Lompat ke isi

Kebenaran: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android pranala ke halaman disambiguasi
Menambahkan ringkasan dan Pranala
 
(7 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
[[File:Statue of Truth.jpg|thumb|Walter Seymour Allward, ''Veritas'', 1920]]
[[File:Statue of Truth.jpg|thumb|Walter Seymour Allward, ''Veritas'', 1920]]


'''Kebenaran''' adalah [[persesuaian]] antara pengetahuan dan [[objek]]<ref>Vardiansyah, Dani. [[Filsafat]] [[Ilmu]] [[Komunikasi]]: Suatu Pengantar, [[Indeks]], Jakarta 2008. Hal.5</ref> bisa juga diartikan suatu [[pendapat]] atau [[perbuatan]] seseorang yang [[sesuai]] dengan (atau tidak ditolak oleh) orang lain dan tidak merugikan diri sendiri.
'''Kebenaran''' adalah persesuaian antara pengetahuan, [[Penalaran]] dan [[objek]]<ref>Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008. Hal.5</ref> bisa juga diartikan suatu pendapat atau perbuatan seseorang yang sesuai dengan (atau tidak ditolak oleh) orang lain dan tidak merugikan diri sendiri.


Kebenaran adalah lawan dari ''[[kekeliruan]]'' yang merupakan objek dan pengetahuan tidak sesuai.
Kebenaran adalah lawan dari ''[[kekeliruan]]'' yang merupakan objek dan pengetahuan tidak sesuai.


:Roda sebuah mobil berbentuk segitiga. Kenyataannya bentuk roda adalah bundar, karena pengetahuan tidak sesuai dengan objek maka dianggap keliru. Namun saat dinyatakan bentuk roda adalah bundar dan terjadi kesesuaian, maka pernyataan dianggap '''benar'''.
:Roda sebuah mobil berbentuk segitiga. Kenyataannya bentuk roda adalah bundar, karena pernyataan tidak sesuai dengan objek maka dianggap keliru. Namun saat dinyatakan bentuk roda adalah bundar dan terjadi kesesuaian, maka pernyataan dianggap '''benar'''.


[[Pengetahuan]] yang [[benar]] adalah pengetahuan yang sesuai dengan objek, yakni pengetahuan yang [[obyektif (ilmu)|obyektif]]. Karena suatu objek memiliki banyak [[aspek]], maka [[sulit]] untuk mencakup [[keseluruhan]] aspek (mencoba meliputi seluruh kebenaran dari objek tersebut)
Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang sesuai dengan objek, yakni pengetahuan yang [[obyektif (ilmu)|obyektif]]. Karena suatu objek memiliki banyak aspek, maka sulit untuk mencakup keseluruhan aspek (mencoba meliputi seluruh kebenaran dari objek tersebut)


[[Pertanyaan]] tentang kebenaran, banyak diperdebatkan oleh ahli [[ketuhanan]], [[filsuf]], dan ahli [[manajemen]].
[[Pertanyaan]] tentang kebenaran, banyak diperdebatkan oleh [[teologi]]wan, [[filsuf]], dan ahli [[logika]].


Salah satu cara sederhana untuk mempelajari suatu [[subjek]] adalah menentukan segala [[sesuatu]] yang bisa benar atau salah, termasuk [[pernyataan]], [[proposisi]], [[kepercayaan]], [[kalimat]], dan [[pemikiran]].
Salah satu cara sederhana untuk mempelajari suatu [[subjek]] adalah menentukan segala [[sesuatu]] yang bisa benar atau salah, termasuk [[pernyataan]], [[proposisi]], [[kepercayaan]], [[kalimat]], dan [[pemikiran]].


