Lompat ke isi

Hayam Wuruk: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: pengguna baru menambah pranala merah Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Fazily (bicara | kontrib)
k Mengembalikan suntingan oleh 114.10.119.118 (bicara) ke revisi terakhir oleh OrangKalideres
Tag: Pengembalian
 
(46 revisi perantara oleh 23 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox Royalty
{{Infobox Royalty
|name =Hayam Wuruk
| name = Hayam Wuruk
|title =Maharaja Sri Rajasanagara
| title = Sri Rajasanagara<br>Sri Wilwatikta
|image =Illustration of Hayam Wuruk.jpg
| image =
|caption = Illustrasi Hayam Wuruk
| caption =
| succession = maharaja [[Majapahit]] ke 4
| succession = Maharaja [[Majapahit]] ke 4
|reign ={{Flag|Majapahit}} (1350–1389)
| reign = {{Flag|Majapahit}} (1350–1389)
|coronation = 1350
| coronation = 1350
| predecessor = [[Tribhuwana Wijayatunggadewi]]
|othertitles =
| successor = [[Wikramawardhana]] dan [[Kusumawardhani]]
|full name = Sri Rajasanagara
| suc-type =
|predecessor =[[Tribhuwana Wijayatunggadewi]]
|successor =[[Wikramawardhana]]
| heir =
|suc-type =
| queen = Sri Sudewi (Paduka Sori)
|heir =
| consort =
|queen =Sri Sudewi (Paduka Sori)
| spouse 1 = Sri Sudewi (Paduka Sori)
| spouse 2 = Ibu Bhre Wirabhumi (selir)
|consort =
|spouse 1 =Sri Sudewi (Paduka Sori)
| spouse 3 =
|spouse 2 =Ibu Bhre Wirabhumi (selir)
| spouse 4 =
|spouse 3 =
| spouse 5 =
|spouse 4 =
| spouse 6 =
|spouse 5 =
| issue = *[[Kusumawardhani]]
|spouse 6 =
|issue = *[[Kusumawardhani]]
*[[Bhre Wirabhumi]]
*[[Bhre Wirabhumi]]
|royal house = [[Wangsa Rajasa|Rajasa]]
| royal house = [[Wangsa Rajasa|Rajasa]]
|dynasty =
| dynasty =
|royal anthem =
| royal anthem =
|father =Cakradhara (Kertawardhana Bhre Tumapel)
| father = Cakradhara (Kertawardhana Bhre Tumapel)
|mother =Dyah Gitarja ([[Tribhuwana Wijayatunggadewi]])
| mother = Dyah Gitarja ([[Tribhuwana Wijayatunggadewi]])
|religion = [[Hindu]] - [[Buddha]]
| religion = [[Siwa]]-[[Buddha]]
|birth_name = Hayam Wuruk
| birth_name = Dyah Hayam Wuruk
|birth_date =1334
| birth_date = 1334
|birth_place ={{flagicon|Majapahit|naval|size=25px}} [[Majapahit]]
| birth_place = {{flagicon|Majapahit|naval|size=25px}} [[Majapahit]]
|death_date =1389
| death_date = 1389
|death_place ={{flagicon|Majapahit|naval|size=25px}} [[Majapahit]]
| death_place = {{flagicon|Majapahit|naval|size=25px}} [[Majapahit]]
|date of burial =
| date of burial =
|place of burial =[[Candi Ngetos]], [[Nganjuk]], [[Jawa Timur]]
| place of burial = [[Candi Ngetos]], [[Nganjuk]], [[Jawa Timur]]|
|}}
}}
{{Keluarga kerajaan Majapahit}}
{{Keluarga kerajaan Majapahit}}
<!--[[Berkas:Mahkota Ulun Umbul (foto dokumen BaleBandung.com).jpg|jmpl|280px|Mahkota Ulun Umbul yang diduga merupakan mahkota Hayam Wuruk yang ditemukan di Kampung Leuwidulang, Desa Sukamaju, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, [[Provinsi Pasundan|Tatar Pasundan]]. Selain itu terdapat juga sebuah tongkat bermotif burung Galudra (Garuda). Artefak tersebut kini tersimpan di lemari kaca ruang Kepala Sekolah SMA Pasundan Majalaya.]] -->
<!--[[Berkas:Mahkota Ulun Umbul (foto dokumen BaleBandung.com).jpg|jmpl|280px|Mahkota Ulun Umbul yang diduga merupakan mahkota Hayam Wuruk yang ditemukan di Kampung Leuwidulang, Desa Sukamaju, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, [[Provinsi Pasundan|Tatar Pasundan]]. Selain itu terdapat juga sebuah tongkat bermotif burung Galudra (Garuda). Artefak tersebut kini tersimpan di lemari kaca ruang Kepala Sekolah SMA Pasundan Majalaya.]] -->


