Lompat ke isi

Datu Sanggul: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(17 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox person
{{Infobox person|name = Datu Sanggul|death_place = [[Tatakan, Tapin Selatan, Tapin]]|known_for = [[Ulama]]|religion = [[Islam]]||birth_date = Sekitar 18-an Masehi|image_size = 200px}}'''Datu Sanggul''', demikian masyarakat menyebutnya, adalah seorang [[ulama]] dan tokoh masyarakat, khususnya di wilayah [[Tatakan, Tapin Selatan, Tapin]]. Ia hidup sekitar [[Abad ke-18|abad ke-18 M]], satu zaman dengan [[Muhammad Arsyad al-Banjari|Maulana Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari]].
| name = Datu Sanggul
| death_place = [[Tatakan, Tapin Selatan, Tapin]]
| known_for = [[Ulama]]
| religion = [[Islam]]|
| birth_date = Sekitar 18-an Masehi
| image = Datu Sanggul.jpg
| image_size = 200px
}}


'''Datu Sanggul ('''memiliki beberapa nama seperti '''Ahmad Sirajulhuda''<ref name=":2">{{Cite book|last=Noor|first=Yusliani|date=2016|title=Islamisasi Banjarmasin (Abad ke-15 sampai ke-19)|location=Yogyakarta|publisher=Ombak|isbn=9786022583561|url-status=live}}</ref>''''', '''Abdush Shamad''<ref name=":2" />'''''<ref name=":3">{{Cite book|last=Tim Sahabat|date=2014|title=Datu-Datu Terkenal Kalimantan Selatan|location=Kandangan|publisher=Penerbit "SAHABAT" Mintra Pengetahuan|isbn=9786021988374|edition=8|url-status=live}}</ref>, '''Abdul Jalil''<ref name=":2" />''''', '''Fakhruddin''<ref name=":2" />''''', dan '''Samman''<ref name=":2" />'')''' adalah seorang [[ulama]] dan [[tokoh masyarakat]], khususnya di wilayah [[Tatakan, Tapin Selatan, Tapin]]. Ia hidup sekitar [[Abad ke-18|abad ke-18 M]], satu zaman dengan [[Muhammad Arsyad al-Banjari|Maulana Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari]] atau Datu Kalampayan. Dia merupakan murid dari [[Datu Suban]], salah satu ulama di daerah tersebut. '''''<ref name=":2" /><ref name=":3" />'''''
Ia berasal dari [[Hadramaut]]<ref name=":0" /> (Lalu Ke: [[Aceh]]<ref name=":1">{{Web|url = http://berimbang.com/sejarah/riwayat-datuk-sanggul|title = Riwayat Datu Sanggul|author = Berimbang (site)|date = 2 Desember 2014}}{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>[[kalimantan]]<ref name=":1" />), kemudian melanglang buana ke berbagai penjuru untuk menuntut ilmu, hingga akhirnya tiba di Tatakan dan berguru dengan [[Datu Suban]],<ref name=":0" /><ref name=":1" /> seorang ulama besar yang ada di [[Tatakan, Tapin Selatan, Tapin]] juga, hingga akhir hayatnya dan makamnya terus diziarahi oleh masyarakat.<ref name=":0">{{Web|url = http://mediakalimantan.com/artikel-1293-datu-sanggul-waliyullah-nan-berlimpah-karomah.html|title = Datu Sanggul Waliyullah Nan Berlimpah Karomah|date = 25 Oktober 2014|author = Khairil/Dillah (Media Kalimantan)|access-date = 2015-01-26|archive-date = 2015-01-31|archive-url = https://web.archive.org/web/20150131004959/http://mediakalimantan.com/artikel-1293-datu-sanggul-waliyullah-nan-berlimpah-karomah.html|dead-url = yes}}</ref>


Datu Sanggul berasal dari [[Palembang]] (ada yang menyebutkan dia berasal dari [[Aceh]]<ref name=":12">{{Cite web|url=http://berimbang.com/sejarah/riwayat-datuk-sanggul|title=Riwayat Datu Sanggul|last=Berimbang (site)|date=2 Desember 2014|access-date=2020-02-20|archive-date=2017-03-03|archive-url=https://web.archive.org/web/20170303152553/http://berimbang.com/sejarah/riwayat-datuk-sanggul|dead-url=yes}}</ref>). Atas restu ibunya, dia berlayar dari Selat Bangka Belitung. lalu tiba Kota Banjarmasin hingga sampai di Kampung Muning (sekarang berada di daerah Tatakan, Kabupaten Tapin), tepatnya di Pantai Munggu Tayuh Tiwadak Gumpa pada 1750. Kemudian, dia berguru dengan [[Datu Suban]], salah satu ulama setempat di daerah tersebut dan menetap di kampung tersebut hingga akhir hayatnya.<ref name=":1">{{Web|author=Hendra Gunawan (Tribun News)|date=17 Mei 2012|title=Libur Panjang Makam Datu Sanggul Dipenuhi Peziarah|url=http://www.tribunnews.com/regional/2012/05/17/libur-panjang-makam-datu-sanggul-dipenuhi-peziarah}}</ref><ref>{{Cite web|last=Syarifuddin|first=M.|date=7 Januari 2022|title=Kisah Datu Sanggul|url=https://radarbanjarmasin.jawapos.com/tahulah-pian/1973146047/kisah-datu-sanggul|website=Radar Banjarmasin|access-date=29 September 2024}}</ref>
Atas jasa-jasanya pada masyarakat, namanya dijadikan nama sebuah rumah sakit di [[Rantau (kota)|Rantau]], [[RSUD Datu Sanggul]]<ref>{{Web|url = http://rumah-sakit.findthebest.co.id/l/117/RSU-Datu-Sanggul-Rantau|title = RSU Datu Sanggul Rantau|date = |author = Find the Best (site)}}{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
[[Berkas:RSUD Datu Sanggul, Rantau.jpg|jmpl|RSUD Datu Sanggul, Rantau]]
Ada beberapa versi pemberian gelar Datu Sanggul kepadanya. Versi pertama yaitu karena dia gemar ''manyanggul'' (menggulung) rambutnya yang panjang. Versi lain menyebutkan bahwa dia gemar ''manyanggul'' (menunggu) binatang buruan. Ada juga versi lain yang menyebutkan bahwa dia dinilai tekun dalam mentaati perintah gurunya di dalam ''khalwat khusus'' yang sama artinya dengan ''manyanggul'' (menunggu) turunnya ilmu dari [[allah|Allah SWT]]. Terakhir, ada versi yang menyatakan bahwa dia ''manyanggul'' (menghadang) pasukan [[Perusahaan Hindia Timur Belanda|Belanda]] di perbatasan Kampung Muning, sehingga mereka lari karenanya.<ref name=":1" /><ref name=":0">{{Web|author=|date=25 Oktober 2014|title=Datu Sanggul Waliyullah Nan Berlimpah Karomah|url=http://mediakalimantan.com/artikel-1293-datu-sanggul-waliyullah-nan-berlimpah-karomah.html|archive-url=https://web.archive.org/web/20150131004959/http://mediakalimantan.com/artikel-1293-datu-sanggul-waliyullah-nan-berlimpah-karomah.html|archive-date=2015-01-31|dead-url=yes|access-date=2015-01-26}}</ref> Meski ada beberapa versi, nama Datu Sanggul digunakan sebagai nama rumah sakit pemerintah yang ada di Rantau Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan dengan nama "[[Rumah Sakit Umum Daerah Datu Sanggul]]".