== [[Pengertian]] ==
== Pengertian ==
Benar pada dasarnya adalah persesuaian antara [[pola pikir]] dan [[kenyataan]]. [[Proposisi]] batu lebih ringan daripada kapuk merupakan proposisi yang salah, sebaliknya proposisi bumi bergerak mengelilingi matahari merupakan proposisi yang benar. Penentuan benar dan salah untuk proposisi tersebut didasarkan kepada kesesuaiannya dengan kenyataan yang sesungguhnya. Ukuran kebenaran kedua yaitu tidak adanya pertentangan dalam dirinya. Suatu proposisi dinyatakan benar jika tidak ada pertentangan dari awal hingga akhir. Proposisi yang termasuk ke dalam prinsip ini yaitu, "Pemimpin adalah manusia jujur yang tidak suka menipu". Kebenaran juga terdapat dalam pernyataan yang tidak dapat ditangkap pengertiannya, seperti pernyataan "Allah dapat membuat segala sesuatu yang lebih besar dari atom". Pernyataan tersebut adalah contoh pernyataan yang benar karena menghadirkan maksud yang pasti.<ref> [[Allah]] </ref> <ref> [[Referensi]] </ref><ref name=":0">{{Cite book|last=Mundiri|date=2017|title=pola pikir|location=Depok|publisher=Rajawali Pers|isbn=979-421-398-5|pages=10|oclc=963195783|url-status=live}}</ref>
Benar pada dasarnya adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan. Proposisi batu lebih ringan daripada kapuk merupakan proposisi yang salah, sebaliknya proposisi bumi bergerak mengelilingi matahari merupakan proposisi yang benar. Penentuan benar dan salah untuk proposisi tersebut didasarkan kepada kesesuaiannya dengan kenyataan yang sesungguhnya. Ukuran kebenaran kedua yaitu tidak adanya pertentangan dalam dirinya. Suatu proposisi dinyatakan benar jika tidak ada pertentangan dari awal hingga akhir. Proposisi yang termasuk ke dalam prinsip ini yaitu, "ia adalah orang jujur yang suka menipu". Pertentangan juga terdapat dalam pernyataan yang tidak dapat ditangkap pengertiannya, seperti pernyataan "Tuhan dapat membuat batu yang lebih besar dari diri-Nya". Pernyataan tersebut adalah contoh pernyataan yang salah karena tidak menghadirkan maksud yang pasti.<ref name=":0">{{Cite book|last=Mundiri|date=2017|title=Logika|location=Depok|publisher=Rajawali Pers|isbn=979-421-398-5|pages=10|oclc=963195783|url-status=live}}</ref>


Sedangkan istilah [[validitas]] berasal dari kata ''validus'' (Latin) yang berarti [[kuat]], [[valid]] dalam kaitannya dengan [[pola]] [[pikir]] berarti sah, [[kuat]], atau sahih. Digunakan dalam mencari [[arti]] dan penentuan valid tidaknya suatu proposisi. Suatu proposisi dikatakan valid jika [[kesimpulan]]nya ber[[akar]] dalam [[premis]]-premisnya atau premis-premisnya mengandung kesimpulan yang bersangkutan. Validitas suatu proposisi tergantung pada bentuk [[argumen]] dan tidak ditentukan oleh isi proposisi tersebut yang dinilai berdasarkan benar atau salah. Berarti validitas dari suatu proposisi tidak tergantung pada kebenaran dari pernyataan-pernyataan tersebut. Contohnya:
Sedangkan istilah validitas berasal dari kata ''validus'' (Latin) yang berarti kuat, valid dalam kaitannya dengan logika berarti sah, kuat, atau sahih digunakan dalam arti penentuan valid tidaknya suatu proposisi. Suatu proposisi dikatakan valid jika kesimpulannya berakar dalam premis-premisnya atau premis-premisnya mengandung kesimpulan yang bersangkutan. Validitas suatu proposisi tergantung pada bentuk argumen dan tidak ditentukan oleh isi proposisi tersebut yang dinilai berdasarkan benar atau salah. Berarti validitas dari suatu proposisi tidak tergantung pada kebenaran dari pernyataan-pernyataan tersebut. Contohnya:


# Semua mantan presiden adalah manusia bertanggungjawab.
# Semua mantan presiden adalah orang bertanggungjawab.
# Soekarno adalah presiden yang bertanggungjawab.
# Soekarno adalah orang bertanggungjawab.
# Jadi, Soekarno adalah mantan presiden.
# Jadi, calon presiden wajib bertanggungjawab seperti Soekarno.


