Lompat ke isi

Banda Bakali: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
→‎Kondisi saat ini: nama kadis-nya Sabri Zakaria, barangkali ada yg tertarik untuk membuat artikelnya
 
(39 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Sibinuang melintasi Jembatan Alai.jpg|jmpl|350px|Jembatan kereta api melintas di atas Banda Kali]]
[[Berkas:Latihan Perahu Naga di Padang.jpg|jmpl|250px|Banda Bakali pada 2017]]


'''Banda Bakali''' adalah istilah dalam [[bahasa Minang]] untuk menyebut sungai buatan atau [[kanal]] yang terdapat di [[Kota Padang]], [[Sumatra Barat]], [[Indonesia]]. Kanal banjir ini membagi aliran Batang Arau ke arah utara sepanjang 6,8 km dan lebar 20 m yang bermuara di dekat Pantai Purus. Banda Bakali dibangun untuk mengatasi banjir di Kota Padang sekaligus menopang sistem drainase tata ruang kota (muara sungai-sungai kecil, pengeringan rawa-rawa, saluran pembuangan), untuk selanjutnya dialirkan terus ke [[Samudra Hindia]]).<ref name=":1">{{Cite news|date=24 Agustus 1995|title=Ketika Banjir Padang Makin Berkurang|work=Harian Semangat}}</ref>
'''Banda Bakali''' atau '''Bandakali''' adalah istilah dalam [[bahasa Minang]] untuk menyebut sungai buatan atau [[kanal]] yang terdapat di [[Kota Padang]], [[Sumatera Barat]], [[Indonesia]]. Kanal banjir ini membagi aliran [[Batang Arau]] di [[Lubuk Begalung Nan XX, Lubuk Begalung, Padang|Lubuk Begalung]] ke arah utara sepanjang 6,8&nbsp;km dan lebar 20 m dengan muara di dekat Pantai Purus. Banda Bakali dibangun untuk mengatasi banjir di Kota Padang sekaligus menopang sistem drainase tata ruang kota (muara sungai-sungai kecil, pengeringan rawa-rawa, saluran pembuangan), untuk selanjutnya dialirkan terus ke [[Samudra Hindia]].<ref name=":1">{{Cite news|date=24 Agustus 1995|title=Ketika Banjir Padang Makin Berkurang|work=Harian Semangat}}</ref>

Banda Bakali menjadi arena penyelenggaraan [[Padang International Dragon Boat Festival|Festival Perahu Naga Internasional Padang]] yang digelar rutin setiap tahun oleh [[Pemerintah Kota Padang]].<ref>{{Cite web|last=Codingest|date=2019-12-15|title=Festival Perahu Naga|url=https://pariwisata.padang.go.id/festival-perahu-naga|website=Pariwisata Kota Padang|language=en|access-date=2021-10-16}}</ref>