== Nama ==
== Cerita karamah ==
Datu Sanggul sering diceritakan oleh masyarakat Banjar bahwa dia dapat melaksanakan Salat Jumat di [[Masjidil Haram]] di [[Makkah]], meski sebenarnya dia masih berada di daerahnya di Kampung Muning. Hal ini bermula saat itu dia sering tidak tampak menunaikan Salat Jumat di masjid di kampungnya untuk menunaikan Salat Jumat, sehingga dia harus membayar denda kepada kesultanan setiap hari Jumat sampai hanya tertinggal hanya ''kuantan'' dan ''landai'' (alat untuk memasak nasi dan sayuran) sebagai harta yang dimiliki Datu Sanggul, meski akhirnya harta tersebut dikembalikan karena orang-orang telah mengetahui keajaibannya.{{cn}}
Dalam salah satu riwayat diceritakan, Datu Sanggul disebutkan bernama asli ''Syekh Muhammad Abdussamad''. Dalam riwayat lainnya, disebutkan bahwa nama dia adalah ''Ahmad Sirajul Huda''.<ref name=":0" /><ref name=":1" /><ref>{{Web reference|url = http://indopuratours.com/datu-sanggul/|title = Datu Sanggul|author = Admin}}{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>


Ada suatu cerita bahwa ada seseorang yang mengajak Datu Sanggul untuk melaksanakan Salat Jumat bersama-sama di masjid kampungnya. Meski awalnya Datu Sanggul menolak, dia akhirnya mau ikut Salat Jumat bersama orang tersebut. Namun, ketika mereka berada di masjid, orang tersebut hanya beberapa orang yang salat di masjid tersebut dan selebihnya berbentuk hewan semua. Melihat hal itu, orang tersebut bertanya pada Datu Sanggul dan Datu Sanggul menjawab bahwa mereka pergi ke masjid bukan karena ingin beribadah kepada Allah, tetapi karena karena hanya ikut-ikutan orang banyak.'''''<ref name=":3" />'''''
== Gelar Datu Sanggul ==
Salah satu riwayat menceritakan, hal tersebut karena ketekunannya dalam dalam mentaati perintah gurunya di dalam ''khalwat khusus'' yang sama artinya dengan ‘''menyanggul''’ atau menunggu (turunnya) ilmu dari [[allah|Allah SWT]]


Cerita lain mengatakan bahwa ketika dia ingin pergi ke masjid kampung, dia melompat ke dalam sungai sehingga orang yang ada di sekitar masjid berteriak dan menjadi gempar. Tiba-tiba, di tengah kegemparan masyarakat itu, Datu Sanggul muncul dari tengah sungai dan berjalan di atas air dengan tenangnya, lalu langsung memasuki masjid. Lebih mengherankan lagi, pakaian dia tidak basah sama sekali, kecuali anggota wudunya. Masyarakat semakin terkejut karena Datu Sanggul hanya berpantun sementara orang-orang mulai mengangkat [[takbiratul ihram]]. Lalu, setelah mengucapkan takbir, tubuhnya mengawang-awang hingga selesai orang mengerjakan salat Jum'at. Melihat kejadian tersebut, orang-orang yang berada di masjid menjadi keheranan. Setelah itu, Datu Sanggul menginjakkan kakiknya kembali di lantai dan mengatakan ""Aku tadi salat di Makkah. Kebetulan, di sana ada selamatan dan aku meminta sedikit. Mari kita cicipi bersama walau sedikit".Setelah itu, orang-oramg di sana mencicipi nasi yang dibawa Datu Sanggul dari Makkah.'''''<ref name=":3" />''''' Adapun pantun yang Datu Sanggul ucapkan saat salat Jumat berbunyi sebagai berikut.'''''<ref name=":3" />'''''<blockquote>''"Riau-riau padang si bundan.''
Ada juga yang mengatakan ia sering ''menyanggul'' <sup>(bahasa lokal)</sup> atau menghadang pasukan tentara [[Hindia Belanda|Belanda]] di perbatasan Kampung [[Muning Baru, Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan|Muning]], sehingga tentara Belanda pun kocar-kacir dibuatnya.


''Di sana padang si tamu-tamu.''
Versi lainnya lagi menyebutkan, gelar Datu Sanggul itu karena kegemaran dia menyanggul (menunggu) binatang buruan.


''Rindu dendam tengadah bulan.''
Ada juga yang mengatakan rambutnya yang panjang dan selalu disanggul (digelung).


''Di hadapan Allah kita bertemu"''</blockquote>
== Kepribadian ==
Ketulusan hatinya dalam melaksanakan ibadah, dan ketaqwaannya dalam menegakkan kalimat-kalimat Allah, serta keramat yang diberikan Allah kepadanya, membuat ia tesrkenal sampai ke pelosok negeri.


== Hubungan dengan Datu Kalampayan ==
Satu hal yang amat tergambar dalam sosok Datu Sanggul, adalah ketekunannya dalam menuntut dan menyempurnakan ilmu.
Karena Datu Sanggul sezaman dengan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari atau Datu Kalampayan, maka ada beberapa riwayat mengenai hubungan mereka berdua.