'''Hayam Wuruk''' (lahir 1334, meninggal 1389) adalah maharaja keempat [[Kekaisaran Majapahit|Majapahit]] yang memerintah tahun [[1350]]-[[1389]]. Ia bergelar '''Maharaja Sri Rājasanagara'''. Di bawah pemerintahannya, [[Kerajaan Majapahit]] mencapai puncak kejayaannya.<ref name=Coedes>{{Cite book
'''Hayam Wuruk''' (lahir 1334, meninggal 1389) adalah maharaja keempat [[Majapahit]] yang memerintah tahun 1350–1389. Ia bergelar '''Maharaja Sri Rājasanagara'''. Di bawah pemerintahannya, Majapahit mencapai puncak kejayaannya.<ref name="Coedes">{{Cite book|last=Cœdès|first=George|year=1968|url=https://books.google.com/books?id=iDyJBFTdiwoC|title=The Indianized states of Southeast Asia|publisher=University of Hawaii Press|isbn=9780824803681|authorlink=George Cœdès|access-date=27 September 2019|archive-url=https://web.archive.org/web/20230123031147/https://books.google.com/books?id=iDyJBFTdiwoC|archive-date=23 Januari 2023|url-status=live|dead-url=no}}</ref>
| last = Cœdès
| first = George
| authorlink = Georges Coedès
| title = The Indianized states of Southeast Asia
| publisher = University of Hawaii Press
| year = 1968
| url = https://books.google.com/books?id=iDyJBFTdiwoC
| isbn =9780824803681 }}</ref>


== Asal-usul dan Silsilah ==
== Asal-usul dan silsilah ==
[[Berkas:Rajasa Dynasty.svg|jmpl|ka|280px|
[[Berkas:Rajasa Dynasty.svg|jmpl|ka|280px|
Diagram silsilah [[Wangsa Rajasa]], keluarga kerajaan [[Singhasari]] dan [[Majapahit]]]]
Diagram silsilah [[Wangsa Rajasa]], keluarga kerajaan [[Singhasari]] dan [[Majapahit]]]]
Baris 58: Baris 48:
Hayam Wuruk dilahirkan tahun [[1334]] dan menurut kitab [[Kakawin Nagarakretagama]] (Desawarnana) peristiwa kelahirannya ditandai dengan [[gempa bumi]] di "Pabanyu Pindah" dan letusan [[Gunung Kelud]]. Pada tahun itu pula [[Gajah Mada]] mengucapkan [[Sumpah Palapa]].
Hayam Wuruk dilahirkan tahun [[1334]] dan menurut kitab [[Kakawin Nagarakretagama]] (Desawarnana) peristiwa kelahirannya ditandai dengan [[gempa bumi]] di "Pabanyu Pindah" dan letusan [[Gunung Kelud]]. Pada tahun itu pula [[Gajah Mada]] mengucapkan [[Sumpah Palapa]].


Hayam Wuruk memiliki adik perempuan bernama Dyah Nertaja yang menjadi penguasa Pajang (Bhre Pajang), dan adik angkat perempuan bernama Indudewi penguasa Lasem (Bhre Lasem), yaitu putri [[Rajadewi]], adik ibunya.
Hayam Wuruk memiliki adik perempuan bernama Dyah Nertaja yang menjadi penguasa Pajang (Bhre Pajang), dan adik angkat perempuan bernama Indudewi penguasa Lasem (Bhre Lasem), yaitu putri [[Rajadewi]], adik ibunya.


