Asmara Nababan: Perbedaan antara revisi
BP49Khoirur (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan Tag: BP2014 |
k Sumatera |
||
(50 revisi perantara oleh 22 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{Nama Batak|[[Suku Batak Toba|Toba]]|[[Nababan]]}} |
|||
Asmara |
[[Doktorandus|Drs.]] '''Asmara Victor Michael Nababan''' ({{lahirmati|[[Siborong-Borong, Tapanuli Utara]], [[Sumatera Utara]]|2|9|1946|[[Guangzhou]], [[China]]|20|10|2007}})<ref name="Elsam">{{Cite web |url=http://www.elsam.or.id/article.php?lang=in&id=711&act=content&cat=101#.U0FpDKiSyuU |title=In Memoriam |access-date=2014-04-08 |archive-date=2014-04-09 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140409003221/http://www.elsam.or.id/article.php?lang=in&id=711&act=content&cat=101#.U0FpDKiSyuU |dead-url=yes }}</ref> adalah seorang [[aktivis]] [[Hak Asasi Manusia]] dan [[Demokrasi]] di [[Indonesia]].<ref name="AS">2011. ''Asmara Nababan: Oase Bagi Setiap Kegelisahan''. Jakarta: PCD Press and Demos. ISBN 978-979-99969-1-6</ref> Asmara Nababan pernah aktif di [[Komnas HAM]], bahkan perannya di Komnas HAM sangatlah vital.<ref name="HRRCA"/> Selain itu, ia juga ikut mendirikan atau mengurus berbagai macam organisasi masyarakat sipil, yaitu Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak kekerasan ([[KontraS]]), [[Elsam]], [[Demos]], [[Komunitas Indonesia untuk Demokrasi]], [[International NGO Forum on Indonesian Development]] ([[INFID]]), Perkumpulan HAK di Dili, [https://www.jklpk-indonesia.org/ Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen di Indonesia (JKLPK)] dan [[Human Rights Resource Center for Asean]] ([[HRRCA]]), serta berbagai Organisasi lainnya.<ref name="HRRCA">{{Cite web |url=http://hrrca.org/asmara-nababan-1946-2010 |title=Asmara Nababan |access-date=2014-04-08 |archive-date=2014-04-08 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140408214638/http://hrrca.org/asmara-nababan-1946-2010 |dead-url=yes }}</ref>) Ia juga pernah menjadi anggota beberapa Tim Pencari Fakta, antara lain, pada kasus kerusuhan [[Juli]] [[1996]], kerusuhan Mei [[1998]] maupun [[Timor Timur]] [[1999]].<ref name="Andreas"/> Dia juga ikut menyelidiki kasus pembunuhan [[Munir]] pada [[2004]].<ref name="Andreas">[http://www.andreasharsono.net/2010/11/asmara-nababan.html Asmara Victor Michael Nababan]</ref>) |
||
== |
== Riwayat Hidup == |
||
=== Masa Kecil === |
|||
⚫ | Anak [[bungsu]] dari sebelas bersaudara ini memiliki nama lengkap Asmara Victor Michael [[Nababan]].<ref name="AS"/> Ayahnya bernama [[Jonathan Laba Nababan]], |
||
Pada tahun [[1953]], Asmara Nababan bersama saudara-saudaranya pindah ke [[medan]].<ref name="AS"/> Waktu itu ia sudah duduk di kelas dua [[Sekolah Rakyat]] (SR) [[Nasrani]] di Jalan Seram, sekelas dengan [[Akbar Tanjung]].<ref name="AS"/> Teman kecil Asmara Nababan biasa memanggilnya Si Tongkar, dalam bahasa batak Tongkar berarti keras kepala.<ref name="AS"/> |
Pada tahun [[1953]], Asmara Nababan bersama saudara-saudaranya pindah ke [[medan]].<ref name="AS" /> Waktu itu ia sudah duduk di kelas dua [[Sekolah Rakyat]] (SR) [[Nasrani]] di Jalan Seram, sekelas dengan [[Akbar Tanjung]].<ref name="AS" /> Teman kecil Asmara Nababan biasa memanggilnya Si Tongkar, dalam bahasa batak Tongkar berarti keras kepala.<ref name="AS" /> |
||