# Sewaktu Datu Kalampayan di Masjidil Haram untuk melaksanakan shalat Jum’at berjamaah, dia melihat seseorang yang mengenakan baju ''[[palimbangan]]'' hitam, celana hitam serta memakai [[Laung|''laung'']] salat di dekatnya, mengingat pakaian tersebut hanya dipakai oleh orang Banjar atau orang tanah Jawa dan tidak ada penduduk Makkah yang berpakaian demikian. Kejadian ini sering dilihat Datu Kalampayan selama beberapa kali Jum’at, sehingga dia berkata: “Tidak salah lagi, ini pasti orang Banjar”. Lalu, Datu Kalampayan mengulurkan tangannya, bersalaman, dan membawa orang tersebut ke <ref name=":0" /><br> Di rumah Datu Kalampayan di Makkah, Datu Kalampayan bertanya dan orang tersebut menjawabnya bahwa dia bernama Datu Sanggul. Datu Kalampayan bertanya pula: “Saudara ini orang mana, asal negeri mana dan sudah berapa lama tinggal di Mekkah.”Datu Sanggul menjawab pertanyaan itu dengan senyum. “Saya setiap Jum’at datang ke sini untuk bersembahyang, dan aku berasal dari Banjar. Tempat diamku di Banjar. Jelasnya Tatakan,” ujarnya. “Jauh juga. Kalau begitu melewati Martapura, Kayu Tangi. Melalui tempat tinggalku. Itu sangat jauh. Jika demikian dengan apa ke mari setiap Jum’at?,” ujar Datu Kalampayan bertanya. Datu Sanggul pun menjawab, “Aku tidak memakai apa-apa. Hanya karena hendak ke mari saja, dan kebetulan Allah SWT memberikan kekuatan kepadaku sehingga aku sampai ke sini.” Terpikir dalam hati Datu Kalampayan tentang kedatangan Datu Sanggul itu, apakah ia memang masih waras atau orang yang terganggu pikirannya. Jawaban Datu Sanggul tadi dirasanya tak masuk akal sehat. Sebab mungkinkah jarak yang demikian jauhnya antara Tatakan dan Mekkah bisa dicapai hanya dalam waktu begitu singkat, dan bahkan tidak memakai apa-apa. Namun dari dialek bahasanya, Datu Kalampayan yakin bahwa Datu Sanggul adalah berasal dari Banjar.<ref name=":0" /><br>Untuk membuktikannya, Datu Kalampayan berkata kepada Datu Sanggul. “Kalau betul engkau pulang pergi dari Tatakan ke sini, coba tolong hari Jum’at yang akan datang bawakan aku oleh-oleh dari kampung. Aku sudah sangat lama tidak pulang. Mungkin sudah mencapai waktu 30 tahun. Selama ini aku selalu berada di Mekkah tak pernah ke mana-mana. Nah kira-kira musim buah apa di kampung kita? Bawakan ke mari untukku, terutama di Martapura sekarang ini musim apa kiranya,” ujar Datu Kalampayan. Datu Sanggul lalu berdiri di depan jendela. Tangannya dilambaikannya ke luar jendela. Ketika ia menarik kembali tangannya, ada sebiji durian dan kuini. “Nah, Datu Kayu Tangi ambil durian dan kuini ini. Ini datang dari Sungkai,” kata Datu Sanggul. Buah itu diterima Datu Kalampayan, dan diperiksa masih ada getah dari tangkai kuini itu. Sama seperti baru dipetik dari samping rumah. Durian dan kuini tersebut masak pula. Segera Datu Kalampayan mengupas dan memakannya. Memang betul durian dan kuini. Di Makkah kedua buah tersebut tidak ada. Kuini Jawa saja tidak terdapat, kecuali jenis asam-asaman lain. Dan saat Datu Kalampayan kembali ke Tanah Banjar, ia semakin kaget karena ada buah kuini dari kerajaan Banjar yang tiba-tiba menghilang. Rupanya, buah kuini itulah yang dipetikkan Datu Sanggul untuk Datu Kalampayan. Sejak pertemuan awal itu, Datu Sanggul dan Datu Kalampayan semakin sering bertemu di setiap salat Jum’at. Dan karena sering bertemu, maka terjalinlah persahabatan antara keduanya.<ref name=":0" />
== Syair ==
# Riwayat lain menyebutkan bahwa Datu Sanggul pernah membawa [[cempedak]] yang masih bergetah sebagai tanda baru saja dipetik, yang menjadi tanda bahwa perjalanan Datu Sanggul dari Tatakan ke Makkah hanyalah sebentar bagi Datu Sanggul. Hal ini membuat Datu Kalampayan bertanya kepada Datu Sanggul "Guru, apakah durian yang ada di halaman istana itu sudah berbuah?" Lalu Datu Sanggul menjawab "Sudah, dua biji buahnya, nanti aku ambilkan." Alhasil, durian tersebut dibawa dari istana Kesultanan Banjar sampai ke Makkah tanpa sepengetahuan penjaga istana.'''''<ref name=":3" />'''''
Datu Sanggul sangat terkenal pula dengan [[syair|syair-syairnya]] yang begitu puitis dan penuh makna.
# Menurut riwayat tentang kematian Datu Sanggul, Datu Sanggul pernah meminta kepada Datu Kalampayan untuk membawakan kain kafan apabila Datu Kalampayan selesai menuntut ilmu dari Mekkah dan tiba di Tanah Banjar. Ternyata, kain kafan itu digunakan untuk mengkafani Datu Sanggul sendiri yang sudah berpulang, bertepatan dengan tibanya Datu Kalampayan di Tanah Banjar setelah pulang dari Makkah.'''''<ref name=":0" />''''' Bahkan menurut [[Irsyad Zein|K.H. Irsyad Zein]], Datu Kalampayan memandikan jenazah Datu Sanggul. '''''<ref name=":2" />'''''<br>Menurut versi "Cerita Masyarakat Banjar", ketika Datu Kalampayan tiba di rumah Datu Sanggul, dia melihat jenazah Datu Sanggul dibungkus dengan kain kafan dan tikar purun, mengingat kehidupan Datu Sanggul yang sangat sederhana. Ketika Datu Kalampayan membuka tikar purun dan kain kafan tersebut. ternyata jenazah Datu Sanggul telah ''harum lenyap'' dan Datu Kalampayan berkata sambil menunjuk guntingan potongan kain segitiga yang dibawanya di Makkah ''"Inilah Kitab Barincong nang sabujurnya"'' (Inilah Kitab Barencong yang sebenarnya).'''''<ref name=":2" />'''''
== Ajaran ==


=== Pantun ''Saraba Ampat'' ===
Salah satu syair yang sangat terkenal adalah syair pantun “''Saraba Ampat''”<ref name=":0"/><ref>{{Web|url = http://jalansufi.com/index.php/jalan-sufi-Islam-Sufi-jalansufi.com/syair-serba-empat|title = Syair Serba Empat|author = Jalan Sufi (site)|date = Februari 2004}}</ref> ([[Bahasa Banjar|bahasa banjar]]: Serba Empat). Syair tersebut berbahasa Banjar yang sarat dengan pelajaran [[tasawuf]]. Di antara petikan syair tersebut berbunyi;


Seperti Datu Suban yang merupakan gurunya, Datu Sanggul memiliki pemahaman [[tasawuf falsafi]] yang bersandar pada paham [[Nur Muhammad]]. Datu Sanggul memiliki kepiawaian dalam membuat pantun. Salah satu pantunnya yang masih populer di kalangan masyarakat Banjar dan Bakumpai adalah pantun ''Saraba Ampat'' yang biasa digunakan oleh sebagian ibu-ibu untuk menidurkan anaknya. Dalam kitab Manakib Datu Sanggul yang ditulis oleh Mawardi bin Lasan, pantun tersebut berbunyi sebagai berikut.'''''<ref name=":2" />'''''<blockquote>"''Allah jadikan saraba ampat''
{{Quote|“Allah jadikan saraba ampat. Syariat tharikat hakikat ma'rifat. Menjadi satu di dalam khalwat. Rasa nyamannya tiada tersurat”.|Datu Sanggul}}Ada lagi syair ma'rifat lainnya:


''Syariat Thoriqat Hakikat Ma'rifat''
{{Quote|“Jangan susah mencari bilah. Bilah ada di rapun buluh. Jangan susah mencari Allah. Allah ada di batang tubuh”|Datu Sanggul}}Kemudian, ada lagi syair lain yang berbunyi:


''Menjadi satu di dalam Khalwat''
{{Quote|"Riau-riau padang si bundan. Di sana padang si tamu-tamu. Rindu dendam tengadah bulan. Di hadapan Allah kita bertemu”.|Datu Sanggul}}Syair itu dilantunkan Datu Sanggul saat muncul dari tengah sungai dan berjalan di atas air dengan tenangnya tanpa basah sama sekali terkecuali pada anggota wudhu.


