Lompat ke isi

Datuk ri Tiro: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Jayrangkoto (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
k Dakwah: pembersihan kosmetika dasar
 
(25 revisi perantara oleh 13 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox person
{{Infobox Ulama Muslim
|negara_dilahirkan = [[Kerajaan Pagaruyung]] ([[Minangkabau]])
| name = Datuk ri Tiro
| image =
|nama_lahir = Abdul Jawad Khatib Bungsu
| alt =
|gelar_adat = Datuk
| caption =
|name = Datuk ri Tiro
|tempat_wafat = [[Bontotiro, Bulukumba|kecamatan Bontotiro]], [[Bulukumba]], [[Sulawesi Selatan]], [[Indonesia]]
| birth_name = Nurdin Ariyani/Abdul Jawad
|tempat_makam =[[Bontotiro, Bulukumba|kecamatan Bontotiro]], [[Bulukumba]], [[Sulawesi Selatan]], [[Indonesia]]
| birth_date = Abad ke-16
|negara_makam = [[Kerajaan Tiro]] ([[Bulukumba]]), [[Sulawesi Selatan]], [[Indonesia]]
| birth_place = Koto Tangah, [[Minangkabau]]
|known_for = [[Ulama]] dan [[mubalig]] di [[Sulawesi Selatan]] dan [[Bima|Kerajaan Bima]] ([[Nusa Tenggara]])
| death_date =
| death_place = Tiro, [[Sulawesi Selatan]]
| nationality =
| other_names = Khatib Bungsu
| known_for = Penyebar [[Islam]] di [[Sulawesi Selatan]] dan [[Bima]] ([[Nusa Tenggara]])
| occupation = [[Ulama]]
}}
}}
'''Datuk ri Tiro''' adalah [[Dai|mubalig]] asal [[Minangkabau, Sungayang, Tanah Datar|Minangkabau]] yang menyebarkan agama [[Islam]] di [[Sulawesi Selatan]] pada awal abad ke-17 [[Masehi]]. Dakwah yang dilakukannya berpusat di wilayah [[Kabupaten Bulukumba]].{{Sfn|Bahtiar|2012|p=227}} Ia memulai dakwah bersama dengan [[Datuk ri Bandang]] dan [[Datuk Patimang]].{{Sfn|Abdullah|2016|p=87}} Datuk ri Tiro menyebarkan Islam dengan pendekatan penyesuaian budaya masyarakat lokal dan hubungan baik dengan para penguasa kerajaan.{{Sfn|Abdullah|2016|p=88}} Peran awalnya adalah pengislaman [[Kedatuan Luwu]], [[Kesultanan Gowa|Kerajaan Gowa]], dan [[Kerajaan Tallo]].{{Sfn|Patmawati|2016|p=194}} Setelah itu, ia mengislamkan [[Kerajaan Tiro]].{{Sfn|Bahtiar|2012|p=230}} Pengislamannya berlanjut hingga ke [[Kerajaan Bantaeng]] dan [[Konfederasi Tellu Limpoe]].{{Sfn|Bahtiar|2012|p=231}}
'''Datuk ri Tiro''' yang bernama asli Nurdin Ariyani/Abdul Jawad dengan gelar Khatib Bungsu adalah seorang [[ulama]] dari [[Koto Tangah]], [[Minangkabau]] yang menyebarkan agama [[Islam]] di [[Sulawesi Selatan]] serta [[Bima]], [[Nusa Tenggara]] sejak kedatangannya pada penghujung abad ke-[[16]] hingga akhir hayatnya. Dia bersama dua orang saudaranya yang juga ulama, yaitu [[Datuk Patimang]] yang bernama asli Datuk Sulaiman dan bergelar Khatib Sulung serta [[Datuk ri Bandang]] yang bernama asli Abdul Makmur dengan gelar Khatib Tunggal menyebarkan agama Islam ke kerajaan-kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan serta Bima, Nusa Tenggara pada masa itu.<ref>[http://books.google.co.id/books?id=HiZvFZbm6sgC&pg=PA79&lpg=PA79&dq=Datuk+Ri+Tiro&source=bl&ots=OVQPY9HjCU&sig=bdTusXah_SxwD6VsIuQvGIZ-9K4&hl=en&sa=X&ei=jiUAUYWUBMi4rAfyrYHwCw&ved=0CE0Q6AEwBDgK#v=onepage&q=Datuk%20Ri%20Tiro&f=false Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah nasional Indonesia, Volume 3]</ref><ref>www.wisatanews.com [http://www.wisatanews.com/more.php?id=1216 Tradisi Hanta Ua Pua, Bentuk Penghormatan Atas Rasulullah dan Ulama]</ref>