Panggilan itu disandangnya karena ia dikenal sebagai anak yang suka berdebat dan berkelahi, selain itu Asmara juga dikenal sebagai [[aktivis politik]].<ref name="AS"/> Saat duduk di bangku SMA Nasrani, Asmara sudah bergabung dengan Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia ([[GAMKI]]).<ref name="AS"/> Bersama [[GAMKI]] ia melakukan aksi protes terhadap keadaan [[ekonomi]] bangsa yang semakin memburuk.<ref name="AS"/> |
Panggilan itu disandangnya karena ia dikenal sebagai anak yang suka berdebat dan berkelahi, selain itu Asmara juga dikenal sebagai [[aktivis politik]].<ref name="AS" /> Saat duduk di bangku SMA Nasrani, Asmara sudah bergabung dengan Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia ([[GAMKI]]).<ref name="AS" /> Bersama [[GAMKI]] ia melakukan aksi protes terhadap keadaan [[ekonomi]] bangsa yang semakin memburuk.<ref name="AS" /> |
||
⚫ | |||
⚫ | Setelah lulus SMA tahun [[1964]], Asmara Nababan bertolak ke [[Jakarta]], di sana ia tinggal bersama [[Panda Nababan]], kakaknya.<ref name="AS" /> Selama menjadi [[mahasiswa]], Asmara berpindah-pindah jurusan, pertama ia berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia ([[UKI]]), ia hanya bertahan selama tiga semester, kemudian pindah ke [[Sastra Inggris]], di sana ia juga tidak melanjutkan kuliahnya.<ref name="AS" /> Kemudian ia pindah ke [[Lembaga Kesenian Jakarta]] ([[LKJ]]), sekarang menjadi [[Institut Kesenian Jakarta]] ([[IKJ]]), kendati suka dan berbakat dalam bidang [[seni]], ternyata Asmara pun tak betah.<ref name="AS" /> Pada tahun [[1967]], Asmara memutuskan pindah ke [[Fakultas Hukum Universitas Indonesia]], di sana ia mendalami [[ilmu hukum]].<ref name="AS" /> |
||
⚫ | |||
⚫ | Pada tahun [[1970]] harga minyak di pasar internasional melonjak, penyebabnya adalah [[Perang Yom Kippur|perang di Timur Tengah]], Negara–negara [[Arab]] mulai enggan menjual minyak ke Barat yang menjadi pendukung [[Israel]].<ref name="AS" /> Sebagai [[eksportir]], [[Indonesia]] menikmati betul keadaan tersebut, negara memperoleh penghasilan sangat besar dari sektor perminyakan, tapi hal ini justru menjadi bencana, para pejabat tinggi negara mulai giat [[korupsi]].<ref name="AS" /> Aksi protes menolak korupsi pun marak dilakukan oleh berbagai kalangan, kelompok Mahasiswa Menggugat bersama Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia ([[KAPPI]]) membentuk Komite Anti Korupsi ([[KAK]]).<ref name="AS" /> Asmara Nababan bersama [[Akbar Tanjung]], [[Thoby Mutis]], [[Arief Budiman]], [[Marsillam Simanjuntak]], [[Sjahrir]], dan yang lain menjadi aktornya.<ref name="AS" /> |
||
⚫ | Berbagai aksi protes dan advokasi lainnya pun pernah dilakukan oleh Asmara Nababan semasa hidupnya, termasuk menolak proyek Taman Miniatur Indonesia Indah ([[TMII]]), Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air ([[PLTA]]) di [[Tapanuli Utara]] ([[1983]]), [[Pembantaian Santa Cruz|Pembantaian Santa Cruz (1991)]], dan lainnya.<ref name="AS" /> Asmara Nababan menyelesaikan kuliahnya di [[Fakultas Hukum Universitas Indonesia]] pada tahun [[1975]], kendati tamat ia tak pernah mengambil ijazah Sarjana Hukum (SH).<ref name="AS" /> |
||
⚫ | Setelah lulus SMA tahun [[1964]], Asmara Nababan bertolak ke [[Jakarta]], di sana ia tinggal bersama [[Panda Nababan]], kakaknya.<ref name="AS"/> Selama menjadi [[mahasiswa]], Asmara berpindah-pindah jurusan, pertama ia berkuliah di |