Contoh di atas merupakan contoh perwahidan integritas argumen yang valid dilihat dari masalah bentuk [[jalur]] pikir, dengan [[alasan]] semua pernyataannya adalah benar.<ref>{{Cite book|last=Arief Sidharta|first=B.|date=2010|url=|title=Pengantar Logika : Sebuah Langkah Pertama Pengenalan Medan Telaah|location=Bandung|publisher=Refika Aditama|isbn=979-1073-49-X|edition=Cet. 3|pages=10|others=|oclc=958848822|url-status=live}}</ref> Kebenaran dan kesalahan adalah bagian dari proposisi atau pernyataan [[individu]]. Sedangkan validitas dan ketidakabsahan merupakan unit pecahan dari suatu argumen. [[Hubungan]] antara proposisi benar atau salah dan argumen yang valid atau tidak merupakan hal yang sangat [[penting]] dan [[kompleks]]. Suatu argumen mungkin valid bahkan jika unit pecahan premisnya belum dianggap benar (sebaiknya [[langsung]] diperbaiki sehingga benar). Setiap argumen memiliki hubungan antara premis-premis dan kesimpulannya, hubungan ini dapat dipertahankan sebagai argumen yang valid bahkan jika kebenarannya diper[[debat]]kan. Terdapat banyak [[kombinasi]] kemungkinan premis dan kesimpulan benar atau salah dalam argumen yang valid atau tidak (sebaiknya diarahkan kepada Kebenaran).<ref>{{Cite book|last=Copi|first=Irving M.|date=2014|url=http://www.uop.edu.pk/ocontents/Book-Introductiontologic.pdf|title=Introduction to logic.|publisher=Pearson|isbn=978-1-292-02482-0|edition=14th ed|pages=29|oclc=857280881|url-status=live}}</ref>
Contoh di atas merupakan contoh argumen yang tidak valid dilihat dari masalah bentuk logikal, walaupun semua pernyataannya adalah benar.<ref>{{Cite book|last=Arief Sidharta|first=B.|date=2010|url=|title=Pengantar Logika : Sebuah Langkah Pertama Pengenalan Medan Telaah|location=Bandung|publisher=Refika Aditama|isbn=979-1073-49-X|edition=Cet. 3|pages=10|others=|oclc=958848822|url-status=live}}</ref> Kebenaran dan kesalahan adalah bagian dari proposisi atau pernyataan individu sedangkan validitas dan ketidakabsahan merupakan bagian dari suatu argumen. Hubungan antara proposisi benar atau salah dan argumen yang valid atau tidak merupakan hal yang sangat penting dan rumit. Suatu argumen mungkin valid bahkan jika salah satu premisnya tidak benar. Setiap argumen memiliki hubungan antara premis-premis dan kesimpulannya, hubungan ini dapat dipertahankan sebagai argumen yang valid bahkan jika kebenarannya diperdebatkan. Terdapat banyak kombinasi kemungkinan premis dan kesimpulan benar atau salah dalam argumen yang valid atau tidak.<ref>{{Cite book|last=Copi|first=Irving M.|date=2014|url=http://www.uop.edu.pk/ocontents/Book-Introductiontologic.pdf|title=Introduction to logic.|publisher=Pearson|isbn=978-1-292-02482-0|edition=14th ed|pages=29|oclc=857280881|url-status=live}}</ref>


== Macam-macam kebenaran ==
== Macam-macam kebenaran terkait dengan pendidikan Bahasa Inggris ==
Dalam pengetahuan, kebenaran dibagi menjadi dua macam, yaitu kebenaran mutlak atau absolut, kebenaran abadi yang tidak berubah-ubah dan tidak dipengaruhi oleh faktor lain dan kebenaran nisbi, kebenaran yang berubah-ubah dan dipengaruhi oleh faktor lain. Kebenaran absolut bersumber dari wahyu sedangkan kebenaran yang bersumber pada rasio disebut dengan kebenaran rasionalisme dan yang bersumber pada indra menghasilkan kebenaran empirisme.<ref>{{Cite journal|last=Mahfud|first=Mahfud|date=2018-08-25|title=MENGENAL ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI DALAM PENDIDIKAN ISLAM|url=http://dx.doi.org/10.37348/cendekia.v4i1.58|journal=CENDEKIA : Jurnal Studi Keislaman|volume=4|issue=1|doi=10.37348/cendekia.v4i1.58|issn=2579-5503}}</ref>
Dalam pengetahuan, kebenaran dibagi menjadi dua macam, yaitu kebenaran mutlak atau absolut, kebenaran abadi yang tidak berubah-ubah dan tidak dipengaruhi oleh faktor lain dan kebenaran nisbi, kebenaran yang berubah-ubah dan dipengaruhi oleh faktor lain. Kebenaran absolut bersumber dari wahyu sedangkan kebenaran yang bersumber pada rasio disebut dengan kebenaran rasionalisme dan yang bersumber pada indra menghasilkan kebenaran empirisme.<ref>{{Cite journal|last=Mahfud|first=Mahfud|date=2018-08-25|title=MENGENAL ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI DALAM PENDIDIKAN ISLAM|url=http://dx.doi.org/10.37348/cendekia.v4i1.58|journal=CENDEKIA : Jurnal Studi Keislaman|volume=4|issue=1|doi=10.37348/cendekia.v4i1.58|issn=2579-5503}}</ref>


Baris 30: Baris 30:


# Kebenaran religius, dibangun berdasarkan kaidah agama atau keyakinan tertentu disebut juga sebagai kebenaran absolut yang tidak terbantahkan.
# Kebenaran religius, dibangun berdasarkan kaidah agama atau keyakinan tertentu disebut juga sebagai kebenaran absolut yang tidak terbantahkan.
# Kebenaran filosofis, kebenaran dari hasil perenungan kontemplatif terhadap akikat dari sesuatu meskipun pemikiran tersebut bersifat subjektif dan relatif.
# Kebenaran filosofis, kebenaran dari hasil perenungan kontemplatif terhadap hakikat dari sesuatu meskipun pemikiran tersebut bersifat subjektif dan relatif.
# Kebenaran estetis, kebenaran yang berdasarkan penilaian dari indah atau buruk.
# Kebenaran estetis, kebenaran yang berdasarkan penilaian dari indah atau buruk.
# Kebenaran ilmiah, kebenaran yang ditandai terpenuhinya syarat-syarat ilmiah yang divaliditasi oleh bukti empiris, hasil pengukuran objektif sesuai dengan data dan fakta.
# Kebenaran ilmiah, kebenaran yang ditandai terpenuhinya syarat-syarat ilmiah yang divaliditasi oleh bukti empiris, hasil pengukuran objektif sesuai dengan data dan fakta.
Baris 42: Baris 42:
Argumen utama yang diberikan pendukung teori kebenaran korespondensi adalah kejelasannya. Menurut [[René Descartes]], "Saya tidak pernah memiliki keraguan tentang kebenaran, karena tampaknya gagasan yang sangat jelas secara transendental sehingga tidak ada yang bisa mengabaikannya ... kata 'kebenaran' dalam arti sempit menunjukkan kesesuaian pikiran dengan objeknya". Bahkan [[Immanuel Kant]] cenderung menyetujui, "Definisi nominal kebenaran, bahwa itu adalah kesepakatan dengan objeknya, sebagai apa yang diberikan."<ref>{{Cite book|last=David|first=Marian|date=2020|url=https://plato.stanford.edu/entries/truth-correspondence/|title=The Correspondence Theory of Truth|publisher=Metaphysics Research Lab, Stanford University|editor-last=Zalta|editor-first=Edward N.|edition=Winter 2020|url-status=live}}</ref>
Argumen utama yang diberikan pendukung teori kebenaran korespondensi adalah kejelasannya. Menurut [[René Descartes]], "Saya tidak pernah memiliki keraguan tentang kebenaran, karena tampaknya gagasan yang sangat jelas secara transendental sehingga tidak ada yang bisa mengabaikannya ... kata 'kebenaran' dalam arti sempit menunjukkan kesesuaian pikiran dengan objeknya". Bahkan [[Immanuel Kant]] cenderung menyetujui, "Definisi nominal kebenaran, bahwa itu adalah kesepakatan dengan objeknya, sebagai apa yang diberikan."<ref>{{Cite book|last=David|first=Marian|date=2020|url=https://plato.stanford.edu/entries/truth-correspondence/|title=The Correspondence Theory of Truth|publisher=Metaphysics Research Lab, Stanford University|editor-last=Zalta|editor-first=Edward N.|edition=Winter 2020|url-status=live}}</ref>


Pernyataan adalah benar jika isinya sesuai dengan kenyataan sebagaimana adanya. Kebenaran terdiri dari kesesuaian pikiran dengan kenyataan. Suatu keyakinan dapat disebut benar jika sesuai dengan fakta atau keyakinan yang benar adalah jika ide yang terkandung sesuai dengan objek sebagaimana kenyataannya. Pandangan ini tidak hana banyak dianut oleh para filsuf tetapi mirip dengan penggunaan aka sehat yang berbicara tentang keebenaran. Permasalahan muncul ketika ditanyakan tentang apa yang dimaksud dengan kesesuaian ide dan objek, keyakinan dan fakta, serta pikiran dan kenyataan.<ref>{{Cite book|last=John Herman Randall|first=Jr|date=1942|url=http://archive.org/details/in.ernet.dli.2015.168967|title=Philosophy An Introduction|pages=133|url-status=live}}</ref>
Pernyataan adalah benar jika isinya sesuai dengan kenyataan sebagaimana adanya. Kebenaran terdiri dari kesesuaian pikiran dengan kenyataan. Suatu keyakinan dapat disebut benar jika sesuai dengan fakta atau keyakinan yang benar adalah jika ide yang terkandung sesuai dengan objek sebagaimana kenyataannya. Pandangan ini tidak hana banyak dianut oleh para filsuf tetapi mirip dengan penggunaan aka sehat yang berbicara tentang keebenaran. Permasalahan muncul ketika ditanyakan tentang apa yang dimaksud dengan kesesuaian ide dan objek, keyakinan dan fakta, serta pikiran dan kenyataan.<ref>{{Cite book|last=John Herman Randall|first=Jr|date=1942|url=http://archive.org/details/in.ernet.dli.2015.168967|title=Philosophy An Introduction|pages=133|url-status=live}}</ref>


