Lompat ke isi

Si Pitung: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Membatalkan 2 suntingan oleh 202.152.202.176 (pembicaraan). (TW)
Kris Simbolon (bicara | kontrib)
k Membatalkan 1 suntingan oleh 2001:448A:2020:B7A5:84C8:B8BC:1D24:CE82 (bicara) ke revisi terakhir oleh Ariandi Lie (🗿 yoww)
Tag: Pembatalan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(100 revisi perantara oleh 47 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Untuk|film tentang tokoh ini yang diproduksi pada zaman Hindia Belanda|Si Pitoeng (film 1931)}}
{{rapikan}}
{{Infobox person
Kisah '''Si Pitung''' menggambarkan sosok pendekar [[Jakarta]] dalam menghadapi ketidakadilan yang ditimbulkan oleh penguasa [[Hindia Belanda]] pada masa itu.
| name = Si Pitung
| birth_name = Salihun <br> {{small|(ejaan lama: Salihoen)}}
| birth_date = {{birth year|1866}}
| birth_place = Rawa Belong, Batavia, Hindia Belanda
| death_date = {{dda|1893|10|14|1866}}
| death_place = Kecamatan Tanah Abang, Batavia, Hindia Belanda
| father = Piung
| mother = Pinah
}}
[[Berkas:Rumah Si Pitung.jpg|jmpl|Rumah adat [[Betawi]] di [[Marunda, Cilincing, Jakarta Utara|Marunda]], yang diyakini sebagai [[rumah Si Pitung]], kini telah dipugar dan dijadikan museum.]]
'''Si Pitung''' (lahir di [[Palmerah, Palmerah, Jakarta Barat|Rawa Belong, Palmerah]], [[Batavia]], [[Hindia Belanda]] (kini [[Jakarta]], [[Indonesia]]), 1866 - meninggal di [[Tanah Abang, Jakarta Pusat|Kecamatan Tanah Abang]], [[Batavia]], [[Hindia Belanda]], 1893; ejaan lama: '''Si Pitoeng''') atau '''Pitung''' adalah seorang pahlawan betawi abad ke-19 di [[Jakarta|Batavia]], [[Hindia Belanda]] (sekarang Jakarta, Indonesia). Sepak terjangnya telah menciptakan berbagai legenda tentang riwayat hidup, petualangan, dan kematiannya.


== Riwayat hidup ==
Kisah ini diyakini nyata keberadaannya oleh para tokoh masyarakat [[Betawi]] terutama di daerah [[Kampung Marunda]] di mana terdapat Rumah dan Masjid lama.
Si Pitung lahir pada tahun 1866 di kampung Pengumben, sebuah permukiman kumuh di Rawabelong, dekat [[Stasiun Palmerah]] sekarang ini. Putra keempat pasangan Bang Piung dan Mbak Pinah <ref name=jgov>{{cite web
|title=Pitung, Si
|trans_title=
|language=Bahasa Indonesia
|url=http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/2388/Pitung-Si
|work=Encyclopedia of Jakarta
|publisher=Pemerintah Kota Jakarta
|accessdate=15 Mei 2012
|archive-date=2017-09-27
|archive-url=https://web.archive.org/web/20170927203937/http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/2388/Pitung-Si
|dead-url=yes
}}</ref> ini bernama asli Salihoen. Menurut riwayat lisan, julukan "Si Pitung" berasal dari frasa [[bahasa Jawa|Jawa]] ''"pituan pitulung"'' yang berarti "tujuh sekawan tolong-menolong".<ref>{{harvnb|van Till|1996|p=474}}</ref> Semasa kanak-kanak, Salihoen berguru di [[pesantren]] Hadji Naipin,<ref name="mvt462"/> tempat ia diajari mengaji, dilatih [[pencak silat]], dan dibiasakan untuk selalu waspada terhadap keadaan di sekitarnya.<ref name=jgov/>


Pada dasarnya ada tiga versi kisah Si Pitung yang beredar di tengah masyarakat, yakni versi Indonesia, Belanda, dan Cina. Masing-masing versi menyoroti pribadi Si Pitung dengan penilaian tersendiri. Si Pitung disanjung sebagai pahlawan dalam versi Indonesia, tetapi dikecam sebagai penjahat dalam versi Belanda.<ref name="Sejarah Si Pitung">[http://www.inilahduniakita.net/2013/11/mencari-kebenaran-sejarah-si-pitung.html# Mencari Kebenaran Sejarah Si Pitung] inilahduniakita.net</ref>
== Sejarah ==


Pada dasarnya ada tiga versi yang tersebar di masyarakat mengenai si Pitung yaitu versi Indonesia, Belanda, dan Cina. Masing-masing penutur versi cerita tersebut memiliki versi yang berbeda dari cerita si Pitung itu sendiri. Apakah Si Pitung sebagai seorang pahlawan berdasarkan versi cerita Indonesia, dan sebagai seorang penjahat jika dilihat dari versi Belanda. Cerita Si Pitung ini dituturkan oleh masyarakat Indonesia hingga saat ini dan menjadi bagian lengenda serta warisan budaya Betawi khususnya dan Indonesia umumnya. Kisah Legenda Si Pitung ini kadang-kadang dituturkan menjadi rancak (sejenis balada), sair, atau cerita Lenong. Menurut versi Koesasi (1992), Si Pitung diidentikan dengan tokoh Betawi yang membumi, muslim yang shaleh, dan menjadi contoh suatu keadilan sosial.
Hikayat Si Pitung dituturkan masyarakat Indonesia hingga saat ini, sehingga menjadi bagian dari legenda serta warisan budaya Betawi pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Hikayat Si Pitung kadang-kadang dituturkan dalam bentuk rancak (sejenis balada), syair, atau cerita Lenong. Dalam versi Koesasi (1992), Si Pitung dicitrakan sebagai tokoh Betawi yang merakyat, seorang muslim yang saleh, dan suri teladan bagi penegakan keadilan sosial.<ref name=" Misteri Si Pitung">[http://megapolitan.kompas.com/read/2011/06/28/14090767/Misteri.Rumah.Si.Pitung. Misteri Rumah Si Pitung] megapolitan.kompas.com</ref>


=== Tempat Lahir ===
== Awal legenda ==


Menurut versi van Till (1996) Si Pitung adalah seorang penjahat. Kisahnya berawal ketika Si Pitung menjual kambing di [[pasar Tanah Abang]] yang kemudian dicuri oleh para pencuri (Rais, Jiih, dan Jampang) “centeng” (Si Gomar menurut versi Film Si Pitung tahun 1970) tuan tanah. Si Pitung pulang dengan tangan hampa, namun si Pitung hanya tersenyum dan menjawab bahwa dia telah dirampok. Ayah Pitung yang marah kemudian menyuruh Pitung pergi mencari uang tersebut dan akhirnya dapat menemukannya kembali. Namun, para pencuri alias "centeng" tersebut mengajak Pitung untuk bergabung sebagai perampok dan menjadi ketua mereka. Pada awalnya Pitung menolak, tetapi akhirnya Pitung bergabung dengan mereka. Legenda yang dikisahkan dalam film Si Pitung, Pitung dan kawanannya menggunakan cara yang “pintar” dengan menyamar sebagai pegawai Pemerintah Belanda (Di Versi Film Si Pitung, Pitung disebut sebagai "Demang Mester Cornelis"-Wilayah Mester Cornelis saat ini disebut sebagai Jatinegara, merupakan bagian dari Kota Jakarta Timur–dan Dji-ih sebagai “Opas”). Kemudian, mereka melakukan penipuan dengan memberikan surat kepada Haji Saipudin agar Haji Saipudin menyimpan uang di tempat Demang Mester Cornelis. Pitung menyatakan bahwa uang tersebut dalam pengawasan pencurian. Haji Saipudin setuju kemudian Pitung dan kelompoknya membawa lari uang tersebut.<ref name="Pitung">[http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/2388/Pitung-Si Pitung Si] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20170927203937/http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/2388/Pitung-Si |date=2017-09-27 }} jakarta.go.id</ref>
Si Pitung lahir di daerah Pengumben sebuah kampung di Rawabelong yang pada saat ini berada di sekitar lokasi Stasiun Kereta Api Palmerah. Ayahnya bernama Bang Piung dan ibunya bernama Mpok Pinah. Pitung menerima pendidikan di pesantren yang dipimpin oleh Haji Naipin (seorang pedagang kambing). .