||
=== [[Komisi Nasional Hak Asasi Manusia|Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM)]] === |
|||
⚫ | Pada tahun [[1970]] harga minyak di pasar internasional melonjak, penyebabnya adalah perang di |
||
⚫ | Pada [[7 juni]] [[1993]], [[Presiden]] [[Soeharto]] membentuk [[Komisi Nasional Hak Asasi Manusia]] ([[Komnas HAM]]), melalui mantan Jaksa Agung [[Ali Said]] SH memilih sejumlah orang untuk diangkat menjadi anggota Komnas HAM, salah satunya Asmara Nababan.<ref name="AS" /> Tahun [[1994]] Asmara Nababan medapat tugas ke [[Aceh]] untuk membebaskan 11 anggota [[Gerakan Aceh Merdeka]] ([[GAM]]) yang ditahan, kemudian pada [[1998]] Asmara kembali mendatangi [[aceh]], di sana Asmara dan kawan-kawan mengungkap dan membongkar sebuah kuburan massal yang diyakini sebagai korban selama Aceh menjadi [[Daerah Operasi Militer]] ([[DOM]], [[1989]]-[[1998]]). Hal tersebut memicu ketegangan antara [[Komnas HAM]] denga Pemerintah saat itu.<ref name="AS" /> |
||
⚫ | Berbagai aksi protes dan advokasi lainnya pun pernah dilakukan oleh Asmara Nababan semasa hidupnya, termasuk menolak proyek Taman Miniatur Indonesia Indah ([[TMII]]), Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air ([[PLTA]]) di [[Tapanuli Utara]] ([[1983]]), |
||
⚫ | Mulanya [[Komnas HAM]] dianggap tidak akan mampu menjalankan tugasnya, dan hanya menjadi alat kepentingan pemerintah saja, tetapi berkat peran Asmara Nababan dan Kawan-kawan termasuk [[Baharudin Lopa]], Kepercayaan publik terhadap [[Komnas HAM]] saat itu terus meningkat.<ref name="AS" /> Hal itu terlihat dari upaya pengungkapan berbagai kasus pelanggaran HAM yang dilakukan [[Komnas HAM]], Misal [[Komnas HAM]] membentuk [[Komisi Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia]] ([[KPP HAM]]) dalam menuntaskan kasus di [[Timor Timur]].<ref name="AS" /> Asmara menjadi Sekretaris Jenderal [[Komnas HAM]] untuk periode [[1993]]-[[1998]].<ref name="Elsam" /> |
||
== Berkecimpung di Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) == |
|||
== Pemikiran == |
|||
⚫ | Pada [[7 juni]] [[1993]], [[Presiden]] [[Soeharto]] membentuk [[Komisi Nasional Hak Asasi Manusia]] ([[Komnas HAM]]), melalui mantan Jaksa Agung [[Ali Said]] SH memilih sejumlah orang untuk diangkat menjadi anggota Komnas HAM, salah satunya Asmara Nababan |
||
=== Tentang demokrasi === |
|||
<!--Isi tidak boleh seperti ini, kamu harus bahasakan ulang (parafrase)--> |
|||
⚫ | Ada beragam paham [[demokrasi]] di dunia.<ref name="Artikel" /> Walaupun demikian, ada dua ciri utama dari semua jenis [[demokrasi]], yaitu bahwa mereka mempunyai baik unsur-unsur universal maupun elemen-elemen lokal yang tak terhindarkan harus turut diperhitungkan pada saat suatu [[sistem demokrasi]] beroperasi.<ref name="Artikel">{{Cite web |url=http://www.komunitasdemokrasi.or.id/en/knowledge-center/articles/316-sekolah-demokrasi-meretas-jalan-menuju-wajah-demokrasi-yang-lebih-kuat-a-multikulturalisme-yang-nyata |title=Artikel Asmara Nababan |access-date=2014-04-08 |archive-date=2014-04-08 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140408234226/http://www.komunitasdemokrasi.or.id/en/knowledge-center/articles/316-sekolah-demokrasi-meretas-jalan-menuju-wajah-demokrasi-yang-lebih-kuat-a-multikulturalisme-yang-nyata |dead-url=yes }}</ref>) |
