Lompat ke isi

Sundaland: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Inayubhagya (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Inayubhagya (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Pengembalian manual
 
(13 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Judul miring}}
{{Judul miring}}
{{kegunaanlain|Paparan Sunda|Paparan Sahul}}
{{kegunaanlain|Paparan Sunda|Paparan Sahul}}
[[Berkas:Sundaland Hotspot 2005 Print.tif|300px|jmpl|Peta wilayah ''Sundaland'' (kawasan Sunda).]]
[[Berkas:Map of Sunda and Sahul.png|400px|jmpl|[[Paparan Sahul]] dan [[Paparan Sunda]] saat ini. Wilayah di antaranya disebut "[[Wallacea]]".]]


'''''Sundaland''''' ([[bahasa Indonesia]]: ''Kawasan Sunda'') adalah suatu wilayah [[biogeografi]]s di [[Asia Tenggara]] yang juga mengacu kepada sebuah daratan yang lebih luas yang pernah ada selama [[Pleistosen|2,6 juta tahun]] ketika permukaan air laut lebih rendah. Wilayahnya mencakup Asia Tenggara di daratan [[Kepulauan Melayu]] seperti [[Semenanjung Malaka]], [[Sumatra]], [[Jawa]], [[Kalimantan]] dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
'''''Sundaland''''' ([[bahasa Indonesia]]: ''Kawasan Sunda'') adalah suatu wilayah [[biogeografi]]s di [[Asia Tenggara]] yang juga mengacu kepada sebuah daratan yang lebih luas yang pernah ada selama [[Pleistosen|2,6 juta tahun]] ketika permukaan air laut lebih rendah. Wilayahnya mencakup Asia Tenggara di daratan seperti [[Semenanjung Malaka]], [[Sumatra]], [[Jawa]], [[Kalimantan]] dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.


== Etimologi ==
== Etimologi ==
Baris 11: Baris 11:


== Demografi ==
== Demografi ==
Sejarah mengenai Sundaland hingga sekarang masih belum sepenuhnya bisa dijelaskan. Penelitian awal menunjukkan bahwa penduduk paparan Sunda secara genetis memiliki kesamaan dengan penduduk asli [[Asia Tenggara]], terutama yang tinggal di wilayah kepulauan. Secara bahasa mereka juga sebagai bagian dari [[rumpun bahasa Austronesia]].
Sejarah mengenai ''Sundaland'' hingga sekarang masih belum sepenuhnya bisa dijelaskan. Penelitian awal menunjukkan bahwa penduduk kawasan Sunda secara genetis memiliki kesamaan dengan penduduk asli [[Asia Tenggara]], terutama yang tinggal di wilayah kepulauan. Secara bahasa mereka juga sebagai bagian dari [[rumpun bahasa Austronesia]].<ref name="Oppenheimer">{{Cite book|title=Eden in the East : the drowned continent of Southeast Asia|url=https://archive.org/details/edenineastdrowne00oppe|last=Oppenheimer|first=Stephen|date=1999|publisher=Phoenix|isbn=978-0-7538-0679-1}}</ref>


Kajian linguistik menunjukkan suatu arus migrasi yang dikenal sebagai teori "Out of Sundaland". Teori ini diusulkan oleh Stephen Oppenheimer, pakar genetik dan struktur DNA asal [[Universitas Oxford]], [[Inggris]]. Ia tergolong sebagai tokoh kontroversial dalam studi sejarah manusia modern. Ia merupakan salah satu ilmuwan yang menyebutkan paparan Sunda (Sundaland) sebagai benua cikal bakal migrasi manusia. Penelitian melalui metode genetik yang dilakukannya menunjukkan kaitan mitokondria DNA (mtDNA) orang-orang Asia Tenggara dan Pasifik dengan Indonesia.
Terdapat kajian linguistik yang menunjukkan suatu arus migrasi dengan istilah teori ''"Out of Sundaland"''. Teori ini diusulkan oleh Stephen Oppenheimer<ref name="Oppenheimer"/>, ahli genetika lulusan [[Balliol College, Oxford]]. Ia tergolong sebagai tokoh kontroversial dalam studi sejarah manusia. Ia berpendapat bahwa Kawasan Sunda (''Sundaland'') sebagai benua cikal bakal migrasi manusia.


