Lompat ke isi

Abraham Joshua Heschel: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Merlissimo (bicara | kontrib)
Ifah36 (bicara | kontrib)
k edit
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Tugas pengguna baru Newcomer task: copyedit
 
(12 revisi perantara oleh 12 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{rapikan}}
{{rapikan}}
Rabbi '''Abraham Joshua Heschel''' ({{lahirmati|[[Warsawa]], [[Polandia]]|11|1|1907|[[New York]], [[Amerika Serikat]]|23|12|1972}}) adalah seorang filsuf Yahudi, teolog, sekaligus pemimpin keagamaan. Dr. Heschel adalah seorang profesor dalam bidang etika Yahudi dan mistisisme di Seminari Teologi Yahudi.
Rabbi '''Abraham Joshua Heschel''' ({{lahirmati|[[Warsawa]], [[Polandia]]|11|1|1907|[[New York]], [[Amerika Serikat]]|23|12|1972}}) adalah seorang filsuf [[Yahudi-Yaman|Yahudi]], [[Teologi|teolog]], sekaligus pemimpin keagamaan. Dr. Heschel adalah seorang [[profesor]] dalam bidang [[etika]] Yahudi dan [[mistisisme]] di Seminari [[Teologi]] Yahudi.


Pada usia 20, ia belajar di Universitas Berlin, di mana dia berkenalan dengan aliran fenomenologi yang dipelopori oleh [[Edmund Husserl]]. Fenomenologi yang dikembangkan Husserl ini merupakan sebuah gaya berpikir yang sangat populer pada waktu itu, dan Heschel menggunakannya untuk menganalisa ''prophetic consciousness'' yang terdapat di dalam diri manusia. Metode fenomenologi ini juga yang akan digunakannya dalam menganalisa konsep manusia.
Pada usia 20, ia belajar di [[Universitas Berlin]], di mana dia berkenalan dengan aliran [[Fenomenologi (filsafat)|fenomenologi]] yang dipelopori oleh [[Edmund Husserl]]. Fenomenologi yang dikembangkan oleh Husserl ini merupakan sebuah gaya berpikir yang sangat populer pada [[waktu]] itu, dan Heschel menggunakannya untuk menganalisis ''prophetic consciousness'' yang terdapat di dalam diri manusia. Metode [[Fenomenologi (filsafat)|fenomenologi]] ini juga yang akan digunakan dalam menganalisis konsep manusia.


== Konsep Manusia Heschel dalam Keseluruhan Filsafatnya ==
== Konsep Manusia Heschel dalam Keseluruhan Filsafatnya ==
Dalam keseluruhan filsafatnya, Heschel sebenarnya sangat menekankan bahwa Tuhanlah yang mencari manusia. Artinya, dia ingin kita memandang dari sudut Tuhan yang membuka diriNya bagi manusia. Ia mengacu pada agama-agama Wahyu dimana usaha manusia mencari Tuhan juga ditanggapi dengan pencarian manusia oleh Tuhan. Tuhanlah yang membuka diriNya bagi manusia. Konsep manusia Heschel juga tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan filsafatnya. Pendasaran atas martabat manusia terletak pada konsepnya yang mengatakan bahwa manusia adalah citra Tuhan. Ia berpendapat bahwa tidak ada satupun di alam semesta ini yang dapat menjadi citra Tuhan selain manusia.
Dalam keseluruhan filsafatnya, Heschel sebenarnya sangat menekankan bahwa Tuhan-lah yang mencari [[manusia]]. Artinya, dia ingin kita memandang dari sudut [[Tuhan]] yang membuka diri-Nya bagi manusia. Ia mengacu pada [[agama]] atau Wahyu dimana usaha manusia mencari Tuhan juga ditanggapi dengan pencarian manusia oleh Tuhan. Tuhan-lah yang membuka diri-Nya bagi manusia. Konsep manusia Heschel juga tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan [[filsafat]]<nowiki/>nya. Pada dasarnya martabat manusia terletak pada konsep yang mengatakan bahwa manusia adalah citra Tuhan. Ia berpendapat bahwa tidak ada satupun di alam semesta ini yang dapat menjadi citra Tuhan selain manusia.


