Lompat ke isi

Wahdatul Wujud: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Shiyama (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Perbaikan kesalahan ketik
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
 
(99 revisi perantara oleh 18 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Redirect|Artikel|artikel mengenai Mansur Al-Hallaj |Mansur Al-Hallaj|artikel mengenai Ibnu Arabi |Ibnu Arabi|artikel mengenai Raden Abdul Jalil |Raden Abdul Jalil}}
'''Wahdatul Wujud''' mempunyai pengertian secara awam yaitu; ''bersatunya Tuhan dengan manusia yang telah mencapai hakiki atau dipercaya telah suci''. Pengertian sebenarnya adalah ''merupakan penggambaran bahwa Tuhan-lah yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Allah adalah sang Khalik, Dia-lah yang telah menciptakan manusia, Dia-lah Tuhan dan kita adalah bayangannya''. Dari pengertian yang hampir sama, terdapat pula kepercayaan selain wahdatul wujud. Yaitu '''Wahdatul Syuhud'''. Pengertiannya yaitu; ''Kita dan semuanya adalah bagian dari dzat Allah''.
'''Wahdatul wujud''' berasal dari kata ''wahdah'' (وحدة) yang berarti tunggal atau kesatuan dan ''al-wujud'' (الوجود ) yang berarti ada, [[eksistensi]], atau keberadaan. Secara harfiah moonwahdatul wujud artinya adalah "kesatuan eksistensi".{{sfn|Uswatun|2015|p=26}}


Ajaran ini menyebutkan bahwa [[Tuhan]] adalah [[Dzat Yang Maha Esa]], sedangkan makhluk adalah bagian dari Dzat Yang Maha Esa tersebut, dan Tuhan memperlihatkan Diri pada apa saja yang ada di [[alam semesta]] ini, karena tak ada satupun di [[alam semesta]] ini kecuali [[eksistensi|wujud]] Tuhan.{{sfn|Uswatun|2015|p=26}} Dengan kata lain, [[Eksistensi|eksistensi]]<nowiki/> alam semesta merupakan [[manifestasi]] dari keberadaan Tuhan.
Jadi keduanya berpengertian, kita dapat bersatu dengan dzat Allah. Dalam penggambaran karya-karya suluk di jawa yang berisi mengkritik ajaran para wali sembilan, misalnya suluk karya Syekh Siti Jenar (contoh lainnya adalah serat gatholokoco, dinamakan serat karena penulis suluk ini, Gatholokoco berpendapat bahwa suluk lebih cenderung ke islam), manusia dianggap memiliki 20 sifat-sifat Allah. Contohnya di antaranya; dzat Allah terdapat pada diri kita, jadi kita tidak perlu shalat karena dzat Allah sudah ada pada diri kita (Jawa: Islam Abangan). Tentu saja hal-hal tersebut di atas sangat bertentangan dengan syariat islam, dan [[Syekh Siti Jenar]] dihukum oleh para [[Wali Songo|wali sembilan]]. (Sejarah Syekh Siti Jenar tidak terlalu jelas).


== Sejarah ==
'''Wahdatul Wujud''' sebenarnya adalah suatu ilmu yang tidak disebarluaskan ke orang awam. Sekalipun demikian, para wali-lah yang mencetuskan hal tersebut. Karena sangat dikhawatirkan apabila ilmu wahdatul wujud disebarluaskan akan menimbulkan fitnah dan orang awam akan salah menerimanya. Wali yang mencetuskan tersebut contohnya adalah Al Hallaj dan Ibn Arabi. Meskipun demikian, para wali tersebut tidak pernah mengatakan dirinya adalah tuhan. Dan mereka tetap dikenal sebagai ulama alim.
Wahdatul wujud selalu dihubungkan dengan [[Ibnu Arabi]], karena [[Ibnu Arabi]] dianggap sebagai penggagasnya. Walaupun Wahdatul wujud dikaitkan dengan aliran [[Ibnu Arabi]] tetapi sebetulnya Wahdatul wujud sudah diajarkan oleh beberapa sufi sebelum Ibnu Arabi.{{sfn|Siregar|2019|p=36}}