Akibat dari hal ini, si Pitung dan kawanannya menjadi buronan “kompenie”. Hal ini menarik perhatian komisaris polisi yang bernama Van Heyne (Schout Van Heyne, Van Heijna, Scothena, atau Tuan Sekotena). Secara resmi, menurut Van Till (1996), nama petugas polisi tersebut bernama A.W. Van Hinne yang pernah bertugas di Batavia dari tahun 1888 - 1912. Menurut catatan kepolisian Belanda, Van Hinne memulai karier sebagai pegawai klerikal Pemerintah Belanda, kemudian menjadi Deputi Kehutanan, dan Polisi di beragam tempat di Indonesia. Van Hinne menderita sakit yang serius sesudah dikembalikan ke Eropa untuk penyembuhan. Pada akhir tahun 1880, Van Hinne menjadi seorang Perwira Polisi di Batavia (Stambock van Burgerlijke Ambtenaren in Nederlandsch-Indie en Gouvernements Marine, ARA (Aigemeen Rijksarchief), Den Haag, register T.f. 274). Van Hinne segera memburu Si Pitung dengan membabi buta. Akhirnya dia dapat menangkap Pitung, tetapi kemudian Si Pitung berhasil melarikan diri dari tahanan ka-Demangan Meester Cornelis. Van Till (1996) menyatakan bahwa Si Pitung mampu bebas dengan kekuatan sihir, tetapi menurut versi Film Si Pitung (1970), Si Pitung lepas dengan menggunakan kekuatan tenaga dalam.<ref name="Kebenaran Si Pitung">[http://historia.co.id/?d=1280 Mencari Sejarah Si Pitung] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20201127143548/http://historia.co.id/?d=1280 |date=2020-11-27 }} historia.co.id</ref>
=== Nama Asli Si Pitung ===


Kemudian, Hinne menekan Haji Naipin (Guru Si Pitung) untuk membuka rahasia kesaktian si Pitung. Akhirnya, diketahui kesaktian tersebut berupa “jimat”, sehingga Hinne dapat menangkap Si Pitung secara lebih cepat. Versi lainya menyatakan bahwa Pitung dikhianati oleh temannya sendiri (kecuali Dji-ih) walaupun versi ini diragukan kebenarannya. Tetapi menurut versi film Si Pitung Banteng Betawi (1971), ia dikhianati oleh Somad yang memberitahukan kelemahan Pitung untuk mengambil “jimatnya”. Kisah lainnya menyatakan bahwa Pitung telah diambil “Jimat [[Keris]]”-nya sehingga kesaktiannya menjadi lemah. Versi lainnya mengatakan bahwa kesaktian Pitung hilang setelah dipotong rambut, dan juga versi lain mengatakan bahwa kesaktiannya hilang karena seseorang melemparkan telur. Akhirnya Pitung meninggal karena luka tembak Hinne (Berdasarkan versi Film Si Pitung, Pitung mati tertembak karena peluru emas). Sesudah Si Pitung meninggal, makamnya dijaga oleh tentara karena percaya bahwa Si Pitung akan bangkit dari kubur.
Si Pitung merupakan nama panggilan asal kata dari Bahasa sunda Pitulung (minta tolong atau penolong), kemudian nama panggilan ini menjadi Pitung. Nama asli Si Pitung sendiri adalah Salihun (Salihoen).


=== Awal Legenda ===
== Robin Hood Betawi ==

Menurut versi van Till (1996) Si Pitung merupakan seorang kriminal, yang diawali ketika Si Pitung menjual kambing di pasar Tanah Abang, kemudian dicuri oleh para “centeng” (Si Gomar menurut versi Film Si Pitung (1970) tuan tanah.Si pitung kembali pulang dengan tangan hampa, namun Si Pitung hanya tersenyum dan menjawab bahwa dia telah di rampok.Ayah Pitung yang marah kemudian menyuruh Pitung pergi mencari uang tersebut dan akhirnya dapat menemukannya kembali.Namun, para pencuri alias "centeng" tersebut mengajak Si pitung untuk bergabung sebagai perampok dan menjadi ketua mereka.Pada awalnya Si pitung menolak , tetapi akhirnya Si pitung bergabung dengan mereka.Legenda yang dikisahkan dalam film Si Pitung, Si Pitung dan Kawanan-nya menggunakan cara yang “pintar” dengan menyamar sebagai pegawai Pemerintah Belanda (Di Versi Film Si Pitung, Pitung sebagai "Demang Mester Cornelis (Wilayah Mester Cornelis saat ini disebut sebagai Jatinegara merupakan bagian dari Kota Jakarta Timur") dan Dji-ih sebagai “Opas”). Kemudian melakukan penipuan dengan memberikan surat kepada Haji Saipudin agar Haji Saipudin menyimpan uang di tempat Demang Mester Cornelis. Pitung menyatakan bahwa uang tersebut dalam pengawasan pencurian. Haji Saipudin setuju kemudian Pitung dan Kelompoknya membawa lari uang tersebut.

Akibat dari hal ini kemudian Si Pitung dan Kawanannya menjadi buronan “kompenie”. Hal ini menarik perhatian komisaris polisi yang bernama Van Heyne (“Schout Van Heyne, atau Van Heijna, Scothena, atau “Tuan Sekotena”). Secara resmi menurut Van Till (1996) nama petugas polisi pada saat ini bernama A.W. Van Hinne yang pernah bertugas di Batavia dari tahun 1888 - 1912. (Menurut catatan kepolisis Belanda. Van Hinne memulai karier sebagai pegawai klerikal Pemerintah Belanda, kemudian menjadi Deputi Kehutanan, dan Polisi di beragam tempat di Indonesia. Van Hinne menderita sakit yang serius, sesudah dikembalikan ke Eropa untuk penyembuhan. Pada akhir tahun 1880 Van Hinne menjadi seorang Perwira Polisi di Batavia (Stambock van Burgerlijke Ambtenaren in Nederlandsch-Indie en Gouvernements Marine, ARA (Aigemeen Rijksarchief), Den Haag, register T.f. 274). Van Hinne segera memburu Si Pitung dengan membabi buta. Akhirnya dia dapat menangkap Pitung, tetapi kemudian Si Pitung berhasil melarikan diri dari tahanan ka-Demangan Meester Cornelis. Van Till (1996) menyatakan bahwa Si Pitung mampu bebas dengan kekuatan “magis” tetapi menurut versi Film Si Pitung (1970), Si Pitung lepas dengan menggunakan kekuatan tenaga dalam.

