Pasutan: Perbedaan antara revisi
Naval Scene (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
Naval Scene (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 14: | Baris 14: | ||
|birth_place = |
|birth_place = |
||
|death_date = |
|death_date = |
||
|religion = [[ |
|religion = [[Islam Sunni]] |
||
|signature = |
|signature = |
||
}} |
}} |
Revisi terkini sejak 24 Agustus 2024 11.19
Pasutan | |||||
---|---|---|---|---|---|
Sultan Deli | |||||
Berkuasa | 1728-1761 | ||||
Pendahulu | Tuanku Panglima Paderap | ||||
Penerus | Tuanku Panglima Gandar Wahid | ||||
| |||||
Ayah | Tuanku Panglima Paderap | ||||
Agama | Islam Sunni |
Tuanku Panglima Pasutan (1728—1761),[1] bergelar Kejuruan Padang,[2] adalah penguasa keempat Kesultanan Deli.[3][4] Ia menggantikan ayahnya Tuanku Panglima Paderap, tetapi terjadi perpecahan dalam keluarga sehingga sebagian wilayah Deli berpisah, yang kemudian menjadi Kesultanan Serdang.[3][4]
Perpecahan Deli dan Serdang
[sunting | sunting sumber]Ketika Tuanku Paderap meninggal dunia pada tahun 1728,[5] selama beberapa tahun sempat terjadi perebutan kekuasaan di Deli.[3][6] Hal ini karena Tuanku Jalaluddin anak pertama Tuanku Paderap tidak bisa menggantikan kedudukan ayahnya, sebab memiliki kecacatan jasmani.[3] Akhirnya, Tuanku Pasutan menjadi penguasa Deli yang keempat, sementara adiknya Tuanku Umar menjadi memisahkan diri dan menjadi penguasa Serdang yang pertama.[3][4][6]
Pemerintahan
[sunting | sunting sumber]Di masa pemerintahannya, Tuanku Pasutan memindahkan ibu kota pemerintahan dari Padang Datar ke Labuhan Deli.[1][7] Ia mendirikan istana baru dan masjid raya di sana.[7] Ia juga memberikan gelar Datuk bagi para kepala suku (sebiyak-biyak) penduduk asli Deli yang mendukungnya.[1]Adapun keempat suku yang memperoleh gelar itu adalah; daerah Sepuluh Dua Kuta yang meliputi daerah Hamparan Perak dan sekitarnya, daerah Serbanyaman yang meliputi daerah Sunggal dan sekitarnya, daerah Senembah yang meliputi daerah Patumbak, Tanjung Morawa dan sekitarnya, dan daerah Sukapiring, yang meliputi daerah Kampung Baru dan Medan Kota sekitarnya.[8]
Wafat
[sunting | sunting sumber]Tuanku Pasutan wafat tahun 1761, dan dimakamkan di pemakaman para sultan Deli di Masjid Raya Al-Osmani.[7]
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c Peran kraton, puri, dan kesultanan Nusantara dalam pelestarian lingkungan hidup. Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Republik Indonesia. 2009. hlm. 14.
- ^ (Tengku.), M. Lah Husny; Daerah, Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan (1978). Lintasan sejarah peradaban dan budaya penduduk Melayu-Pesisir Deli, Sumatra Timur, 1612-1950. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah.
- ^ a b c d e Ikhsan, Edy (2015). Konflik Tanah Ulayat dan Pluralisme Hukum: Hilangnya Ruang Hidup Orang Melayu Deli. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 22–23. ISBN 9789794619377.
- ^ a b c Perret, Daniel (2010). Kolonialisme dan Etnisitas Batak dan Melayu di Sumatra Timur Laut. Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 395. ISBN 9789799102386.
- ^ (Tengku.), M. Lah Husny; Daerah, Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan (1978). Lintasan sejarah peradaban dan budaya penduduk Melayu-Pesisir Deli, Sumatra Timur, 1612-1950. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah.
- ^ a b Meuraxa, Dada (1973). Sejarah kebudayaan suku-suku di Sumatera Utara. Penerbit Sasterawan. hlm. 99.
- ^ a b c Pilliangnasi, Hiqmad Muharman (2013-06-10). Backpacking: Medan-Brastagi-Toba. Elex Media Komputindo. ISBN 9786020213231.
- ^ Takari, Muhammad (2012). Sejarah Kesultanan Deli dan Peradaban Kemasyarakatnya. Medan: USU Press. hlm. 76. ISBN 9794586080.
Didahului oleh Tuanku Panglima Paderap |
Panglima Deli 1728-1761 |
Dilanjutkan oleh Tuanku Panglima Gandar Wahid |