagai berikut:<ref name=":0">{{Cite book|last=Arief|first=Barda Nawawi|date=2002|title=Hukum Pidana Lanjut|location=Semarang|publisher=Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang|url-status=live}}</ref>


# Sistem ''recidive'' umum. Sistem ini menjelaskan bahwa pengulangan terhadap jenis tindak pidana apapun dan dilakukan dalam waktu kapan saja, adalah alasan dalam pemberatan pidana. Maka tidak ditentukan jenis tindak pidana dilakukan maupun tenggang waktu pengulangannya sehingga dalam sistem ''recidive'' umum tidak terdapat daluwarsa ''recidive''.
1.      Sistem ''Recidive'' Umum
# Sistem ''recidive'' khusus. Sistem ini menjelaskan bahwa tidak semua jenis pengulangan merupalan alasan pemberatan pidana. Pemberatan pidana terdapat pengulangan dilakukan terhadap jenis tindak pidana tertentu dan yang dilakukan dalam tenggang waktu tertentu juga.


== ''Recidive'' menurut KUHP ==
Dalam sistem ini menjelaskan bahwa pengulangan terhadap jenis tindak pidana apapun dan dilakukan dalam waktu kapan saja, adalah alasan dalam pemberatan pidana. Maka tidak ditentukan jenis tindak pidana dilakukan maupun tenggang waktu pengulangannya sehingga dalam sistem ''recidive'' umum tidak terdapat daluwarsa ''recidive''.
''Recidive'' menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Tidak sama dengan pecobaan, penyertaan, pengulangan, dalam KUHP mengenai pengulangan tindak pidana tidak diatur secara umum dalam “Aturan Umum” Buku I, tetapi diatur secara khusus secara sekelompok tindak pidana tertentu baik berupa kejahatan di dalam Buku II maupun berupa pelanggaran di dalam Buku III.

2.      Sistem ''Recidive'' Khusus

Dalam sistem ini menjelaskan bahwa tidak semua jenis pengulangan merupalan alasan pemberatan pidana. Pemberatan pidana terdapat pengulangan dilakukan terhadap jenis tindak pidana tertentu dan yang dilakukan dalam tenggang waktu tertentu juga.

== Recidive Menurut KUHP ==
Recidive menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Tidak sama dengan pecobaan, penyertaan, pengulangan, dalam KUHP mengenai pengulangan tindak pidana tidak diatur secara umum dalam “Aturan Umum” Buku I, tetapi diatur secara khusus secara sekelompok tindak pidana tertentu baik berupa kejahatan di dalam Buku II maupun berupa pelanggaran di dalam Buku III.


Dalam KUHP juga terdapat syarat tenggang waktu pengulangan tertentu. Sehingga KUHP menganut sistem ''Recidive'' Khusus menjelaskan bahwa pemberatan pidana hanya dapat dikenakan pada pengulangan jenis-jenis tindak pidana(kejahatan/pelanggaran) tertentu saja dan dapat dilakuakn dalam tenggang waktu tertentu.<ref name=":0" />
Dalam KUHP juga terdapat syarat tenggang waktu pengulangan tertentu. Sehingga KUHP menganut sistem ''Recidive'' Khusus menjelaskan bahwa pemberatan pidana hanya dapat dikenakan pada pengulangan jenis-jenis tindak pidana(kejahatan/pelanggaran) tertentu saja dan dapat dilakuakn dalam tenggang waktu tertentu.<ref name=":0" />


== Bentuk Recidive ==
== Bentuk Recidive ==
Dalam KUHP bentuk ''Recidive'' atau pengulangan tindak pidana dibagi dalam 2 kategori diantaranya sebagai berikut:
Dalam KUHP bentuk ''Recidive'' atau pengulangan tindak pidana dibagi dalam 2 kategori di antaranya sebagai berikut:

1.      ''Recidive'' Kejahatan.


2.      ''Recidive'' pelanggaran.<ref name=":0" />
# ''Recidive'' kejahatan.
# ''Recidive'' pelanggaran.<ref name=":0" />


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi terkini sejak 10 Oktober 2021 15.30

Recidive atau bisa disebut dengan pengulangan tindak pidana adalah salah satu alasan dalam memperberat pidana yang akan dijatuhakan. Jika dalam psikologis bisa dikatakan bahwa seseorang yang selalu mengulang perilaku kejahatan akan mempunyai nilai negatif di masyarakat dan juga dalam hukum pidana. Recidive dalam perbuatan pidana sudah ada putusan pengadilan dalam pemidanaan yang memiliki kekuatan hukum tetap.[1]

Sistem pemberatan pidana

[sunting | sunting sumber]

Dalam sistem pemberatan pidana berdasarkan recidive atau pengulangan tindak pidana terdiri dari dua sistem, di antaranya sebagai berikut:[2]

  1. Sistem recidive umum. Sistem ini menjelaskan bahwa pengulangan terhadap jenis tindak pidana apapun dan dilakukan dalam waktu kapan saja, adalah alasan dalam pemberatan pidana. Maka tidak ditentukan jenis tindak pidana dilakukan maupun tenggang waktu pengulangannya sehingga dalam sistem recidive umum tidak terdapat daluwarsa recidive.
  2. Sistem recidive khusus. Sistem ini menjelaskan bahwa tidak semua jenis pengulangan merupalan alasan pemberatan pidana. Pemberatan pidana terdapat pengulangan dilakukan terhadap jenis tindak pidana tertentu dan yang dilakukan dalam tenggang waktu tertentu juga.

Recidive menurut KUHP

[sunting | sunting sumber]

Recidive menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Tidak sama dengan pecobaan, penyertaan, pengulangan, dalam KUHP mengenai pengulangan tindak pidana tidak diatur secara umum dalam “Aturan Umum” Buku I, tetapi diatur secara khusus secara sekelompok tindak pidana tertentu baik berupa kejahatan di dalam Buku II maupun berupa pelanggaran di dalam Buku III.

Dalam KUHP juga terdapat syarat tenggang waktu pengulangan tertentu. Sehingga KUHP menganut sistem Recidive Khusus menjelaskan bahwa pemberatan pidana hanya dapat dikenakan pada pengulangan jenis-jenis tindak pidana(kejahatan/pelanggaran) tertentu saja dan dapat dilakuakn dalam tenggang waktu tertentu.[2]

Bentuk Recidive

[sunting | sunting sumber]

Dalam KUHP bentuk Recidive atau pengulangan tindak pidana dibagi dalam 2 kategori di antaranya sebagai berikut:

  1. Recidive kejahatan.
  2. Recidive pelanggaran.[2]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Sofyan, Andi. Hukum Pidana. 
  2. ^ a b c Arief, Barda Nawawi (2002). Hukum Pidana Lanjut. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.