Lompat ke isi

Ratu Adil: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Ekadiwiki (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
August.die (bicara | kontrib)
Memperbaiki Ejaan
 
Baris 6: Baris 6:


== Istilah ==
== Istilah ==
''Ratu Adil'' dalam bahasa Jawa berarti raja yang adil. Ratu dalam bahasa modern digambarkan sebagai pasangan dari raja, pendamping raja, sedangkan dalam bahasa lampau digambarkan sebagai pemimpin tanpa melihat gendernya, dapat perempuan atau laki-laki. Ratu Adil kadang dalam beberapa pembahasan diistilahkan dengan "S''atria Piningit"'' yang juga disebut dalam [[Ramalan Jayabaya|Jangka Jayabaya]]. Namun pendapat lain percaya bahwa keduanya adalah dua orang yang yang berbeda, Dalam hal orang yang dipercaya sebagai S''atria Piningit'' belum tentu bisa menjadi Ratu Adil.<ref>{{Cite news|last=Solopos|date=2021-12-10|title=Menguak Ramalan Jayabaya soal sosok Ratu Adil|url=https://nasional.okezone.com/read/2021/12/10/337/2514751/menguak-ramalan-jayabaya-soal-sosok-ratu-adil|work=[[Okezone.com]]|language=id-ID|access-date=2022-08-30|first=Agregasi}}</ref> Belum jelas apakah ini merupakan [[metafora]] terhadap karakter ataukah terhadap perseorangan. Serat Jayabaya juga dalam Serat Ronggowarsito menjelaskan tentang tujuh sifat dari kepemimpinan. Tujuh karakter Ronggowarsito ini juga disebut-sebut tersirat dalam salah satu bab dari Babad Tanah Jawi beserta cerita-cerita dari tanah jawa seperti tentang Aji Saka, Siyung Wanara, dan lain-lain.
Dalam bahasa Jawa, ''Ratu Adil'' berarti raja yang adil. Ratu dalam bahasa modern digambarkan sebagai pasangan dari raja, pendamping raja, sedangkan dalam bahasa lampau digambarkan sebagai pemimpin tanpa melihat gendernya, dapat perempuan atau laki-laki. Dalam beberapa pembahasan Ratu Adil diistilahkan dengan "S''atria Piningit"'' yang juga disebut dalam [[Ramalan Jayabaya|Jangka Jayabaya]]. Namun pendapat lain percaya bahwa keduanya adalah dua orang yang yang berbeda. Dalam hal orang yang dipercaya sebagai S''atria Piningit'' belum tentu bisa menjadi Ratu Adil.<ref>{{Cite news|last=Solopos|date=2021-12-10|title=Menguak Ramalan Jayabaya soal sosok Ratu Adil|url=https://nasional.okezone.com/read/2021/12/10/337/2514751/menguak-ramalan-jayabaya-soal-sosok-ratu-adil|work=[[Okezone.com]]|language=id-ID|access-date=2022-08-30|first=Agregasi}}</ref> Belum jelas apakah ini merupakan [[metafora]] terhadap karakter ataukah terhadap perseorangan. Serat Jayabaya juga dalam Serat Ronggowarsito menjelaskan tentang tujuh sifat dari kepemimpinan. Tujuh karakter Ronggowarsito ini juga disebut-sebut tersirat dalam salah satu bab dari Babad Tanah Jawi beserta cerita-cerita dari tanah jawa seperti tentang Aji Saka, Siyung Wanara, dan lain-lain.