''Rasanya nyamannya tiada tersurat''"<blockquote></blockquote>"''Huruf ALLAH ampat banyaknya''
== Riwayat ==


''Alif 'itibar daripada Zat-Nya''
=== Shalat Jum'at ===
Pada waktu itu, di [[kerajaan Banjar]] yang masyarakatnya sangat menjunjung tinggi nilai agama, mewajibkan bagi laki laki yang sudah [[Akil balik|aqil balik]] atau sudah dewasa untuk melaksanakan [[shalat Jum’at]] di masjid kampung masing masing. Kalau tidak melaksanakan kewajiban tersebut, akan didenda.


''Lam Awwal dan Akhir sifat dari Asma''
Dalam riwayat, Datu Sanggul dipercayai memiliki keramat melaksanakan Shalat Jum’at di [[Masjidil Haram]] setiap Jum’atnya. Karena itu, setiap hari Jum’at itu pun dia harus membayar denda kepada kerajaan sampai habis harta dia, hingga suatu saat yang tertinggal hanya ''kuantan'' dan ''landai'' (alat untuk memasak nasi dan sayuran).


''Ha isyarat dari af'al-Nya''"
Dalam kondisi itu, setelah didesak oleh istri dia karena tidak ada lagi barang yang bisa dipakai untuk membayar denda, Datu Sanggul akhirnya berjanji untuk melaksanakan shalat Jum'at di masjid kampungnya. Kala itu, sungai di kampungnya sedang meluap dan hampir terjadi banjir lantaran hujan yang sangat lebat pada malam harinya.


Di saat para jamaah sedang berwudhu di pinggir sungai,tiba-tiba Datu Sanggul datang dan langsung terjun ke sungai yang sedang meluap tersebut. Dia bercebur lengkap dengan pakaiannya. Orang-orang berteriak dan menjadi gempar. Dan tiba-tiba lagi, di tengah kegemparan masyarakat itu, Datu Sanggul muncul dari tengah sungai dan berjalan di atas air dengan tenangnya, lalu langsung memasuki masjid. Lebih mengherankan, pakaian dia tidak basah sama sekali, kecuali anggota wudhunya.


Masyarakat semakin terkejut, tatkala imam [[Takbiratul ihram|mengangkat takbir]] memulai shalat Jum’at diikuti jamaah lain, Datu Sanggul hanya melantunkan syair tadi; ''"Riau-riau padang si bundan. Di sana padang si tamu-tamu. Rindu dendam tengadah bulan. Di hadapan Allah kita bertemu''… ''Allahu Akbar”''.


"''Jibril-Mikail Malaikat mulia''
Bersamaan ucapan ''[[Allahu Akbar]]'' itu, tubuh dia mengawang-awang hingga selesai orang mengerjakan salat Jum'at. Melihat keadaan Datu Sanggul yang demikian, orang-orang yang berada di masjid semakin keheranan. {{Quote|"Aku tadi salat di Makkah. Kebetulan di sana ada selamatan dan aku meminta sedikit, mari kita cicipi bersama walau sedikit"|Datu Sanggul}}Demikian kata Datu Sanggul di saat orang-orang masih keheranan.


''Isyarat Sifat Jalal dan Jamal''
Sejak saat itulah, masyarakat percaya sepenuhnya bahwa Datu Sanggul adalah seorang [[Waliyullah]]. Barang-barang Datu Sanggul yang semula disita pun dikembalikan oleh kerajaan.


''Izrail-Israfil rupa pasangannya''
=== Bersama Datu Kelampayan ===
Dalam riwayat lagi, keramat Datu Sanggul ini pun dibuktikan Datu Kalampayan, [[Muhammad Arsyad al-Banjari|Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari]].<ref name=":0" /><ref name=":1" />


''<nowiki/>'iItibar sifat Qahar dan Kamal''"
Pada suatu hari Jum’at di Kota Mekkah, Datu Kalampayan ada di sana. Sewaktu di Masjid Mekkah untuk melaksanakan shalat Jum’at berjamaah, Datu Kalampayan melihat seseorang sembahyang di dekatnya. Dia tertarik untuk mengetahui, karena orang itu mengenakan baju ''palimbangan'' hitam dan celana hitam serta memakai ''laung''. Datu Kalampayan yakin bahwa ia bukan orang-orang Mekkah, karena orang-orang Mekkah tidak ada yang berpakaian demikian. Pakaian seperti itu hanya dipakai oleh orang Banjar atau orang tanah Jawa. Dan peristiwa itu dilihat Datu Kalampayan selama beberapa kali Jum’at. “Tidak salah lagi, ini pasti orang Banjar,” ujar Datu Kalampayan kala itu.


Lalu, Datu Kalampayan mengulurkan tangannya, kemudian mereka bersalaman. Tak puas bertemu di masjid, Datu Kalampayan membawa orang itu ke rumahnya. Syekh Muhammad Arsyad lalu bertanya dan dijawab orang tersebut bahwa ia bernama Datu Sanggul. Datu Kalampayan bertanya pula: “Saudara ini orang mana, asal negeri mana dan sudah berapa lama tinggal di Mekkah.”


"''Jabar-ail asal mulanya''
Datu Sanggul menjawab pertanyaan itu dengan senyum. “Saya setiap Jum’at datang ke sini untuk bersembahyang, dan aku berasal dari Banjar. Tempat diamku di Banjar. Jelasnya Tatakan,” ujarnya.


''Bahasa Suryani asal mulanya''
“Jauh juga. Kalau begitu melewati Martapura, Kayu Tangi. Melalui tempat tinggalku. Itu sangat jauh. Jika demikian dengan apa ke mari setiap Jum’at?,” ujar Datu Kalampayan bertanya.


''Kebesaran Allah itu artinya''
Datu Sanggul pun menjawab, “Aku tidak memakai apa-apa. Hanya karena hendak ke mari saja, dan kebetulan Allah SWT memberikan kekuatan kepadaku sehingga aku sampai ke sini.”


''Jalalullah bahasa Arabnya''"
Terpikir dalam hati Datu Kalampayan tentang kedatangan Datu Sanggul itu, apakah ia memang masih waras atau orang yang terganggu pikirannya. Jawaban Datu Sanggul tadi dirasanya tak masuk akal sehat. Sebab mungkinkah jarak yang demikian jauhnya antara Tatakan dan Mekkah bisa dicapai hanya dalam waktu begitu singkat, dan bahkan tidak memakai apa-apa. Namun dari dialek bahasanya, Datu Kalampayan yakin bahwa Datu Sanggul adalah berasal dari Banjar.


Untuk menguji ketidakpercayaannya itu, Datu Kalampayan pun kemudian berkata kepada Datu Sanggul. “Kalau betul engkau pulang pergi dari Tatakan ke sini, coba tolong hari Jum’at yang akan datang bawakan aku oleh-oleh dari kampung. Aku sudah sangat lama tidak pulang. Mungkin sudah mencapai waktu 30 tahun. Selama ini aku selalu berada di Mekkah tak pernah ke mana-mana. Nah kira-kira musim buah apa di kampung kita? Bawakan ke mari untukku, terutama di Martapura sekarang ini musim apa kiranya,” ujar Datu Kalampayan.