[[Permaisuri]] Hayam Wuruk bernama Sri Sudewi bergelar Paduka Sori, yang adalah putri dari Wijayarajasa penguasa Wengker (Bhre Wengker). Paduka Sori adalah saudara sepupu Hayam Wuruk, anak tiri Rajadewi.
[[Permaisuri]] Hayam Wuruk bernama Sri Sudewi bergelar Paduka Sori, yang adalah putri dari Wijayarajasa penguasa Wengker (Bhre Wengker). Paduka Sori adalah saudara sepupu Hayam Wuruk, anak tiri Rajadewi.


Dari pasangan Hayam Wuruk dengan Sri Sudewi ini, lahir [[Kusumawardhani]] yang menikah dengan [[Wikramawardhana]], putra Dyah Nertaja Bhre Pajang, adiknya. Hayam Wuruk juga memiliki putra dari selir yang menjabat sebagai penguasa Wirabhumi ([[Bhre Wirabhumi]]), yang menikah dengan Nagarawardhani putri Indudewi Bhre Lasem.
Dari pasangan Hayam Wuruk dengan Sri Sudewi ini, lahir [[Kusumawardhani]] yang menikah dengan [[Wikramawardhana]], putra Dyah Nertaja Bhre Pajang, adiknya. Hayam Wuruk juga memiliki putra dari selir yang menjabat sebagai penguasa Wirabhumi ([[Bhre Wirabhumi]]), yang menikah dengan Nagarawardhani putri Indudewi Bhre Lasem.


== Masa Pemerintahan ==
== Masa pemerintahan ==
Sumber sepak terjang Hayam Wuruk dalam pemerintahannya diceritakan dalam kitab Desawarnana atau [[Negarakertagama]], suatu kitab yang didedikasikan untuk menghormatinya.
Sumber sepak terjang Hayam Wuruk dalam pemerintahannya diceritakan dalam kitab Desawarnana atau [[Negarakertagama]], suatu kitab yang didedikasikan untuk menghormatinya.


Baris 81: Baris 71:
Pada tahun [[1377]], Hayam Wuruk kembali menundukkan [[Suvarnabhumi]] (sekarang [[Sumatra]]), karena pelanggaran yang dilakukan penguasanya saat itu. Setelah merebut Suvarnabhumi, Majapahit memasuki era damai dengan menjalin hubungan baik dengan negara-negara tetangganya.
Pada tahun [[1377]], Hayam Wuruk kembali menundukkan [[Suvarnabhumi]] (sekarang [[Sumatra]]), karena pelanggaran yang dilakukan penguasanya saat itu. Setelah merebut Suvarnabhumi, Majapahit memasuki era damai dengan menjalin hubungan baik dengan negara-negara tetangganya.


== Akhir Hayat Hayam Wuruk ==
== Akhir hayat ==
[[File:Candi Ngetos B.JPG|thumb|180px||[[Candi Ngetos]] terletak di Desa Ngetos, Kecamatan [[Ngetos, Nganjuk|Ngetos]], sekitar 17 kilometer arah selatan kota [[Nganjuk]].]]
Tahun [[1389]], Hayam Wuruk meninggal dengan dua anak, [[Kusumawardhani]] putri dari Sri Sudewi, dan [[Bhre Wirabhumi]] anak dari selirnya.
Tahun [[1389]], Hayam Wuruk meninggal dengan dua anak, [[Kusumawardhani]] putri dari Sri Sudewi, dan [[Bhre Wirabhumi]] anak dari selirnya.