== Sejarah ==
== Sejarah ==
[[Berkas:AMH-4616-NA_Map_of_Padangh.jpg|jmpl|250x250px|Bentuk aliran Batang Arau pada abad ke-18, sebelum pembangunan banjir kanal]]
Banda Bakali dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda dari tahun 1911 sampai 1918 sebagai sarana pengendalian banjir yang sering dihadapi Kota Padang.<ref>{{Cite book|last=Fachrul Rasyid|first=|date=2008|url=https://books.google.com/books?id=Zj9SAQAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=%22tahun+1911+hingga+1918+%22&q=%22tahun+1911+hingga+1918+%22&hl=id|title=Dari Pagaruyung sampai Semenanjung: refleksi sejarah Minangkabau|publisher=Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya, UPTD Museum "Aditiyawarman"|language=id}}</ref> Upacara awal penggalian kanal dilakukan di Lubuk Begalung pada 29 Oktober 1911.<ref>{{Cite book|last=[[Rusli Amran]]|first=|date=1988|url=https://books.google.com/books?id=3mseAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=Padang+Riwayatmu+Dulu&q=Padang+Riwayatmu+Dulu&hl=id|title=Padang Riwayatmu Dulu|publisher=Yasaguna|language=id}}</ref> Sebelum pembangunan, banjir besar telah terjadi pada 28 dan 29 September 1907. Sementara itu, banjir juga terjadi selama proses pembuatan kanal ini, seperti pada tahun 1914 dan 1915.<ref name=":0">{{Cite web|date=2017-10-12|title=Banjir Besar dan Pembangunan Kanal di Padang 1911|url=https://padangkita.com/banjir-besar-dan-pembangunan-kanal-di-padang-1911/|website=Padangkita.com|language=id-ID|access-date=2021-10-14}}</ref> Sejarawan [[Rusli Amran]] mencatat, banjir di Padang pada zaman Hindia Belanda jauh berkurang sejak kanal ini selesai dibangun.
Banda Bakali dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai sarana pengendalian banjir yang sering dihadapi Kota Padang dan mengamankan [[Pelabuhan Muara]] dari amukan [[Batang Arau]].<ref name=":2">{{Cite book|last=Fachrul Rasyid|first=|date=2008|url=https://books.google.com/books?id=Zj9SAQAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=%22tahun+1911+hingga+1918+%22&q=%22tahun+1911+hingga+1918+%22&hl=id|title=Dari Pagaruyung sampai Semenanjung: refleksi sejarah Minangkabau|publisher=Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya, UPTD Museum "Aditiyawarman"|language=id}}</ref> Gagasannya adalah mengatur aliran Batang Arau. Upaya awal dilakukan pada 1869 dengan meluruskan aliran Batang Arau dari [[Ganting Parak Gadang, Padang Timur, Padang|Ganting]] ke [[Pasa Gadang, Padang Selatan, Padang|Pamancungan]]. Bagian itu oleh penduduk dinamakan "batang bagali", yang menjadi asal kata dan cikal bakal Banda Bakali.

Pada 7 Oktober 1882, pemerintah Hindia Belanda di Padang mengeluarkan ordonansi yang mengizinkan pemerintah mengambil tanah penduduk agar pinggir sungai bisa diluruskan.<ref name=":3" /> Penggalian kanal pertama kali dilakukan pada 29 Oktober 1911 di [[Lubuk Begalung Nan XX, Lubuk Begalung, Padang|Lubuk Begalung]]. Di titik itu, aliran Batang Arau dibagi dan dibelokkan ke utara hingga bermuara di dekat Purus.<ref name=":3">{{Cite book|last=[[Rusli Amran]]|first=|date=1988|url=https://www.google.co.id/books/edition/Padang_riwayatmu_dulu/3mseAAAAMAAJ?hl=id&gbpv=1&bsq=Padang+Riwayatmu+Dulu+wlkom+%221911%22&dq=Padang+Riwayatmu+Dulu+wlkom+%221911%22&printsec=frontcover|title=Padang Riwayatmu Dulu|publisher=Yasaguna|language=id}}</ref>

Sebelum pembangunan Banda Bakali, banjir besar telah terjadi pada 28 dan 29 September 1907. Sementara itu, banjir juga terjadi selama proses pembangunan, seperti pada tahun 1914 dan 1915.<ref name=":0">{{Cite web|date=2017-10-12|title=Banjir Besar dan Pembangunan Kanal di Padang 1911|url=https://padangkita.com/banjir-besar-dan-pembangunan-kanal-di-padang-1911/|website=Padangkita.com|language=id-ID|access-date=2021-10-14}}</ref><ref>{{Cite web|title=Gevonden in Delpher - De Preanger-bode|url=https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?coll=ddd&identifier=MMKB08:000131660:mpeg21:a0017|website=www.delpher.nl|language=nl|access-date=2021-10-16}}</ref>