[[Sufi]] sebelum Ibnu Arabi yang membuat pernyataan yang dianggap mengandung doktrin Wahdatul wujud adalah [[Al-Ghazali|Abu Hamid Al-Ghazali]], dalam sebuah karyanya Al-Ghazali berkata ”''sesuatu yang maujud dengan sebenar-benarnya adalah Allah Swt, sebagaimana cahaya yang sebenar-benarnya adalah Allah Swt''”, ”''tidak ada wujud kecuali Allah dan wajah-Nya, dengan itu pula, maka segala sesuatu binasa kecuali wajah-Nya secara azali dan abadi''{{sfn|Siregar|2019|p=39}}”.
Dalam dunia [[tasawuf]], sering terdapat perbedaan antara ilmu syariat dan ilmu ma'rifat. Sebagai orang islam tentu saja diharuskan menguasai ilmu syariat. Dan ilmu ma'rifat atau ilmu tashawuf dengan kata lain ilmu hikmah, sangat ditekankan untuk mengambil sebuah hikmah. Hal tersebut telah diabadikan oleh Allah dalam [[Al-Qur'an]] [[Surat Al Kahfi]] tentang pertemuan Nabi Musa dan Nabi Khidir. Hal tersebut menunjukan Ilmu Syariat yang dikuasai Nabi Musa dari kitabnya (Taurat) dan Nabi Khidir yang mendapatkan langsung ilmunya dari petunjuk Allah yang penuh hikmah atau ilmu ma'rifat.


[[Ma'ruf Al-Karkhi]] salah satu [[sufi]] yang hidup empat abad sebelum [[Ibnu Arabi]] adalah orang pertama yang mengungkapkan [[syahadat]] dengan kata-kata “''tiada sesuatupun dalam wujud kecuali Allah''”.{{sfn|Siregar|2019|p=39}}
Dalam penggambaran awal tersebut sudah ditunjukan betapa susahnya memahami ilmu ma'rifat dengan ilmu syariat. Penggambarannya adalah seperti pertemuan antara daratan dan lautan. Dimana Musa diberitahukan, ia akan menemukan orang yang lebih pandai darinya disaat ikan yang dibawanya hilang. Ikan mati tersebut hidup kembali di suatu tempat ketika Nabi Musa dan pembantunya beristirahat. Hal itu merupakan penggambaran ilmu yang sangat susah sekali dimana ikan mati dapat hidup kembali, seperti Nabi Musa yang tidak dapat bersabar melihat perilaku Nabi Khidir yang dilihat secara syariat sangat bertentangan. Tetapi hal tersebut dilakukan Nabi Khidir dari petunjuk Allah yang penuh dengan hikmah. Jadi tentu saja hal-hal ma'rifat hanya dapat dipahami secara pribadi bagi orang yang diturunkan kepadanya secara langsung.


Tokoh yang cukup berperan mempopulerkan istilah wahdatul wujud adalah [[Ibnu Taimiyah]], seorang pemikir dan [[ulama|ulama Islam]] guru dari [[Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah]].{{sfn|Siregar|2019|p=39}} Walaupun [[Ibnu Taimiyah]] menggunakan istilah Wahdatul Wujud untuk mengkritik terhadap doktrin Wahdatul wujud,{{sfn|Usman|2020|p=50}} Tetapi istilah ini sudah banyak digunakan oleh kalangan sufi di ajaran tasawuf.
Meskipun ilmu ma'rifat terlihat sangat bertentangan dengan ilmu syariat, tetapi sebenarnya tidak. Jadi ilmu tersebut dapat dikatakan ilmu tinggi yang digali dari perjalanan pikir para wali dan tidak untuk disebarluaskan. Hal tersebut seperti terjadi pada Syekh Siti Jenar yang mendengarkan wejangan yang diberikan oleh [[Sunan Ampel]] kepada orang yang akhirnya menjadi seorang wali, yaitu [[Sunan Bonang]]. Siti Jenar adalah orang awam yang salah tangkap menerima wejangan tersebut. Tetapi dari kedua konsep tersebut, para ulama masih berbeda pendapat.


