Lompat ke isi

Baku pukul manyapu: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Sobboy Moi (bicara | kontrib)
m2013
 
(41 revisi perantara oleh 15 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Kirab Budaya.jpg|thumb|Kirab budaya pembukaan acara baku pukul manyapu (perayaan 7 Syawal) di Negeri Morella, 2018.]]
Pukul Manyapu atau Baku Pukul Manyapu merupakan atraksi unik dari Maluku Tengah yang biasanya dipentaskan di Desa [[Mamala, Leihitu, Maluku Tengah|Mamala]] dan Desa [[Morela, Leihitu, Maluku Tengah|Morela]], Kecamatan [[Leihitu, Maluku Tengah|Leihitu]], [[Maluku Tengah]]. Berlangsung setiap 8 syawal (penanggalan Islam) dimana telah berlangsung dari abad XVII yang diciptakan seorang tokoh agama [[Islam]] dari [[Maluku]] bernama [[Imam]] Tuni. Tradisi ini dipertunjukkan sebagai perayaan keberhasilan pembangunan masjid yang selesai dibagun pada 8 syawal setelah [[Idul Fitri]].
'''Baku pukul manyapu''' adalah tradisi atau atraksi budaya yang berasal dari dua [[Negeri (Maluku Tengah)|negeri]] bertetangga di [[Jazirah Leihitu]], [[Pulau Ambon]] bagian utara, yakni [[Mamala, Leihitu, Maluku Tengah|Mamala]] dan [[Morella, Leihitu, Maluku Tengah|Morella]], yang secara administratif termasuk ke dalam wilayah kecamatan [[Leihitu, Maluku Tengah|Leihitu]], [[Kabupaten Maluku Tengah]]. Atraksi budaya ini berlangsung setiap tanggal 7 Syawal (dalam [[kalender Islam]]) dan telah berlangsung dari abad ke-17.<ref>{{Id}} http://mamala-amalatu.blogspot.co.id/2015/08/selayang-pandang-sejarah-negeri-mamala.html</ref>
[[Berkas:Kirab Budaya.jpg|300px|thumb|Kirab Budaya Pembukaan Perayaan 8 Syawal Di Desa Mamala]]


==Asal-usul==
Tradisi ini juga dikaitkan dengan sejarah masyarakat setempat yaitu perjuangan Kapiten Tulukabessy beserta pasukannya pada masa penjajahan [[Portugis]] dan [[VOC]] pada abad ke-16 di tanah Maluku. Pasukan Tulukabessy bertempur untuk mempertahankan [[Benteng]] Kapapaha dari serbuan penjajah meskipun perjuangan mereka gagal dan Benteng Kapapaha tetap jatuh juga. Untuk menandai kekalahan tersebut, pasukan Tulukabessy mengambil lidi enau dan saling mencambuk hingga ber[[darah]].
Baku pukul manyapu menurut sejarahnya diciptakan oleh seorang tokoh [[Islam]] dari Maluku yang bernama Imam Tuni. Tradisi ini dipertunjukkan sebagai perayaan atas keberhasilan pembangunan masjid yang selesai dibangun pada 7 Syawal, tepatnya setelah hari raya [[Idul Fitri]].<ref name="okezone">{{Id}} [http://travel.okezone.com/read/2011/12/11/408/540885/upacara-unik-pukul-sapu-di-maluku Baku Pukul Manyapu, "Katong Pung Adat"]</ref>
[[Berkas:Pukul Manyapu.jpg|300px|thumb|left| Cambuk Lidi Yang Di Pakai Dalam Tradisi Pukul Manyapu]]