Pengerjaan Banda Bakali selesai pada tahun 1918.<ref name=":2" /> Sejarawan [[Rusli Amran]] mencatat, banjir di Padang pada masa Hindia Belanda jauh berkurang sejak kanal ini selesai dibangun.<ref name=":3" /> Meski demikian, beberapa banjir masih terjadi.<ref>https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=Bandjir-kanaal+te+Padang&coll=ddd&identifier=ddd:011023971:mpeg21:a0088&resultsidentifier=ddd:011023971:mpeg21:a0088&rowid=10</ref><ref>https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=Bandjir-kanaal+Padang+&coll=ddd&page=2&identifier=MMKB15:000107017:mpeg21:a00067&resultsidentifier=MMKB15:000107017:mpeg21:a00067&rowid=10</ref>

== Fungsi ==
{{Quote box|align=right|width=20%|quote=Parit itu dahulu digali sebagai pemisah antara daerah yang dikuasai penjajah dengan daerah milik penduduk asli, tetapi alasan yang diberikan penjajah adalah untuk pengendalian banjir.|author=[[Wisran Hadi]]|source=''Persiden''<ref>{{Cite book|last=Wisran Hadi|first=|date=2016|url=https://books.google.com/books?id=G_RfCwAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=wisran+hadi+persiden+%22BANDAKALI%22&hl=id|title=Persiden|publisher=Bentang Pustaka|isbn=978-602-8811-39-2|language=|url-status=live}}</ref>}}Dari kacamata pemerintah kolonial Belanda, pembangunan kanal bukan hanya sebagai langkah untuk mengatasi banjir di Kota Padang, tetapi juga sebagai pemisah antara daerah yang dikuasai penjajah dengan daerah pribumi.<ref name=":0" />

Pada masa [[Sejarah Indonesia (1945–1949)|perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia]], Banda Bakali menjadi demarkasi area pertempuran antara militer Belanda dan pejuang Indonesia. Wilayah Kota Padang di dalam area banjir kanal menjadi basis kedudukan Belanda, sementara di luar [[Tentara Republik Indonesia]] (TRI) bergerilya, terutama pada malam hari.<ref name=":0" />


Pertempuran kerap terjadi di seputar jembatan di atas banjir kanal. Pasukan TRI mengincar jembatan di atas banjir kanal baik jembatan kereta api maupun jembatan kendaraan. Pada malam tanggal 11 dan 12 Agustus 1947, terjadi serangan TRI terhadap jembatan kereta api.<ref>{{Cite web|title=Gevonden in Delpher - Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia|url=https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?coll=ddd&identifier=ddd:010897949:mpeg21|website=www.delpher.nl|language=nl|access-date=2021-10-16}}</ref> Pada 18 Januari 1947, mortir-mortir TRI menghantam dua jembatan di atas banjir kanal.<ref>{{Cite web|title=Gevonden in Delpher - Trouw|url=https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?coll=ddd&identifier=ABCDDD:010871101:mpeg21:a0090|website=www.delpher.nl|language=nl|access-date=2021-10-16}}</ref>
Dari sudut pemerintah kolonial Belanda, pembangunan kanal bukan hanya sebagai langkah untuk mengatasi banjir di Kota Padang, tetapi juga untuk pemisah antara orang-orang Eropa dengan penduduk pribumi. Selain itu, keberadaan kanal dapat dipandang sebagai ''barier'', semacam garis pertahanan kota.<ref name=":0" />