Kemudian Hinne menekan Haji Naipin (Guru Si Pitung) untuk membuka rahasia kesaktian si Pitung berupa “jimat” sehingga Hinne dapat menangkap Si Pitung secara lebih cepat. Versi lainya menyatakan bahwa Pitung dikhianati oleh temannya sendiri (kecuali Dji-ih) walaupun versi ini diragukan kebenarannya. Tetapi menurut Versi Film Si Pitung Banteng Betawi (1971) dikhianati oleh Somad yang memberi tahukan kelemahan Pitung untuk mengambil “jimatnya”. Kisah lainnya menyatakan bahwa Pitung telah diambil “Jimat Keris”-nya sehingga kesaktiannya menjadi lemah. Versi lainnya mengatakan bahwa kesaktian Pitung hilang setelah dipotong rambut, dan juga versi lain mengatakan bahwa kesaktiannya hilang karena sesorang melemparkan telur. Akhirnya Pitung meninggal karena luka tembak Hinne (Berdasarkan versi Film Si Pitung, Pitung mati tertembak karena peluru emas). Sesudah Si Pitung meninggal, makamnya dijaga oleh tentara karena percaya bahwa Si Pitung akan bangkit dari kubur hal ini tersirat dari Rancak Si Pitung dalam Van Till (1996):

''Si Pitung sudah mati dibilangin sama sanak sudaranya

''Digotong di Kerekot Penjaringan kuburannya

''Saya tau orang rumah sakit nyang bilangin

''Aer keras ucusnya dikeringin

''Waktu dikubur pulisi pade iringin

''Jago nama Pitung kuburannya digadangin

''Yang gadangin kuburannya Pitung dari sore ampe pagi

''Kalo belon aplusan kaga ada nyang boleh pegi

''Sebab yang gadangin waktu itu sampe pagi

''Kabarnya jago Pitung dalam kuburan idup lagi

''Yang gali orang rante mengaku paye

''Belencong pacul itu waktu suda sedie

''Lantaran digali Tuan Besar kurang percaye

''Dilongok dikeker bangkenye masi die

''Memang waktu itu bangke Pitung diliat uda nyata

''Dicitak di kantor, koran kantor berita

''Ancur rumuk tulang iganya, bekas kena senjata

''Nama Pitung suda mati Tuan Hena ke Tomang bikin pesta

''Pesta itu waktu keiewat ramenye

''Segala permaenan kaga larangannya

''Tuju ari tuju malem pesta permisiannya

''Sengaja bikin pesta mau tangkep kawan-kawannya

''Nama Pitung mau ditangkep kawan-kawannya
''

=== Pitung ''Robin Hood'' ala Betawi ===


Menurut Damardini (1993:148) dalam Van Till (1996):
Menurut Damardini (1993:148) dalam Van Till (1996):


''Pitung memang perampok. Mungkin saja Haji Samsudin dipukuli ketika itu. Kalau menurut istilah sekarang, Pitung itu pengacau, dan dicari oleh Pemerintah. Pitung memang jahat. Pekerjaannya merampok dan memeras orang-orang kaya. Menurut kabar, hasil rampokannya dibagikan pada rakyat miskin. Namun sebenarnya tidak. Tidak ada perampok yang rela membagi hasil rampokannya dengan cuma-cuma, bukan? Menurut kabar, Pitung menyumbangkan uangnya pada mesjid-mesjid. Saat itu mesjid hanya ada di Pekojan, Luar Batang, dan Kampung Sawah. Tidak ada bukti bahwa Pitung mendermakan uangnya di sana.'''
{{cquote|''Pitung memang perampok. Mungkin saja Haji Samsudin dipukuli ketika itu. Kalau menurut istilah sekarang, Pitung itu pengacau, dan dicari oleh Pemerintah. Pitung memang jahat. Pekerjaannya merampok dan memeras orang-orang kaya. Menurut kabar, hasil rampokannya dibagikan pada rakyat miskin, tetapi sesungguhnya tidaklah demikian. Mana ada perampok yang rela membagi hasil rampokannya dengan cuma-cuma? Menurut kabar, Pitung mendermakan uangnya kepada masjid-masjid. Saat itu masjid hanya ada di Pekojan, Luar Batang, dan Kampung Sawah. Tidak ada bukti bahwa Pitung berderma di sana.'''}}


Pitung menjadi karakter sebagai Robin Hood versi Betawi dikembangkan oleh Lukman Karmani (Till, 1996).Karmani menulis novel Si Pitung, novel ini dikisahkan bahwa Si Pitung sebagai pahlawan sosial. Menurut Rahmat Ali (1993).
Pitung yang menjadi karakter sebagai Robin Hood versi Betawi dikembangkan oleh Lukman Karmani (Till, 1996). Karmani menulis novel Si Pitung. Dalam novel ini, dikisahkan bahwa Si Pitung sebagai pahlawan sosial. Menurut Rahmat Ali, 'Pitung sebagai tokoh kisah Betawi masa lampau memang dikenal sebagai perampok, tetapi hasil rampokan itu digunakan untuk menolong orang-orang yang menderita. Dia adalah Robin Hood Indonesia. Walaupun demikian pihak yang berwenang tidak memberikan toleransi, orang yang bersalah harus tetap diberi hukuman yang setimpal' (Rahmat Ali 1993:7).


Beragam pro dan kontra menyelubungi legenda Si Pitung, tetapi pada dasarnya tokoh Si Pitung adalah cerminan pemberontakan sosial yang dilakukan oleh "Orang Betawi" terhadap penguasa pada saat itu, yaitu Belanda. Apakah hal ini benar atau tidak, kisah Si Pitung begitu harum didengar dari generasi ke generasi oleh masyarakat Betawi sebagai tanda pembebasan sosial dari belenggu penjajah. Hal ini ditunjukkan dari Rancak Pitung di atas bagaimana Si Pitung begitu ditakuti oleh pemerintah Belanda pada saat itu.
'Pitung sebagai tokoh kisah Betawi masa lampau memang dikenal sebagai perampok, tetapi hasil rampokan itu digunakan untuk menolong orang-orang yang menderita. Dia adalah Robin Hood Indonesia. Walaupun demikian pihak yang berwenang tidak memberikan toleransi, orang yang bersalah harus tetap diberi hukuman yang setimpal' (Rahmat Ali 1993:7)


== Kisah Nyata Si Pitung ==
Beragam pro dan kontra banyak menyelubungi di balik kisah legenda Si Pitung ini, tetapi pada dasarnya bahwa tokoh Si Pitung adalah cerminan pemberontakan sosial yang dilakukan oleh "Orang Betawi" terhadap penguasa pada saat itu yaitu Belanda. Apakah hal ini dipertanyakan valid atau tidaknya, kisah Si Pitung begitu harum didengar dari generasi ke generasi oleh masyarakat Betawi sebagai tanda pembebasan sosial dari belenggu penjajah. Hal ini ditunjukkan dari Rancak Pitung di atas bagaimana Si Pitung begitu ditakuti oleh pemerintah Belanda pada saat itu.