Tradisi ini juga dikaitkan dengan sejarah perjuangan [[Kapitan Telukabessy]] dengan pasukannya pada masa penjajahan [[Portugis]] dan [[VOC]] pada abad ke-16 di [[Kerajaan Tanah Hitu]].<ref>{{id}} [http://www.facebook.com/media/set/?set=a.10151192304638562.460736.182929368561&type=3 Foto-Foto Tradisi Pukul Manyapu Di Desa Mamala dan Morella]</ref> Pasukan pimpinan Kapitan Telukabessy ini bertempur untuk mempertahankan [[Benteng Kapahaha]] dari serbuan VOC, meskipun pada akhirnya harus mengalami kekalahan dan Benteng Kapahaha berhasil ditaklukkan. Untuk menggambarkan kekalahan tersebut, pasukan Telukabessy mengambil ''lidi enau'' dan saling mencambuk diri hingga berdarah.<ref name="okezone"/>
Tradisi Pukul Manyapu dipandang sebagai alat untuk mempererat tali persaudaraan masyarakat di Desa Mamala dan Desa Morela. Dipertunjukan oleh pemuda yang dibagi dalam dua kelompok dimana setiap kelompoknya berjumlah 20 orang. Kedua kelompok dengan seragam berbeda itu akan bertarung satu sama lain. Kelompok satu menggunakan celana berwarna merah sedangkan kelompok lainnya menggunakan celana berwarna hijau. Pesertanya juga diwajibkan menggunakan ikat kepala untuk menutupi telinga agar terhindar dari sabetan lidi. Alat pukul dalam tarian ini adalah sapu lidi dari pohon enau dengan panjang 1,5 meter. Bagian tubuh yang boleh dipukul adalah dari dada hingga perut.
== Jalannya Atraksi ==
Ketika atraksi dimulai, kedua kelompok akan saling berhadapan dengan memegang sapu lidi di kedua tangan. Ketika suara suling mulai ditiup sebagai aba-aba pertandingan dimulai kemudian kedua kelompok ini secara bergantian saling pukul menggunakan sapu lidi. Dimulai dengan kelompok bercelana merah memukul kelompok bercelana hijau atau sebaliknya. Ketika dimulai maka suara cambukan lidi di badan peserta akan terdengar dan darah pun keluar akibat sabetan lidi. Suasana ini akan membuat tubuh Anda bergidik.
Kehebatan dari tradisi pukul manyapu ini adalah bagaimana pesertanya seakan tidak merasa kesakitan walaupun tubuh mereka mengelurkan darah akibat dari sabetan lidi. Akan tetapi, jangan kaitkan itu dengan kekuatan mistis atau gaib, karena para peserta sebenarnya sudah melebur dalam semangat yang telah membenamkan rasa sakit.


== Pelaksanaan ==
[[Berkas:Mamala.jpg|300px|left|thumb|Badan Orang Yang Di Pukul Dalam Tradisi Pukul Manyapu]]
Tradisi ini dipandang sebagai alat untuk mempererat tali persaudaraan masyarakat di negeri Morella dan Mamala. Baku pukul manyapu dilakukan oleh para pemuda yang dibagi dalam dua kelompok, di mana setiap kelompoknya berjumlah 20 orang. Kedua kelompok dengan seragam yang berbeda itu akan saling bertarung satu sama lain. Kelompok satu menggunakan celana berwarna merah sedangkan kelompok lainnya menggunakan celana berwarna hijau. Pesertanya juga diwajibkan menggunakan ikat kepala untuk menutupi telinga agar terhindar dari sabetan lidi. Alat pukul dalam tarian ini adalah lidi dari pohon enau dengan panjang sekitar 1,5 meter. Bagian tubuh yang boleh dipukul dalam tradisi ini adalah dari dada hingga perut.<ref>{{Id}} [http://lantamal9.koarmatim.tnial.mil.id/BERITA/tabid/63/articleType/ArticleView/articleId/79/Default.aspx Menghadiri Tradisi Pukul Manyapu] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20160304135701/http://lantamal9.koarmatim.tnial.mil.id/BERITA/tabid/63/articleType/ArticleView/articleId/79/Default.aspx |date=2016-03-04 }}</ref>
Ketika pertempuran selesai, pemuda kedua desa tersebut menggobati lukanya dengan menggunakan getah pohon jarak. Ada juga yang mengoleskan minyak nyualaing matetu (minyak tasala) dimana mujarab untuk mengobati patah tulang dan luka memar.
== Potensi Wisata ==
Tradisi pukul manyapu merupakan perayaan yang ditunggu-tunggu warga dan wisatawan setiap tahunnya. Anda dapat melihat proses pembuatan pohon enau menjadi sebuah lidi dan juga pengolahan minyak kelapa untuk pengobatan selepas tradisi ini. Selain itu, tradisi ini juga diramaikan dengan permainan rebana, karnaval budaya, dan pertunjukan tari lokal seperti tari putri, tari mahina, dan tari perang. Dikabarkan, desa [[Mamala, Leihitu, Maluku Tengah|Mamala]] dan desa [[Morella, Leihitu, Maluku Tengah|Morella]] meraup untung dari kedatangan wisatawan baik lokal, regional maupun internasional terutama dari [[Belanda]].
[[Berkas:Tari Mahina.jpg|300px|right|thumb|Tarian Yang Ikut Meramaikan Pesta Tradisi Pukul Manyapu, Yaitu Tarian Mahina]]