Ia beranggapan bahwa orang Nusantara adalah leluhur bagi orang Asia. Kondisi geografis Sundaland mendukung kebutuhan pertanian dan peternakan. Karena itu, kepulauan Nusantara yang subur cocok menjadi pusat komunitas. Baru pada 14 ribu tahun lalu masa es berakhir. Banjir besar memaksa manusia bermigrasi ke tempat yang lebih tinggi. Pada 1999, Oppenheimer menerbitkan bukunya yang berjudul Eden in the East: The Drowned Continent of Southeast Asia. Ia melakukan pendekatan multidisiplin untuk mengembangkan teorinya. Salah satunya penelusuran mitologi. Cerita banjir besar ini kemudian tersisa dalam cerita legenda atau mitos di tengah masyarakat secara beragam.
Oppenheimer beranggapan bahwa orang-orang [[Asia Tenggara]] adalah leluhur bagi orang [[Asia]]. Pada [[1999]], ia menerbitkan buku yang berjudul ''"Eden in the East: The Drowned Continent of Southeast Asia"''.<ref name="Oppenheimer"/> Ia melakukan pendekatan multidisiplin dalam mengembangkan teorinya. Salah satunya ia menggunakan pendekatan mitologi, cerita banjir besar yang melegenda kemudian tersaji dalam cerita legenda dan [[mitos]] di tengah masyarakat secara beragam.


Namun kesimpulan ini masih sebatas teori dan mendapat tentangan dari teori "Out of Taiwan". Lembaga biologi molekuler Eijkman Institute melakukan penelitian tentang mtDNA dan kromosom Y dengan metode Out of Taiwan. Hasilnya, leluhur orang Nusantara berasal dari Aborigin Taiwan. Semakin ke wilayah timur Indonesia, jejak mtDNA Taiwan semakin menipis karena percampuran dengan orang Melanesia.
Namun kesimpulan Oppenheimer masih sebatas teori yang tidak terbukti dan mendapat tentangan dari teori ''"Out of Taiwan"''.<ref name=science1>{{cite journal| author = Gray, R. D. | coauthors = A. J. Drummond, S. J. Greenhill | date = 2009 | title = Language Phylogenies Reveal Expansion Pulses and Pauses in Pacific Settlement. | journal = Science | volume = 323 | pages = 479 - 483 }}</ref> Lembaga biologi molekuler Eijkman Institute yang melakukan penelitian tentang mtDNA dan kromosom Y dengan teori ''"Out of Taiwan"''. Hasilnya, leluhur orang Asia Tenggara berasal dari Asia Timur. Semakin ke wilayah timur, jejak mtDNA Taiwan semakin menipis karena percampuran dengan orang [[Melanesia]].


Eijkman mengungkapkan dukungan temuan arkeologi atas teori "Out of Sundaland" belum ada. Padahal penelusuran genetik tidak dapat menjelaskan cara dan sebab manusia bermigrasi. Data mtDNA, studi bahasa, dan beberapa bukti arkeologi menjadi dasar teori "Out of Taiwan". Mereka meneliti data genom dari 31 populasi yang tinggal di Indonesia dan 25 populasi di berbagai negara Asia. Studi ini lebih komprehensif karena menggunakan pendataan statistik dengan mempertimbangkan perkawinan campur dan relasi lainnya.
Eijkman mengungkapkan bahwa usulan teori ''"Out of Sundaland"'' secara arkeologis tidak terbukti. Teori tersebut tidak dapat menjelaskan bagaimana cara dan sebab manusia bermigrasi. Sedangkan data mtDNA, studi linguistik dan beberapa bukti arkeologi menjadi dasar teori ''"Out of Taiwan"''. Mereka meneliti data genom dari 31 populasi yang tinggal di [[Indonesia]] dan 25 populasi di berbagai negara [[Asia]].<ref name="meacham1984">{{cite journal |last1=Meacham |first1=William |title=On the improbability of Austronesian origins in South China |journal=Asian Perspective |date=1984–1985 |volume=26 |pages=89–106 |access-date=25 December 2018 |archive-date=9 November 2019 }}</ref><ref name="Solheim">{{cite book |last1=Solheim |first1=Wilhelm G., II |title=Archaeology and culture in Southeast Asia : Unraveling the Nusantao |date=2006 |publisher=University of the Philippines Press |isbn=978-9715425087}}</ref> Studi ini lebih komprehensif yang mempertimbangkan data arkeologi dan menggunakan pendataan statistik perkawinan campur yang terjadi di Asia dan relasi lainnya.