== Selayang pandang ==
== Selayang pandang ==
Sebagaimana yang disebutkan oleh ''Ramalan Jayabaya,'' senjata Ratu Adil adalah ''[[Trisula]]'' yakni senjata bergagang tongkat panjang bermata tiga yang menyimbolkan weda atau pengetahuan. Dalam hal ini, pengetahuan atau keilmuan tersebut memiliki karakter berupa tiga hal: sifat kebenaran, kebijaksanaan, dan keadilan. Pembicaraan dalam Serat Jayabaya mengacu pada kepengetahuan mengenai penataan dunia atau kepemimpinan. ''Trisula Weda'' sendiri sebuah perumpamaan mengenai ilmu rahasia leluhur nusantara yang disebut [[Sastra Jendra Hayuningrat]] yaitu ilmu untuk menata dunia dengan metode menghubungkan benang merah antara masa sekarang, masa depan,dan masa lalu. Demikian halnya perlambangan dari ketiga mata dari trisula. Dipercaya bahwa mereka-mereka yang berpengetahuan tentang masa lalu akan dapat memberikan pengetahuan dengan penuh kebenaran, juga mumpuni untuk memahami permasalahan pada masa sekarang sehingga dapat memberikan saran pemecahan secara bijaksana. Dengan demikian, mereka dapat berlaku adil sesuai dengan situasi kontekstual masyarakat pada masa tersebut dan dapat dipergunakan sebagai pegangan pada masa berikutnya.
Sebagaimana yang disebutkan oleh ''Ramalan Jayabaya,'' senjata Ratu Adil adalah ''[[Trisula|Trisula,]]'' yakni senjata bergagang tongkat panjang bermata tiga yang menyimbolkan weda atau pengetahuan. Dalam hal ini, pengetahuan atau keilmuan tersebut memiliki karakter berupa tiga hal, yaitu sifat kebenaran, kebijaksanaan, dan keadilan. Pembicaraan dalam Serat Jayabaya mengacu pada kepengetahuan mengenai penataan dunia atau kepemimpinan. ''Trisula Weda'' sendiri sebuah perumpamaan mengenai ilmu rahasia leluhur nusantara yang disebut [[Sastra Jendra Hayuningrat]], yaitu ilmu untuk menata dunia dengan metode menghubungkan benang merah antara masa sekarang, masa depan,dan masa lalu. Demikian halnya perlambangan dari ketiga mata dari trisula yang dipercaya bahwa mereka-mereka yang berpengetahuan tentang masa lalu dapat memberikan pengetahuan dengan penuh kebenaran, juga mumpuni untuk memahami permasalahan pada masa sekarang sehingga dapat memberikan saran pemecahan secara bijaksana. Dengan demikian, mereka dapat berlaku adil sesuai dengan situasi kontekstual masyarakat pada masa tersebut dan dapat dipergunakan sebagai pegangan pada masa berikutnya.


Kepercayaan [[Jawa kuno]] (dwipa) mengenal sosok Ratu Adil dari zaman dahulu. Dia adalah sosok keturunan dari [[Krisna]]. Sosok yang diyakini sebagai bukti janji dari [[Sabdo Palon]] yang merupakan ''[https://news.solopos.com/isi-sumpah-sabdo-palon-kembali-ke-tanah-jawa-1239952 Pamomong]'' tanah Jawa kepada seorang ulama yang membawa ajaran Islam. Ada satu dari keempat janji yang tidak disanggupi ulama Islam, yaitu ajaran Islam tidak akan mengubah orang Jawa menjadi kehilangan kejawaannya. Hal itu hanya mampu dibuktikan sesuai perjalanan waktu yang akan datang hingga saat janji tersebut tidak ditepati maka ''Sabdo Palon'' akan datang untuk menagih janjinya dengan memilih ''momongan'' sebagai Satria piningit atau satria yang tersembunyi untuk menyadarkan kembali masyarakat khususnya di tanah Jawa dalam mengenali jati dirinya.
Kepercayaan [[Jawa kuno]] (dwipa) mengenal sosok Ratu Adil dari zaman dahulu. Dia adalah sosok keturunan dari [[Krisna]]. Sosok yang diyakini sebagai bukti janji dari [[Sabdo Palon]] yang merupakan ''[https://news.solopos.com/isi-sumpah-sabdo-palon-kembali-ke-tanah-jawa-1239952 Pamomong]'' tanah Jawa kepada seorang ulama yang membawa ajaran Islam. Ada satu dari keempat janji yang tidak disanggupi ulama Islam, yaitu ajaran Islam tidak akan mengubah orang Jawa menjadi kehilangan kejawaannya. Hal itu hanya mampu dibuktikan sesuai perjalanan waktu yang akan datang hingga saat janji tersebut tidak ditepati maka ''Sabdo Palon'' akan datang untuk menagih janjinya dengan memilih ''momongan'' sebagai Satria piningit atau satria yang tersembunyi untuk menyadarkan kembali masyarakat khususnya di tanah Jawa dalam mengenali jati dirinya.

Revisi terkini sejak 1 Mei 2024 06.00

Ratu Adil (kadang disamakan dengan Satria Piningit) merupakan mitologi dalam tulisan-tulisan kuno Raja Kediri Prabu Jayabaya yang pada abad -11 meramalkan kelak muncul sosok sosok pemimpin Nusantara untuk mengakhiri zaman "Kalabendu" (sukar/sengsara). Kedatangannya akan menjadi penyelamat, pembawa keadilan, dan kesejahteraan bagi masyarakat. Ia dijuluki "Herucokro" yakni orang yang tidak mengutamakan kekayaan dan materi. Di dalam kitab Musarar Jayabaya disebutkan bahwa kedatangan Ratu Adil ditandai dengan kemelut sosial, malapetaka alam, serta jatuhnya raja besar yang ditakuti. Serat Jayabaya juga sering disebut ramalan Jayabaya.