"''Nur Muhammad bermula nyata''
Datu Sanggul lalu berdiri di depan jendela. Tangannya dilambaikannya ke luar jendela. Ketika ia menarik kembali tangannya, ada sebiji durian dan kuini. “Nah, Datu Kayu Tangi ambil durian dan kuini ini. Ini datang dari Sungkai,” kata Datu Sanggul.


''Asal jadi alam semesta''
Buah itu diterima Datu Kalampayan, dan diperiksa masih ada getah dari tangkai kuini itu. Sama seperti baru dipetik dari samping rumah. Durian dan kuini tersebut masak pula. Segera Datu Kalampayan mengupas dan memakannya. Memang betul durian dan kuini. Di Mekkah kedua buah tersebut tidak ada. Kuini Jawa saja tidak terdapat, kecuali jenis asam-asaman lain. Dan saat Datu Kalampayan kembali ke Tanah Banjar, ia semakin kaget karena ada buah kuini dari kerajaan Banjar yang tiba-tiba menghilang. Rupanya, buah kuini itulah yang dipetikkan Datu Sanggul untuk Datu Kalampayan.


''Saumpama api dengan panasnya''
Sejak pertemuan awal itu, Datu Sanggul dan Datu Kalampayan semakin sering bertemu di setiap salat Jum’at. Dan karena sering bertemu, maka terjalinlah persahabatan antara keduanya. Sering Datu Sanggul dibawa ke kediaman Syeikh Muhammad Arsyad. Datu Sanggul pun tidak pernah menolak. Dari persahabatan keduanya ini pula kemudian ada satu kitab yang dikenal ''[[Kitab Barencong]]''.<ref name=":0" /><ref name=":1" /> Yakni, kitab yang dibagi dua secara diagonal. Satu bagian dipegang oleh Datu Kalampayan, dan sebagian lainnya dibawa oleh Datu Sanggul.


''Itulah Muhammad dengan TuhanNya''"
== Wafat ==
Datu Sanggul lebih muda wafat, yakni pada tahun pertama kedatangan Syekh Muhammad Arsyad di Tanah Banjar. Berkat keterangan Syekh Muhammad Arsyad-lah identitas kealiman dan ketinggian ilmu Datu Sanggul terkuak serta diketahui oleh masyarakat luas, sehingga mereka yang asalnya menganggap “Sang Datu” sebagai orang yang tidak pernah salat Jumat sehingga tidak layak untuk dimandikan, pada akhirnya berbalik menjadi hormat setelah diberitakan oleh Syekh Muhammad Arsyad sosok Datu Sanggul yang sebenarnya.<ref name=":1" />


Menjelang akhir hayatnya, Datu Sanggul minta dibawakan kain kafan kepada Datu Kalampayan apabila Datu Kalampayan selesai menuntut ilmu dari Mekkah (pulang ke Tanah Banjar). Dan ternyata, kain kafan itu digunakan untuk mengkafani Datu Sanggul sendiri yang berpulang ke hadirat Allah bertepatan dengan pulangnya Datu Kalampayan dari Mekkah ke Tanah Banjar.<ref name=":0" />


"''Api dan banyu, tanah dan hawa''
== Makam ==
Makam Datu Sanggul ramai diziarahi oleh masyarakat, terlebih apabila hari libur panjang tiba. Para peziarah tidak hanya warga Tapin tetapi juga berasal dari [[Barikin, Haruyan, Hulu Sungai Tengah|Barikin]], [[Hulu Sungai Tengah|Hulu Sungai Tengah (HST)]], bahkan mobil berpelat KH ([[Kalteng]]) dan KT ([[Kaltim]]) pun tampak parkir di halaman kompleks makam tersebut.<ref>{{Web|url = http://www.tribunnews.com/regional/2012/05/17/libur-panjang-makam-datu-sanggul-dipenuhi-peziarah|title = Libur Panjang Makam Datu Sanggul Dipenuhi Peziarah|date = 17 Mei 2012|author = Hendra Gunawan (Tribun News)}}</ref>


''Itulah dia alam dunia''
Menurut penjaga Makam Datu Sanggul Rantau, Misrani, sudah menjadi kebiasaan setiap tahun, pascalebaran satu hari, banyak orang menziarahi Makam Datu Sanggul.<ref>{{Web|url = http://www.tribunnews.com/regional/2011/09/01/makam-datu-sanggul-jadi-incaran-peziarah-di-hari-lebaran|title = Makam Datu Sanggul Jadi Incaran Peziarah di Hari Lebaran|date = 1 September 2011|author = Widiyabuana Slay (Tribun News)}}</ref>

''Menjadi awak berupa-rupa''

''Tulang sumsum daging dan darah''"


"''Manusia lahir ke Alam Insan''

''Di Alam Ajsam ampat bakawan''

''Si Tubaniyah dan Tambuniyah''

''Uriah lawan si Camariyah''"



"''Rasa dan Akal, Daya dan Nafsu''

''Di dalam Raga nyata bersatu''

''Aku meliputi segala liku''

''Matan hujung rambut ka hujung kuku''"



"''Tubuh dan Hati, Nayawa dan Rasa''

''Satu yang Zhohir amat nyatanya''

''Tiga yang batin pasti adanya''

''Alam Shogir itu sabutnya''"


"''Tubuh dan Hati, Nayawa dan Rasa''

''Satu yang Zhohir amat nyatanya''

''Tiga yang batin pasti adanya''

''Alam Shogir itu sabutnya''"


"''Mani-manikam, Madi dan Mazi''

''Titis manitis jadi manjadi''

''Si anak Adam balaksa kati''

''Hanya yang tahu Allahu Rabbi''"


"''Ka-ampat-ampatnya kada tapisah''

''Datang dan blik kepada Allah''

''Asalnya awak daripada tanah''

''Asalpun tanah sudah disyarah''"


"''Dadalang Simpur barmain wayang''

''Wayang asalnya si kulit kijang''

''Agung dan sarun babun dikancang''

''Kler bapasang di atas gadang''"


"''Wayang artinya si bayang-bayang''

''Satu yang Zhohir amat nyatanya''

''Sanua majaz harus dipandang''

''Simpur balalakun hanya saorang''"



"''Samar, Bagong si Nalagaring''

''Si Jambulita suara nyaring''

''Ampat isyarat amatlah panting''

''Siapa handak mancari haning''"</blockquote>[[Yusliani Noor]], akademisi dari [[Universitas Lambung Mangkurat]], mengatakan bahwa jika memang pantun ini merupakan pantun Datu Sanggul, tasawuf yang dikembangkan Datu Sangggul merupakan tasawuf falsafi yang diambil dari penagruh beberapa tokoh sufi, seperti [[Al-Hallaj]], [[Ibnu Arabi]], [[Hamzah al-Fansuri|Hamzah Fansuri]], [[Raden Abdul Jalil|Syekh Siti Jenar]], dan dari kitab ''[[Tuhfah al-Mursalah]]'', serta [[Syekh Burhanpuri]] dengan ajaran ''[[Martabat Tujuh]]''.'''''<ref name=":2" />'''''

Selain pantun Saraba Ampat, Datu Sanggul juga memiliki pantun tentang [[makrifat]] dengan bunyi sebagai berikut.<blockquote>“Jangan susah mencari bilah.