Yang menjadi pengganti Hayam Wuruk adalah menantunya, [[Wikramawardhana]], suami Kusumawardhani.
Yang menjadi pengganti Hayam Wuruk adalah menantunya, [[Wikramawardhana]], suami Kusumawardhani.
Baris 89: Baris 80:
== Perang Bubat ==
== Perang Bubat ==
{{Main|Perang Bubat}}
{{Main|Perang Bubat}}
Meskipun pada akhirnya Hayam Wuruk menikahi Sri Sudewi, namun sebelumnya terdapat sebuah kisah asmara antara Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit dengan [[Dyah Pitaloka Citraresmi|Dyah Pitaloka]] dari Kerajaan Sunda. Dimana pada akhirnya pada tahun 1357 memunculkan peristiwa Perang Bubat yang penyebabnya masih menjadi perdebatan. Terdapat 3 penyebab terjadinya perang Bubat yaitu :
Meskipun pada akhirnya Hayam Wuruk menikahi Sri Sudewi, namun sebelumnya terdapat sebuah kisah asmara antara Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit dengan [[Dyah Pitaloka Citraresmi|Dyah Pitaloka]] dari Kerajaan Sunda. di mana pada akhirnya pada tahun 1357 memunculkan peristiwa Perang Bubat yang penyebabnya masih menjadi perdebatan. Terdapat 3 penyebab terjadinya perang Bubat yaitu :


=== Versi Pertama ===
=== Versi pertama ===
Menurut seorang Arkeolog bernama Agus Aris Munandar yang menafsirkan dari kisah ''Panji Angreni (1801)'' menyatakan bahwa [[Gajah Mada]] setuju dengan pernikahan tersebut sebagai upaya menyatukan Majapahit & Sunda.
Menurut seorang Arkeolog bernama Agus Aris Munandar yang menafsirkan dari kisah ''Panji Angreni (1801)'' menyatakan bahwa [[Gajah Mada]] setuju dengan pernikahan tersebut sebagai upaya menyatukan Majapahit & Sunda.


Namun ayahanda Hayam Wuruk yang bernama Krtawarddhana (suami dari Tribhuwanatunggadewi) berkeberatan dengan pernikahan tersebut, terlebih Hayam Wuruk telah dijodohkan dengan Indudewi, anak Rajadewi Maharajasa yang bekedudukan di Daha (Kediri). Sehingga Krtawarddhana memerintahkan Gajah Mada untuk membatalkan pernikahan tersebut<ref>{{Cite web|date=2015-05-22|title=Drama Bubat dan Panas-Dingin Hubungan Majapahit-Sunda|url=https://historia.id/kuno/articles/drama-bubat-dan-panas-dingin-hubungan-majapahit-sunda-DnE7B|website=Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia|language=id-ID|access-date=2021-12-19}}</ref>.
Namun ayahanda Hayam Wuruk yang bernama Krtawarddhana (suami dari Tribhuwanatunggadewi) berkeberatan dengan pernikahan tersebut, terlebih Hayam Wuruk telah dijodohkan dengan Indudewi, anak Rajadewi Maharajasa yang bekedudukan di Daha (Kediri). Sehingga Krtawarddhana memerintahkan Gajah Mada untuk membatalkan pernikahan tersebut.<ref>{{Cite web|date=2015-05-22|title=Drama Bubat dan Panas-Dingin Hubungan Majapahit-Sunda|url=https://historia.id/kuno/articles/drama-bubat-dan-panas-dingin-hubungan-majapahit-sunda-DnE7B|website=Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia|language=id-ID|access-date=2021-12-19|archive-date=2021-12-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20211219041629/https://historia.id/kuno/articles/drama-bubat-dan-panas-dingin-hubungan-majapahit-sunda-DnE7B|dead-url=yes}}</ref>


=== Versi kedua ===
=== Versi kedua ===
Baris 106: Baris 97:
* Karena merasa dipermalukan maka rombongan kerajaan Sunda menyerang Majapahit demi kehormatan.
* Karena merasa dipermalukan maka rombongan kerajaan Sunda menyerang Majapahit demi kehormatan.