====Dakwah Islam====
== Dakwah ==
Datuk ri Tiro berasal dari Minangkabau, tetapi belajar ilmu agama di [[Kesultanan Aceh]]. Setelah itu, ia diutus oleh [[Safiatuddin dari Aceh|Sri Sultanah Aceh]] untuk menyebarkan ajaran agama Islam ke wilayah Sulawesi Selatan. Datuk ri Tiro kemudian mengunjungi Kedatuan Luwu melalui [[Teluk Bone]]. Perjalanannya dilakukan bersama dengan Datuk ri Bandang dan Datuk Patimang. Pada tanggal 15 Ramadhan 1013 [[Kalender Hijriyah|H]] (1603 M), ketiga ulama ini mengislamkan raja Kerajaan Luwu, yaitu [[La Pattiwaro’ Daeng Parabbung]]. Ketiganya kemudian melanjutkan perjalanan ke Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo serta mengislamkan kedua rajanya. Setelah itu, masing-masing ulama ini menyebarkan ajaran Islam di wilayah Sulawesi Selatan secara terpisah. Masing-masing memiilih satu tempat yang masih teguh dalam mempertahankan tradisi lokal.{{Sfn|Patmawati|2016|p=194}}
Datuk ri Tiro bersama dua saudaranya, Datuk ri Bandang dan Datuk Patimang menyebarkan agama Islam di wilayah Sulawesi Selatan dengan menyesuaikan keahlian yang mereka miliki masing-masing dengan situasi dan kondisi masyarakat yang akan mereka hadapi. Datuk ri Tiro yang ahli [[tasawuf]] melakukan syiar Islam di wilayah [[selatan]], yaitu [[Tiro]], [[Bulukumba]], [[Bantaeng]] dan Tanete, yang masyarakatnya masih kuat memegang budaya sihir dan mantera-mantera. Sedangkan sebelumnya Datuk Patimang yang ahli tentang [[tauhid]] telah lebih dulu menyiarkan Islam di wilayah [[utara]] yaitu [[Kerajaan Luwu]] (Suppa, [[Soppeng]], [[Luwu]]) yang masyarakatnya masih menyembah dewa-dewa. Sementara itu Datuk ri Bandang yang ahli fikih berdakwah di wilayah tengah yaitu [[Kerajaan Gowa]] dan [[Tallo]] ([[Gowa]], [[Takalar]], [[Jeneponto]] dan [[Bantaeng]]) yang masyarakatnya senang dengan perjudian, mabuk minuman keras serta menyabung ayam.<ref>[http://books.google.co.id/books?id=HOcUtQAtl00C&pg=PA95&lpg=PA95&dq=datuk+ribandang+dan+tunggang+parangan&source=bl&ots=S3lBFKkfZQ&sig=U0NsvsynXyX801j_XwRQEjjWDcs&hl=en&sa=X&ei=Dy0AUfTdJsfUrQfZ84GoCA&ved=0CEsQ6AEwAw#v=onepage&q=datuk%20ribandang%20dan%20tunggang%20parangan&f=false Ahmad M. Sewang, Islamisasi Kerajaan Gowa: abad XVI sampai abad XVII]</ref>

