Lompat ke isi

Orang Peranakan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k ejaan, replaced: frase → frasa (2)
Baris 43: Baris 43:
Bahasa orang Peranakan, yaitu [[Bahasa kreol Melayu]] (atau "[[Bahasa Melayu Baba]]"), adalah dialek [[kreol]] dari [[bahasa Melayu]], yang berisi banyak kata [[dialek Hokkian]]. Bahasa ini adalah bahasa yang hampir punah, dan penggunaan kontemporernya terbatas pada anggota generasi tua. [[Bahasa Indonesia]], [[bahasa Melayu|Melayu]] atau [[bahasa Inggris|Inggris]] kini telah menggantikan bahasa ini sebagai bahasa utama yang digunakan di kalangan generasi muda.
Bahasa orang Peranakan, yaitu [[Bahasa kreol Melayu]] (atau "[[Bahasa Melayu Baba]]"), adalah dialek [[kreol]] dari [[bahasa Melayu]], yang berisi banyak kata [[dialek Hokkian]]. Bahasa ini adalah bahasa yang hampir punah, dan penggunaan kontemporernya terbatas pada anggota generasi tua. [[Bahasa Indonesia]], [[bahasa Melayu|Melayu]] atau [[bahasa Inggris|Inggris]] kini telah menggantikan bahasa ini sebagai bahasa utama yang digunakan di kalangan generasi muda.


Di Indonesia, orang Peranakan muda masih bisa berbicara bahasa kreol ini, meskipun penggunaannya terbatas pada acara-acara informal. Peranakan muda telah kehilangan banyak bahasa tradisional mereka, sehingga biasanya ada perbedaan dalam kosakata antara generasi tua dan muda.
Di Indonesia, orang Peranakan muda masih bisa berbicara bahasa kreol ini, meskipun penggunaannya terbatas pada acara-acara informal. Peranakan muda telah kehilangan banyak bahasa tradisional mereka, sehingga biasanya ada perbedaan dalam kosakata antara generasi tua dan muda.


==Sejarah==
==Sejarah==
Baris 53: Baris 53:
Pria Tionghoa di [[Malaka]] kala itu menikah dan menghasilkan keturunan dengan wanita-wanita budak dari [[orang Jawa|Jawa]], [[orang Batak|Batak]] dan [[orang Bali|Bali]]. Keturunan mereka pindah ke [[Penang]] dan Singapura selama [[Malaya Britania|pemerintahan kolonial Inggris]].<ref>Rodgers (1996), p. 57 {{Google books|YFIGVqZ9ZKsC|Sojourners and Settlers: Histories of Southeast Asia and the Chinese|page=57}}</ref> Orang-orang Tionghoa di Asia Tenggara era kolonial juga memperoleh istri wanita budak dari [[suku Nias|Nias]]. Orang-orang Tionghoa di Singapura dan Penang disediakan istri wanita budak dari [[suku Bugis|Bugis]], Batak, dan Bali.<ref>Klein (1993), p. 71 {{Google books|98Sep7MMVs0C|Breaking the Chains: Slavery, Bondage, and Emancipation in Modern Africa and Asia|page=71}}</ref> Inggris kala itu memperbolehkan perdagangan perempuan budak sebagai istri karena hal ini meningkatkan standar hidup bagi budak-budak tersebut dan memberikan kepuasan kepada penduduk laki-laki.<ref>Klein (1993), p. 72 {{Google books|98Sep7MMVs0C|Breaking the Chains: Slavery, Bondage, and Emancipation in Modern Africa and Asia|page=72}}</ref> Penggunaan budak perempuan sebagai istri oleh orang Tionghoa adalah sangat umum kala itu.<ref>Hussin (2007), p. 177 {{Google books|TRrd8EBOqxwC|The Chinese State at the Borders|page=177}}</ref>