=== '''Versi Ketiga''' ===
=== Versi ketiga ===
Tahun [[1351]], Hayam Wuruk hendak menikahi puteri Raja [[Kerajaan Galuh|Galuh]]/Pajajaran (di Jawa Barat), ''[[Dyah Pitaloka Citraresmi]]''. Pajajaran setuju asal bukan maksud Majapahit untuk merebut kerajaan Galuh. Ketika dalam perjalanan menuju upacara pernikahan, Gajah Mada mendesak kerajaan Galuh untuk menyerahkan puteri sebagai upeti dan tunduk kepada Majapahit. Kerajaan Galuh menolak, akhirnya pecah pertempuran, [[Perang Bubat]]. Dalam peristiwa menyedihkan ini seluruh rombongan kerajaan Galuh tewas, dan dalam beberapa tahun Galuh menjadi wilayah Majapahit.{{butuh rujukan}}
Tahun [[1351]], Hayam Wuruk hendak menikahi puteri Raja [[Kerajaan Galuh|Galuh]]/Pajajaran (di Jawa Barat), ''[[Dyah Pitaloka Citraresmi]]''. Pajajaran setuju asal bukan maksud Majapahit untuk merebut kerajaan Galuh. Ketika dalam perjalanan menuju upacara pernikahan, Gajah Mada mendesak kerajaan Galuh untuk menyerahkan puteri sebagai upeti dan tunduk kepada Majapahit. Kerajaan Galuh menolak, akhirnya pecah pertempuran, [[Perang Bubat]]. Dalam peristiwa menyedihkan ini seluruh rombongan kerajaan Galuh tewas, dan dalam beberapa tahun Galuh menjadi wilayah Majapahit.<ref>{{Cite web|title=Perang Bubat, Tragedi Kisah Cinta Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka|url=https://daerah.sindonews.com/read/538896/29/perang-bubat-tragedi-kisah-cinta-hayam-wuruk-dan-dyah-pitaloka-1631477396|website=SINDOnews Daerah|language=id-ID|access-date=2024-01-14}}</ref>


== Sastra ==
== Sastra ==

Revisi terkini sejak 20 Mei 2024 08.32

Hayam Wuruk
Sri Rajasanagara
Sri Wilwatikta
Maharaja Majapahit ke 4
Berkuasa Majapahit (1350–1389)
Penobatan1350
PendahuluTribhuwana Wijayatunggadewi
PenerusWikramawardhana dan Kusumawardhani
Informasi pribadi
KelahiranDyah Hayam Wuruk
1334
Majapahit Majapahit
Kematian1389
Majapahit Majapahit
Pemakaman
WangsaRajasa
AyahCakradhara (Kertawardhana Bhre Tumapel)
IbuDyah Gitarja (Tribhuwana Wijayatunggadewi)
PermaisuriSri Sudewi (Paduka Sori)
Istri
  • Sri Sudewi (Paduka Sori)
  • Ibu Bhre Wirabhumi (selir)
Anak
AgamaSiwa-Buddha

Hayam Wuruk (lahir 1334, meninggal 1389) adalah maharaja keempat Majapahit yang memerintah tahun 1350–1389. Ia bergelar Maharaja Sri Rājasanagara. Di bawah pemerintahannya, Majapahit mencapai puncak kejayaannya.[1]

Asal-usul dan silsilah[sunting | sunting sumber]

Diagram silsilah Wangsa Rajasa, keluarga kerajaan Singhasari dan Majapahit

Nama Hayam Wuruk artinya "ayam yang terpelajar". Ia adalah putra pasangan Tribhuwana Tunggadewi (penguasa ketiga Majapahit) putri Raden Wijaya pendiri Majapahit, dengan Sri Kertawardhana alias Cakradhara yang berkedudukan sebagai penguasa Tumapel (Bhatara i Tumapel atau Bhre Tumapel[2]) atau kawasan Malang sekarang.

Hayam Wuruk dilahirkan tahun 1334 dan menurut kitab Kakawin Nagarakretagama (Desawarnana) peristiwa kelahirannya ditandai dengan gempa bumi di "Pabanyu Pindah" dan letusan Gunung Kelud. Pada tahun itu pula Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa.

Hayam Wuruk memiliki adik perempuan bernama Dyah Nertaja yang menjadi penguasa Pajang (Bhre Pajang), dan adik angkat perempuan bernama Indudewi penguasa Lasem (Bhre Lasem), yaitu putri Rajadewi, adik ibunya.

Permaisuri Hayam Wuruk bernama Sri Sudewi bergelar Paduka Sori, yang adalah putri dari Wijayarajasa penguasa Wengker (Bhre Wengker). Paduka Sori adalah saudara sepupu Hayam Wuruk, anak tiri Rajadewi.