Teori korespondensi umumnya beranggapan bahwa terdapat proposisi yang memiliki sifat kebenaran. Kebenaran bertumpu pada beberapa rangkaian hubungan bahasa-dunia yang perlu dijabarkan, dimulai dengan fakta bahwa, misalnya, "Salju itu putih" memiliki sifat kebenaran dan memilikinya sebab pada kenyataannya salju berwarna putih.<ref>{{Cite journal|last=Grover|first=Dorothy L.|last2=Camp|first2=Joseph L.|last3=Belnap|first3=Nuel D.|date=1975|title=A Prosentential Theory of Truth|url=https://sites.pitt.edu/~belnap/63AProsententialTheoryofTruth.pdf|journal=Philosophical Studies: An International Journal for Philosophy in the Analytic Tradition|volume=27|issue=2|pages=73–125|issn=0031-8116}}</ref>
Teori korespondensi umumnya beranggapan bahwa terdapat proposisi yang memiliki sifat kebenaran. Kebenaran bertumpu pada beberapa rangkaian hubungan bahasa-dunia yang perlu dijabarkan, dimulai dengan fakta bahwa, misalnya, "Salju itu putih" memiliki sifat kebenaran dan memilikinya sebab pada kenyataannya salju berwarna putih.<ref>{{Cite journal|last=Grover|first=Dorothy L.|last2=Camp|first2=Joseph L.|last3=Belnap|first3=Nuel D.|date=1975|title=A Prosentential Theory of Truth|url=https://sites.pitt.edu/~belnap/63AProsententialTheoryofTruth.pdf|journal=Philosophical Studies: An International Journal for Philosophy in the Analytic Tradition|volume=27|issue=2|pages=73–125|issn=0031-8116}}</ref>
Baris 64: Baris 64:
== Referensi ==
== Referensi ==
{{reflist}}
{{reflist}}
{{filsafat-stub}}


[[Kategori:masalah utama dalam etika]]
[[Kategori:Masalah utama dalam etika]]

Revisi terkini sejak 14 Juli 2023 11.25

Walter Seymour Allward, Veritas, 1920

Kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan, Penalaran dan objek[1] bisa juga diartikan suatu pendapat atau perbuatan seseorang yang sesuai dengan (atau tidak ditolak oleh) orang lain dan tidak merugikan diri sendiri.

Kebenaran adalah lawan dari kekeliruan yang merupakan objek dan pengetahuan tidak sesuai.

Roda sebuah mobil berbentuk segitiga. Kenyataannya bentuk roda adalah bundar, karena pernyataan tidak sesuai dengan objek maka dianggap keliru. Namun saat dinyatakan bentuk roda adalah bundar dan terjadi kesesuaian, maka pernyataan dianggap benar.

Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang sesuai dengan objek, yakni pengetahuan yang obyektif. Karena suatu objek memiliki banyak aspek, maka sulit untuk mencakup keseluruhan aspek (mencoba meliputi seluruh kebenaran dari objek tersebut)

Pertanyaan tentang kebenaran, banyak diperdebatkan oleh teologiwan, filsuf, dan ahli logika.

Salah satu cara sederhana untuk mempelajari suatu subjek adalah menentukan segala sesuatu yang bisa benar atau salah, termasuk pernyataan, proposisi, kepercayaan, kalimat, dan pemikiran.

Pengertian

[sunting | sunting sumber]

Benar pada dasarnya adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan. Proposisi batu lebih ringan daripada kapuk merupakan proposisi yang salah, sebaliknya proposisi bumi bergerak mengelilingi matahari merupakan proposisi yang benar. Penentuan benar dan salah untuk proposisi tersebut didasarkan kepada kesesuaiannya dengan kenyataan yang sesungguhnya. Ukuran kebenaran kedua yaitu tidak adanya pertentangan dalam dirinya. Suatu proposisi dinyatakan benar jika tidak ada pertentangan dari awal hingga akhir. Proposisi yang termasuk ke dalam prinsip ini yaitu, "ia adalah orang jujur yang suka menipu". Pertentangan juga terdapat dalam pernyataan yang tidak dapat ditangkap pengertiannya, seperti pernyataan "Tuhan dapat membuat batu yang lebih besar dari diri-Nya". Pernyataan tersebut adalah contoh pernyataan yang salah karena tidak menghadirkan maksud yang pasti.[2]

Sedangkan istilah validitas berasal dari kata validus (Latin) yang berarti kuat, valid dalam kaitannya dengan logika berarti sah, kuat, atau sahih digunakan dalam arti penentuan valid tidaknya suatu proposisi. Suatu proposisi dikatakan valid jika kesimpulannya berakar dalam premis-premisnya atau premis-premisnya mengandung kesimpulan yang bersangkutan. Validitas suatu proposisi tergantung pada bentuk argumen dan tidak ditentukan oleh isi proposisi tersebut yang dinilai berdasarkan benar atau salah. Berarti validitas dari suatu proposisi tidak tergantung pada kebenaran dari pernyataan-pernyataan tersebut. Contohnya:

  1. Semua mantan presiden adalah orang bertanggungjawab.
  2. Soekarno adalah orang bertanggungjawab.
  3. Jadi, Soekarno adalah mantan presiden.