Dari teori-teori tersebut nampaknya penelitian tersebut masih perlu penguatan bukti. Pencarian leluhur manusia Nusantara dan teori migrasi manusia Asia masih menjadi perdebatan yang terbuka.


== Ukuran ==
== Ukuran ==
Wilayah Sundaland meliputi [[Paparan Sunda]], sebuah perpanjangan landas kontinen Asia Tenggara yang stabil secara tektonik dan pernah ada selama [[periode glasial]] 2 juta tahun yang lalu.<ref name=":4">{{Cite book|title=Phillipps's Field Guide to the Mammals of Borneo and Their Ecology: Sabah, Sarawak, Brunei, and Kalimantan|last=Phillipps|first=Quentin|last2=Phillipps|first2=Karen|publisher=Princeton University Press|year=2016|isbn=978-0-691-16941-5|location=Princeton, New Jersey, USA|pages=}}</ref><ref name=":14">{{Cite journal|last=de Bruyn|first=Mark|last2=Stelbrink|first2=Björn|last3=Morley|first3=Robert J.|last4=Hall|first4=Robert|last5=Carvalho|first5=Gary R.|last6=Cannon|first6=Charles H.|last7=van den Bergh|first7=Gerrit|last8=Meijaard|first8=Erik|last9=Metcalfe|first9=Ian|date=2014-11-01|title=Borneo and Indochina are Major Evolutionary Hotspots for Southeast Asian Biodiversity|url=https://academic.oup.com/sysbio/article/63/6/879/2847663/Borneo-and-Indochina-are-Major-Evolutionary|journal=Systematic Biology|volume=63|issue=6|pages=879–901|doi=10.1093/sysbio/syu047|issn=1063-5157}}</ref>
Wilayah Sundaland meliputi [[Paparan Sunda]], sebuah perpanjangan landas kontinen Asia Tenggara yang stabil secara tektonik dan pernah ada selama [[periode glasial]] 2 juta tahun yang lalu.<ref name=":4">{{Cite book|title=Phillipps's Field Guide to the Mammals of Borneo and Their Ecology: Sabah, Sarawak, Brunei, and Kalimantan|url=https://archive.org/details/phillippsfieldgu0000phil|last=Phillipps|first=Quentin|last2=Phillipps|first2=Karen|publisher=Princeton University Press|year=2016|isbn=978-0-691-16941-5|location=Princeton, New Jersey, USA|pages=}}</ref><ref name=":14">{{Cite journal|last=de Bruyn|first=Mark|last2=Stelbrink|first2=Björn|last3=Morley|first3=Robert J.|last4=Hall|first4=Robert|last5=Carvalho|first5=Gary R.|last6=Cannon|first6=Charles H.|last7=van den Bergh|first7=Gerrit|last8=Meijaard|first8=Erik|last9=Metcalfe|first9=Ian|date=2014-11-01|title=Borneo and Indochina are Major Evolutionary Hotspots for Southeast Asian Biodiversity|url=https://academic.oup.com/sysbio/article/63/6/879/2847663/Borneo-and-Indochina-are-Major-Evolutionary|journal=Systematic Biology|volume=63|issue=6|pages=879–901|doi=10.1093/sysbio/syu047|issn=1063-5157}}</ref>