Pria Tionghoa di [[Malaka]] kala itu menikah dan menghasilkan keturunan dengan wanita-wanita budak dari [[orang Jawa|Jawa]], [[orang Batak|Batak]] dan [[orang Bali|Bali]]. Keturunan mereka pindah ke [[Penang]] dan Singapura selama [[Malaya Britania|pemerintahan kolonial Inggris]].<ref>Rodgers (1996), p. 57 {{Google books|YFIGVqZ9ZKsC|Sojourners and Settlers: Histories of Southeast Asia and the Chinese|page=57}}</ref> Orang-orang Tionghoa di Asia Tenggara era kolonial juga memperoleh istri wanita budak dari [[suku Nias|Nias]]. Orang-orang Tionghoa di Singapura dan Penang disediakan istri wanita budak dari [[suku Bugis|Bugis]], Batak, dan Bali.<ref>Klein (1993), p. 71 {{Google books|98Sep7MMVs0C|Breaking the Chains: Slavery, Bondage, and Emancipation in Modern Africa and Asia|page=71}}</ref> Inggris kala itu memperbolehkan perdagangan perempuan budak sebagai istri karena hal ini meningkatkan standar hidup bagi budak-budak tersebut dan memberikan kepuasan kepada penduduk laki-laki.<ref>Klein (1993), p. 72 {{Google books|98Sep7MMVs0C|Breaking the Chains: Slavery, Bondage, and Emancipation in Modern Africa and Asia|page=72}}</ref> Penggunaan budak perempuan sebagai istri oleh orang Tionghoa adalah sangat umum kala itu.<ref>Hussin (2007), p. 177 {{Google books|TRrd8EBOqxwC|The Chinese State at the Borders|page=177}}</ref>


<blockquote>Tidak bisa dipungkiri, bagaimanapun, bahwa keberadaan perbudakan di kuartal ini, pada tahun-tahun sebelumnya, adalah keuntungan besar untuk pengadaan populasi wanita di [[Pulau Pinang|Pinang]]. Dari [[Kabupaten Asahan|Assaban]] saja, sebelumnya ada kadang-kadang 300 budak, terutama perempuan, diekspor ke Malaka dan Pinang dalam setahun. Para perempuan itu menetap nyaman sebagai istri dari pedagang Tionghoa kaya, dan hidup dalam kenyamanan paling tinggi. Keluarga mereka melekatkan pria-pria itu dengan tanah mereka, dan banyak yang tidak pernah berpikir untuk kembali ke negara asal mereka. Populasi perempuan di Pinang masih jauh dari setara dengan [populasi] laki-laki; dan karena itu penghapusan perbudakan, telah menjadi pengorbanan besar untuk [[filantropi]] dan [[kemanusiaan]]. Karena kondisi para budak yang dibawa ke pemukiman Inggris, membaik secara materiil, dan karena mereka memberikan kontribusi begitu banyak untuk kebahagiaan penduduk laki-laki, dan kesejahteraan umum dari pemukiman, membuat saya untuk berpikir (meskipun saya membenci prinsip perbudakan seperti dengan siapa pun), bahwa kelanjutan sistem ini di sini, di bawah peraturan bijak yang berlaku untuk mencegah penyalahgunaan, tidak dapat telah menghasilkan banyak kejahatan. Perbudakan macam ini yang memang ada di pemukiman Inggris di kuartal ini, tidak ada yang salah dengannya kecuali namanya; karena kondisi para budak yang dibawa dari negara-negara sekitar, selalu terbantu dengan perubahan, mereka diberi makanan dan pakaian dengan baik; para perempuan menjadi istri Tionghoa yang terhormat; dan orang-orang yang berada di tingkat paling tidak rajin, mudah memperbaiki diri, dan banyak yang menjadi kaya. Kejahatan oleh majikan telah dihukum; dan, singkatnya, saya tidak tahu ras orang-orang apapun yang telah, dan memiliki setiap alasan untuk, sangat bahagia dan puas sebagai budak sebelumnya, dan debitur seperti yang disebut sekarang, yang datang dari pantai timur Sumatera dan tempat-tempat lain.<ref>Anderson (1826), p. 298 {{Google books|flvqWUGVD58C|Mission to the east coast of Sumatra: in M.DCCC.XXIII, di bawah pengarahan Pemerintah Pulau ''Prince of Wales'': termasuk sketsa historis dan deskriptif dari negara tersebut, kesaksian tentang perdagangan, populasi, dan adat penghuninya, dan sebuah kunjungan ke negeri kanibal Batta di dalamnya|page=298}}</ref> <ref>Anderson (1826), p. 299 {{Google books|flvqWUGVD58C|Misi ke pantai timur Sumatra: di M.DCCC.XXIII, di bawah pengarahan dari Pemerintah Pulau ''Prince of Wales'': termasuk sketsa historis dan deskriptif dari negara tersebut, kesaksian tentang perdagangan, populasi, dan adat penghuninya, dan sebuah kunjungan ke negeri kanibal Batta di dalamnya|page=299}}</ref>