Datuk ri Tiro memilih Kerajaan Tiro sebagai tempat berdakwah. Sebelum mengenal Islam, masyarakatnya mempelajari ilmu kebatinan dan [[ilmu sihir]]. Datuk ri Tiro kemudian mulai mengajarkan tentang [[Syariat Islam|syariat]], [[tarekat]], hakikat dan [[makrifat]] Islam. Dalam pengajarannya, Datuk ri Tiro menggunakan pendekatan [[Sufisme|tasawuf]] yang bermazhab [[Sunni]]. Pembahasan utama dalam pengajarannya adalah tentang mendekatkan diri kepada [[Allah (Islam)|Allah]]. Selain itu, ia juga mengajarkan bahwa Allah adalah pencipta [[alam gaib]] dan alam nyata.{{Sfn|Patmawati|2016|p=195}}

Penyebaran Islam oleh Datuk ri Tiro terjadi dengan cepat karena pemikiran tentang kematian antara kebudayaan lokal dengan ajaran Islam memiliki kemiripan.{{Sfn|Makmur|2017|p=24}} Raja kelima dari Kerajaan Tiro yang bernama [[La Unru Daeng Biasa]] (1595-1625) akhirnya meminta Datuk ri Tiro untuk bertemu dengannya. Selama pertemuan, ajaran Islam yang disampaikan Datuk ri Tiro mudah diterima oleh para penguasa di Kerajaan Tiro dan juga masyarakatnya.{{Sfn|Bahtiar|2012|p=227–228}} Akhirnya, La Unru Daeng Biasa menerima Islam sebagai agama resmi di kerajaannya.{{Sfn|Makmur|2017|p=16}} Raja dan para [[bangsawan]] Kerajaan Tiro resmi beragama Islam pada tahun 1013 H (1604 M). Datuk ri Tiro kemudian diminta untuk mengislamkan seluruh masyarakat di wilayah Kerajaan Tiro.{{Sfn|Bahtiar|2012|p=230}}

La Unru Daeng Biasa kemudian mendukung penyebaran Islam oleh Datuk ri Tiro ke wilayah kerajaan lain yang berdekatan dengan Kerajaan Tiro. Islam kemudian dikenalkan ke [[Kerajaan Bira]] dan raja kelimanya yang bernama [[Bakka Daeng Burane]] menerima Islam. Penyebaran Islam kemudian meluas ke Kerajaan Bantaeng dan Persekutuan Tellu Limpoe Pada tahun 1606, raja [[Kerajaan Tondong]] yang bernama [[Kahare Daeng Mallabasa]] mengirim utusan yang bernama Puang Bella untuk menemui Datuk ri Tiro di [[Bontotiro, Bulukumba|Bontotiro]]. Hal yang sama juga dilakukan oleh raja [[Kerajaan Bulo-bulo]] yang bernama [[Lapateddungi|La Pateddungi]]. Ia mengirim seorang utusan bernama Petta Massambangnge. Kedua utusan ini menerima ajaran Islam yang disampaikan oleh Datuk ri Tiro dan memintanya untuk mengajarkan Islam di wilayah konfederasi Tellu Limpoe. Pada tahun 1607, La Pateddungi memeluk agama Islam. Masyarakatnya kemudian beralih dari kepercayaan [[animisme]] dan [[dinamisme]] ke agama Islam. Setelahnya, raja Kerajaan Tondong dan raja [[Kerajaan Lamatti]] juga memeluk Islam beserta masyarakatnya.{{Sfn|Bahtiar|2012|p=231}}


Setelah beberapa lama melaksanakan dakwah Islam, akhirnya Khatib Bungsu atau Datuk ri Tiro berhasil mengajak raja Karaeng Tiro (Sulawesi Selatan) serta raja Bima (Nusa Tenggara) masuk Islam. Sang pendakwah itu tidak kembali lagi ke Minangkabau sampai akhir hayatnya dan dimakamkan di Tiro atau sekarang Bontotiro.
== Referensi ==
== Referensi ==
{{Reflist}}
{{col|3}}
<references />
{{end-col}}

== Daftar Pustaka ==
{{cite journal|last=Abdullah|first=Anzar|date=2016|title=Islamisasi di Sulawesi Selatan dalam Perspektif Sejarah|url=https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/paramita/article/download/5148/4180|journal=Paramita|volume=26|issue=1|pages=86–94|doi=10.15294/paramita.v26i1.5148|issn=2407-5825|ref={{sfnref|Abdullah|2016}}|url-status=live}}