||
⚫ | Menyadari ciri-ciri [[demokrasi]] ini, para pendiri KID memilih untuk mewadahi berlangsungnya suatu proses dialektika dinamis antara kedua elemen demokrasi itu.<ref name="Artikel" /> Suatu dialog kontekstual yang saling memperkaya antara keduanya dikelola dengan dada lapang.<ref name="Artikel" /> [[Demokrasi]] jenis ini dinamakan oleh KID sebagai [[demokrasi kontekstual]].<ref name="Artikel" /> |
||
⚫ | Mulanya [[Komnas HAM]] dianggap tidak akan mampu menjalankan tugasnya, dan hanya menjadi alat kepentingan pemerintah saja, |
||
=== Tentang Multikulturalisme === |
|||
⚫ | [[Multikulturalisme]]—didefinisikan secara umum oleh banyak kalangan sebagai sebagai sebuah kepercayaan yang menyatakan bahwa kelompok-kelompok [[etnik]] atau [[budaya]] (''ethnic and cultural groups)'' dapat hidup berdampingan secara damai dalam prinsip ''coexistence'' yang ditandai oleh kesediaan untuk menghormati budaya lain—adalah sebuah tema yang relatif baru dibicarakan di negeri ini.<ref name="Artikel" /> |
||
== Salah satu artikel yang ditulis oleh Asmara Nababan == |
|||
⚫ | Sebagai sebuah tema, [[multikulturalisme]] dibicarakan umumnya dalam kerangka mengunjungi kembali (revisiting) dan menemukan kembali (reinventing) gagasan-gagasan yang lebih masuk akal tentang bagaimana sebuah masyarakat majemuk di Indonesia ini dapat dikembangkan dalam sebuah konsepsi masyarakat “warna-warni” yang tidak saja berciri partisipatoris namun juga emansipatoris.<ref name="Artikel" /> |
||
'''SEKOLAH DEMOKRASI MERETAS JALAN MENUJU WAJAH DEMOKRASI YANG LEBIH KUAT & MULTIKULTURALISME YANG NYATA''' |
|||
⚫ | Berbeda dengan [[pluralisme]] yang menekankan pada perbedaan ide, [[multikulturalisme]] berkenaan dengan kebedaan yang bersumber terutama pada identitas [[etnik]] dan [[agama]].<ref name="Artikel" /> Sebagai misal, orang bisa berasal dari [[etnik]] dan [[agama]] yang sama namun memiliki orientasi [[politik]] yang berbeda.<ref name="Artikel" /> Namun, sangat jelas bahwa di antara etnik dan penganut [[agama]] yang berbeda selalu dapat ditemukan identitas sosial dan budaya yang berbeda, dari yang sangat simbolik hingga yang sangat nyata.<ref name="Artikel" /> Identitas kelompok etnik dan agama, oleh karena itu, adalah sebuah entitas sosial dan budaya yang sering melampaui batas-batas kelas, [[gender]], dan [[ideologi politik]].<ref name="Artikel" /> |
||
⚫ | Ada beragam paham [[demokrasi]] di dunia.<ref name="Artikel"/> Walaupun demikian, ada dua ciri utama dari semua jenis [[demokrasi]], yaitu bahwa mereka mempunyai baik unsur-unsur universal maupun elemen-elemen lokal yang tak terhindarkan harus turut diperhitungkan pada saat suatu [[sistem demokrasi]] beroperasi.<ref name="Artikel"> |
||
== Kehidupan Pribadi == |
|||
⚫ | Menyadari ciri-ciri [[demokrasi]] ini, para pendiri KID memilih untuk mewadahi berlangsungnya suatu proses dialektika dinamis antara kedua elemen demokrasi itu.<ref name="Artikel"/> Suatu dialog kontekstual yang saling memperkaya antara keduanya dikelola dengan dada lapang.<ref name="Artikel"/> [[Demokrasi]] jenis ini dinamakan oleh KID sebagai [[demokrasi kontekstual]].<ref name="Artikel"/> |
||
=== Keluarga === |
|||