Ukuran Paparan Sunda diperkirakan sama dengan 120&nbsp;meter [[Batimetri|isobath]].<ref name=":2">{{Cite journal|last=Bird|first=Michael I.|last2=Taylor|first2=David|last3=Hunt|first3=Chris|date=2005-11-01|title=Palaeoenvironments of insular Southeast Asia during the Last Glacial Period: a savanna corridor in Sundaland?|journal=Quaternary Science Reviews|volume=24|issue=20–21|pages=2228–2242|doi=10.1016/j.quascirev.2005.04.004|bibcode=2005QSRv...24.2228B}}</ref> Selain Semenanjung Malaya dan pulau-pulau di Kalimantan, Jawa, dan Sumatra, termasuk [[Laut Jawa]], [[Teluk Thailand]], dan bagian-bagian [[Laut China Selatan]].<ref name="Wang 5–39">{{Cite journal|last=Wang|first=Pinxian|date=1999-03-15|title=Response of Western Pacific marginal seas to glacial cycles: paleoceanographic and sedimentological features|journal=Marine Geology|volume=156|issue=1–4|pages=5–39|doi=10.1016/S0025-3227(98)00172-8}}</ref> Secara total, luas wilayah Sundaland sekitar 1.800.000 &nbsp;km<sup>2</sup>,<ref name=":3">{{Cite journal|last=Hanebuth|first=Till|last2=Stattegger|first2=Karl|last3=Grootes|first3=Pieter M.|date=2000|title=Rapid Flooding of the Sunda Shelf: A Late-Glacial Sea-Level Record|jstor=3075104|journal=Science|volume=288|issue=5468|pages=1033–1035|bibcode=2000Sci...288.1033H|doi=10.1126/science.288.5468.1033}}</ref> kira-kira setara dengan ukuran Eropa.<ref name=":2" /> Luas daratan terbuka di Sundaland telah berfluktuasi selama 2 juta tahun terakhir; luas daratan modern sekitar setengah dari luas maksimumnya.<ref name=":14"/>
Ukuran Paparan Sunda diperkirakan sama dengan 120&nbsp;meter [[Batimetri|isobath]].<ref name=":2">{{Cite journal|last=Bird|first=Michael I.|last2=Taylor|first2=David|last3=Hunt|first3=Chris|date=2005-11-01|title=Palaeoenvironments of insular Southeast Asia during the Last Glacial Period: a savanna corridor in Sundaland?|journal=Quaternary Science Reviews|volume=24|issue=20–21|pages=2228–2242|doi=10.1016/j.quascirev.2005.04.004|bibcode=2005QSRv...24.2228B}}</ref> Selain [[Semenanjung Malaka]] dan pulau-pulau di [[Sumatra]], [[Jawa]], dan [[Kalimantan]], termasuk [[Laut Jawa]], [[Teluk Thailand]], dan bagian-bagian [[Laut Tiongkok Selatan]].<ref name="Wang 5–39">{{Cite journal|last=Wang|first=Pinxian|date=1999-03-15|title=Response of Western Pacific marginal seas to glacial cycles: paleoceanographic and sedimentological features|journal=Marine Geology|volume=156|issue=1–4|pages=5–39|doi=10.1016/S0025-3227(98)00172-8}}</ref> Secara total, luas wilayah Sundaland sekitar 1.800.000 &nbsp;km<sup>2</sup>,<ref name=":3">{{Cite journal|last=Hanebuth|first=Till|last2=Stattegger|first2=Karl|last3=Grootes|first3=Pieter M.|date=2000|title=Rapid Flooding of the Sunda Shelf: A Late-Glacial Sea-Level Record|jstor=3075104|journal=Science|volume=288|issue=5468|pages=1033–1035|bibcode=2000Sci...288.1033H|doi=10.1126/science.288.5468.1033}}</ref> Luas dari Sundaland hampir sama dengan luas negara [[Indonesia]].<ref name=":2" /> Luas daratan terbuka di Sundaland telah berfluktuasi selama 2 juta tahun terakhir; luas daratan modern sekitar setengah dari luas maksimumnya.<ref name=":14"/>