{{cite journal|last=Bahtiar|date=2012|title=Islam di Tiro Bulukumba|url=http://jurnalalqalam.or.id/index.php/Alqalam/article/download/78/71|journal=Al-Qalam|volume=18|issue=2|pages=227–235|doi=|issn=2540-895X|ref={{sfnref|Bahtiar|2012}}|url-status=live}}

{{cite journal|last=Makmur|date=Mei 2017|title=Makna di Balik Keindahan Ragam Hias dan Inskripsi Makam di Situs Dea Daeng Lita Kabupaten Bulukumba|url=https://jurnalarkeologi.kemdikbud.go.id/index.php/kalpataru/article/download/88/171|journal=Kalpataru|volume=26|issue=1|pages=15–26|doi=|issn=2550-0449|ref={{sfnref|Makmur|2017}}|url-status=live}}


{{cite journal|last=Patmawati|date=September 2016|title=Peranan Nilai Philosofi Bugis Terhadap Proses Pengislaman Kerajaan Bugis Makassar di Sulawesi Selatan|url=https://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/khatulistiwa/article/download/651/396|journal=Khatulistiwa|volume=6|issue=2|pages=183–200|doi=|issn=2502-8499|ref={{sfnref|Patmawati|2016}}|url-status=live}}
==Pranala luar==
*[http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/512986/ JEJAK ULAMA DI SULSEL - Datuk Sulaiman, Penyebar Islam di Luwu]


[[Kategori:Sejarah Islam Nusantara]]
[[Kategori:Tokoh penyebar Islam di Indonesia]]
[[Kategori:Ulama Indonesia]]
[[Kategori:Ulama Minangkabau]]
[[Kategori:Ulama Minangkabau]]
[[Kategori:Tokoh Minangkabau]]

Revisi terkini sejak 8 Februari 2023 12.10

Datuk ri Tiro
NamaDatuk ri Tiro

Datuk ri Tiro adalah mubalig asal Minangkabau yang menyebarkan agama Islam di Sulawesi Selatan pada awal abad ke-17 Masehi. Dakwah yang dilakukannya berpusat di wilayah Kabupaten Bulukumba.[1] Ia memulai dakwah bersama dengan Datuk ri Bandang dan Datuk Patimang.[2] Datuk ri Tiro menyebarkan Islam dengan pendekatan penyesuaian budaya masyarakat lokal dan hubungan baik dengan para penguasa kerajaan.[3] Peran awalnya adalah pengislaman Kedatuan Luwu, Kerajaan Gowa, dan Kerajaan Tallo.[4] Setelah itu, ia mengislamkan Kerajaan Tiro.[5] Pengislamannya berlanjut hingga ke Kerajaan Bantaeng dan Konfederasi Tellu Limpoe.[6]

Datuk ri Tiro berasal dari Minangkabau, tetapi belajar ilmu agama di Kesultanan Aceh. Setelah itu, ia diutus oleh Sri Sultanah Aceh untuk menyebarkan ajaran agama Islam ke wilayah Sulawesi Selatan. Datuk ri Tiro kemudian mengunjungi Kedatuan Luwu melalui Teluk Bone. Perjalanannya dilakukan bersama dengan Datuk ri Bandang dan Datuk Patimang. Pada tanggal 15 Ramadhan 1013 H (1603 M), ketiga ulama ini mengislamkan raja Kerajaan Luwu, yaitu La Pattiwaro’ Daeng Parabbung. Ketiganya kemudian melanjutkan perjalanan ke Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo serta mengislamkan kedua rajanya. Setelah itu, masing-masing ulama ini menyebarkan ajaran Islam di wilayah Sulawesi Selatan secara terpisah. Masing-masing memiilih satu tempat yang masih teguh dalam mempertahankan tradisi lokal.[4]

Datuk ri Tiro memilih Kerajaan Tiro sebagai tempat berdakwah. Sebelum mengenal Islam, masyarakatnya mempelajari ilmu kebatinan dan ilmu sihir. Datuk ri Tiro kemudian mulai mengajarkan tentang syariat, tarekat, hakikat dan makrifat Islam. Dalam pengajarannya, Datuk ri Tiro menggunakan pendekatan tasawuf yang bermazhab Sunni. Pembahasan utama dalam pengajarannya adalah tentang mendekatkan diri kepada Allah. Selain itu, ia juga mengajarkan bahwa Allah adalah pencipta alam gaib dan alam nyata.[7]