⚫ | [[Multikulturalisme]]—didefinisikan secara umum oleh banyak kalangan sebagai sebagai sebuah kepercayaan yang menyatakan bahwa kelompok-kelompok [[etnik]] atau [[budaya]] (''ethnic and cultural groups)'' dapat hidup berdampingan secara damai dalam prinsip ''coexistence'' yang ditandai oleh kesediaan untuk menghormati budaya lain—adalah sebuah tema yang relatif baru dibicarakan di negeri ini.<ref name="Artikel"/> |
||
⚫ | Anak [[bungsu]] dari sebelas bersaudara ini memiliki nama lengkap Asmara Victor Michael [[Nababan]].<ref name="AS"/> Ayahnya bernama [[Jonathan Laba Nababan]], Ibunya [[Intan Dora Lumban Tobing]], sedangkan sepuluh saudara kandung Asmara Nababan yang lain berturut adalah [[Alice Ernata Dorcas Nababan]] ([[1930]]), [[Johanes Sahab Manongar Nababan]] ([[1932]]), [[S.A.E. Nababan|Soritua Albert Ernst Nababan]] ([[1933]]), [[Euince Martha Susanti Nababan]] ([[1934]]), [[David Uli Maruhum Nababan]] ([[1935]]), [[Edith Dumasi Nababan]] ([[1937]]), [[Jhon Togar Demak Nababan]] ([[1938]]), [[Indra Rumanggor M. Nababan]] ([[1940]]), [[Ray Leonard Timbang M. Nababan]] ([[1942]]), [[Panda Nababan|Pandapotan Maruli Asi]] ([[1944]]).<ref name="AS"/> Istrinya bernama [[Magdalena Sitorus]].<ref name="AS"/> Dari perkawinannya, Asmara Nababan dikaruniai tiga orang puteri dan seorang putra.<ref name="AS"/> Puteri pertama bernama [[Juanita Miryam Hotmaida Nababan]], Puteri kedua, [[Natasha Ruth Mariana Nababan]], puteri ketiga, [[Aviva Selma Bulan Nababan]], dan Putera bungsu [[Yehonathan Uli Asi Nababan]].<ref name="AS"/> |
||
⚫ | Sebagai sebuah tema, [[multikulturalisme]] dibicarakan umumnya dalam kerangka mengunjungi kembali (revisiting) dan menemukan kembali (reinventing) gagasan-gagasan yang lebih masuk akal tentang bagaimana sebuah masyarakat majemuk di Indonesia ini dapat dikembangkan dalam sebuah konsepsi masyarakat “warna-warni” yang tidak saja berciri partisipatoris namun juga emansipatoris.<ref name="Artikel"/> |
||
== Kematian == |
|||
⚫ | Berbeda dengan [[pluralisme]] yang menekankan pada perbedaan ide, [[multikulturalisme]] berkenaan dengan kebedaan yang bersumber terutama pada identitas [[etnik]] dan [[agama]].<ref name="Artikel"/> Sebagai misal, orang bisa berasal dari [[etnik]] dan [[agama]] yang sama namun memiliki orientasi [[politik]] yang berbeda.<ref name="Artikel"/> Namun, sangat jelas bahwa di antara etnik dan penganut [[agama]] yang berbeda selalu dapat ditemukan identitas sosial dan budaya yang berbeda, dari yang sangat simbolik hingga yang sangat nyata.<ref name="Artikel"/> Identitas kelompok etnik dan agama, oleh karena itu, adalah sebuah entitas sosial dan budaya yang sering melampaui batas-batas kelas, [[gender]], dan [[ideologi politik]].<ref name="Artikel"/> |
||
⚫ | Asmara Nababan menghembuskan napas terakhir di rumah sakit Fuda, [[Guangzhou]], [[China]] pada [[20 Oktober]] [[2007]] pukul 12.30 waktu setempat. Ia meninggal dunia akibat [[kanker paru-paru]] yang telah diderita selama setahun lebih.<ref name="Andreas" /> Asmara Nababan dimakankan di [[Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir|Pemakaman Tanah Kusir]], [[Jakarta Selatan]].<ref name="Andreas" /> |
||
{{lifetime|1946|2007|Nababan, Asmara}} |
|||
== |
== Referensi == |
||
⚫ | Asmara Nababan menghembuskan napas terakhir di rumah sakit Fuda, [[Guangzhou]], [[China]] pada [[ |
||