== Normalisasi ==
== Normalisasi ==
Dari tahun 1991 sampai 1996, Dinas Pekerjaan Umum Sumatra Barat<ref>{{Cite book|date=1995|url=https://books.google.com/books?id=5IhwAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA439&dq=proyek+banjir+padang+%22KANWIL+PU%22&hl=id|title=Profil 200 tokoh aktivis & pemuka masyarakat Minang|publisher=Permo Promotion|isbn=978-979-8931-00-0|language=id}}</ref> melakukan normalisasi Banda Bakali sepanjang 6,8 km dengan total biaya Rp88 miliar. Kapasitas kanal ditingkatkan dari 240 m³ per detik menjadi 500 m³ per detik untuk periode ulang 25 tahun.<ref name=":1" />
Dari tahun 1991 sampai 1996, Dinas Pekerjaan Umum Sumatera Barat melakukan normalisasi Banda Bakali sepanjang 6,8&nbsp;km dengan total biaya Rp88 miliar. Ini merupakan bagian dari Proyek Pengendalian Banjir Padang yang menghabiskan dana sekitar Rp200 miliar.<ref>{{Cite book|date=1995|url=https://books.google.com/books?id=5IhwAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA439&dq=proyek+banjir+padang+%22KANWIL+PU%22&hl=id|title=Profil 200 tokoh aktivis & pemuka masyarakat Minang|publisher=Permo Promotion|isbn=978-979-8931-00-0|language=id}}</ref> Pengerjaan normalisasi Banda Bakali meliputi peningkatan kapasitas kanal dari 240 m³ per detik menjadi 500 m³ per detik untuk periode ulang 25 tahun.<ref name=":1" />


== Kondisi saat ini ==
== Kondisi saat ini ==
Baris 18: Baris 32:


[[Kategori:Kota Padang]]
[[Kategori:Kota Padang]]
[[Kategori:Bangunan dan struktur di Sumatra Barat]]
[[Kategori:Bangunan dan struktur di Sumatera Barat]]
[[Kategori:Pengendalian banjir]]
[[Kategori:Pengendalian banjir]]

Revisi terkini sejak 2 April 2024 06.16

Banda Bakali pada 2017

Banda Bakali atau Bandakali adalah istilah dalam bahasa Minang untuk menyebut sungai buatan atau kanal yang terdapat di Kota Padang, Sumatera Barat, Indonesia. Kanal banjir ini membagi aliran Batang Arau di Lubuk Begalung ke arah utara sepanjang 6,8 km dan lebar 20 m dengan muara di dekat Pantai Purus. Banda Bakali dibangun untuk mengatasi banjir di Kota Padang sekaligus menopang sistem drainase tata ruang kota (muara sungai-sungai kecil, pengeringan rawa-rawa, saluran pembuangan), untuk selanjutnya dialirkan terus ke Samudra Hindia.[1]

Banda Bakali menjadi arena penyelenggaraan Festival Perahu Naga Internasional Padang yang digelar rutin setiap tahun oleh Pemerintah Kota Padang.[2]

Bentuk aliran Batang Arau pada abad ke-18, sebelum pembangunan banjir kanal

Banda Bakali dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai sarana pengendalian banjir yang sering dihadapi Kota Padang dan mengamankan Pelabuhan Muara dari amukan Batang Arau.[3] Gagasannya adalah mengatur aliran Batang Arau. Upaya awal dilakukan pada 1869 dengan meluruskan aliran Batang Arau dari Ganting ke Pamancungan. Bagian itu oleh penduduk dinamakan "batang bagali", yang menjadi asal kata dan cikal bakal Banda Bakali.

Pada 7 Oktober 1882, pemerintah Hindia Belanda di Padang mengeluarkan ordonansi yang mengizinkan pemerintah mengambil tanah penduduk agar pinggir sungai bisa diluruskan.[4] Penggalian kanal pertama kali dilakukan pada 29 Oktober 1911 di Lubuk Begalung. Di titik itu, aliran Batang Arau dibagi dan dibelokkan ke utara hingga bermuara di dekat Purus.[4]

Sebelum pembangunan Banda Bakali, banjir besar telah terjadi pada 28 dan 29 September 1907. Sementara itu, banjir juga terjadi selama proses pembangunan, seperti pada tahun 1914 dan 1915.[5][6]

Pengerjaan Banda Bakali selesai pada tahun 1918.[3] Sejarawan Rusli Amran mencatat, banjir di Padang pada masa Hindia Belanda jauh berkurang sejak kanal ini selesai dibangun.[4] Meski demikian, beberapa banjir masih terjadi.[7][8]

Parit itu dahulu digali sebagai pemisah antara daerah yang dikuasai penjajah dengan daerah milik penduduk asli, tetapi alasan yang diberikan penjajah adalah untuk pengendalian banjir.