Bilah ada di rapun buluh.

Jangan susah mencari Allah.

Allah ada di batang tubuh”</blockquote>

=== Kitab Barencong ===
Kitab Barencong (atau ''Barincung'') adalah sebuah kitab yang dimiliki oleh Datu Sanggul yang diperoleh dari Datu Suban, dimana kitab ini berisi berbagai ilmu dan amalan. Konon, Datu Sanggul dapat memperoleh beberapa kesaktian seperti salat di Masjidil Haram dan lain-lain berkat mengamalkan ilmu dari kitab ini dan gurunya (Datu Suban).'''''<ref name=":2" /><ref name=":3" />'''''

Namun menurut salah satu versi "Cerita Masyarakat Banjar", Kitab Barencong ini merupakan kain dari jubah Datu Sanggul. Menurut versi ini, Datu Kalampayan pernah berkata ''"Inilah Kitab Barincong nang sabujurnya"'' (Inilah Kitab Barencong yang sebenarnya) saat membuka tikar purun dan kain kafan Datu Sanggul ketika Datu Sanggul meninggal dunia. Saat itu, Datu Kalampayan menunjuk guntingan potongan kain segitiga yang dibawanya dari Makkah,yang diperoleh saat Datu Kalampayan bertemu Datu Sanggul untuk menguji kebenaran dari kesaktian Datu Sanggul. Menurut versi ini, kitab ini sebenarnya tidak ada, tapi hanay kiasan atau simbol kemuliaan figur Datu Sanggul.'''''<ref name=":2" />'''''

Konon, kitab ini dipotong Datu Sanggul, satunya diberikan kepada masyarakat Hulu Sungai yang isinya tentang ilmu kepahlawanan dan satunya lagi diberikan kepada Datu Kalampayan yang isinya tentang ilmu kealiman yang diberikan bagi masyarakat Martapura. Menurut Yusliani Noor, cerita pembagian ini merupakan simbol bahwa kita kealiman yang dimaksudkan adalah Datu Kalampayan sendiri yang kemudian menjadi ulama besar di negeri Banjar dan [[Asia Tenggara]].'''''<ref name=":2" />'''''


== Lihat juga ==
== Lihat juga ==
Baris 88: Baris 193:
* [[Datu Muning]]
* [[Datu Muning]]
* [[Ulama Banjar]]
* [[Ulama Banjar]]
* [[Datu Suban]]


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi terkini sejak 2 Oktober 2024 00.33

Datu Sanggul
LahirSekitar 18-an Masehi
MeninggalTatakan, Tapin Selatan, Tapin
Dikenal atasUlama

Datu Sanggul (memiliki beberapa nama seperti Ahmad Sirajulhuda[1], Abdush Shamad[1][2], Abdul Jalil[1], Fakhruddin[1], dan Samman[1]) adalah seorang ulama dan tokoh masyarakat, khususnya di wilayah Tatakan, Tapin Selatan, Tapin. Ia hidup sekitar abad ke-18 M, satu zaman dengan Maulana Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari atau Datu Kalampayan. Dia merupakan murid dari Datu Suban, salah satu ulama di daerah tersebut. [1][2]

Datu Sanggul berasal dari Palembang (ada yang menyebutkan dia berasal dari Aceh[3]). Atas restu ibunya, dia berlayar dari Selat Bangka Belitung. lalu tiba Kota Banjarmasin hingga sampai di Kampung Muning (sekarang berada di daerah Tatakan, Kabupaten Tapin), tepatnya di Pantai Munggu Tayuh Tiwadak Gumpa pada 1750. Kemudian, dia berguru dengan Datu Suban, salah satu ulama setempat di daerah tersebut dan menetap di kampung tersebut hingga akhir hayatnya.[4][5]

RSUD Datu Sanggul, Rantau

Ada beberapa versi pemberian gelar Datu Sanggul kepadanya. Versi pertama yaitu karena dia gemar manyanggul (menggulung) rambutnya yang panjang. Versi lain menyebutkan bahwa dia gemar manyanggul (menunggu) binatang buruan. Ada juga versi lain yang menyebutkan bahwa dia dinilai tekun dalam mentaati perintah gurunya di dalam khalwat khusus yang sama artinya dengan manyanggul (menunggu) turunnya ilmu dari Allah SWT. Terakhir, ada versi yang menyatakan bahwa dia manyanggul (menghadang) pasukan Belanda di perbatasan Kampung Muning, sehingga mereka lari karenanya.[4][6] Meski ada beberapa versi, nama Datu Sanggul digunakan sebagai nama rumah sakit pemerintah yang ada di Rantau Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan dengan nama "Rumah Sakit Umum Daerah Datu Sanggul".

Cerita karamah

[sunting | sunting sumber]

Datu Sanggul sering diceritakan oleh masyarakat Banjar bahwa dia dapat melaksanakan Salat Jumat di Masjidil Haram di Makkah, meski sebenarnya dia masih berada di daerahnya di Kampung Muning. Hal ini bermula saat itu dia sering tidak tampak menunaikan Salat Jumat di masjid di kampungnya untuk menunaikan Salat Jumat, sehingga dia harus membayar denda kepada kesultanan setiap hari Jumat sampai hanya tertinggal hanya kuantan dan landai (alat untuk memasak nasi dan sayuran) sebagai harta yang dimiliki Datu Sanggul, meski akhirnya harta tersebut dikembalikan karena orang-orang telah mengetahui keajaibannya.[butuh rujukan]

Ada suatu cerita bahwa ada seseorang yang mengajak Datu Sanggul untuk melaksanakan Salat Jumat bersama-sama di masjid kampungnya. Meski awalnya Datu Sanggul menolak, dia akhirnya mau ikut Salat Jumat bersama orang tersebut. Namun, ketika mereka berada di masjid, orang tersebut hanya beberapa orang yang salat di masjid tersebut dan selebihnya berbentuk hewan semua. Melihat hal itu, orang tersebut bertanya pada Datu Sanggul dan Datu Sanggul menjawab bahwa mereka pergi ke masjid bukan karena ingin beribadah kepada Allah, tetapi karena karena hanya ikut-ikutan orang banyak.[2]

Cerita lain mengatakan bahwa ketika dia ingin pergi ke masjid kampung, dia melompat ke dalam sungai sehingga orang yang ada di sekitar masjid berteriak dan menjadi gempar. Tiba-tiba, di tengah kegemparan masyarakat itu, Datu Sanggul muncul dari tengah sungai dan berjalan di atas air dengan tenangnya, lalu langsung memasuki masjid. Lebih mengherankan lagi, pakaian dia tidak basah sama sekali, kecuali anggota wudunya. Masyarakat semakin terkejut karena Datu Sanggul hanya berpantun sementara orang-orang mulai mengangkat takbiratul ihram. Lalu, setelah mengucapkan takbir, tubuhnya mengawang-awang hingga selesai orang mengerjakan salat Jum'at. Melihat kejadian tersebut, orang-orang yang berada di masjid menjadi keheranan. Setelah itu, Datu Sanggul menginjakkan kakiknya kembali di lantai dan mengatakan ""Aku tadi salat di Makkah. Kebetulan, di sana ada selamatan dan aku meminta sedikit. Mari kita cicipi bersama walau sedikit".Setelah itu, orang-oramg di sana mencicipi nasi yang dibawa Datu Sanggul dari Makkah.[2] Adapun pantun yang Datu Sanggul ucapkan saat salat Jumat berbunyi sebagai berikut.[2]

"Riau-riau padang si bundan.