Berbagai hal yang telah dipaparkan sebelumnya hanya bagian kecil dari banyak hal tentang Asmara Nababan.<ref name="AS"/> Sebagai [[aktivis HAM]] yang bersahaja, sederhana, berani, jujur, dan tegas, nama Asmara Nababan tak akan hilang dimakan waktu. Meski demikian, selalu ada keyakinan munculnya ‘Asmara Nababan’ baru, karena [[demokrasi]] dan HAM tetap merupakan wilayah perjuangan serius.<ref name="AS"/> |
|||
== Referensi == |
|||
{{reflist}} |
{{reflist}} |
||
[[Kategori:Tokoh hukum Indonesia]] |
|||
[[Kategori: |
[[Kategori:Aktivis Indonesia]] |
||
[[Kategori:Pejuang HAM]] |
|||
[[Kategori:Alumni Universitas Indonesia]] |
|||
[[Kategori:Tokoh Batak|N]] |
|||
[[Kategori:Tokoh Batak Toba]] |
|||
[[Kategori:Marga Nababan|Asmara]] |
[[Kategori:Marga Nababan|Asmara]] |
||
[[Kategori:Tokoh Sumatera Utara]] |
|||
[[Kategori:Tokoh dari Tapanuli Utara]] |
[[Kategori:Tokoh dari Tapanuli Utara]] |
||
[[Kategori: |
[[Kategori:Tokoh Kristen Indonesia]] |
||
[[Kategori:Tokoh Angkatan 66]] |
Revisi terkini sejak 29 September 2023 01.31
Drs. Asmara Victor Michael Nababan (2 September 1946 – 20 Oktober 2007)[1] adalah seorang aktivis Hak Asasi Manusia dan Demokrasi di Indonesia.[2] Asmara Nababan pernah aktif di Komnas HAM, bahkan perannya di Komnas HAM sangatlah vital.[3] Selain itu, ia juga ikut mendirikan atau mengurus berbagai macam organisasi masyarakat sipil, yaitu Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak kekerasan (KontraS), Elsam, Demos, Komunitas Indonesia untuk Demokrasi, International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Perkumpulan HAK di Dili, Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen di Indonesia (JKLPK) dan Human Rights Resource Center for Asean (HRRCA), serta berbagai Organisasi lainnya.[3]) Ia juga pernah menjadi anggota beberapa Tim Pencari Fakta, antara lain, pada kasus kerusuhan Juli 1996, kerusuhan Mei 1998 maupun Timor Timur 1999.[4] Dia juga ikut menyelidiki kasus pembunuhan Munir pada 2004.[4])
Riwayat Hidup
[sunting | sunting sumber]Masa Kecil
[sunting | sunting sumber]Pada tahun 1953, Asmara Nababan bersama saudara-saudaranya pindah ke medan.[2] Waktu itu ia sudah duduk di kelas dua Sekolah Rakyat (SR) Nasrani di Jalan Seram, sekelas dengan Akbar Tanjung.[2] Teman kecil Asmara Nababan biasa memanggilnya Si Tongkar, dalam bahasa batak Tongkar berarti keras kepala.[2]
Panggilan itu disandangnya karena ia dikenal sebagai anak yang suka berdebat dan berkelahi, selain itu Asmara juga dikenal sebagai aktivis politik.[2] Saat duduk di bangku SMA Nasrani, Asmara sudah bergabung dengan Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI).[2] Bersama GAMKI ia melakukan aksi protes terhadap keadaan ekonomi bangsa yang semakin memburuk.[2]
Mahasiswa di Jakarta
[sunting | sunting sumber]Setelah lulus SMA tahun 1964, Asmara Nababan bertolak ke Jakarta, di sana ia tinggal bersama Panda Nababan, kakaknya.[2] Selama menjadi mahasiswa, Asmara berpindah-pindah jurusan, pertama ia berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (UKI), ia hanya bertahan selama tiga semester, kemudian pindah ke Sastra Inggris, di sana ia juga tidak melanjutkan kuliahnya.[2] Kemudian ia pindah ke Lembaga Kesenian Jakarta (LKJ), sekarang menjadi Institut Kesenian Jakarta (IKJ), kendati suka dan berbakat dalam bidang seni, ternyata Asmara pun tak betah.[2] Pada tahun 1967, Asmara memutuskan pindah ke Fakultas Hukum Universitas Indonesia, di sana ia mendalami ilmu hukum.[2]