== Tokoh-tokoh Wahdatul wujud ==
Selain perseteruan pendapat konsep wahdatul wujud dan wahdatul syuhud di jawa, hal itu juga terjadi pada kaum Syi'ah Isma'iliyah pada masa Al Hallaj. Hal yang berbeda pengertian terjadi dari definisi kaum syi'ah tentang zina, puasa, dan sabar. Mereka juga dianggap pemberontak dan dianggap musuh oleh raja dan para ulama. Peperangan yang terjadi tidaklah dari para ulama, tetapi oleh Raja yang menganggap mereka adalah pemberontak dan musuh politik. '''Al Hallaj''' yang hidup di masa itu, dia mengucapkan kata yang sangat menggemparkan: '''Ana Al-Haqq''' berarti Akulah kebenaran. Dia kemudian dianggap mendukung kaum syi'ah. Hal ini juga berarti permasalahan yang timbul dari perselisihan antara ilmu syariat, ilmu ma'rifat, dan kekuasaan atau politik. Semua yang terjadi adalah karena kesalahan pemahaman. Terbunuhnya Al Hallaj bukan karena ucapannya tetapi karena politik.Tetapi merupakan kesalahan Al Hallaj yang mengucapkan dan mengajarkan konsep Wahdatul Wujud (''Ana Al-Haqq'') kepada murid-muridnya. Bahwa hal tersebut adalah ilmu yang sangat pribadi dan hanya dimengerti oleh orang yang menerimanya. Selain itu, Al Haqq merupakan sifat-sifat Allah.
=== Al-Hallaj ===
[[File:Hallaj.jpg|thumb|Lukisan [[Amir Khosrow]] tentang penggambaran eksekusi [[Al-Hallaj]]]]
[[Al-Hallaj|Abu Abdullah Husain bin Mansur]] [[Al-Hallaj]] dikenal dengan nama [[Al-Hallaj]] seorang [[Syekh]] [[Sufi]] keturunan [[Persia]] [[abad ke-9]] dan [[abad ke-10|ke-10]] dilahirkan di kota [[Thur]] di kawasan [[Baidhah]], [[Iran Tenggara]], pada tanggal [[26 Maret]] [[866]] M.{{sfn|Siregar|2019|p=43}}{{sfn|Siregar|2019|p=44}} Ia terkenal dengan ucapannya: "Ana al haq" (Akulah kebenaran) karena ucapannya itu mengakibatkannya dieksekusi. Sebab [[Islam]] tidak menerima pandangan bahwa seorang manusia bisa bersatu dengan [[Allah]] dan karena [[Kebenaran]] adalah salah satu nama [[Allah]], maka ini berarti bahwa [[al-Hallaj]] menyatakan ketuhanannya sendiri.{{sfn|Siregar|2019|p=44}}


=== Siti Jenar ===
Ilmu syariat dan ilmu ma'rifat akan selalu menemui kesulitan untuk diajarkan terutama ke masyarakat awam karena ilmu ma'rifat bersifat pribadi dan ghaib. Hal itu merupakan rahasia bagi orang yang menerimanya.
Nama aslinya adalah [[Raden Abdul Jalil]], lahir di [[Iran]]/[[Persia]] tahun (1348-1439 H/1426-1517 M)<ref>{{citeweb|url=https://www.suara.com/news/2020/05/16/190626/mengungkap-sosok-syekh-siti-jenar-yang-sebenarnya-siapa-dia?page=all|title=Mengungkap Sosok Syekh Siti Jenar yang Sebenarnya, Siapa Dia?|author1=Reza Gunadha|author2=Chyntia Sami l Bhayangkara|date=Sabtu, 16 Mei 2020|accessdate=15 Februari 2022|website=www.suara.com}}</ref> bertempat tinggal di [[Jepara]], [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]]. [[Siti Jenar]] terkenal sebab ajarannya ''Manunggaling Kawula Gusti'' istilah Wahdatul wujud yang dijawakan. Siti Jenar mengembangkan paham jalan hidup sufi yang dianggap bertentangan dengan ajaran [[Wali songo]]. Pertentangan praktik sufi oleh Siti Jenar dengan Wali songo terletak pada penekanan aspek formal ketentuan syariat yang dilakukan oleh [[Wali songo]].{{sfn|Siregar|2019|p=45}}{{sfn|Siregar|2019|p=46}}