Dari pasangan Hayam Wuruk dengan Sri Sudewi ini, lahir Kusumawardhani yang menikah dengan Wikramawardhana, putra Dyah Nertaja Bhre Pajang, adiknya. Hayam Wuruk juga memiliki putra dari selir yang menjabat sebagai penguasa Wirabhumi (Bhre Wirabhumi), yang menikah dengan Nagarawardhani putri Indudewi Bhre Lasem.

Masa pemerintahan[sunting | sunting sumber]

Sumber sepak terjang Hayam Wuruk dalam pemerintahannya diceritakan dalam kitab Desawarnana atau Negarakertagama, suatu kitab yang didedikasikan untuk menghormatinya.

Pada tahun 1351, Hayam Wuruk naik tahta dalam usia relatif muda, 17 tahun, menggantikan ibundanya, Tribhuwana Tunggadewi. Tribhuwana sebenarnya memerintah Majapahit "mewakili" ibunya Gayatri (Rajapatni), yang memilih menjalani hidup sebagai bhiksuni (pendeta wanita). Ketika Gayatri meninggal, Tribhuwana menyatakan tidak lagi berkuasa dan menyerahkan kekuasaan kepada Hayam Wuruk.

Hayam Wuruk dalam pemerintahannya banyak dibantu oleh Mahapatih andalannya, Gajah Mada. Di bawah kekuasaan Hayam Wuruk, Majapahit melakukan politik ekspansi untuk menjamin kekuatannya di bidang perdagangan lewat laut, sekaligus sebagai pelaksanaan Sumpah Palapa yang dinyatakan oleh patih Gajah Mada. Majapahit juga menaklukkan Kerajaan Pasai dan Kerajaan Aru (kemudian bernama Kesultanan Deli).

Pada tahun 1357, terjadilah Perang Bubat yaitu pertempuran antara pasukan Majapahit yang dipimpin oleh Gajah Mada melawan rombongan kerajaan Sunda yang dipimpin oleh raja Linggabuana. Dalam peristiwa ini raja Linggabuana dan putrinya Dyah Pitaloka beserta seluruh rombongan Kerajaan Sunda-Galuh tewas.

Pada tahun 1364, Mahapatih Gajah Mada meninggal tanpa keterangan yang jelas mengenai penyebabnya.

Pada tahun 1367, melalui sidang Dewan Sapta Prabu, Hayam Wuruk mengangkat Gajah Enggon menggantikan Gajah Mada sebagai Mahapatih Majapahit.

Pada tahun 1372, Tribhuwana Tunggadewi, ibundanya meninggal. Ini adalah pukulan berat bagi Hayam Wuruk.

Pada tahun 1377, Hayam Wuruk kembali menundukkan Suvarnabhumi (sekarang Sumatra), karena pelanggaran yang dilakukan penguasanya saat itu. Setelah merebut Suvarnabhumi, Majapahit memasuki era damai dengan menjalin hubungan baik dengan negara-negara tetangganya.

Akhir hayat[sunting | sunting sumber]

Candi Ngetos terletak di Desa Ngetos, Kecamatan Ngetos, sekitar 17 kilometer arah selatan kota Nganjuk.

Tahun 1389, Hayam Wuruk meninggal dengan dua anak, Kusumawardhani putri dari Sri Sudewi, dan Bhre Wirabhumi anak dari selirnya.

Yang menjadi pengganti Hayam Wuruk adalah menantunya, Wikramawardhana, suami Kusumawardhani. Kemudian, Hayam Wuruk di dharmakan di Candi Ngetos, Nganjuk, Jawa Timur.

Perang Bubat[sunting | sunting sumber]

Meskipun pada akhirnya Hayam Wuruk menikahi Sri Sudewi, namun sebelumnya terdapat sebuah kisah asmara antara Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit dengan Dyah Pitaloka dari Kerajaan Sunda. di mana pada akhirnya pada tahun 1357 memunculkan peristiwa Perang Bubat yang penyebabnya masih menjadi perdebatan. Terdapat 3 penyebab terjadinya perang Bubat yaitu :

Versi pertama[sunting | sunting sumber]

Menurut seorang Arkeolog bernama Agus Aris Munandar yang menafsirkan dari kisah Panji Angreni (1801) menyatakan bahwa Gajah Mada setuju dengan pernikahan tersebut sebagai upaya menyatukan Majapahit & Sunda.