Pada tahun 1970 harga minyak di pasar internasional melonjak, penyebabnya adalah perang di Timur Tengah, Negara–negara Arab mulai enggan menjual minyak ke Barat yang menjadi pendukung Israel.[2] Sebagai eksportir, Indonesia menikmati betul keadaan tersebut, negara memperoleh penghasilan sangat besar dari sektor perminyakan, tapi hal ini justru menjadi bencana, para pejabat tinggi negara mulai giat korupsi.[2] Aksi protes menolak korupsi pun marak dilakukan oleh berbagai kalangan, kelompok Mahasiswa Menggugat bersama Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) membentuk Komite Anti Korupsi (KAK).[2] Asmara Nababan bersama Akbar Tanjung, Thoby Mutis, Arief Budiman, Marsillam Simanjuntak, Sjahrir, dan yang lain menjadi aktornya.[2]
Berbagai aksi protes dan advokasi lainnya pun pernah dilakukan oleh Asmara Nababan semasa hidupnya, termasuk menolak proyek Taman Miniatur Indonesia Indah (TMII), Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Tapanuli Utara (1983), Pembantaian Santa Cruz (1991), dan lainnya.[2] Asmara Nababan menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 1975, kendati tamat ia tak pernah mengambil ijazah Sarjana Hukum (SH).[2]
Pada 7 juni 1993, Presiden Soeharto membentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), melalui mantan Jaksa Agung Ali Said SH memilih sejumlah orang untuk diangkat menjadi anggota Komnas HAM, salah satunya Asmara Nababan.[2] Tahun 1994 Asmara Nababan medapat tugas ke Aceh untuk membebaskan 11 anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang ditahan, kemudian pada 1998 Asmara kembali mendatangi aceh, di sana Asmara dan kawan-kawan mengungkap dan membongkar sebuah kuburan massal yang diyakini sebagai korban selama Aceh menjadi Daerah Operasi Militer (DOM, 1989-1998). Hal tersebut memicu ketegangan antara Komnas HAM denga Pemerintah saat itu.[2]
Mulanya Komnas HAM dianggap tidak akan mampu menjalankan tugasnya, dan hanya menjadi alat kepentingan pemerintah saja, tetapi berkat peran Asmara Nababan dan Kawan-kawan termasuk Baharudin Lopa, Kepercayaan publik terhadap Komnas HAM saat itu terus meningkat.[2] Hal itu terlihat dari upaya pengungkapan berbagai kasus pelanggaran HAM yang dilakukan Komnas HAM, Misal Komnas HAM membentuk Komisi Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP HAM) dalam menuntaskan kasus di Timor Timur.[2] Asmara menjadi Sekretaris Jenderal Komnas HAM untuk periode 1993-1998.[1]
Pemikiran
[sunting | sunting sumber]Tentang demokrasi
[sunting | sunting sumber]Ada beragam paham demokrasi di dunia.[5] Walaupun demikian, ada dua ciri utama dari semua jenis demokrasi, yaitu bahwa mereka mempunyai baik unsur-unsur universal maupun elemen-elemen lokal yang tak terhindarkan harus turut diperhitungkan pada saat suatu sistem demokrasi beroperasi.[5])
Menyadari ciri-ciri demokrasi ini, para pendiri KID memilih untuk mewadahi berlangsungnya suatu proses dialektika dinamis antara kedua elemen demokrasi itu.[5] Suatu dialog kontekstual yang saling memperkaya antara keduanya dikelola dengan dada lapang.[5] Demokrasi jenis ini dinamakan oleh KID sebagai demokrasi kontekstual.[5]
Tentang Multikulturalisme