Dalam bahasa Jawa, Ratu Adil berarti raja yang adil. Ratu dalam bahasa modern digambarkan sebagai pasangan dari raja, pendamping raja, sedangkan dalam bahasa lampau digambarkan sebagai pemimpin tanpa melihat gendernya, dapat perempuan atau laki-laki. Dalam beberapa pembahasan Ratu Adil diistilahkan dengan "Satria Piningit" yang juga disebut dalam Jangka Jayabaya. Namun pendapat lain percaya bahwa keduanya adalah dua orang yang yang berbeda. Dalam hal orang yang dipercaya sebagai Satria Piningit belum tentu bisa menjadi Ratu Adil.[1] Belum jelas apakah ini merupakan metafora terhadap karakter ataukah terhadap perseorangan. Serat Jayabaya juga dalam Serat Ronggowarsito menjelaskan tentang tujuh sifat dari kepemimpinan. Tujuh karakter Ronggowarsito ini juga disebut-sebut tersirat dalam salah satu bab dari Babad Tanah Jawi beserta cerita-cerita dari tanah jawa seperti tentang Aji Saka, Siyung Wanara, dan lain-lain.

Selayang pandang

[sunting | sunting sumber]

Sebagaimana yang disebutkan oleh Ramalan Jayabaya, senjata Ratu Adil adalah Trisula, yakni senjata bergagang tongkat panjang bermata tiga yang menyimbolkan weda atau pengetahuan. Dalam hal ini, pengetahuan atau keilmuan tersebut memiliki karakter berupa tiga hal, yaitu sifat kebenaran, kebijaksanaan, dan keadilan. Pembicaraan dalam Serat Jayabaya mengacu pada kepengetahuan mengenai penataan dunia atau kepemimpinan. Trisula Weda sendiri sebuah perumpamaan mengenai ilmu rahasia leluhur nusantara yang disebut Sastra Jendra Hayuningrat, yaitu ilmu untuk menata dunia dengan metode menghubungkan benang merah antara masa sekarang, masa depan,dan masa lalu. Demikian halnya perlambangan dari ketiga mata dari trisula yang dipercaya bahwa mereka-mereka yang berpengetahuan tentang masa lalu dapat memberikan pengetahuan dengan penuh kebenaran, juga mumpuni untuk memahami permasalahan pada masa sekarang sehingga dapat memberikan saran pemecahan secara bijaksana. Dengan demikian, mereka dapat berlaku adil sesuai dengan situasi kontekstual masyarakat pada masa tersebut dan dapat dipergunakan sebagai pegangan pada masa berikutnya.

Kepercayaan Jawa kuno (dwipa) mengenal sosok Ratu Adil dari zaman dahulu. Dia adalah sosok keturunan dari Krisna. Sosok yang diyakini sebagai bukti janji dari Sabdo Palon yang merupakan Pamomong tanah Jawa kepada seorang ulama yang membawa ajaran Islam. Ada satu dari keempat janji yang tidak disanggupi ulama Islam, yaitu ajaran Islam tidak akan mengubah orang Jawa menjadi kehilangan kejawaannya. Hal itu hanya mampu dibuktikan sesuai perjalanan waktu yang akan datang hingga saat janji tersebut tidak ditepati maka Sabdo Palon akan datang untuk menagih janjinya dengan memilih momongan sebagai Satria piningit atau satria yang tersembunyi untuk menyadarkan kembali masyarakat khususnya di tanah Jawa dalam mengenali jati dirinya.

Dalam Uga Wangsit Siliwangi tertulis jelas bahwa Ratu Adil atau budak angon (kiasan dari orang atau golongan orang biasa) ditemani oleh pemuda berjanggut (orang yang dekat sebagai penasehat). Budak angon sendiri digambarkan sebagai pemuda yang menggembalakan daun dan ranting pohon kering yang bisa diartikan sebagai pemuda yang mengembara, membawa alat tulis guna menjalankan amanatnya mencari solusi pada masa sekarang dari segala persoalan yang telah terjadi pada masa lalu demi menciptakan kedamaian dunia dalam kebaikan pada masa depan.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Solopos, Agregasi (2021-12-10). "Menguak Ramalan Jayabaya soal sosok Ratu Adil". Okezone.com. Diakses tanggal 2022-08-30.