<blockquote>Tidak bisa dipungkiri, bagaimanapun, bahwa keberadaan perbudakan di kuartal ini, pada tahun-tahun sebelumnya, adalah keuntungan besar untuk pengadaan populasi wanita di [[Pulau Pinang|Pinang]]. Dari [[Kabupaten Asahan|Assaban]] saja, sebelumnya ada kadang-kadang 300 budak, terutama perempuan, diekspor ke Malaka dan Pinang dalam setahun. Para perempuan itu menetap nyaman sebagai istri dari pedagang Tionghoa kaya, dan hidup dalam kenyamanan paling tinggi. Keluarga mereka melekatkan pria-pria itu dengan tanah mereka, dan banyak yang tidak pernah berpikir untuk kembali ke negara asal mereka. Populasi perempuan di Pinang masih jauh dari setara dengan [populasi] laki-laki; dan karena itu penghapusan perbudakan, telah menjadi pengorbanan besar untuk [[filantropi]] dan [[kemanusiaan]]. Karena kondisi para budak yang dibawa ke pemukiman Inggris, membaik secara materiil, dan karena mereka memberikan kontribusi begitu banyak untuk kebahagiaan penduduk laki-laki, dan kesejahteraan umum dari pemukiman, membuat saya untuk berpikir (meskipun saya membenci prinsip perbudakan seperti dengan siapa pun), bahwa kelanjutan sistem ini di sini, di bawah peraturan bijak yang berlaku untuk mencegah penyalahgunaan, tidak dapat telah menghasilkan banyak kejahatan. Perbudakan macam ini yang memang ada di pemukiman Inggris di kuartal ini, tidak ada yang salah dengannya kecuali namanya; karena kondisi para budak yang dibawa dari negara-negara sekitar, selalu terbantu dengan perubahan, mereka diberi makanan dan pakaian dengan baik; para perempuan menjadi istri Tionghoa yang terhormat; dan orang-orang yang berada di tingkat paling tidak rajin, mudah memperbaiki diri, dan banyak yang menjadi kaya. Kejahatan oleh majikan telah dihukum; dan, singkatnya, saya tidak tahu ras orang-orang apapun yang telah, dan memiliki setiap alasan untuk, sangat bahagia dan puas sebagai budak sebelumnya, dan debitur seperti yang disebut sekarang, yang datang dari pantai timur Sumatera dan tempat-tempat lain.<ref>Anderson (1826), p. 298 {{Google books|flvqWUGVD58C|Mission to the east coast of Sumatra: in M.DCCC.XXIII, di bawah pengarahan Pemerintah Pulau ''Prince of Wales'': termasuk sketsa historis dan deskriptif dari negara tersebut, kesaksian tentang perdagangan, populasi, dan adat penghuninya, dan sebuah kunjungan ke negeri kanibal Batta di dalamnya|page=298}}</ref><ref>Anderson (1826), p. 299 {{Google books|flvqWUGVD58C|Misi ke pantai timur Sumatra: di M.DCCC.XXIII, di bawah pengarahan dari Pemerintah Pulau ''Prince of Wales'': termasuk sketsa historis dan deskriptif dari negara tersebut, kesaksian tentang perdagangan, populasi, dan adat penghuninya, dan sebuah kunjungan ke negeri kanibal Batta di dalamnya|page=299}}</ref>
</blockquote>
</blockquote>
John Anderson - Agen Pemerintah Pulau ''Prince of Wales'' (nama kolonial Pulau Pinang / [[Penang]])
John Anderson - Agen Pemerintah Pulau ''Prince of Wales'' (nama kolonial Pulau Pinang / [[Penang]])
Baris 107: Baris 107:
Proposal pernikahan biasanya dilakukan dengan hadiah berupa ''Pinangan'', sebuah keranjang dua-lapis yang dipernis, kepada orang tua pengantin wanita yang dimaksudkan dengan dibawa oleh seorang perantara yang berbicara atas nama lelaki yang melamar. Kebanyakan Peranakan bukan [[Muslim]], dan telah mempertahankan tradisi pemujaan leluhur orang Tionghoa, meskipun banyak yang sekarang memeluk [[Kekristenan]] dan meninggalkan tradisi tersebut.