Batas barat dan selatan Sundaland ditandai dengan jelas oleh perairan yang lebih dalam dari [[Samudra Hindia]].<ref name=":2" /> Batas timur Sundaland adalah [[Garis Wallace]], yang diidentifikasi oleh [[Alfred Russel Wallace]] sebagai batas timur jangkauan fauna [[mamalia]] daratan Asia, yang juga menjadi batas zona ekologi [[Indomalaya]] dan [[alam Australasia|Australasia]]. Pulau-pulau di sebelah timur garis Wallace dikenal sebagai [[Wallacea]], wilayah biogeografis terpisah yang dianggap bagian dari Australasia. Garis Wallace sesuai dengan kanal air dalam yang belum pernah dilalui oleh jembatan darat manapun.<ref name=":2">{{Cite journal|last=Bird|first=Michael I.|last2=Taylor|first2=David|last3=Hunt|first3=Chris|date=2005-11-01|title=Palaeoenvironments of insular Southeast Asia during the Last Glacial Period: a savanna corridor in Sundaland?|journal=Quaternary Science Reviews|volume=24|issue=20–21|pages=2228–2242|doi=10.1016/j.quascirev.2005.04.004|bibcode=2005QSRv...24.2228B}}</ref> Batas utara Sundaland lebih sulit ditentukan dalam istilah [[Batimetri|batimetris]]; suatu peralihan [[fitogeografi]]s pada sekitar 9ºLU dianggap sebagai batas utaranya.<ref name=":2" />
Batas barat dan selatan Sundaland ditandai dengan jelas oleh perairan yang lebih dalam dari [[Samudra Hindia]].<ref name=":2" /> Batas timur Sundaland adalah [[Garis Wallace]], yang diidentifikasi oleh [[Alfred Russel Wallace]] sebagai batas timur jangkauan fauna [[mamalia]] daratan Asia, yang juga menjadi batas zona ekologi [[Indomalaya]] dan [[Australasia]]. Pulau-pulau di sebelah timur garis Wallace dikenal sebagai [[Wallacea]], wilayah biogeografis terpisah yang dianggap bagian dari Australasia. Garis Wallace sesuai dengan kanal air dalam yang belum pernah dilalui oleh jembatan darat manapun.<ref name=":2"/> Batas utara Sundaland lebih sulit ditentukan dalam istilah [[batimetri]]s; suatu peralihan [[fitogeografi]]s pada sekitar 9ºLU dianggap sebagai batas utaranya.<ref name=":2" />


Sebagian besar Sundaland baru-baru saja terbentuk selama [[periode glasial terakhir]] dari sekitar 110.000 sampai 12.000 tahun yang lalu.<ref name=":5"/><ref name=":3" /> Saat permukaan laut menurun 30-40 meter atau lebih, jembatan darat menghubungkan pulau-pulau Kalimantan, Jawa, dan Sumatra ke Semenanjung Malaya dan daratan [[Asia]].<ref name=":4" /> Karena permukaan laut baru lebih rendah 30 meter (atau lebih) sepanjang 800.000 tahun terakhir, keadaan Kalimantan, Jawa, dan Sumatra sebagai sebuah pulau merupakan keadaan yang relatif jarang pada masa [[Pleistosen]].<ref>{{Cite journal|last=Bintanja|first=Richard|last2=Wal|first2=Roderik S.W. van de|last3=Oerlemans|first3=Johannes|title=Modelled atmospheric temperatures and global sea levels over the past million years|journal=Nature|volume=437|issue=7055|pages=125–128|doi=10.1038/nature03975|year=2005|bibcode=2005Natur.437..125B}}</ref> Sebaliknya, permukaan laut lebih tinggi pada [[Pliosen]] akhir, dan wilayah Sundaland lebih kecil daripada yang diamati saat ini.<ref name=":2" />
Sebagian besar Sundaland baru-baru saja terbentuk selama [[periode glasial terakhir]] dari sekitar 110.000 sampai 12.000 tahun yang lalu.<ref name=":5"/><ref name=":3" /> Saat permukaan laut menurun 30-40 meter atau lebih, jembatan darat menghubungkan pulau-pulau Kalimantan, Jawa, dan Sumatra ke Semenanjung Malaya dan daratan [[Asia]].<ref name=":4" /> Karena permukaan laut baru lebih rendah 30 meter (atau lebih) sepanjang 800.000 tahun terakhir, keadaan Kalimantan, Jawa, dan Sumatra sebagai sebuah pulau merupakan keadaan yang relatif jarang pada masa [[Pleistosen]].<ref>{{Cite journal|last=Bintanja|first=Richard|last2=Wal|first2=Roderik S.W. van de|last3=Oerlemans|first3=Johannes|title=Modelled atmospheric temperatures and global sea levels over the past million years|journal=Nature|volume=437|issue=7055|pages=125–128|doi=10.1038/nature03975|year=2005|bibcode=2005Natur.437..125B}}</ref> Sebaliknya, permukaan laut lebih tinggi pada [[Pliosen]] akhir, dan wilayah Sundaland lebih kecil daripada yang diamati saat ini.<ref name=":2" />