=== Ibnu Arabi ===
[[Kategori:Sufi]]
[[Ibnu Arabi]], salah satu sufi terkenal dalam perkembangan [[tasawuf]]. Lahir pada tahun 560 H{{sfn|Mukarromah|2017|p=141}} merupakan tokoh yang cukup kontroversial Ia mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu pun yang wujud kecuali Tuhan. Segala yang ada selain Tuhan adalah penampakan lahiriah dari-Nya. Perkataan yang diungkapkannya: “''Maha Suci Dzat
yang menciptakan segala sesuatu, dan Dia adalah segala sesuatu
itu sendiri.''”{{sfn|Mukarromah|2017|p=140}}

== Lihat pula ==
*[[Panteisme]]
*[[Tasawuf]]

== Referensi ==
{{Reflist}}
===Bibliografi===
{{refbegin}}
*{{citation|title=KONSEP WAHDAT AL-WUJŪD IBN `ARABĪ DAN MANUNGGALING KAWULO LAN GUSTI RANGGAWARSITA|last=Uswatun|first=Hasanah|year=2015|url=http://eprints.walisongo.ac.id/4308/1/104111012.pdf|authorlink=Nur yadi}}
*{{citation|title=Konsep Wahdatul Wujud Menurut Syamsuddin as-Sumatrani|last=Siregar|first=Annisa Fitriani|year=2019|url=http://repository.uinsu.ac.id/9584/1/SKRIPSI%20PDF.pdf|authorlink=Ms Nurul Hidayah Siregar}}
*{{citation|title=MENEROKA PEMIKIRAN IBN TAYMIYAH: Kritik terhadap Filsafat dan Tasawuf|last=Usman|first=Muh. Ilham|url=https://jurnal.iainpalu.ac.id/index.php/rsy/article/view/533/354|year=2020|doi=10.24239/rsy.v16i1.533}}
*{{citation|title=ITTIHAD, HULUL, DAN WAHDAT AL-WUJUD|last=Mukarromah|first=Oom|year=2017|issue=Vol 16 No 01 (2015): Januari-Juni 2015|url=http://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/tazkiya/article/download/212/214/|ISSN=1411-7886}}
{{Refend}}

[[Kategori:Teologi]]
[[Kategori:Tasawuf]]
[[Kategori:Akidah]]

Revisi terkini sejak 15 Februari 2024 07.48

Wahdatul wujud berasal dari kata wahdah (وحدة) yang berarti tunggal atau kesatuan dan al-wujud (الوجود ) yang berarti ada, eksistensi, atau keberadaan. Secara harfiah moonwahdatul wujud artinya adalah "kesatuan eksistensi".[1]

Ajaran ini menyebutkan bahwa Tuhan adalah Dzat Yang Maha Esa, sedangkan makhluk adalah bagian dari Dzat Yang Maha Esa tersebut, dan Tuhan memperlihatkan Diri pada apa saja yang ada di alam semesta ini, karena tak ada satupun di alam semesta ini kecuali wujud Tuhan.[1] Dengan kata lain, eksistensi alam semesta merupakan manifestasi dari keberadaan Tuhan.

Wahdatul wujud selalu dihubungkan dengan Ibnu Arabi, karena Ibnu Arabi dianggap sebagai penggagasnya. Walaupun Wahdatul wujud dikaitkan dengan aliran Ibnu Arabi tetapi sebetulnya Wahdatul wujud sudah diajarkan oleh beberapa sufi sebelum Ibnu Arabi.[2]

Sufi sebelum Ibnu Arabi yang membuat pernyataan yang dianggap mengandung doktrin Wahdatul wujud adalah Abu Hamid Al-Ghazali, dalam sebuah karyanya Al-Ghazali berkata ”sesuatu yang maujud dengan sebenar-benarnya adalah Allah Swt, sebagaimana cahaya yang sebenar-benarnya adalah Allah Swt”, ”tidak ada wujud kecuali Allah dan wajah-Nya, dengan itu pula, maka segala sesuatu binasa kecuali wajah-Nya secara azali dan abadi[3]”.