Wisran Hadi, Persiden[9]

Dari kacamata pemerintah kolonial Belanda, pembangunan kanal bukan hanya sebagai langkah untuk mengatasi banjir di Kota Padang, tetapi juga sebagai pemisah antara daerah yang dikuasai penjajah dengan daerah pribumi.[5]

Pada masa perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Banda Bakali menjadi demarkasi area pertempuran antara militer Belanda dan pejuang Indonesia. Wilayah Kota Padang di dalam area banjir kanal menjadi basis kedudukan Belanda, sementara di luar Tentara Republik Indonesia (TRI) bergerilya, terutama pada malam hari.[5]

Pertempuran kerap terjadi di seputar jembatan di atas banjir kanal. Pasukan TRI mengincar jembatan di atas banjir kanal baik jembatan kereta api maupun jembatan kendaraan. Pada malam tanggal 11 dan 12 Agustus 1947, terjadi serangan TRI terhadap jembatan kereta api.[10] Pada 18 Januari 1947, mortir-mortir TRI menghantam dua jembatan di atas banjir kanal.[11]

Normalisasi

[sunting | sunting sumber]

Dari tahun 1991 sampai 1996, Dinas Pekerjaan Umum Sumatera Barat melakukan normalisasi Banda Bakali sepanjang 6,8 km dengan total biaya Rp88 miliar. Ini merupakan bagian dari Proyek Pengendalian Banjir Padang yang menghabiskan dana sekitar Rp200 miliar.[12] Pengerjaan normalisasi Banda Bakali meliputi peningkatan kapasitas kanal dari 240 m³ per detik menjadi 500 m³ per detik untuk periode ulang 25 tahun.[1]

Kondisi saat ini

[sunting | sunting sumber]

Dalam perkembangannya, terjadi pendangkalan kanal atau saluran akibat adanya pengendapan sedimen di sepanjang saluran dan di muara yang menyebabkan kelancaran aliran, terutama saat terjadi banjir, terganggu.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b "Ketika Banjir Padang Makin Berkurang". Harian Semangat. 24 Agustus 1995. 
  2. ^ Codingest (2019-12-15). "Festival Perahu Naga". Pariwisata Kota Padang (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-10-16. 
  3. ^ a b Fachrul Rasyid (2008). Dari Pagaruyung sampai Semenanjung: refleksi sejarah Minangkabau. Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya, UPTD Museum "Aditiyawarman". 
  4. ^ a b c Rusli Amran (1988). Padang Riwayatmu Dulu. Yasaguna. 
  5. ^ a b c "Banjir Besar dan Pembangunan Kanal di Padang 1911". Padangkita.com. 2017-10-12. Diakses tanggal 2021-10-14. 
  6. ^ "Gevonden in Delpher - De Preanger-bode". www.delpher.nl (dalam bahasa Belanda). Diakses tanggal 2021-10-16. 
  7. ^ https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=Bandjir-kanaal+te+Padang&coll=ddd&identifier=ddd:011023971:mpeg21:a0088&resultsidentifier=ddd:011023971:mpeg21:a0088&rowid=10
  8. ^ https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=Bandjir-kanaal+Padang+&coll=ddd&page=2&identifier=MMKB15:000107017:mpeg21:a00067&resultsidentifier=MMKB15:000107017:mpeg21:a00067&rowid=10
  9. ^ Wisran Hadi (2016). Persiden. Bentang Pustaka. ISBN 978-602-8811-39-2. 
  10. ^ "Gevonden in Delpher - Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia". www.delpher.nl (dalam bahasa Belanda). Diakses tanggal 2021-10-16. 
  11. ^ "Gevonden in Delpher - Trouw". www.delpher.nl (dalam bahasa Belanda). Diakses tanggal 2021-10-16. 
  12. ^ Profil 200 tokoh aktivis & pemuka masyarakat Minang. Permo Promotion. 1995. ISBN 978-979-8931-00-0.