Berdasarkan penelusuran van Till (1996) berdasarkan Hindia Olanda 22-11-1892 (Koran Terbitan Malaya ([[Malaysia]] pada saat ini)). Pada tahun 1892 Si Pitung dikenal pada sebagai “Wan Bitoeng”, “Pitang", kemudian menjadi “Si Pitoeng” (Hindia Olanda 28-6-1892:3; 26-8-1892:2). Laporan pertama dari surat kabar ini menunjukkan bahwa schout Tanah Abang mencari rumah “Wan Bitoeng” di Sukabumi. Dari hasil penemuannya ditemukan Jas Hitam, Seragam Polisi dan Topi, serta beberapa perlengkapan lainnya yang digunakan untuk mencuri kampung (Hindia Olanda, 28-6-1892:2). Sebulan kemudian polisi menggeledah rumahnya kembali dan ditemukan uang sebesar 125 gulden. Hal ini diduga uang curian dari Nyonya De C dan Haji Saipudin seorang Bugis dari Marunda (Hindia Olanda 10-8-1892:2;2; 26-8-1892:2). Kemudian Si Pitung menggunakan senjata untuk mencuri pada tanggal 30 Juli 1892, ketika itu Si Pitung dan lima kawanannya (Abdoelrachman, Moedjeran, Merais, Dji-ih, dan Gering) menerobos rumah Haji Saipudin dengan mengancam bahwa Haji Saipudin akan ditembak.
=== Kisah Nyata Si Pitung ===


Pada tahun 1892, Pitung dan kawanannya ditangkap oleh polisi sesudah Kepala Kampung Kebayoran yang menerima 50 ringgit (Hindia Olanda 26-8-1892:2) memberi nasihat untuk menangkap Si Pitung. Setelah ditangkap, kurang dari setahun kemudian, pada musim semi 1893, Pitung dan Dji-ih merencanakan kabur dengan cara yang misterius dari tahanan Meester Cornelis. Sebuah investigasi kemudian dilakukan oleh Asisten Residen sendiri, tetapi tidak berhasil. Karena kejadian tersebut, Kepala Penjara dicurigai melepaskan si Pitung dan Dji-ih. Akhirnya seorang Petugas Penjara mengakui bahwa dia meminjamkan sebuah ''belincong'' (sejenis linggis pencungkil) kepada Si Pitung, yang kemudian digunakan untuk membongkar atap dan mendaki dinding (Hindia Olanda, 25-4-1893:3; Lokomotief 25-4 1893:2). Akibatnya, Si Pitung lepas lagi.
Berdasarkan penelusuran van Till (1996) berdasarkan Hindia Olanda 22-11-1892 (Koran Terbitan Malaya ([[Malaysia]] pada saat ini)). Pada tahun 1892 Si Pitung dikenal pada sebagai “One Bitoeng”, “Pitang", kemudian menjadi “Si Pitoeng” (Hindia Olanda 28-6-1892:3; 26-8-1892:2). Laporan pertama dari surat kabar ini menunjukkan bahwa schout Tanah Abang mencari rumah “One Bitoeng” di Sukabumi. Dari hasil penemuannya ditemukan Jas Hitam, Seragam Polisi dan Topi, serta beberapa perlengkapan lainnya yang digunakan untuk mencuri kampung (Hindia Olanda, 28-6-1892:2). Sebulan kemudian polisi menggeledah rumahnya kembali dan ditemukan uang sebesar 125 gulden. Hal ini diduga uang curian dari Nyonya De C dan Haji Saipudin seorang Bugis dari Marunda (Hindia Olanda 10-8-1892:2;2; 26-8-1892:2). Kemudian Si Pitung menggunakan senjata untuk mencuri pada tanggal 30 Juli 1892, ketika itu Si Pitung dan lima kawanannya (Abdoelrachman, Moedjeran, Merais, Dji-ih, dan Gering) menerobos rumah Haji Saipudin dengan mengancam bahwa Haji Saipudin akan ditembak.


Berdasarkan rumor, Pitung pernah menampakkan diri kepada seorang wanita di sebuah perahu dengan nama Prasman. Detektif mencoba mencari di kapal tersebut (Hindia Olanda, 12-5-1893:3), tetapi hasilnya Pitung tidak dapat ditemukan. Karena sulitnya menemukan dan menangkap si Pitung, harga untuk penangkapan Pitung menjadi meningkat sebesar 400 Gulden. Pemerintah Belanda pada saat itu ingin menembak mati Pitung di tempat, tetapi sebagian pejabat mengatakan, jika Pitung ditembak justru akan menumbuhkan semangat patriotik, sehingga niat ini diurungkan oleh kepolisian Batavia untuk menembak ditempat walaupun pada akhirnya hal ini dilakukan juga.
Pada tahun 1892 Pitung dan kawanannya ditangkap oleh polisi sesudah adanya nasihat dari Kepala Kampung Kebayoran yang menerima 50 ringgit (Hindia Olanda 26-8-1892:2) untuk menangkap Si Pitung. Setelah ditangkap, kurang dari setahun kemudian pada musim semi 1893, Pitung dan Dji-ih merencanakan kabur dengan cara yang misterius dari tahanan Meester Cornelis. Sebuah investigasi kemudian dilakukan oleh Asisten Residen sendiri, tetapi tidak berhasil. <br />
<br />
Karena kejadian tersebut Kepala Penjara dicurigai melepaskan si Pitung dan Dji-ih. Akhirnya seseorang Petugas Penjara mengakui bahwa dia meminjamkan sebuah "belincong (sejenis linggis pencungkil)” kepada Si Pitung, yang kemudian digunakan untuk membongkar atap dan mendaki dinding (Hindia Olanda, 25-4-1893:3; Lokomotief 25-4 1893:2).


Sebagai tindakan balas dendam, Pitung melakukan pencurian dengan kekerasan termasuk dengan menggunakan sejata api. Akhirnya Pitung dan Dji-ih membunuh seorang polisi intel yang bernama Djeram Latip (Hindia Olanda 23-9-1893:2). Dia juga mencuri dari wanita pribumi, Mie, termasuk pakaian laki-laki serta pistol revolver dengan pelurunya. Pernyataan ini didukung oleh Nyonya De C, seorang pedagang wanita di Kali Besar yang menyatakan bahwa Pitung mencuri sarung yang bernilai ratusan Gulden dari perahunya (Hindia Olanda 22-11-1892:2).
Akibatnya, Si Pitung lepas lagi. Berdasarkan rumor, Pitung pernah menampakkan diri ke seorang wanita di sebuah perahu dengan nama Prasman. Detektif mencoba mencari di kapal tersebut (Hindia Olanda, 12-5-1893:3), tetapi hasilnya Pitung tidak dapat ditemukan. Semakin sulitnya menemukan Si Pitung, menyebabkan harga untuk penangkapan Si Pitung menjadi meningkat sebesar 400 Gulden. Pemerintah Belanda pada saat itu ingin "menembak mati" di tempat , tetapi sebagian pejabat mengatakan jika Pitung ditembak justru akan menumbuhkan semangat patriotik, sehingga niat ini diurungkan oleh kepolisian Batavia untuk menembak ditempat walaupun pada akhirnya hal ini dilakukan juga.


Dji-ih ditangkap kembali di kampung halamannya ketika sedang menderita sakit. Pada saat itu Dji-ih pulang ke kampung halamannya untuk memperoleh pengobatan. Kemudian dia pindah ke rumah orang tua yang dikenal. Kepala kampung pada saat itu (Djoeragan) melaporkannya ke Demang kemudian memerintahkan tentara untuk menangkap Dji-ih dirumahnya. Karena dia terlalu sakit, dia tidak berdaya untuk melawan, walaupun pada saat itu pistol dalam jangkauannya (Hindia Olanda 19-8-1893:2). Dia menyerah tanpa perlawanan. Untuk menutupi hal ini kemudian Pemerintah Belanda melansir di Java-Bode (15-8-1893:2) bahwa Dji-ih kabur ke Singapura. Informan yang bertanggungjawab melaporkan Dji-ih kemudian ditembak mati oleh Pitung di suatu tempat yang tak jauh dari Batavia beberapa minggu kemudian.
Sebagai tindakan balas dendam, Pitung melakukan pencurian secara kekerasan termasuk dengan menggunakan sejata api. Akhirnya Pitung dan Dji-ih membunuh seorang polisi intel yang bernama Djeram Latip (Hindia Olanda 23-9-1893:2). Dia juga mencuri wanita pribumi, Mie dan termasuk pakaian laki-laki serta pistol revolver dengan pelurunya. Pernyataan ini didukung oleh Nyonya De C seorang pedagang wanita di Kali Besar menyatakan bahwa Pitung mencuri sarung yang bernilai ratusan Gulden dari perahu-nya (Hindia Olanda 22-11-1892:2).