Heschel menulis:
Heschel menulis:
Baris 14: Baris 14:
Ia juga berpendapat bahwa manusia adalah sebuah problem. Artinya, manusia selalu berada di dalam ketidakpastian, berada dalam tegangan. Ketidakpastian apakah perjalanan hidup akan mengarah pada kemajuan, atau justru kemunduran. Akan tetapi, ketidakpastian itu mengundang sejuta tafsiran yang memungkinkan kita berpikir dan bertindak secara kreatif. Ketidakpastian akan eksistensinya itulah yang juga membedakan manusia dari hewan ataupun tumbuhan. Dengan berada dalam ketidakpastian, manusia membedakan diri dari hewan atapun tumbuhan. Dengan kata lain, ketidakpastian inilah yang menandakan keluruhan martabat manusia, dimensi transendensinya.
Ia juga berpendapat bahwa manusia adalah sebuah problem. Artinya, manusia selalu berada di dalam ketidakpastian, berada dalam tegangan. Ketidakpastian apakah perjalanan hidup akan mengarah pada kemajuan, atau justru kemunduran. Akan tetapi, ketidakpastian itu mengundang sejuta tafsiran yang memungkinkan kita berpikir dan bertindak secara kreatif. Ketidakpastian akan eksistensinya itulah yang juga membedakan manusia dari hewan ataupun tumbuhan. Dengan berada dalam ketidakpastian, manusia membedakan diri dari hewan atapun tumbuhan. Dengan kata lain, ketidakpastian inilah yang menandakan keluruhan martabat manusia, dimensi transendensinya.


Tuhan bisa dikenali, menurut Heschel, karena manusia mampu mentransendensikan diri dari kodratnya. Tuhan bisa dikenali karena manusia memiliki harkat dan martabat yang terbuka bagi pengharapan transenden tak terbatas di masa depan. Manusia terbuka untuk pengalaman-pengalaman religius, yang, menurutny, merupakan gerbang pertemuan dirinya dengan Tuhan. Di depan gerbang itu, bukan manusia yang mengejar Tuhan, tapi Tuhanlah yang membuka dirinya pada manusia. Dalam kosa katanya, Heschel menulis {{Cquote|Bukanlah manusia yang mencari Tuhan, melainkan Tuhanlah yang mencari manusia.}} Dengan kata lain, keluhuran harkat dan martabat manusia "merangsang" Tuhan untuk mencari dan menemukan manusia. Heschel sendiri berpendapat bahwa sejarah manusia bukanlah sejarah manusia mencari Tuhan, melainkan sejarah Tuhan yang mencari manusia. Begitu luhur makna manusia di tatapan matanya, sehingga, karena keluhuran martabatnya, manusia boleh mendapatkan kehormatan untuk "bersentuhan" dengan Tuhan.
Tuhan bisa dikenali, menurut Heschel, karena manusia mampu mentransendensikan diri dari kodratnya. Tuhan bisa dikenali karena manusia memiliki harkat dan martabat yang terbuka bagi pengharapan transenden tak terbatas pada masa depan. Manusia terbuka untuk pengalaman-pengalaman religius, yang, menurutny, merupakan gerbang pertemuan dirinya dengan Tuhan. Di depan gerbang itu, bukan manusia yang mengejar Tuhan, tapi Tuhanlah yang membuka dirinya pada manusia. Dalam kosa katanya, Heschel menulis {{Cquote|Bukanlah manusia yang mencari Tuhan, melainkan Tuhanlah yang mencari manusia.}} Dengan kata lain, keluhuran harkat dan martabat manusia "merangsang" Tuhan untuk mencari dan menemukan manusia. Heschel sendiri berpendapat bahwa sejarah manusia bukanlah sejarah manusia mencari Tuhan, melainkan sejarah Tuhan yang mencari manusia. Begitu luhur makna manusia di tatapan matanya, sehingga, karena keluhuran martabatnya, manusia boleh mendapatkan kehormatan untuk "bersentuhan" dengan Tuhan.