Revisi terkini sejak 7 Agustus 2024 11.29

Peta wilayah Sundaland (kawasan Sunda).

Sundaland (bahasa Indonesia: Kawasan Sunda) adalah suatu wilayah biogeografis di Asia Tenggara yang juga mengacu kepada sebuah daratan yang lebih luas yang pernah ada selama 2,6 juta tahun ketika permukaan air laut lebih rendah. Wilayahnya mencakup Asia Tenggara di daratan seperti Semenanjung Malaka, Sumatra, Jawa, Kalimantan dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.

Etimologi

[sunting | sunting sumber]

Nama Sundaland (dalam bahasa Belanda: Soendaland) merupakan istilah yang diciptakan pada tahun 1919 oleh Gustaaf Adolf Frederik Molengraaff, seorang ahli geologi dari Hindia Belanda. Pada tahun 1921 Gustaaf Molengraaff, dalam penelitiannya mengemukakan bahwa kedalaman laut yang hampir seragam dari paparan ini menunjukkan terdapat peneplain atau dataran yang dibentuk oleh erosi berkepanjangan yang merupakan hasil dari peristiwa banjir besar saat lapisan es mencair, dengan setiap peristiwa banjir yang berturut-turut.[1]

Nama Sundaland muncul kembali dalam historiografi biogeografis yang merujuk ke daratan Asia Tenggara dengan istilah yang sama dan digunakan kembali oleh Reinout Willem van Bemmelen pada tahun 1949 dalam bukunya yang berjudul Geography of Indonesia. Peta Sundaland yang dijelaskan oleh Molengraaff juga dipetakan kembali oleh Tjia pada tahun 1980[2] dan dijelaskan secara lengkap oleh Emmel dan Curray pada tahun 1982 dengan lebih terperinci.[3][4]

Demografi

[sunting | sunting sumber]

Sejarah mengenai Sundaland hingga sekarang masih belum sepenuhnya bisa dijelaskan. Penelitian awal menunjukkan bahwa penduduk kawasan Sunda secara genetis memiliki kesamaan dengan penduduk asli Asia Tenggara, terutama yang tinggal di wilayah kepulauan. Secara bahasa mereka juga sebagai bagian dari rumpun bahasa Austronesia.[5]

Terdapat kajian linguistik yang menunjukkan suatu arus migrasi dengan istilah teori "Out of Sundaland". Teori ini diusulkan oleh Stephen Oppenheimer[5], ahli genetika lulusan Balliol College, Oxford. Ia tergolong sebagai tokoh kontroversial dalam studi sejarah manusia. Ia berpendapat bahwa Kawasan Sunda (Sundaland) sebagai benua cikal bakal migrasi manusia.