Dji-ih ditangkap kembali di kampung halamannya, ketika sedang menderita sakit. Pada saat itu Dji-ih pulang ke kampung halamannya untuk memperoleh pengobatan. Kemudian dia pindah ke rumah orang tua yang dikenal. Kepala kampung pada saat itu (Djoeragan) melaporkannya ke Demang kemudian memerintahkan tentara untuk menangkap Dji-ih dirumahnya. Karena dia terlalu sakit, dia tidak berdaya untuk melawan, walaupun pada saat itu pistol dalam jangkauannya (Hindia Olanda 19-8-1893:2). Dia menyerah tanpa perlawanan. Untuk menutupi hal ini kemudian Pemerintah Belanda melansir di Java-Bode (15-8-1893:2) bahwa Dji-ih kabur ke Singapura. Informan yang bertanggungjawab melaporkan Dji-ih kemudian ditembak mati oleh Pitung di suatu tempat yang tak jauh dari Batavia beberapa minggu kemudian.


''“'Itoe djoeragan koetika ketemoe Si Pitoeng betoelan di tempat sepi troes, Si djoeragan menjikip pada Si Pitoeng dan dari tjipetnja Si Pitoeng troes ambil pestolnja dari pinjang, lantas tembak si djoeragan itoe menjadi mati itoe tempat djoega.' (Hindia Olanda 1-9-1893:2.)''
''“'Itoe djoeragan koetika ketemoe Si Pitoeng betoelan di tempat sepi troes, Si djoeragan menjikip pada Si Pitoeng dan dari tjipetnja Si Pitoeng troes ambil pestolnja dari pinjang, lantas tembak si djoeragan itoe menjadi mati itoe tempat djoega.' (Hindia Olanda 1-9-1893:2.)''


Beberapa bulan kemudian, di Bulan Oktober, Kepala Polisi Hinne mempelajari dari informan bahwa Pitung terlihat di Kampung Bambu, kampung di antara Tanjung Priok dan Meester Cornelis. Kemudian dalam perajalanannya Hinne diberikan laporan bahwa Pitung telah pindah ke arah pekuburan di Tanah Abang (Hindia Olanda 18-10-1893), kemudian Hinne menembaknya dalan penyergapan itu. Pitung ditembak di tangan, kemudian Pitung membalasnya. Kemudian Hinne menembak kedua kalinya, tetapi, meleset, dan peluru ketiga mengenai dada dan membuatnya terjerembap di tanah. Sehari sesudah kematiannya yaitu hari Senin, jenazah dibawa ke pemakaman Kampung Baru pada jam 5 sore.
Beberapa bulan kemudian, di bulan Oktober, Kepala Polisi Hinne mempelajari dari informan bahwa Pitung terlihat di Kampung Bambu, kampung di antara Tanjung Priok dan Meester Cornelis. Kemudian dalam perjalanannya Hinne diberi laporan bahwa Pitung telah pindah ke arah pekuburan di Tanah Abang (Hindia Olanda 18-10-1893). Kemudian, Hinne menembaknya dalan penyergapan itu. Pitung ditembak di tangan, kemudian Pitung membalasnya. Kemudian Hinne menembak kedua kalinya, tetapi meleset, dan peluru ketiga mengenai dada dan membuatnya terjerembap di tanah. Sehari sesudah kematiannya, hari Senin, jenazah dibawa ke pemakaman Kampung Baru pada jam 5 sore.


Setelah Hinne menangkap Pitung setahun kemudian dia dipromosikan menjadi Kepala Polisi Distrik Tanah Abang untuk mengawasi seluruh Metropolitan Batavia-Weltevreden. Setelah kejadian tersebut Pemerintah Hindia Belanda melakukan pencegahan agar "Pitung"-"Pitung" yang lain tidak terjadi lagi di Batavia. Bahkan karena ketakutannya makam Si Pitung setelah kematiannya, dijaga oleh Pemerintah Belanda agar tidak diziarahi oleh masyarakat pada waktu itu.
Setelah Hinne menangkap Pitung, setahun kemudian dia dipromosikan menjadi Kepala Polisi Distrik Tanah Abang untuk mengawasi seluruh Metropolitan Batavia-Weltevreden. Setelah kejadian tersebut Pemerintah Hindia Belanda melakukan pencegahan agar "Pitung-Pitung" yang lain tidak terjadi lagi di Batavia. Bahkan karena ketakutannya makam Si Pitung setelah kematiannya, dijaga oleh Pemerintah Belanda agar tidak diziarahi oleh masyarakat pada waktu itu.


=== Kesaktian dan Kematian Si Pitung ===
== Kesaktian dan Kematian Si Pitung ==


Berdasarkan cerita legenda, Si Pitung dapat dibunuh oleh Belanda dengan beragam argumen tersebut di atas. Menurut Hindia Olanda (18-10-1893:2) sebelum ditangkap Pitung dalam keadaan rambut terpotong, beberapa jam sebelum kematiannya pada hari Sabtu. Seperti yang diceritrakan oleh legenda bahwa kesaktian Si Pitung hilang akibat jimat-nya diambil orang (Versi Film Si Pitung Banteng Betawi), tetapi yang menarik, versi lain menyatakan, bahwa Si Pitung dapat di-"lemahkan" jika dipotong rambut-nya. Berdasarkan koran Hidia Olanda dikatakan bahwa sebelum kematiannya Si Pitung telah dipotong rambutnya.
Berdasarkan cerita legenda, Si Pitung dapat dibunuh oleh Belanda dengan beragam argumen tersebut di atas. Menurut Hindia Olanda (18-10-1893:2), sebelum ditangkap Pitung dalam keadaan rambut terpotong, beberapa jam sebelum kematiannya pada hari Sabtu. Seperti yang diceritrakan oleh legenda bahwa kesaktian Si Pitung hilang akibat jimat-nya diambil orang (Versi Film Si Pitung Banteng Betawi), tetapi yang menarik, versi lain menyatakan, bahwa Si Pitung dapat di-"lemahkan" jika dipotong rambut-nya. Berdasarkan koran Hidia Olanda dikatakan bahwa sebelum kematiannya Si Pitung telah dipotong rambutnya. Sesudah kematian Si Pitung, makamnya dikawal oleh tentara, karena beberapa masyarakat percaya dia akan bangkit dari kematian. Hal ini tersirat dari Rancak Si Pitung dalam Van Till (1996):


{|
=== Pemakaman Si Pitung ===
|<poem>Si Pitung sudah mati dibilangin sama sanak sudaranya
Digotong di Kerekot Penjaringan kuburannya


Saya tau orang rumah sakit nyang bilangin
Sesudah kematian Si Pitung, makamnya dikawal oleh tentara, karena beberapa masyarakat percaya dia akan bangkit dari kematian. Menurut Rancak Si Pitung dijelaskan bagaimana kondisi sesudah kematian Si Pitung.
Aer keras ucusnya dikeringin
Waktu dikubur pulisi pade iringin
Jago nama Pitung kuburannya digadangin


Yang gadangin kuburannya Pitung dari sore ampe pagi
"Si Pitung sudah mati dibilangin sama sanak sudaranya
Kalo belon aplusan kaga ada nyang boleh pegi
Sebab yang gadangin waktu itu sampe pagi
Kabarnya jago Pitung dalam kuburan idup lagi


