Abdul Hakim (wartawan): Perbedaan antara revisi
k clean up, removed stub tag |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 54: | Baris 54: | ||
[[Kategori:Wartawan Indonesia]] |
[[Kategori:Wartawan Indonesia]] |
||
[[Kategori:Tokoh dari Palembang]] |
Revisi terkini sejak 11 September 2024 08.45
Abdul Hakim | |
---|---|
Lahir | Palembang, Sumatera Selatan | 19 Maret 1915
Meninggal | 16 Maret 1992 Jakarta, Indonesia | (umur 76)
Kebangsaan | Indonesian |
Pendidikan | HIS (Hollandsch-Inlandsche School) Grafiesche School |
Pekerjaan | Penulis, wartawan |
Karya terkenal | Buku Jakarta Tempo Doeloe 100 Tahun Meletusnya Gunung Krakatau Dari Pulau Bunga ke Pulau Dewa Sumber-sumber Perekonomian di Indonesia Dongeng Si Pahit Lidah |
Suami/istri | Zubainar Hakim |
Anak | 7 |
Kerabat | Mohammad Dahlan Mohammad Rusli (saudara kandung) |
Abdul Hakim (19 Maret 1915 – 16 Maret 1992) adalah tokoh pers, wartawan senior, dan salah satu redaktur kantor berita Antara, Indonesia.[1][2][3][4]
Kiprah
[sunting | sunting sumber]Latar belakang
[sunting | sunting sumber]Abdul Hakim dilahirkan di Kampung 7 Ulu, Palembang, pada 19 Maret 1915. Saat berusia 16 tahun, ia pindah ke Pagar Alam dari Palembang karena mengikuti kepindahan kedua orang tuanya ke kota tersebut. Di kota ini ia mendirikan gerakan kepanduan dengan nama Pandu Andalas yang memiliki anggauta tidak kurang dari 250 orang. Gerakan kepanduan ini mengusung gerakan kebangsaan sehingga pemerintahan Hindia Belanda pada saat itu sangat mengawasi gerak-geriknya.[5]
Hakim pernah berniat untuk mendirikan cabang dari Nahdlatul Ulama di Pagar Alam di usia yang masih muda, dan bahkan ia terpilih menjadi ketua panitia walaupun banyak rekan-rekannya yang lebih senior daripadanya. Ketika rapat pendirian diadakan, banyak partisipan yang hadir sehingga pesertanya melebihi kapasitas gedungnya dan mengakibatkan polisi Hindia Belanda membubarkan acara tersebut karena dianggap sebagai opengare vergadering, rapat terbuka tanpa izin. Hal ini bertentangan dengan ijin yang sudah diajukan yaitu rapat tertutup saja.[6]
Di saat yang sama, seorang pimpinan PNI-Pendidikan cabang Lahat yang sedang ada di Pagar Alam, Doengtjik, bertemu dengan Abdul Hakim dan memberinya nasehat untuk pergi ke Jawa agar bisa banyak belajar mengenai lika-liku perjuangan, bisa berkumpul dengan para tokoh pergerakan serta bisa mendapatkan ilmu lebih lanjut mengenai politik. Doengtjik juga berkhabar dengan rekan seperjuangannya yang ada di Pasirkaliki, Bandung. Di tahun 1933, ia berangkat ke Jawa, dan tiba di Jakarta dan mencoba bertemu seorang yang dikenalnya, Rakim Djojoprajitno, mantan guru "Mardisiswo" di Pagar Alam yang kini bekerja di kantor Factorij di Noordwijk atau lebih dikenal dengan nama jalan Juanda, Jakarta sekarang. Rakim menganjurkannya untuk tidak pergi ke Bandung, namun tinggal dan menetap di Jakarta. Rakim sendiri sebenarnya adalah pemimpin serikat buruh di tempatnya bekerja sekaligus simpatisan PNI-Pendidikan. Oleh Rakim, Hakim lalu dititipkan kepada tokoh-tokoh PNI-Pendidikan seperti Djohan Sjahroezah, Kusnaeni dan Maruto, dimana mereka pada umumnya adalah mahasiswa RHS dan anggota PPPI.[7]