Ketika atraksi dimulai, kedua kelompok akan saling berhadapan dengan memegang ''lidi enau'' di kedua tangan. Ketika suara peluit mulai ditiup sebagai tanda pertandingan dimulai, kemudian kedua kelompok ini secara bergantian saling pukul menggunakan lidi tersebut.<ref name="okezone"/> Dalam tradisi baku pukul manyapu, terdapat sebuah keunikan dimana pesertanya seakan-akan tidak merasa kesakitan walaupun tubuh mereka telah berdarah akibat dari sabetan lidi.<ref>{{Id}} [http://pelangimaluku.blogspot.com/2008/10/baku-pukul-manyapu-tahun-2008-di-desa.html Pukul Manyapu 2008]</ref>
== Referensii ==
* {{id}} [http://www.facebook.com/media/set/?set=a.10151192304638562.460736.182929368561&type=3 Foto-Foto Tradisi Pukul Manyapu Di Desa Mamala dan Morella]


Ketika atraksi selesai, para pemuda tersebut kemudian mengobati lukanya dengan menggunakan getah pohon jarak atau juga mengoleskan minyak ''nyualaing matetu'' yang dikenal masyarakat lokal ampuh untuk mengobati patah tulang dan luka memar.<ref>{{Id}} [http://groups.yahoo.com/group/ambon/message/29008 Tradisi Baku Pukul Manyapu]{{Pranala mati|date=Oktober 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
[[Kategori:Budaya]]

[[Kategori:Maluku]]
== Tujuan wisata ==
[[Kategori:Maluku Tengah]]
Tradisi baku pukul manyapu merupakan perayaan yang ditunggu-tunggu masyarakat dan wisatawan setiap tahunnya. Negeri Mamala dan Morella akan dipadati bahkan pada pagi hari hingga sore hari atraksi akan dimulai.<ref>{{Id}} [http://yptravel.com/wisata/upacara-pukul-sapu Tradisi Pukul Manyapu]</ref> Dalam persiapan atraksi ini juga dapat dilihat proses pembuatan ''lidi enau'' dan juga pengolahan [[minyak kelapa]] untuk pengobatan selepas atraksi ini. Selain itu, tradisi ini juga diramaikan dengan permainan [[rebana]], karnaval budaya, dan pertunjukan tari tradisional seperti tari putri, tari mahina, dan [[tari perang]].<ref>{{Id}} [http://www.oocities.org/latoehalat/masariku031203.htm Prosesi Pukul Manyapu]</ref>
[[Kategori:Budaya Indonesia]]

== Referensi ==
{{Reflist}}

[[Kategori:Kabupaten Maluku Tengah]]
[[Kategori:Olahraga tradisional Indonesia]]
[[Kategori:Budaya Maluku]]
[[Kategori:Budaya Maluku]]
[[Kategori:Adat]]
[[Kategori:Tradisi Adat]]

Revisi terkini sejak 13 April 2024 16.41

Kirab budaya pembukaan acara baku pukul manyapu (perayaan 7 Syawal) di Negeri Morella, 2018.