[sunting | sunting sumber]Multikulturalisme—didefinisikan secara umum oleh banyak kalangan sebagai sebagai sebuah kepercayaan yang menyatakan bahwa kelompok-kelompok etnik atau budaya (ethnic and cultural groups) dapat hidup berdampingan secara damai dalam prinsip coexistence yang ditandai oleh kesediaan untuk menghormati budaya lain—adalah sebuah tema yang relatif baru dibicarakan di negeri ini.[5]
Sebagai sebuah tema, multikulturalisme dibicarakan umumnya dalam kerangka mengunjungi kembali (revisiting) dan menemukan kembali (reinventing) gagasan-gagasan yang lebih masuk akal tentang bagaimana sebuah masyarakat majemuk di Indonesia ini dapat dikembangkan dalam sebuah konsepsi masyarakat “warna-warni” yang tidak saja berciri partisipatoris namun juga emansipatoris.[5]
Berbeda dengan pluralisme yang menekankan pada perbedaan ide, multikulturalisme berkenaan dengan kebedaan yang bersumber terutama pada identitas etnik dan agama.[5] Sebagai misal, orang bisa berasal dari etnik dan agama yang sama namun memiliki orientasi politik yang berbeda.[5] Namun, sangat jelas bahwa di antara etnik dan penganut agama yang berbeda selalu dapat ditemukan identitas sosial dan budaya yang berbeda, dari yang sangat simbolik hingga yang sangat nyata.[5] Identitas kelompok etnik dan agama, oleh karena itu, adalah sebuah entitas sosial dan budaya yang sering melampaui batas-batas kelas, gender, dan ideologi politik.[5]
Kehidupan Pribadi
[sunting | sunting sumber]Keluarga
[sunting | sunting sumber]Anak bungsu dari sebelas bersaudara ini memiliki nama lengkap Asmara Victor Michael Nababan.[2] Ayahnya bernama Jonathan Laba Nababan, Ibunya Intan Dora Lumban Tobing, sedangkan sepuluh saudara kandung Asmara Nababan yang lain berturut adalah Alice Ernata Dorcas Nababan (1930), Johanes Sahab Manongar Nababan (1932), Soritua Albert Ernst Nababan (1933), Euince Martha Susanti Nababan (1934), David Uli Maruhum Nababan (1935), Edith Dumasi Nababan (1937), Jhon Togar Demak Nababan (1938), Indra Rumanggor M. Nababan (1940), Ray Leonard Timbang M. Nababan (1942), Pandapotan Maruli Asi (1944).[2] Istrinya bernama Magdalena Sitorus.[2] Dari perkawinannya, Asmara Nababan dikaruniai tiga orang puteri dan seorang putra.[2] Puteri pertama bernama Juanita Miryam Hotmaida Nababan, Puteri kedua, Natasha Ruth Mariana Nababan, puteri ketiga, Aviva Selma Bulan Nababan, dan Putera bungsu Yehonathan Uli Asi Nababan.[2]
Kematian
[sunting | sunting sumber]Asmara Nababan menghembuskan napas terakhir di rumah sakit Fuda, Guangzhou, China pada 20 Oktober 2007 pukul 12.30 waktu setempat. Ia meninggal dunia akibat kanker paru-paru yang telah diderita selama setahun lebih.[4] Asmara Nababan dimakankan di Pemakaman Tanah Kusir, Jakarta Selatan.[4]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b "In Memoriam". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-09. Diakses tanggal 2014-04-08.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z 2011. Asmara Nababan: Oase Bagi Setiap Kegelisahan. Jakarta: PCD Press and Demos. ISBN 978-979-99969-1-6
- ^ a b "Asmara Nababan". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-08. Diakses tanggal 2014-04-08.
- ^ a b c d Asmara Victor Michael Nababan
- ^ a b c d e f g h i j k "Artikel Asmara Nababan". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-08. Diakses tanggal 2014-04-08.