Contoh di atas merupakan contoh argumen yang tidak valid dilihat dari masalah bentuk logikal, walaupun semua pernyataannya adalah benar.[3] Kebenaran dan kesalahan adalah bagian dari proposisi atau pernyataan individu sedangkan validitas dan ketidakabsahan merupakan bagian dari suatu argumen. Hubungan antara proposisi benar atau salah dan argumen yang valid atau tidak merupakan hal yang sangat penting dan rumit. Suatu argumen mungkin valid bahkan jika salah satu premisnya tidak benar. Setiap argumen memiliki hubungan antara premis-premis dan kesimpulannya, hubungan ini dapat dipertahankan sebagai argumen yang valid bahkan jika kebenarannya diperdebatkan. Terdapat banyak kombinasi kemungkinan premis dan kesimpulan benar atau salah dalam argumen yang valid atau tidak.[4]

Macam-macam kebenaran terkait dengan pendidikan Bahasa Inggris

[sunting | sunting sumber]

Dalam pengetahuan, kebenaran dibagi menjadi dua macam, yaitu kebenaran mutlak atau absolut, kebenaran abadi yang tidak berubah-ubah dan tidak dipengaruhi oleh faktor lain dan kebenaran nisbi, kebenaran yang berubah-ubah dan dipengaruhi oleh faktor lain. Kebenaran absolut bersumber dari wahyu sedangkan kebenaran yang bersumber pada rasio disebut dengan kebenaran rasionalisme dan yang bersumber pada indra menghasilkan kebenaran empirisme.[5]

Kebenaran sains diukur dengan rasio dan bukti empiris. Bila teori sains rasional dan terdapat bukti empirisnya, maka teori itu benar. Ukuran kebenaran pengetahuan filsafat yaitu logis. Bila teori filsafat logis, maka teori tersebut benar. Sedangkan kebenaran pengetahuan mistik diukur dengan berbagai ukuran. Bila pengetahuan berasal dari Tuhan, maka ukuran kebenarannya ialah teks dari Tuhan (wahyu).[6] Terdapat beberapa jenis kebenaran yang telah dikenal orang banyak, yaitu:

  1. Kebenaran religius, dibangun berdasarkan kaidah agama atau keyakinan tertentu disebut juga sebagai kebenaran absolut yang tidak terbantahkan.
  2. Kebenaran filosofis, kebenaran dari hasil perenungan kontemplatif terhadap hakikat dari sesuatu meskipun pemikiran tersebut bersifat subjektif dan relatif.
  3. Kebenaran estetis, kebenaran yang berdasarkan penilaian dari indah atau buruk.
  4. Kebenaran ilmiah, kebenaran yang ditandai terpenuhinya syarat-syarat ilmiah yang divaliditasi oleh bukti empiris, hasil pengukuran objektif sesuai dengan data dan fakta.
  5. Kebenaran pengetahuan mutlak, kebenaran yang tidak berubah dan ada pada hakikat dirinya sendiri.
  6. Kebenaran relatif, kebenaran yang berubah-ubah, tidak tettap, dan dapat dipengaruhi hal lain di luar hakikat dirinya.[7]

Teori-teori Kebenaran

[sunting | sunting sumber]

Konsep kebenaran telah memainkan peran sentral dalam sebagian besar tradisi filsafat. Apa pun kepentingan utama para filsuf, mereka tidak dapat mengabaikan kebenaran. Gagasan tentang kebenaran muncul dengan cepat dan menghasilkan karya teoritis.[8] Pada kenyataannya, menentukan masalah kebenaran bukanlah hal yang mudah. Masalah tersebut telah memunculkan beberapa teori tentang kebenaran yang sangat beraneka ragam sebagai berikut.

Teori Korespondensi

[sunting | sunting sumber]

Argumen utama yang diberikan pendukung teori kebenaran korespondensi adalah kejelasannya. Menurut René Descartes, "Saya tidak pernah memiliki keraguan tentang kebenaran, karena tampaknya gagasan yang sangat jelas secara transendental sehingga tidak ada yang bisa mengabaikannya ... kata 'kebenaran' dalam arti sempit menunjukkan kesesuaian pikiran dengan objeknya". Bahkan Immanuel Kant cenderung menyetujui, "Definisi nominal kebenaran, bahwa itu adalah kesepakatan dengan objeknya, sebagai apa yang diberikan."[9]

Pernyataan adalah benar jika isinya sesuai dengan kenyataan sebagaimana adanya. Kebenaran terdiri dari kesesuaian pikiran dengan kenyataan. Suatu keyakinan dapat disebut benar jika sesuai dengan fakta atau keyakinan yang benar adalah jika ide yang terkandung sesuai dengan objek sebagaimana kenyataannya. Pandangan ini tidak hana banyak dianut oleh para filsuf tetapi mirip dengan penggunaan aka sehat yang berbicara tentang keebenaran. Permasalahan muncul ketika ditanyakan tentang apa yang dimaksud dengan kesesuaian ide dan objek, keyakinan dan fakta, serta pikiran dan kenyataan.[10]