Ma'ruf Al-Karkhi salah satu sufi yang hidup empat abad sebelum Ibnu Arabi adalah orang pertama yang mengungkapkan syahadat dengan kata-kata “tiada sesuatupun dalam wujud kecuali Allah”.[3]

Tokoh yang cukup berperan mempopulerkan istilah wahdatul wujud adalah Ibnu Taimiyah, seorang pemikir dan ulama Islam guru dari Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.[3] Walaupun Ibnu Taimiyah menggunakan istilah Wahdatul Wujud untuk mengkritik terhadap doktrin Wahdatul wujud,[4] Tetapi istilah ini sudah banyak digunakan oleh kalangan sufi di ajaran tasawuf.

Tokoh-tokoh Wahdatul wujud

[sunting | sunting sumber]

Al-Hallaj

[sunting | sunting sumber]
Lukisan Amir Khosrow tentang penggambaran eksekusi Al-Hallaj

Abu Abdullah Husain bin Mansur Al-Hallaj dikenal dengan nama Al-Hallaj seorang Syekh Sufi keturunan Persia abad ke-9 dan ke-10 dilahirkan di kota Thur di kawasan Baidhah, Iran Tenggara, pada tanggal 26 Maret 866 M.[5][6] Ia terkenal dengan ucapannya: "Ana al haq" (Akulah kebenaran) karena ucapannya itu mengakibatkannya dieksekusi. Sebab Islam tidak menerima pandangan bahwa seorang manusia bisa bersatu dengan Allah dan karena Kebenaran adalah salah satu nama Allah, maka ini berarti bahwa al-Hallaj menyatakan ketuhanannya sendiri.[6]

Siti Jenar

[sunting | sunting sumber]

Nama aslinya adalah Raden Abdul Jalil, lahir di Iran/Persia tahun (1348-1439 H/1426-1517 M)[7] bertempat tinggal di Jepara, Jawa Tengah, Indonesia. Siti Jenar terkenal sebab ajarannya Manunggaling Kawula Gusti istilah Wahdatul wujud yang dijawakan. Siti Jenar mengembangkan paham jalan hidup sufi yang dianggap bertentangan dengan ajaran Wali songo. Pertentangan praktik sufi oleh Siti Jenar dengan Wali songo terletak pada penekanan aspek formal ketentuan syariat yang dilakukan oleh Wali songo.[8][9]

Ibnu Arabi

[sunting | sunting sumber]

Ibnu Arabi, salah satu sufi terkenal dalam perkembangan tasawuf. Lahir pada tahun 560 H[10] merupakan tokoh yang cukup kontroversial Ia mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu pun yang wujud kecuali Tuhan. Segala yang ada selain Tuhan adalah penampakan lahiriah dari-Nya. Perkataan yang diungkapkannya: “Maha Suci Dzat yang menciptakan segala sesuatu, dan Dia adalah segala sesuatu itu sendiri.[11]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Uswatun 2015, hlm. 26.
  2. ^ Siregar 2019, hlm. 36.
  3. ^ a b c Siregar 2019, hlm. 39.
  4. ^ Usman 2020, hlm. 50.
  5. ^ Siregar 2019, hlm. 43.
  6. ^ a b Siregar 2019, hlm. 44.
  7. ^ Reza Gunadha; Chyntia Sami l Bhayangkara (Sabtu, 16 Mei 2020). "Mengungkap Sosok Syekh Siti Jenar yang Sebenarnya, Siapa Dia?". www.suara.com. Diakses tanggal 15 Februari 2022. 
  8. ^ Siregar 2019, hlm. 45.
  9. ^ Siregar 2019, hlm. 46.
  10. ^ Mukarromah 2017, hlm. 141.
  11. ^ Mukarromah 2017, hlm. 140.

Bibliografi

[sunting | sunting sumber]