Di sana padang si tamu-tamu.

Rindu dendam tengadah bulan.

Di hadapan Allah kita bertemu"

Hubungan dengan Datu Kalampayan

[sunting | sunting sumber]

Karena Datu Sanggul sezaman dengan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari atau Datu Kalampayan, maka ada beberapa riwayat mengenai hubungan mereka berdua.

  1. Sewaktu Datu Kalampayan di Masjidil Haram untuk melaksanakan shalat Jum’at berjamaah, dia melihat seseorang yang mengenakan baju palimbangan hitam, celana hitam serta memakai laung salat di dekatnya, mengingat pakaian tersebut hanya dipakai oleh orang Banjar atau orang tanah Jawa dan tidak ada penduduk Makkah yang berpakaian demikian. Kejadian ini sering dilihat Datu Kalampayan selama beberapa kali Jum’at, sehingga dia berkata: “Tidak salah lagi, ini pasti orang Banjar”. Lalu, Datu Kalampayan mengulurkan tangannya, bersalaman, dan membawa orang tersebut ke [6]
    Di rumah Datu Kalampayan di Makkah, Datu Kalampayan bertanya dan orang tersebut menjawabnya bahwa dia bernama Datu Sanggul. Datu Kalampayan bertanya pula: “Saudara ini orang mana, asal negeri mana dan sudah berapa lama tinggal di Mekkah.”Datu Sanggul menjawab pertanyaan itu dengan senyum. “Saya setiap Jum’at datang ke sini untuk bersembahyang, dan aku berasal dari Banjar. Tempat diamku di Banjar. Jelasnya Tatakan,” ujarnya. “Jauh juga. Kalau begitu melewati Martapura, Kayu Tangi. Melalui tempat tinggalku. Itu sangat jauh. Jika demikian dengan apa ke mari setiap Jum’at?,” ujar Datu Kalampayan bertanya. Datu Sanggul pun menjawab, “Aku tidak memakai apa-apa. Hanya karena hendak ke mari saja, dan kebetulan Allah SWT memberikan kekuatan kepadaku sehingga aku sampai ke sini.” Terpikir dalam hati Datu Kalampayan tentang kedatangan Datu Sanggul itu, apakah ia memang masih waras atau orang yang terganggu pikirannya. Jawaban Datu Sanggul tadi dirasanya tak masuk akal sehat. Sebab mungkinkah jarak yang demikian jauhnya antara Tatakan dan Mekkah bisa dicapai hanya dalam waktu begitu singkat, dan bahkan tidak memakai apa-apa. Namun dari dialek bahasanya, Datu Kalampayan yakin bahwa Datu Sanggul adalah berasal dari Banjar.[6]
    Untuk membuktikannya, Datu Kalampayan berkata kepada Datu Sanggul. “Kalau betul engkau pulang pergi dari Tatakan ke sini, coba tolong hari Jum’at yang akan datang bawakan aku oleh-oleh dari kampung. Aku sudah sangat lama tidak pulang. Mungkin sudah mencapai waktu 30 tahun. Selama ini aku selalu berada di Mekkah tak pernah ke mana-mana. Nah kira-kira musim buah apa di kampung kita? Bawakan ke mari untukku, terutama di Martapura sekarang ini musim apa kiranya,” ujar Datu Kalampayan. Datu Sanggul lalu berdiri di depan jendela. Tangannya dilambaikannya ke luar jendela. Ketika ia menarik kembali tangannya, ada sebiji durian dan kuini. “Nah, Datu Kayu Tangi ambil durian dan kuini ini. Ini datang dari Sungkai,” kata Datu Sanggul. Buah itu diterima Datu Kalampayan, dan diperiksa masih ada getah dari tangkai kuini itu. Sama seperti baru dipetik dari samping rumah. Durian dan kuini tersebut masak pula. Segera Datu Kalampayan mengupas dan memakannya. Memang betul durian dan kuini. Di Makkah kedua buah tersebut tidak ada. Kuini Jawa saja tidak terdapat, kecuali jenis asam-asaman lain. Dan saat Datu Kalampayan kembali ke Tanah Banjar, ia semakin kaget karena ada buah kuini dari kerajaan Banjar yang tiba-tiba menghilang. Rupanya, buah kuini itulah yang dipetikkan Datu Sanggul untuk Datu Kalampayan. Sejak pertemuan awal itu, Datu Sanggul dan Datu Kalampayan semakin sering bertemu di setiap salat Jum’at. Dan karena sering bertemu, maka terjalinlah persahabatan antara keduanya.[6]
  2. Riwayat lain menyebutkan bahwa Datu Sanggul pernah membawa cempedak yang masih bergetah sebagai tanda baru saja dipetik, yang menjadi tanda bahwa perjalanan Datu Sanggul dari Tatakan ke Makkah hanyalah sebentar bagi Datu Sanggul. Hal ini membuat Datu Kalampayan bertanya kepada Datu Sanggul "Guru, apakah durian yang ada di halaman istana itu sudah berbuah?" Lalu Datu Sanggul menjawab "Sudah, dua biji buahnya, nanti aku ambilkan." Alhasil, durian tersebut dibawa dari istana Kesultanan Banjar sampai ke Makkah tanpa sepengetahuan penjaga istana.[2]
  3. Menurut riwayat tentang kematian Datu Sanggul, Datu Sanggul pernah meminta kepada Datu Kalampayan untuk membawakan kain kafan apabila Datu Kalampayan selesai menuntut ilmu dari Mekkah dan tiba di Tanah Banjar. Ternyata, kain kafan itu digunakan untuk mengkafani Datu Sanggul sendiri yang sudah berpulang, bertepatan dengan tibanya Datu Kalampayan di Tanah Banjar setelah pulang dari Makkah.[6] Bahkan menurut K.H. Irsyad Zein, Datu Kalampayan memandikan jenazah Datu Sanggul. [1]
    Menurut versi "Cerita Masyarakat Banjar", ketika Datu Kalampayan tiba di rumah Datu Sanggul, dia melihat jenazah Datu Sanggul dibungkus dengan kain kafan dan tikar purun, mengingat kehidupan Datu Sanggul yang sangat sederhana. Ketika Datu Kalampayan membuka tikar purun dan kain kafan tersebut. ternyata jenazah Datu Sanggul telah harum lenyap dan Datu Kalampayan berkata sambil menunjuk guntingan potongan kain segitiga yang dibawanya di Makkah "Inilah Kitab Barincong nang sabujurnya" (Inilah Kitab Barencong yang sebenarnya).[1]