Oppenheimer beranggapan bahwa orang-orang Asia Tenggara adalah leluhur bagi orang Asia. Pada 1999, ia menerbitkan buku yang berjudul "Eden in the East: The Drowned Continent of Southeast Asia".[5] Ia melakukan pendekatan multidisiplin dalam mengembangkan teorinya. Salah satunya ia menggunakan pendekatan mitologi, cerita banjir besar yang melegenda kemudian tersaji dalam cerita legenda dan mitos di tengah masyarakat secara beragam.

Namun kesimpulan Oppenheimer masih sebatas teori yang tidak terbukti dan mendapat tentangan dari teori "Out of Taiwan".[6] Lembaga biologi molekuler Eijkman Institute yang melakukan penelitian tentang mtDNA dan kromosom Y dengan teori "Out of Taiwan". Hasilnya, leluhur orang Asia Tenggara berasal dari Asia Timur. Semakin ke wilayah timur, jejak mtDNA Taiwan semakin menipis karena percampuran dengan orang Melanesia.

Eijkman mengungkapkan bahwa usulan teori "Out of Sundaland" secara arkeologis tidak terbukti. Teori tersebut tidak dapat menjelaskan bagaimana cara dan sebab manusia bermigrasi. Sedangkan data mtDNA, studi linguistik dan beberapa bukti arkeologi menjadi dasar teori "Out of Taiwan". Mereka meneliti data genom dari 31 populasi yang tinggal di Indonesia dan 25 populasi di berbagai negara Asia.[7][8] Studi ini lebih komprehensif yang mempertimbangkan data arkeologi dan menggunakan pendataan statistik perkawinan campur yang terjadi di Asia dan relasi lainnya.

Wilayah Sundaland meliputi Paparan Sunda, sebuah perpanjangan landas kontinen Asia Tenggara yang stabil secara tektonik dan pernah ada selama periode glasial 2 juta tahun yang lalu.[9][10]

Ukuran Paparan Sunda diperkirakan sama dengan 120 meter isobath.[11] Selain Semenanjung Malaka dan pulau-pulau di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan, termasuk Laut Jawa, Teluk Thailand, dan bagian-bagian Laut Tiongkok Selatan.[12] Secara total, luas wilayah Sundaland sekitar 1.800.000  km2,[13] Luas dari Sundaland hampir sama dengan luas negara Indonesia.[11] Luas daratan terbuka di Sundaland telah berfluktuasi selama 2 juta tahun terakhir; luas daratan modern sekitar setengah dari luas maksimumnya.[10]

Batas barat dan selatan Sundaland ditandai dengan jelas oleh perairan yang lebih dalam dari Samudra Hindia.[11] Batas timur Sundaland adalah Garis Wallace, yang diidentifikasi oleh Alfred Russel Wallace sebagai batas timur jangkauan fauna mamalia daratan Asia, yang juga menjadi batas zona ekologi Indomalaya dan Australasia. Pulau-pulau di sebelah timur garis Wallace dikenal sebagai Wallacea, wilayah biogeografis terpisah yang dianggap bagian dari Australasia. Garis Wallace sesuai dengan kanal air dalam yang belum pernah dilalui oleh jembatan darat manapun.[11] Batas utara Sundaland lebih sulit ditentukan dalam istilah batimetris; suatu peralihan fitogeografis pada sekitar 9ºLU dianggap sebagai batas utaranya.[11]