Teori korespondensi umumnya beranggapan bahwa terdapat proposisi yang memiliki sifat kebenaran. Kebenaran bertumpu pada beberapa rangkaian hubungan bahasa-dunia yang perlu dijabarkan, dimulai dengan fakta bahwa, misalnya, "Salju itu putih" memiliki sifat kebenaran dan memilikinya sebab pada kenyataannya salju berwarna putih.[11]

Teori korespondensi berlawanan dengan teori koherensi dan pragmatis, beranggapan bahwakebenaran tidak ada hubungannya dengan pembenaran atau penerimaan tetapi sebaliknya bergantung pada hubungan non-epistemik dengan dunia. Argumen ini menghubungkan teori korespondensi dengan realisme: kebenaran tergantung pada cara dunia bukan pada cara berpikir.[12]

Teori Koherensi

[sunting | sunting sumber]

Kebenaran adalah kesesuaian antara sebuah pernyataan dengan pernyataan lain yang diterima sebagai benar atau jika makna yang dikandung dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman. Dengan kata lain, suatu proposisi benar jika memiliki hubungan dengan ide dari proposisi yang telah ada dan benar adanya. Contoh, telah diketahui bahwa semua manusia akan mati. Jika Ahmad adalah manusia, maka Ahmad akan mati adalah pernyataan yang benar, sebab konsisten dengan pernyataan sebelumnya.[13] Dengan kata lain, pernyataan dikatakan benar jika suatu pernyataan bersifat runtut, masuk akal, serta gagasan yang mendukungnya harus saling berhubungan. Tidak boleh terdapat pertentangan diantara gagasan. Harus logis sebab penalarannya didasarkan secara keat pada hukum-hukum berpikir.[14]

Teori Pragmatik

[sunting | sunting sumber]

Pernyataan yang benar adalah pernyataan yang efektif. Menurut teori ini, kebenaran suatu pernyataan diukur secara fungsional. Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori tergantung dengan berguna atau tidaknya dalil tersebut bagi kehidupan. Tokoh-tokoh dari teori ini diantaranya yaitu Charles Sanders Pierce, William James , dan John Dewey.[15] Dalam arti kebenaran tidak bergantung pada kelogisan dari suatu pernnyataan melainkan yang terpenting adalah apakah pernyataan tersebut bermanfaat atau tidak.[16]

Pragmatisme menantang segala otoritarianisme, intelektualisme dan rasionalisme. Ujian terhadap kebenaran adalah manfaat, kemungkinan dikerjakan atau akibat yang memuaskan. Sehingga dapat dikatakan bahwa pragmatisme adalah aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah apa yang membuktikan dirinya bsebagai benar dengan perantaraan akibat yang bermanfaat secara praktis.[17]

Teori Performatif

[sunting | sunting sumber]

Menurut teori ini, pernyataan kebenaran bukanlah kualitas dari sesuatu tetapi merupakan sebuah tindakan. Untuk menyatakan sesuatu adalah benar, cukup dilakukan tindakan persetujuan terhadap apa yang telah dinyatakan. Jadi sesuatu dapat dianggap benar jika memang dapat dilaksanakan dalam tindakan.[18] Teori ini berasal dari John Langshaw Austin yang menjelaskan bahwa suatu pernyataan dianggap benar jika menciptakan realitas. Pernyataan yang benar bukanlah pernyataan yang mengungkapkan realitas, tetapi menciptakan realitas.[19] Teori ini dapat diimplementasikan secara positif, tetapi dapat juga diimplementasikan secara negatif. Secara positif, orang berusaha mewujudkan apa yang dinyatakan dengan suatu pernyataan tertentu. Tetapi, secara negatif, orang dapat terlena dengan ungkapannya seakan pernyataan tersebut sama dengan realitas begitu saja.[20]

Teori Konsensus

[sunting | sunting sumber]