Proposal pernikahan biasanya dilakukan dengan hadiah berupa ''Pinangan'', sebuah keranjang dua-lapis yang dipernis, kepada orang tua pengantin wanita yang dimaksudkan dengan dibawa oleh seorang perantara yang berbicara atas nama lelaki yang melamar. Kebanyakan Peranakan bukan [[Muslim]], dan telah mempertahankan tradisi pemujaan leluhur orang Tionghoa, meskipun banyak yang sekarang memeluk [[Kekristenan]] dan meninggalkan tradisi tersebut.


Upacara pernikahan Peranakan sebagian besar didasarkan pada tradisi Tionghoa, dan merupakan salah satu upacara pernikahan yang paling berwarna di [[Indonesia]], [[Malaysia]] dan [[Singapura]]. Pada pesta pernikahan Pernikahan dahulu, ''Dondang Sayang'', sebuah bentuk lagu berima tanpa persiapan dalam bahasa Melayu yang dinyanyikan dan ditarikan oleh para tamu di pesta pernikahan, adalah sorotan acara. Seseorang akan memulai tema romantis yang kemudian dilanjutkan oleh orang lain, masing-masing turun ke lantai dansa pada gilirannya, menari dalam perputaran lambat sembari bernyanyi. Untuk itu diperlukan kecerdasan cepat dan jawaban yang tepat, dan sering memunculkan tawa dan tepuk tangan ketika sebuah frase yang sangat cerdas dinyanyikan. Aksen melodi dari ''Baba Nonya'' dan pergantian khusus frase mereka adalah pesona utama penampilan ini .
Upacara pernikahan Peranakan sebagian besar didasarkan pada tradisi Tionghoa, dan merupakan salah satu upacara pernikahan yang paling berwarna di [[Indonesia]], [[Malaysia]] dan [[Singapura]]. Pada pesta pernikahan Pernikahan dahulu, ''Dondang Sayang'', sebuah bentuk lagu berima tanpa persiapan dalam bahasa Melayu yang dinyanyikan dan ditarikan oleh para tamu di pesta pernikahan, adalah sorotan acara. Seseorang akan memulai tema romantis yang kemudian dilanjutkan oleh orang lain, masing-masing turun ke lantai dansa pada gilirannya, menari dalam perputaran lambat sembari bernyanyi. Untuk itu diperlukan kecerdasan cepat dan jawaban yang tepat, dan sering memunculkan tawa dan tepuk tangan ketika sebuah frasa yang sangat cerdas dinyanyikan. Aksen melodi dari ''Baba Nonya'' dan pergantian khusus frasa mereka adalah pesona utama penampilan ini .


===Museum===
===Museum===
Baris 132: Baris 132:
Budaya Peranakan telah mulai menghilang di Malaysia dan Singapura. Tanpa dukungan kolonial Inggris terhadap netralitas ras mereka, kebijakan pemerintah di kedua negara setelah kemerdekaan dari Inggris telah mengakibatkan asimilasi budaya Peranakan kembali ke aliran umum budaya Tionghoa. Singapura kemudian mengklasifikasikan Peranakan sebagai etnis Tionghoa, sehingga mereka menerima instruksi formal dalam [[bahasa Mandarin]] alih-alih Melayu sebagai bahasa kedua (sesuai dengan "Kebijakan [[Bahasa Ibu]]"). Di Malaysia, standarisasi semua Melayu ke dalam [[Bahasa Melayu]] - yang diperuntukkan untuk semua kelompok etnis - telah menyebabkan hilangnya karakteristik unik dari para ''Baba Melayu''.