Tahun 1935, Hakim dititipkan ke Sujitno Mangunkusumo, mahasiswa RHS dan anggota PPPI yang tinggal di Bogor, yang membuatnya bersentuhan lagi dengan dunia pers. Selain itu ia juga diminta mengurus perpustakaan "Pathaka Loka" milik Sujitno. Dan ketika malam hari, Hakim mendapatkan pelajaran Ilmu Tata Negara dari Alwi Sutan Usman (mahasiswa), serta pelajaran Bahasa Inggris dari Ny. St. Alwi Sutan Usman.[8]
Wartawan
[sunting | sunting sumber]Abdul Hakim memulai karirnya di dunia jurnalistik, ketika ia diterima sebagai korektor pada surat kabar "Pertja Selatan" di Palembang pada usia 16 tahun. Koran itu merupakan yang 'terpanas" di daerah setempat, karena pada masa itu, usaha-usaha untuk merdeka masih diberangus oleh penjajah.[5]
Ia kembali bersentuhan dengan dunia pers, ketika tinggal di Bogor, di rumah Sujitno. Sujitno, saat itu, menerbitkan majalah pendidikan ekonomi untuk rakyat, yang dinamakan Pasar Sabtu, karena terbit di setiap hari Sabtu, dimana di majalah tersebut, Hakim menjadi redaktur. Tahun 1937, di Jakarta terbit surat kabar "Warta Harian" dipimpin oleh Soediono Djojopranoto yang membutuhkan wartawan muda. Sehingga Hakim pindah ke Jakarta untuk menjadi wartawan harian itu.[8]
Abdul Hakim adalah redaktur pertama Antara ketika kantor berita Indonesia ini didirikan pada 13 Desember 1937. Ia ditetapkan sebagai redaktur pertama berdasarkan pernyataan Pimpinan Pers-en Documentatie Bureau "ANTARA" tertanggal Batavia-C, 15 Juli 1941. Sebagai redaktur ia dibantu oleh Sanoesi Pane, Mr. Soemanang, Mr. Alwi, Shahroezah, Sg. Djojopespito. Hakim diangkat sebagai redaktur karena pada masa itu, ia sudah berprofesi sebagai reporter dari koran Keng Po.[3][9][2][10]
Referensi
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ Hakim 2020, hlm. viii.
- ^ a b Laeis, Zuhdiar (17 Desember 2019). "Abdul Hakim, sosok ayah, pejuang, dan wartawan". Antara News. Diakses tanggal 13 April 2021.
- ^ a b I.N. 1977, hlm. 5.
- ^ Shadily 1980, hlm. 52.
- ^ a b I.N. 1981, hlm. 231.
- ^ Hakim 2020, hlm. 6.
- ^ Hakim 2020, hlm. 7.
- ^ a b Hakim 2020, hlm. 9.
- ^ Hakim 2020, hlm. xi - xiv.
- ^ Laeis, Zuhdiar (17 Desember 2019). "Bedah buku, Abdul Hakim termasuk pendiri Kantor Berita ANTARA". Antara News. Diakses tanggal 13 April 2021.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Hakim, Chappy (2020). Abdul Hakim, Wartawan Antara Dalam Kenangan Anak Cucu. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. ISBN 978-623-241-201-9.
- I.N., H. Soebagijo (1981). Jagat Wartawan Indonesia. Jakarta: PT Gunung Agung.
- I.N., H. Soebagijo (1977). Sejarah Pers Indonesia. Jakarta: Dewan Pers.
- Shadily, Hassan, ed. (1980). Ensiklopedia Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve dan Elsevier Publishing Projects.