Yang gali orang rante mengaku paye
Digotong di Kerekot Penjaringan kuburannya
Belencong pacul itu waktu suda sedie</poem>
|style="padding-left:2em;"|<poem>Lantaran digali Tuan Besar kurang percaye
Dilongok dikeker bangkenye masi die


Memang waktu itu bangke Pitung diliat uda nyata
Saya tau orang rumah sakit nyang bilangin
Dicitak di kantor, koran kantor berita
Ancur rumuk tulang iganya, bekas kena senjata
Nama Pitung suda mati Tuan Hena ke Tomang bikin pesta


Pesta itu waktu kelewat ramenya
Aer keras ucusnya dikeringin
Segala permaenan kaga larangannya
Tuju ari tuju malem pesta permisiannya
Sengaja bikin pesta mau tangkep kawan-kawannya


Nama Pitung mau ditangkep kawan-kawannya
Waktu dikubur pulisi pade iringin


Jago nama Pitung kuburannya digadangin


</poem>
Yang gadangin kuburannya Pitung dari sore ampe pagi
|}


Konon setelah kematiannya jasad Si Pitung dimakamkan di daerah Kebon Jeruk, [[Kota Administrasi Jakarta Barat|Jakarta Barat]], dekat kantor Telkom. Ada yang mengatakan makam Si Pitung di daerah Tapos, Depok. Ada yang mengatakan juga jasad Si Pitung dimakamkan di hutan Jatijajar, Depok.
Kalo belon aplusan kaga ada nyang boleh pegi

Sebab yang gadangin waktu itu sampe pagi

Kabarnya jago Pitung dalam kuburan idup lagi

Yang gali orang rante mengaku paye

Belencong pacul itu waktu suda sedie

Lantaran digali Tuan Besar kurang percaye

Dilongok dikeker bangkenye masi die

Memang waktu itu bangke Pitung diliat uda nyata

Dicitak di kantor, koran kantor berita

Ancur rumuk tulang iganya, bekas kena senjata

Nama Pitung suda mati Tuan Hena ke Tomang bikin pesta

Pesta itu waktu keiewat ramenye

Segala permaenan kaga larangannya

Tuju ari tuju malem pesta permisiannya

Sengaja bikin pesta mau tangkep kawan-kawannya

Nama Pitung mau ditangkep kawan-kawannya."


== Film ==
== Film ==
* [[Si Pitoeng (film 1931)|Si Pitoeng]] (1931)
* [[Si Pitung (film)|Si Pitung]] (1970)
* [[Si Pitung (film)|Si Pitung]] (1970)

* [[Banteng Betawi]] (1971)
* [[Banteng Betawi]] (1971)
* [[Si Pitung Beraksi Kembali]] (1976)
* [[Si Pitung Beraksi Kembali]] (1976)
Baris 166: Baris 117:


== Referensi ==
== Referensi ==
{{reflist}}
* Margereet Van Till, 1996, In Search of Si Pitung: The history of an Indonesian legend, dalam Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 152, no: 3, Leiden, 461-482)

* Basoeki Koesasi, 1992, Lenong dan Si Pitung, Centre of Southeast Studies-Australian National University.
== Pranala luar ==
* Palupi Damardini , 1993, Cerita Si Pitung Sebagai Sastra Lisan: Analisis Terhadap Struktur Cerita, Tesis Master, Fakultas Sastra Universitas Indonesia)
* [https://ribastian.wordpress.com/2008/09/25/“melacak-si-pitung” Melacak Si Pitung]
* Rahmat Ali, 1993, Cerita Rakyat Betawi I, Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
__PAKSADAFTARISI__


{{DEFAULTSORT:si pitung}}
[[Kategori:Betawi| ]]
[[Kategori:Tokoh Betawi]]
[[Kategori:Tokoh Betawi]]

Revisi terkini sejak 26 April 2024 16.53

Si Pitung
LahirSalihun
(ejaan lama: Salihoen)

1866 (1866)
Rawa Belong, Batavia, Hindia Belanda
Meninggal14 Oktober 1893(1893-10-14) (umur 26–27)
Kecamatan Tanah Abang, Batavia, Hindia Belanda
Orang tua
  • Piung (bapak)
  • Pinah (ibu)
Rumah adat Betawi di Marunda, yang diyakini sebagai rumah Si Pitung, kini telah dipugar dan dijadikan museum.

Si Pitung (lahir di Rawa Belong, Palmerah, Batavia, Hindia Belanda (kini Jakarta, Indonesia), 1866 - meninggal di Kecamatan Tanah Abang, Batavia, Hindia Belanda, 1893; ejaan lama: Si Pitoeng) atau Pitung adalah seorang pahlawan betawi abad ke-19 di Batavia, Hindia Belanda (sekarang Jakarta, Indonesia). Sepak terjangnya telah menciptakan berbagai legenda tentang riwayat hidup, petualangan, dan kematiannya.

Riwayat hidup

[sunting | sunting sumber]

Si Pitung lahir pada tahun 1866 di kampung Pengumben, sebuah permukiman kumuh di Rawabelong, dekat Stasiun Palmerah sekarang ini. Putra keempat pasangan Bang Piung dan Mbak Pinah [1] ini bernama asli Salihoen. Menurut riwayat lisan, julukan "Si Pitung" berasal dari frasa Jawa "pituan pitulung" yang berarti "tujuh sekawan tolong-menolong".[2] Semasa kanak-kanak, Salihoen berguru di pesantren Hadji Naipin,[3] tempat ia diajari mengaji, dilatih pencak silat, dan dibiasakan untuk selalu waspada terhadap keadaan di sekitarnya.[1]

Pada dasarnya ada tiga versi kisah Si Pitung yang beredar di tengah masyarakat, yakni versi Indonesia, Belanda, dan Cina. Masing-masing versi menyoroti pribadi Si Pitung dengan penilaian tersendiri. Si Pitung disanjung sebagai pahlawan dalam versi Indonesia, tetapi dikecam sebagai penjahat dalam versi Belanda.[4]

Hikayat Si Pitung dituturkan masyarakat Indonesia hingga saat ini, sehingga menjadi bagian dari legenda serta warisan budaya Betawi pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Hikayat Si Pitung kadang-kadang dituturkan dalam bentuk rancak (sejenis balada), syair, atau cerita Lenong. Dalam versi Koesasi (1992), Si Pitung dicitrakan sebagai tokoh Betawi yang merakyat, seorang muslim yang saleh, dan suri teladan bagi penegakan keadilan sosial.[5]

Awal legenda

[sunting | sunting sumber]

Menurut versi van Till (1996) Si Pitung adalah seorang penjahat. Kisahnya berawal ketika Si Pitung menjual kambing di pasar Tanah Abang yang kemudian dicuri oleh para pencuri (Rais, Jiih, dan Jampang) “centeng” (Si Gomar menurut versi Film Si Pitung tahun 1970) tuan tanah. Si Pitung pulang dengan tangan hampa, namun si Pitung hanya tersenyum dan menjawab bahwa dia telah dirampok. Ayah Pitung yang marah kemudian menyuruh Pitung pergi mencari uang tersebut dan akhirnya dapat menemukannya kembali. Namun, para pencuri alias "centeng" tersebut mengajak Pitung untuk bergabung sebagai perampok dan menjadi ketua mereka. Pada awalnya Pitung menolak, tetapi akhirnya Pitung bergabung dengan mereka. Legenda yang dikisahkan dalam film Si Pitung, Pitung dan kawanannya menggunakan cara yang “pintar” dengan menyamar sebagai pegawai Pemerintah Belanda (Di Versi Film Si Pitung, Pitung disebut sebagai "Demang Mester Cornelis"-Wilayah Mester Cornelis saat ini disebut sebagai Jatinegara, merupakan bagian dari Kota Jakarta Timur–dan Dji-ih sebagai “Opas”). Kemudian, mereka melakukan penipuan dengan memberikan surat kepada Haji Saipudin agar Haji Saipudin menyimpan uang di tempat Demang Mester Cornelis. Pitung menyatakan bahwa uang tersebut dalam pengawasan pencurian. Haji Saipudin setuju kemudian Pitung dan kelompoknya membawa lari uang tersebut.[6]