Penyebaran Islam oleh Datuk ri Tiro terjadi dengan cepat karena pemikiran tentang kematian antara kebudayaan lokal dengan ajaran Islam memiliki kemiripan.[8] Raja kelima dari Kerajaan Tiro yang bernama La Unru Daeng Biasa (1595-1625) akhirnya meminta Datuk ri Tiro untuk bertemu dengannya. Selama pertemuan, ajaran Islam yang disampaikan Datuk ri Tiro mudah diterima oleh para penguasa di Kerajaan Tiro dan juga masyarakatnya.[9] Akhirnya, La Unru Daeng Biasa menerima Islam sebagai agama resmi di kerajaannya.[10] Raja dan para bangsawan Kerajaan Tiro resmi beragama Islam pada tahun 1013 H (1604 M). Datuk ri Tiro kemudian diminta untuk mengislamkan seluruh masyarakat di wilayah Kerajaan Tiro.[5]

La Unru Daeng Biasa kemudian mendukung penyebaran Islam oleh Datuk ri Tiro ke wilayah kerajaan lain yang berdekatan dengan Kerajaan Tiro. Islam kemudian dikenalkan ke Kerajaan Bira dan raja kelimanya yang bernama Bakka Daeng Burane menerima Islam. Penyebaran Islam kemudian meluas ke Kerajaan Bantaeng dan Persekutuan Tellu Limpoe Pada tahun 1606, raja Kerajaan Tondong yang bernama Kahare Daeng Mallabasa mengirim utusan yang bernama Puang Bella untuk menemui Datuk ri Tiro di Bontotiro. Hal yang sama juga dilakukan oleh raja Kerajaan Bulo-bulo yang bernama La Pateddungi. Ia mengirim seorang utusan bernama Petta Massambangnge. Kedua utusan ini menerima ajaran Islam yang disampaikan oleh Datuk ri Tiro dan memintanya untuk mengajarkan Islam di wilayah konfederasi Tellu Limpoe. Pada tahun 1607, La Pateddungi memeluk agama Islam. Masyarakatnya kemudian beralih dari kepercayaan animisme dan dinamisme ke agama Islam. Setelahnya, raja Kerajaan Tondong dan raja Kerajaan Lamatti juga memeluk Islam beserta masyarakatnya.[6]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Bahtiar 2012, hlm. 227.
  2. ^ Abdullah 2016, hlm. 87.
  3. ^ Abdullah 2016, hlm. 88.
  4. ^ a b Patmawati 2016, hlm. 194.
  5. ^ a b Bahtiar 2012, hlm. 230.
  6. ^ a b Bahtiar 2012, hlm. 231.
  7. ^ Patmawati 2016, hlm. 195.
  8. ^ Makmur 2017, hlm. 24.
  9. ^ Bahtiar 2012, hlm. 227–228.
  10. ^ Makmur 2017, hlm. 16.

Daftar Pustaka

[sunting | sunting sumber]

Abdullah, Anzar (2016). "Islamisasi di Sulawesi Selatan dalam Perspektif Sejarah". Paramita. 26 (1): 86–94. doi:10.15294/paramita.v26i1.5148. ISSN 2407-5825. 

Bahtiar (2012). "Islam di Tiro Bulukumba". Al-Qalam. 18 (2): 227–235. ISSN 2540-895X. 

Makmur (Mei 2017). "Makna di Balik Keindahan Ragam Hias dan Inskripsi Makam di Situs Dea Daeng Lita Kabupaten Bulukumba". Kalpataru. 26 (1): 15–26. ISSN 2550-0449. 

Patmawati (September 2016). "Peranan Nilai Philosofi Bugis Terhadap Proses Pengislaman Kerajaan Bugis Makassar di Sulawesi Selatan". Khatulistiwa. 6 (2): 183–200. ISSN 2502-8499.