Sebagian besar Sundaland baru-baru saja terbentuk selama periode glasial terakhir dari sekitar 110.000 sampai 12.000 tahun yang lalu.[2][13] Saat permukaan laut menurun 30-40 meter atau lebih, jembatan darat menghubungkan pulau-pulau Kalimantan, Jawa, dan Sumatra ke Semenanjung Malaya dan daratan Asia.[9] Karena permukaan laut baru lebih rendah 30 meter (atau lebih) sepanjang 800.000 tahun terakhir, keadaan Kalimantan, Jawa, dan Sumatra sebagai sebuah pulau merupakan keadaan yang relatif jarang pada masa Pleistosen.[14] Sebaliknya, permukaan laut lebih tinggi pada Pliosen akhir, dan wilayah Sundaland lebih kecil daripada yang diamati saat ini.[11]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Molengraaff, G. A. F. (1921). "Modern Deep-Sea Research in the East Indian Archipelago". The Geographical Journal. 57 (2): 95–118. doi:10.2307/1781559. JSTOR 1781559. 
  2. ^ a b Heaney, Lawrence R. (1984). "Mammalian Species Richness on Islands on the Sunda Shelf, Southeast Asia". Oecologia. 61 (1): 11–17. Bibcode:1984Oecol..61...11H. CiteSeerX 10.1.1.476.4669alt=Dapat diakses gratis. doi:10.1007/BF00379083. JSTOR 4217198. PMID 28311380. 
  3. ^ Moore, Gregory F.; Curray, Joseph R.; Emmel, Frans J. (1982). "Sedimentation in the Sunda Trench and forearc region". Geological Society, London, Special Publications. 10 (1): 245–258. Bibcode:1982GSLSP..10..245M. doi:10.1144/gsl.sp.1982.010.01.16. 
  4. ^ The physical geography of Southeast Asia by Avijit Gupta, 2005, ISBN 0-19-924802-8, page 403
  5. ^ a b c Oppenheimer, Stephen (1999). Eden in the East : the drowned continent of Southeast Asia. Phoenix. ISBN 978-0-7538-0679-1. 
  6. ^ Gray, R. D. (2009). "Language Phylogenies Reveal Expansion Pulses and Pauses in Pacific Settlement". Science. 323: 479 – 483. 
  7. ^ Meacham, William (1984–1985). "On the improbability of Austronesian origins in South China". Asian Perspective. 26: 89–106. 
  8. ^ Solheim, Wilhelm G., II (2006). Archaeology and culture in Southeast Asia : Unraveling the Nusantao. University of the Philippines Press. ISBN 978-9715425087. 
  9. ^ a b Phillipps, Quentin; Phillipps, Karen (2016). Phillipps's Field Guide to the Mammals of Borneo and Their Ecology: Sabah, Sarawak, Brunei, and Kalimantan. Princeton, New Jersey, USA: Princeton University Press. ISBN 978-0-691-16941-5. 
  10. ^ a b de Bruyn, Mark; Stelbrink, Björn; Morley, Robert J.; Hall, Robert; Carvalho, Gary R.; Cannon, Charles H.; van den Bergh, Gerrit; Meijaard, Erik; Metcalfe, Ian (2014-11-01). "Borneo and Indochina are Major Evolutionary Hotspots for Southeast Asian Biodiversity". Systematic Biology. 63 (6): 879–901. doi:10.1093/sysbio/syu047. ISSN 1063-5157. 
  11. ^ a b c d e f Bird, Michael I.; Taylor, David; Hunt, Chris (2005-11-01). "Palaeoenvironments of insular Southeast Asia during the Last Glacial Period: a savanna corridor in Sundaland?". Quaternary Science Reviews. 24 (20–21): 2228–2242. Bibcode:2005QSRv...24.2228B. doi:10.1016/j.quascirev.2005.04.004. 
  12. ^ Wang, Pinxian (1999-03-15). "Response of Western Pacific marginal seas to glacial cycles: paleoceanographic and sedimentological features". Marine Geology. 156 (1–4): 5–39. doi:10.1016/S0025-3227(98)00172-8. 
  13. ^ a b Hanebuth, Till; Stattegger, Karl; Grootes, Pieter M. (2000). "Rapid Flooding of the Sunda Shelf: A Late-Glacial Sea-Level Record". Science. 288 (5468): 1033–1035. Bibcode:2000Sci...288.1033H. doi:10.1126/science.288.5468.1033. JSTOR 3075104. 
  14. ^ Bintanja, Richard; Wal, Roderik S.W. van de; Oerlemans, Johannes (2005). "Modelled atmospheric temperatures and global sea levels over the past million years". Nature. 437 (7055): 125–128. Bibcode:2005Natur.437..125B. doi:10.1038/nature03975. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]