Kebenaran adalah kesesuaian yang dapat diterima oleh orang terutama di kalangan para ahli. Teori ini digagas oleh Thomas Kuhn yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan berkembang dalam beberapa tahapan, pertama, pengetahuan diterima oleh masyarakat berdasarkan konsepsi ilmiah.[21] Dalam perkembangannya, kebenaran pengetahuan tersebut dipertanyakan keabsahannya dan terjadi revolusi ilmu pengetahuan dan menyebabkan pergeseran paradigma dalam masyarakat ilmiah. Pergeseran tersebut ditentukan oleh penerimaan masyarakat terhadap paradigma dan konsepsi kebenaran ilmiah. Berdasarkan teori tersebut, teori ilmiah dianggap benar jika mendapat dukungan atau kesepakatan dalam masyarakat ilmiah terhadap kebenaran teori tersebut.[22]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008. Hal.5
  2. ^ Mundiri (2017). Logika. Depok: Rajawali Pers. hlm. 10. ISBN 979-421-398-5. OCLC 963195783. 
  3. ^ Arief Sidharta, B. (2010). Pengantar Logika : Sebuah Langkah Pertama Pengenalan Medan Telaah (edisi ke-Cet. 3). Bandung: Refika Aditama. hlm. 10. ISBN 979-1073-49-X. OCLC 958848822. 
  4. ^ Copi, Irving M. (2014). Introduction to logic (PDF) (edisi ke-14th ed). Pearson. hlm. 29. ISBN 978-1-292-02482-0. OCLC 857280881. 
  5. ^ Mahfud, Mahfud (2018-08-25). "MENGENAL ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI DALAM PENDIDIKAN ISLAM". CENDEKIA : Jurnal Studi Keislaman. 4 (1). doi:10.37348/cendekia.v4i1.58. ISSN 2579-5503. 
  6. ^ Tafsir, Ahmad (2009). Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan (edisi ke-Cet. 4). Bandung: PT Remaja Rosdakarya. hlm. 120. ISBN 979-692-344-0. OCLC 930761155. 
  7. ^ Saebani, Beni Ahmad (Juni 2015). Filsafat Ilmu dan Metode Penelitian. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 37–38. ISBN 9789790765313. 
  8. ^ Sainsbury, Mark (1992-04-01). "Logical Forms: An Introduction to Philosophical Logic". The Philosophical Quarterly. 42. doi:10.2307/2220221. 
  9. ^ David, Marian (2020). Zalta, Edward N., ed. The Correspondence Theory of Truth (edisi ke-Winter 2020). Metaphysics Research Lab, Stanford University. 
  10. ^ John Herman Randall, Jr (1942). Philosophy An Introduction. hlm. 133. 
  11. ^ Grover, Dorothy L.; Camp, Joseph L.; Belnap, Nuel D. (1975). "A Prosentential Theory of Truth" (PDF). Philosophical Studies: An International Journal for Philosophy in the Analytic Tradition. 27 (2): 73–125. ISSN 0031-8116. 
  12. ^ WILLIAMS, MICHAEL (1986). "Do We (Epistemologists) Need A Theory of Truth?". Philosophical Topics. 14 (1): 223–242. ISSN 0276-2080. 
  13. ^ Tamrin, Abu (2019-01-25). "Relasi Ilmu, Filsafat dan Agama Dalam Dimensi Filsafat Ilmu". SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. 6 (1): 71–96. doi:10.15408/sjsbs.v6i1.10490. ISSN 2654-9050. 
  14. ^ Budisutrisna, Budisutrisna (2016-08-14). "KOMPARASI TEORI KEBENARAN MO TZU DAN PANCASILA: RELEVANSI BAGI PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DI INDONESIA". Jurnal Filsafat. 26 (1): 1. doi:10.22146/jf.12623. ISSN 0853-1870. 
  15. ^ Suriasumantri, Jujun S. (2005). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (edisi ke-Cet. ke-18). Jakarta: Surya Multi Grafika. hlm. 59. OCLC 216304643. 
  16. ^ Patawari, Patawari (2019-04-07). Komponen Kebenaran Mutlak dan Kebenaran Relatif Antitesa Terhadap Komponen Kebenaran Korespondensi, Koherensi, dan Pragmatis. 
  17. ^ Harefa, Beniharmoni (2016). "KEBENARAN HUKUM PERSPEKTIF FILSAFAT HUKUM". Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) (dalam bahasa Inggris). 2 (1). doi:10.23887/jkh.v2i1.7277. ISSN 2407-4276. 
  18. ^ Susanto, A. (2021-04-28). Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis. Bumi Aksara. hlm. 87. ISBN 978-602-217-002-0. 
  19. ^ Atabik, Ahmad (2014-12-06). "TEORI KEBENARAN PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU: Sebuah Kerangka Untuk Memahami Konstruksi Pengetahuan Agama". FIKRAH. 2 (2). doi:10.21043/fikrah.v2i2.565. ISSN 2476-9649. 
  20. ^ Padli, M. Syaiful; Mustofa, M. Lutfi (2021-05-03). "Kebenaran dalam Perspektif Filsafat Serta Aktualisasinya dalam Men-screening Berita". Jurnal Filsafat Indonesia. 4 (1): 78. doi:10.23887/jfi.v4i1.31892. ISSN 2620-7982. 
  21. ^ Kuhn, Thomas S. (1970). The Structure of Scientific Revolutions (PDF) (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-Second Edition, Enlarged). Chicago: The University of Chicago. hlm. 58–61. ISBN 0-226-45803-2. OCLC 93075. 
  22. ^ Faradi, Abdul Aziz (2019-07-01). "TEORI-TEORI KEBENARAN DALAM FILSAFAT (URGENSI DAN SIGNIFIKASINYA DALAM UPAYA PEMBERANTASAN HOAXS)". Kontemplasi: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin (dalam bahasa Inggris). 7 (1): 97–114. doi:10.21274/kontem.2019.7.1.97-114. ISSN 2580-6866.