Akibat dari hal ini, si Pitung dan kawanannya menjadi buronan “kompenie”. Hal ini menarik perhatian komisaris polisi yang bernama Van Heyne (Schout Van Heyne, Van Heijna, Scothena, atau Tuan Sekotena). Secara resmi, menurut Van Till (1996), nama petugas polisi tersebut bernama A.W. Van Hinne yang pernah bertugas di Batavia dari tahun 1888 - 1912. Menurut catatan kepolisian Belanda, Van Hinne memulai karier sebagai pegawai klerikal Pemerintah Belanda, kemudian menjadi Deputi Kehutanan, dan Polisi di beragam tempat di Indonesia. Van Hinne menderita sakit yang serius sesudah dikembalikan ke Eropa untuk penyembuhan. Pada akhir tahun 1880, Van Hinne menjadi seorang Perwira Polisi di Batavia (Stambock van Burgerlijke Ambtenaren in Nederlandsch-Indie en Gouvernements Marine, ARA (Aigemeen Rijksarchief), Den Haag, register T.f. 274). Van Hinne segera memburu Si Pitung dengan membabi buta. Akhirnya dia dapat menangkap Pitung, tetapi kemudian Si Pitung berhasil melarikan diri dari tahanan ka-Demangan Meester Cornelis. Van Till (1996) menyatakan bahwa Si Pitung mampu bebas dengan kekuatan sihir, tetapi menurut versi Film Si Pitung (1970), Si Pitung lepas dengan menggunakan kekuatan tenaga dalam.[7]

Kemudian, Hinne menekan Haji Naipin (Guru Si Pitung) untuk membuka rahasia kesaktian si Pitung. Akhirnya, diketahui kesaktian tersebut berupa “jimat”, sehingga Hinne dapat menangkap Si Pitung secara lebih cepat. Versi lainya menyatakan bahwa Pitung dikhianati oleh temannya sendiri (kecuali Dji-ih) walaupun versi ini diragukan kebenarannya. Tetapi menurut versi film Si Pitung Banteng Betawi (1971), ia dikhianati oleh Somad yang memberitahukan kelemahan Pitung untuk mengambil “jimatnya”. Kisah lainnya menyatakan bahwa Pitung telah diambil “Jimat Keris”-nya sehingga kesaktiannya menjadi lemah. Versi lainnya mengatakan bahwa kesaktian Pitung hilang setelah dipotong rambut, dan juga versi lain mengatakan bahwa kesaktiannya hilang karena seseorang melemparkan telur. Akhirnya Pitung meninggal karena luka tembak Hinne (Berdasarkan versi Film Si Pitung, Pitung mati tertembak karena peluru emas). Sesudah Si Pitung meninggal, makamnya dijaga oleh tentara karena percaya bahwa Si Pitung akan bangkit dari kubur.

Robin Hood Betawi

[sunting | sunting sumber]

Menurut Damardini (1993:148) dalam Van Till (1996):

Pitung memang perampok. Mungkin saja Haji Samsudin dipukuli ketika itu. Kalau menurut istilah sekarang, Pitung itu pengacau, dan dicari oleh Pemerintah. Pitung memang jahat. Pekerjaannya merampok dan memeras orang-orang kaya. Menurut kabar, hasil rampokannya dibagikan pada rakyat miskin, tetapi sesungguhnya tidaklah demikian. Mana ada perampok yang rela membagi hasil rampokannya dengan cuma-cuma? Menurut kabar, Pitung mendermakan uangnya kepada masjid-masjid. Saat itu masjid hanya ada di Pekojan, Luar Batang, dan Kampung Sawah. Tidak ada bukti bahwa Pitung berderma di sana.'

Pitung yang menjadi karakter sebagai Robin Hood versi Betawi dikembangkan oleh Lukman Karmani (Till, 1996). Karmani menulis novel Si Pitung. Dalam novel ini, dikisahkan bahwa Si Pitung sebagai pahlawan sosial. Menurut Rahmat Ali, 'Pitung sebagai tokoh kisah Betawi masa lampau memang dikenal sebagai perampok, tetapi hasil rampokan itu digunakan untuk menolong orang-orang yang menderita. Dia adalah Robin Hood Indonesia. Walaupun demikian pihak yang berwenang tidak memberikan toleransi, orang yang bersalah harus tetap diberi hukuman yang setimpal' (Rahmat Ali 1993:7).

Beragam pro dan kontra menyelubungi legenda Si Pitung, tetapi pada dasarnya tokoh Si Pitung adalah cerminan pemberontakan sosial yang dilakukan oleh "Orang Betawi" terhadap penguasa pada saat itu, yaitu Belanda. Apakah hal ini benar atau tidak, kisah Si Pitung begitu harum didengar dari generasi ke generasi oleh masyarakat Betawi sebagai tanda pembebasan sosial dari belenggu penjajah. Hal ini ditunjukkan dari Rancak Pitung di atas bagaimana Si Pitung begitu ditakuti oleh pemerintah Belanda pada saat itu.

Kisah Nyata Si Pitung

[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan penelusuran van Till (1996) berdasarkan Hindia Olanda 22-11-1892 (Koran Terbitan Malaya (Malaysia pada saat ini)). Pada tahun 1892 Si Pitung dikenal pada sebagai “Wan Bitoeng”, “Pitang", kemudian menjadi “Si Pitoeng” (Hindia Olanda 28-6-1892:3; 26-8-1892:2). Laporan pertama dari surat kabar ini menunjukkan bahwa schout Tanah Abang mencari rumah “Wan Bitoeng” di Sukabumi. Dari hasil penemuannya ditemukan Jas Hitam, Seragam Polisi dan Topi, serta beberapa perlengkapan lainnya yang digunakan untuk mencuri kampung (Hindia Olanda, 28-6-1892:2). Sebulan kemudian polisi menggeledah rumahnya kembali dan ditemukan uang sebesar 125 gulden. Hal ini diduga uang curian dari Nyonya De C dan Haji Saipudin seorang Bugis dari Marunda (Hindia Olanda 10-8-1892:2;2; 26-8-1892:2). Kemudian Si Pitung menggunakan senjata untuk mencuri pada tanggal 30 Juli 1892, ketika itu Si Pitung dan lima kawanannya (Abdoelrachman, Moedjeran, Merais, Dji-ih, dan Gering) menerobos rumah Haji Saipudin dengan mengancam bahwa Haji Saipudin akan ditembak.

Pada tahun 1892, Pitung dan kawanannya ditangkap oleh polisi sesudah Kepala Kampung Kebayoran yang menerima 50 ringgit (Hindia Olanda 26-8-1892:2) memberi nasihat untuk menangkap Si Pitung. Setelah ditangkap, kurang dari setahun kemudian, pada musim semi 1893, Pitung dan Dji-ih merencanakan kabur dengan cara yang misterius dari tahanan Meester Cornelis. Sebuah investigasi kemudian dilakukan oleh Asisten Residen sendiri, tetapi tidak berhasil. Karena kejadian tersebut, Kepala Penjara dicurigai melepaskan si Pitung dan Dji-ih. Akhirnya seorang Petugas Penjara mengakui bahwa dia meminjamkan sebuah belincong (sejenis linggis pencungkil) kepada Si Pitung, yang kemudian digunakan untuk membongkar atap dan mendaki dinding (Hindia Olanda, 25-4-1893:3; Lokomotief 25-4 1893:2). Akibatnya, Si Pitung lepas lagi.