Pantun Saraba Ampat

[sunting | sunting sumber]

Seperti Datu Suban yang merupakan gurunya, Datu Sanggul memiliki pemahaman tasawuf falsafi yang bersandar pada paham Nur Muhammad. Datu Sanggul memiliki kepiawaian dalam membuat pantun. Salah satu pantunnya yang masih populer di kalangan masyarakat Banjar dan Bakumpai adalah pantun Saraba Ampat yang biasa digunakan oleh sebagian ibu-ibu untuk menidurkan anaknya. Dalam kitab Manakib Datu Sanggul yang ditulis oleh Mawardi bin Lasan, pantun tersebut berbunyi sebagai berikut.[1]

"Allah jadikan saraba ampat

Syariat Thoriqat Hakikat Ma'rifat

Menjadi satu di dalam Khalwat

Rasanya nyamannya tiada tersurat"

"Huruf ALLAH ampat banyaknya

Alif 'itibar daripada Zat-Nya

Lam Awwal dan Akhir sifat dari Asma

Ha isyarat dari af'al-Nya"


"Jibril-Mikail Malaikat mulia

Isyarat Sifat Jalal dan Jamal

Izrail-Israfil rupa pasangannya

'iItibar sifat Qahar dan Kamal"


"Jabar-ail asal mulanya

Bahasa Suryani asal mulanya

Kebesaran Allah itu artinya

Jalalullah bahasa Arabnya"


"Nur Muhammad bermula nyata

Asal jadi alam semesta

Saumpama api dengan panasnya

Itulah Muhammad dengan TuhanNya"


"Api dan banyu, tanah dan hawa

Itulah dia alam dunia

Menjadi awak berupa-rupa

Tulang sumsum daging dan darah"


"Manusia lahir ke Alam Insan

Di Alam Ajsam ampat bakawan

Si Tubaniyah dan Tambuniyah

Uriah lawan si Camariyah"


"Rasa dan Akal, Daya dan Nafsu

Di dalam Raga nyata bersatu

Aku meliputi segala liku

Matan hujung rambut ka hujung kuku"


"Tubuh dan Hati, Nayawa dan Rasa

Satu yang Zhohir amat nyatanya

Tiga yang batin pasti adanya

Alam Shogir itu sabutnya"


"Tubuh dan Hati, Nayawa dan Rasa

Satu yang Zhohir amat nyatanya

Tiga yang batin pasti adanya

Alam Shogir itu sabutnya"


"Mani-manikam, Madi dan Mazi

Titis manitis jadi manjadi

Si anak Adam balaksa kati

Hanya yang tahu Allahu Rabbi"


"Ka-ampat-ampatnya kada tapisah

Datang dan blik kepada Allah

Asalnya awak daripada tanah

Asalpun tanah sudah disyarah"


"Dadalang Simpur barmain wayang

Wayang asalnya si kulit kijang

Agung dan sarun babun dikancang

Kler bapasang di atas gadang"


"Wayang artinya si bayang-bayang

Satu yang Zhohir amat nyatanya

Sanua majaz harus dipandang

Simpur balalakun hanya saorang"


"Samar, Bagong si Nalagaring

Si Jambulita suara nyaring

Ampat isyarat amatlah panting

Siapa handak mancari haning"

Yusliani Noor, akademisi dari Universitas Lambung Mangkurat, mengatakan bahwa jika memang pantun ini merupakan pantun Datu Sanggul, tasawuf yang dikembangkan Datu Sangggul merupakan tasawuf falsafi yang diambil dari penagruh beberapa tokoh sufi, seperti Al-Hallaj, Ibnu Arabi, Hamzah Fansuri, Syekh Siti Jenar, dan dari kitab Tuhfah al-Mursalah, serta Syekh Burhanpuri dengan ajaran Martabat Tujuh.[1] Selain pantun Saraba Ampat, Datu Sanggul juga memiliki pantun tentang makrifat dengan bunyi sebagai berikut.

“Jangan susah mencari bilah.

Bilah ada di rapun buluh.

Jangan susah mencari Allah.

Allah ada di batang tubuh”

Kitab Barencong

[sunting | sunting sumber]

Kitab Barencong (atau Barincung) adalah sebuah kitab yang dimiliki oleh Datu Sanggul yang diperoleh dari Datu Suban, dimana kitab ini berisi berbagai ilmu dan amalan. Konon, Datu Sanggul dapat memperoleh beberapa kesaktian seperti salat di Masjidil Haram dan lain-lain berkat mengamalkan ilmu dari kitab ini dan gurunya (Datu Suban).[1][2]

Namun menurut salah satu versi "Cerita Masyarakat Banjar", Kitab Barencong ini merupakan kain dari jubah Datu Sanggul. Menurut versi ini, Datu Kalampayan pernah berkata "Inilah Kitab Barincong nang sabujurnya" (Inilah Kitab Barencong yang sebenarnya) saat membuka tikar purun dan kain kafan Datu Sanggul ketika Datu Sanggul meninggal dunia. Saat itu, Datu Kalampayan menunjuk guntingan potongan kain segitiga yang dibawanya dari Makkah,yang diperoleh saat Datu Kalampayan bertemu Datu Sanggul untuk menguji kebenaran dari kesaktian Datu Sanggul. Menurut versi ini, kitab ini sebenarnya tidak ada, tapi hanay kiasan atau simbol kemuliaan figur Datu Sanggul.[1]

Konon, kitab ini dipotong Datu Sanggul, satunya diberikan kepada masyarakat Hulu Sungai yang isinya tentang ilmu kepahlawanan dan satunya lagi diberikan kepada Datu Kalampayan yang isinya tentang ilmu kealiman yang diberikan bagi masyarakat Martapura. Menurut Yusliani Noor, cerita pembagian ini merupakan simbol bahwa kita kealiman yang dimaksudkan adalah Datu Kalampayan sendiri yang kemudian menjadi ulama besar di negeri Banjar dan Asia Tenggara.[1]

Lihat juga

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e f g h i j k l m Noor, Yusliani (2016). Islamisasi Banjarmasin (Abad ke-15 sampai ke-19). Yogyakarta: Ombak. ISBN 9786022583561. 
  2. ^ a b c d e f g Tim Sahabat (2014). Datu-Datu Terkenal Kalimantan Selatan (edisi ke-8). Kandangan: Penerbit "SAHABAT" Mintra Pengetahuan. ISBN 9786021988374. 
  3. ^ Berimbang (site) (2 Desember 2014). "Riwayat Datu Sanggul". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-03-03. Diakses tanggal 2020-02-20. 
  4. ^ a b Hendra Gunawan (Tribun News) (17 Mei 2012). "Libur Panjang Makam Datu Sanggul Dipenuhi Peziarah". 
  5. ^ Syarifuddin, M. (7 Januari 2022). "Kisah Datu Sanggul". Radar Banjarmasin. Diakses tanggal 29 September 2024. 
  6. ^ a b c d e "Datu Sanggul Waliyullah Nan Berlimpah Karomah". 25 Oktober 2014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-01-31. Diakses tanggal 2015-01-26. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]