Namun ayahanda Hayam Wuruk yang bernama Krtawarddhana (suami dari Tribhuwanatunggadewi) berkeberatan dengan pernikahan tersebut, terlebih Hayam Wuruk telah dijodohkan dengan Indudewi, anak Rajadewi Maharajasa yang bekedudukan di Daha (Kediri). Sehingga Krtawarddhana memerintahkan Gajah Mada untuk membatalkan pernikahan tersebut.[3]

Versi kedua[sunting | sunting sumber]

  • Dyah Pitaloka itu sebenarnya masih saudara sedarah dengan Hayam Wuruk. Menurut Pustaka Rajyarajya yang merupakan bagian dari Naskah Wangsakerta, Kakek Hayam Wuruk yaitu Raden Wijaya (penerus tahta kerajaan Sunda ke-26) adalah putra Rakyan Jayadarma yang menikah dengan Dyah Lembu Tal
  • Rakyan Jayadarma adalah putra mahkota kerajaan Sunda dari Prabu Guru Darmasiksa.
  • Rakyan Jayadarma mati diracun oleh saudara kandungnya sendiri untuk merebut tampuk kekuasaan.
  • Kemudian Dyah Lembu Tal membawa Raden Wijaya ke Jawa Timur
  • Gajah Mada mengingatkan kepada Hayam Wuruk bahwa Dyah Pitaloka masih satu darah dengan dia sehingga tidak boleh menikah. Namun, Hayam Wuruk bersikeras untuk menikahi Dyah Pitaloka
  • Gajah Mada yang menyampaikan kepada rombongan kerajaan Sunda bahwa tidak akan ada perkawinan antara Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka
  • Karena merasa dipermalukan maka rombongan kerajaan Sunda menyerang Majapahit demi kehormatan.

Versi ketiga[sunting | sunting sumber]

Tahun 1351, Hayam Wuruk hendak menikahi puteri Raja Galuh/Pajajaran (di Jawa Barat), Dyah Pitaloka Citraresmi. Pajajaran setuju asal bukan maksud Majapahit untuk merebut kerajaan Galuh. Ketika dalam perjalanan menuju upacara pernikahan, Gajah Mada mendesak kerajaan Galuh untuk menyerahkan puteri sebagai upeti dan tunduk kepada Majapahit. Kerajaan Galuh menolak, akhirnya pecah pertempuran, Perang Bubat. Dalam peristiwa menyedihkan ini seluruh rombongan kerajaan Galuh tewas, dan dalam beberapa tahun Galuh menjadi wilayah Majapahit.[4]

Sastra[sunting | sunting sumber]

Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, kitab Kakawin Sutasoma (yang memuat semboyan Bhinneka Tunggal Ika tan Hana Dharma Mangrwa) digubah oleh Mpu Tantular, dan kitab Nagarakretagama digubah oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365.

Kepustakaan[sunting | sunting sumber]

  • Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka
  • R.M. Mangkudimedja. 1979. Serat Pararaton Jilid 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
  • Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
  • Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Cœdès, George (1968). The Indianized states of Southeast Asia. University of Hawaii Press. ISBN 9780824803681. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 Januari 2023. Diakses tanggal 27 September 2019. 
  2. ^ lihat bagian Tata pemerintahan pada artikel Majapahit
  3. ^ "Drama Bubat dan Panas-Dingin Hubungan Majapahit-Sunda". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2015-05-22. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-19. Diakses tanggal 2021-12-19. 
  4. ^ "Perang Bubat, Tragedi Kisah Cinta Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka". SINDOnews Daerah. Diakses tanggal 2024-01-14. 

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Didahului oleh:
Tribhuwana Wijayatunggadewi
Raja Majapahit
1350—1389
Diteruskan oleh:
Wikramawardhana