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==

* [http://heschel.org.il/eng/heschel Biografi] pada Situs Heschel.org.il
* [http://heschel.org.il/eng/heschel Biografi] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20100809203810/http://www.heschel.org.il/eng/heschel |date=2010-08-09 }} pada Situs Heschel.org.il

{{lifetime|1907|1972|}}

{{DEFAULTSORT:Heschel, Abraham Joshua}}
{{DEFAULTSORT:Heschel, Abraham Joshua}}


{{negara-bio-stub|Polandia}}
{{negara-bio-stub|Polandia}}
{{lifetime|1907|1972|}}
[[de:Abraham Joshua Heschel]]

Revisi terkini sejak 8 Oktober 2023 05.06

Rabbi Abraham Joshua Heschel (11 Januari 1907 – 23 Desember 1972) adalah seorang filsuf Yahudi, teolog, sekaligus pemimpin keagamaan. Dr. Heschel adalah seorang profesor dalam bidang etika Yahudi dan mistisisme di Seminari Teologi Yahudi.

Pada usia 20, ia belajar di Universitas Berlin, di mana dia berkenalan dengan aliran fenomenologi yang dipelopori oleh Edmund Husserl. Fenomenologi yang dikembangkan oleh Husserl ini merupakan sebuah gaya berpikir yang sangat populer pada waktu itu, dan Heschel menggunakannya untuk menganalisis prophetic consciousness yang terdapat di dalam diri manusia. Metode fenomenologi ini juga yang akan digunakan dalam menganalisis konsep manusia.

Konsep Manusia Heschel dalam Keseluruhan Filsafatnya

[sunting | sunting sumber]

Dalam keseluruhan filsafatnya, Heschel sebenarnya sangat menekankan bahwa Tuhan-lah yang mencari manusia. Artinya, dia ingin kita memandang dari sudut Tuhan yang membuka diri-Nya bagi manusia. Ia mengacu pada agama atau Wahyu dimana usaha manusia mencari Tuhan juga ditanggapi dengan pencarian manusia oleh Tuhan. Tuhan-lah yang membuka diri-Nya bagi manusia. Konsep manusia Heschel juga tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan filsafatnya. Pada dasarnya martabat manusia terletak pada konsep yang mengatakan bahwa manusia adalah citra Tuhan. Ia berpendapat bahwa tidak ada satupun di alam semesta ini yang dapat menjadi citra Tuhan selain manusia.

Heschel menulis:

Konsep manusia sebagai wujud dari citra Tuhan inilah yang merupakan kunci pandangannya tentang martabat manusia. Dengan kata lain, setiap manusia memiliki nilai pada dirinya sendiri, karena ia merupakan satu-satunya mahluk di dunia ini yang merupakan citra Tuhan. Oleh karena itu, konsep Heschel tentang manusia sebagai citra Tuhan mengacu pada dimensi moral, spiritual, dan intelektualnya, yang notabene tidak dimiliki secara sempurna oleh hewan ataupun tumbuhan.

Ia juga berpendapat bahwa manusia adalah sebuah problem. Artinya, manusia selalu berada di dalam ketidakpastian, berada dalam tegangan. Ketidakpastian apakah perjalanan hidup akan mengarah pada kemajuan, atau justru kemunduran. Akan tetapi, ketidakpastian itu mengundang sejuta tafsiran yang memungkinkan kita berpikir dan bertindak secara kreatif. Ketidakpastian akan eksistensinya itulah yang juga membedakan manusia dari hewan ataupun tumbuhan. Dengan berada dalam ketidakpastian, manusia membedakan diri dari hewan atapun tumbuhan. Dengan kata lain, ketidakpastian inilah yang menandakan keluruhan martabat manusia, dimensi transendensinya.

Tuhan bisa dikenali, menurut Heschel, karena manusia mampu mentransendensikan diri dari kodratnya. Tuhan bisa dikenali karena manusia memiliki harkat dan martabat yang terbuka bagi pengharapan transenden tak terbatas pada masa depan. Manusia terbuka untuk pengalaman-pengalaman religius, yang, menurutny, merupakan gerbang pertemuan dirinya dengan Tuhan. Di depan gerbang itu, bukan manusia yang mengejar Tuhan, tapi Tuhanlah yang membuka dirinya pada manusia. Dalam kosa katanya, Heschel menulis

Dengan kata lain, keluhuran harkat dan martabat manusia "merangsang" Tuhan untuk mencari dan menemukan manusia. Heschel sendiri berpendapat bahwa sejarah manusia bukanlah sejarah manusia mencari Tuhan, melainkan sejarah Tuhan yang mencari manusia. Begitu luhur makna manusia di tatapan matanya, sehingga, karena keluhuran martabatnya, manusia boleh mendapatkan kehormatan untuk "bersentuhan" dengan Tuhan.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]