Baku pukul manyapu adalah tradisi atau atraksi budaya yang berasal dari dua negeri bertetangga di Jazirah Leihitu, Pulau Ambon bagian utara, yakni Mamala dan Morella, yang secara administratif termasuk ke dalam wilayah kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Atraksi budaya ini berlangsung setiap tanggal 7 Syawal (dalam kalender Islam) dan telah berlangsung dari abad ke-17.[1]

Asal-usul

[sunting | sunting sumber]

Baku pukul manyapu menurut sejarahnya diciptakan oleh seorang tokoh Islam dari Maluku yang bernama Imam Tuni. Tradisi ini dipertunjukkan sebagai perayaan atas keberhasilan pembangunan masjid yang selesai dibangun pada 7 Syawal, tepatnya setelah hari raya Idul Fitri.[2]

Tradisi ini juga dikaitkan dengan sejarah perjuangan Kapitan Telukabessy dengan pasukannya pada masa penjajahan Portugis dan VOC pada abad ke-16 di Kerajaan Tanah Hitu.[3] Pasukan pimpinan Kapitan Telukabessy ini bertempur untuk mempertahankan Benteng Kapahaha dari serbuan VOC, meskipun pada akhirnya harus mengalami kekalahan dan Benteng Kapahaha berhasil ditaklukkan. Untuk menggambarkan kekalahan tersebut, pasukan Telukabessy mengambil lidi enau dan saling mencambuk diri hingga berdarah.[2]

Pelaksanaan

[sunting | sunting sumber]

Tradisi ini dipandang sebagai alat untuk mempererat tali persaudaraan masyarakat di negeri Morella dan Mamala. Baku pukul manyapu dilakukan oleh para pemuda yang dibagi dalam dua kelompok, di mana setiap kelompoknya berjumlah 20 orang. Kedua kelompok dengan seragam yang berbeda itu akan saling bertarung satu sama lain. Kelompok satu menggunakan celana berwarna merah sedangkan kelompok lainnya menggunakan celana berwarna hijau. Pesertanya juga diwajibkan menggunakan ikat kepala untuk menutupi telinga agar terhindar dari sabetan lidi. Alat pukul dalam tarian ini adalah lidi dari pohon enau dengan panjang sekitar 1,5 meter. Bagian tubuh yang boleh dipukul dalam tradisi ini adalah dari dada hingga perut.[4]

Ketika atraksi dimulai, kedua kelompok akan saling berhadapan dengan memegang lidi enau di kedua tangan. Ketika suara peluit mulai ditiup sebagai tanda pertandingan dimulai, kemudian kedua kelompok ini secara bergantian saling pukul menggunakan lidi tersebut.[2] Dalam tradisi baku pukul manyapu, terdapat sebuah keunikan dimana pesertanya seakan-akan tidak merasa kesakitan walaupun tubuh mereka telah berdarah akibat dari sabetan lidi.[5]

Ketika atraksi selesai, para pemuda tersebut kemudian mengobati lukanya dengan menggunakan getah pohon jarak atau juga mengoleskan minyak nyualaing matetu yang dikenal masyarakat lokal ampuh untuk mengobati patah tulang dan luka memar.[6]

Tujuan wisata

[sunting | sunting sumber]

Tradisi baku pukul manyapu merupakan perayaan yang ditunggu-tunggu masyarakat dan wisatawan setiap tahunnya. Negeri Mamala dan Morella akan dipadati bahkan pada pagi hari hingga sore hari atraksi akan dimulai.[7] Dalam persiapan atraksi ini juga dapat dilihat proses pembuatan lidi enau dan juga pengolahan minyak kelapa untuk pengobatan selepas atraksi ini. Selain itu, tradisi ini juga diramaikan dengan permainan rebana, karnaval budaya, dan pertunjukan tari tradisional seperti tari putri, tari mahina, dan tari perang.[8]

Referensi

[sunting | sunting sumber]