Berdasarkan rumor, Pitung pernah menampakkan diri kepada seorang wanita di sebuah perahu dengan nama Prasman. Detektif mencoba mencari di kapal tersebut (Hindia Olanda, 12-5-1893:3), tetapi hasilnya Pitung tidak dapat ditemukan. Karena sulitnya menemukan dan menangkap si Pitung, harga untuk penangkapan Pitung menjadi meningkat sebesar 400 Gulden. Pemerintah Belanda pada saat itu ingin menembak mati Pitung di tempat, tetapi sebagian pejabat mengatakan, jika Pitung ditembak justru akan menumbuhkan semangat patriotik, sehingga niat ini diurungkan oleh kepolisian Batavia untuk menembak ditempat walaupun pada akhirnya hal ini dilakukan juga.

Sebagai tindakan balas dendam, Pitung melakukan pencurian dengan kekerasan termasuk dengan menggunakan sejata api. Akhirnya Pitung dan Dji-ih membunuh seorang polisi intel yang bernama Djeram Latip (Hindia Olanda 23-9-1893:2). Dia juga mencuri dari wanita pribumi, Mie, termasuk pakaian laki-laki serta pistol revolver dengan pelurunya. Pernyataan ini didukung oleh Nyonya De C, seorang pedagang wanita di Kali Besar yang menyatakan bahwa Pitung mencuri sarung yang bernilai ratusan Gulden dari perahunya (Hindia Olanda 22-11-1892:2).

Dji-ih ditangkap kembali di kampung halamannya ketika sedang menderita sakit. Pada saat itu Dji-ih pulang ke kampung halamannya untuk memperoleh pengobatan. Kemudian dia pindah ke rumah orang tua yang dikenal. Kepala kampung pada saat itu (Djoeragan) melaporkannya ke Demang kemudian memerintahkan tentara untuk menangkap Dji-ih dirumahnya. Karena dia terlalu sakit, dia tidak berdaya untuk melawan, walaupun pada saat itu pistol dalam jangkauannya (Hindia Olanda 19-8-1893:2). Dia menyerah tanpa perlawanan. Untuk menutupi hal ini kemudian Pemerintah Belanda melansir di Java-Bode (15-8-1893:2) bahwa Dji-ih kabur ke Singapura. Informan yang bertanggungjawab melaporkan Dji-ih kemudian ditembak mati oleh Pitung di suatu tempat yang tak jauh dari Batavia beberapa minggu kemudian.

“'Itoe djoeragan koetika ketemoe Si Pitoeng betoelan di tempat sepi troes, Si djoeragan menjikip pada Si Pitoeng dan dari tjipetnja Si Pitoeng troes ambil pestolnja dari pinjang, lantas tembak si djoeragan itoe menjadi mati itoe tempat djoega.' (Hindia Olanda 1-9-1893:2.)

Beberapa bulan kemudian, di bulan Oktober, Kepala Polisi Hinne mempelajari dari informan bahwa Pitung terlihat di Kampung Bambu, kampung di antara Tanjung Priok dan Meester Cornelis. Kemudian dalam perjalanannya Hinne diberi laporan bahwa Pitung telah pindah ke arah pekuburan di Tanah Abang (Hindia Olanda 18-10-1893). Kemudian, Hinne menembaknya dalan penyergapan itu. Pitung ditembak di tangan, kemudian Pitung membalasnya. Kemudian Hinne menembak kedua kalinya, tetapi meleset, dan peluru ketiga mengenai dada dan membuatnya terjerembap di tanah. Sehari sesudah kematiannya, hari Senin, jenazah dibawa ke pemakaman Kampung Baru pada jam 5 sore.

Setelah Hinne menangkap Pitung, setahun kemudian dia dipromosikan menjadi Kepala Polisi Distrik Tanah Abang untuk mengawasi seluruh Metropolitan Batavia-Weltevreden. Setelah kejadian tersebut Pemerintah Hindia Belanda melakukan pencegahan agar "Pitung-Pitung" yang lain tidak terjadi lagi di Batavia. Bahkan karena ketakutannya makam Si Pitung setelah kematiannya, dijaga oleh Pemerintah Belanda agar tidak diziarahi oleh masyarakat pada waktu itu.

Kesaktian dan Kematian Si Pitung

[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan cerita legenda, Si Pitung dapat dibunuh oleh Belanda dengan beragam argumen tersebut di atas. Menurut Hindia Olanda (18-10-1893:2), sebelum ditangkap Pitung dalam keadaan rambut terpotong, beberapa jam sebelum kematiannya pada hari Sabtu. Seperti yang diceritrakan oleh legenda bahwa kesaktian Si Pitung hilang akibat jimat-nya diambil orang (Versi Film Si Pitung Banteng Betawi), tetapi yang menarik, versi lain menyatakan, bahwa Si Pitung dapat di-"lemahkan" jika dipotong rambut-nya. Berdasarkan koran Hidia Olanda dikatakan bahwa sebelum kematiannya Si Pitung telah dipotong rambutnya. Sesudah kematian Si Pitung, makamnya dikawal oleh tentara, karena beberapa masyarakat percaya dia akan bangkit dari kematian. Hal ini tersirat dari Rancak Si Pitung dalam Van Till (1996):

Si Pitung sudah mati dibilangin sama sanak sudaranya
Digotong di Kerekot Penjaringan kuburannya

Saya tau orang rumah sakit nyang bilangin
Aer keras ucusnya dikeringin
Waktu dikubur pulisi pade iringin
Jago nama Pitung kuburannya digadangin

Yang gadangin kuburannya Pitung dari sore ampe pagi
Kalo belon aplusan kaga ada nyang boleh pegi
Sebab yang gadangin waktu itu sampe pagi
Kabarnya jago Pitung dalam kuburan idup lagi

Yang gali orang rante mengaku paye
Belencong pacul itu waktu suda sedie

Lantaran digali Tuan Besar kurang percaye
Dilongok dikeker bangkenye masi die

Memang waktu itu bangke Pitung diliat uda nyata
Dicitak di kantor, koran kantor berita
Ancur rumuk tulang iganya, bekas kena senjata
Nama Pitung suda mati Tuan Hena ke Tomang bikin pesta

Pesta itu waktu kelewat ramenya
Segala permaenan kaga larangannya
Tuju ari tuju malem pesta permisiannya
Sengaja bikin pesta mau tangkep kawan-kawannya

Nama Pitung mau ditangkep kawan-kawannya

Konon setelah kematiannya jasad Si Pitung dimakamkan di daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat, dekat kantor Telkom. Ada yang mengatakan makam Si Pitung di daerah Tapos, Depok. Ada yang mengatakan juga jasad Si Pitung dimakamkan di hutan Jatijajar, Depok.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b "Pitung, Si". Encyclopedia of Jakarta. Pemerintah Kota Jakarta. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-09-27. Diakses tanggal 15 Mei 2012. 
  2. ^ van Till 1996, hlm. 474
  3. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama mvt462
  4. ^ Mencari Kebenaran Sejarah Si Pitung inilahduniakita.net
  5. ^ Misteri Rumah Si Pitung megapolitan.kompas.com
  6. ^ Pitung Si Diarsipkan 2017-09-27 di Wayback Machine. jakarta.go.id
  7. ^ Mencari Sejarah Si Pitung Diarsipkan 2020-11-27 di Wayback Machine. historia.co.id

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]