Budaya Peranakan telah mulai menghilang di Malaysia dan Singapura. Tanpa dukungan kolonial Inggris terhadap netralitas ras mereka, kebijakan pemerintah di kedua negara setelah kemerdekaan dari Inggris telah mengakibatkan asimilasi budaya Peranakan kembali ke aliran umum budaya Tionghoa. Singapura kemudian mengklasifikasikan Peranakan sebagai etnis Tionghoa, sehingga mereka menerima instruksi formal dalam [[bahasa Mandarin]] alih-alih Melayu sebagai bahasa kedua (sesuai dengan "Kebijakan [[Bahasa Ibu]]"). Di Malaysia, standarisasi semua Melayu ke dalam [[Bahasa Melayu]] - yang diperuntukkan untuk semua kelompok etnis - telah menyebabkan hilangnya karakteristik unik dari para ''Baba Melayu''.


Di Indonesia, budaya Peranakan kehilangan popularitas dibandingkan [[budaya Barat]] modern, namun dalam beberapa tingkat kaum Peranakan mencoba untuk mempertahankan [[Bahasa Peranakan|bahasa]], [[Masakan Peranakan|masakan]], dan adat istiadat mereka. Peranakan muda masih berbicara bahasa Peranakan, meskipun banyak perempuan muda Peranakan tidak memakai ''kebaya''. Pernikahan biasanya mengikuti budaya barat karena kebiasaan tradisional Peranakan kehilangan popularitas. Tercatat hanya tiga komunitas peranakan yang masih menjunjung tinggi adat pernikahan tradisional Peranakan, yaitu: [[Tangerang]] (oleh orang [[Tionghoa Benteng]]), Peranakan Makassar dan Peranakan Padang. Dari tiga komunitas tersebut, orang Tionghoa Benteng adalah yang paling patuh terhadap budaya Peranakan, namun jumlah mereka semakin berkurang.<ref name="Pernikahan Peranakan">{{cite web |url=http://nasional.kompas.com/read/2008/02/05/18160273/Imlek.Prosesi.Pernikahan.China.Peranakan.Hanya.Bertahan.di.Tiga.Kota |title=Imlek, Prosesi Pernikahan China Peranakan Hanya Bertahan di Tiga Kota |deadurl=no |accessdate=10 July 2012}}</ref>
Di Indonesia, budaya Peranakan kehilangan popularitas dibandingkan [[budaya Barat]] modern, namun dalam beberapa tingkat kaum Peranakan mencoba untuk mempertahankan [[Bahasa Peranakan|bahasa]], [[Masakan Peranakan|masakan]], dan adat istiadat mereka. Peranakan muda masih berbicara bahasa Peranakan, meskipun banyak perempuan muda Peranakan tidak memakai ''kebaya''. Pernikahan biasanya mengikuti budaya barat karena kebiasaan tradisional Peranakan kehilangan popularitas. Tercatat hanya tiga komunitas peranakan yang masih menjunjung tinggi adat pernikahan tradisional Peranakan, yaitu: [[Tangerang]] (oleh orang [[Tionghoa Benteng]]), Peranakan Makassar dan Peranakan Padang. Dari tiga komunitas tersebut, orang Tionghoa Benteng adalah yang paling patuh terhadap budaya Peranakan, namun jumlah mereka semakin berkurang.<ref name="Pernikahan Peranakan">{{cite web |url=http://nasional.kompas.com/read/2008/02/05/18160273/Imlek.Prosesi.Pernikahan.China.Peranakan.Hanya.Bertahan.di.Tiga.Kota |title=Imlek, Prosesi Pernikahan China Peranakan Hanya Bertahan di Tiga Kota |deadurl=no |accessdate=10 July 2012}}</ref>


Orang Tionghoa Benteng biasanya hidup sebagai golongan ekonomi bawah, banyak dari mereka mencari peluang di bidang lain. Beberapa organisasi mencoba untuk meringankan beban hidup mereka.<ref name="Tionghoa Benteng Get Free Health Service">{{cite web |url=http://www.thejakartapost.com/news/2012/05/15/Tionghoa-benteng-get-free-health-service.html |title=Tionghoa Benteng get free health service |deadurl=no |accessdate=10 July 2012}}</ref> Hingga Mei 2012, sekitar 108 keluarga Tionghoa Benteng terancam tergusur dari rumah tradisional mereka. Alasan dari pemerintah Tangerang adalah bahwa daerah tersebut sebenarnya dimaksudkan sebagai lahan hijau untuk kota. Hal ini menimbulkan masalah karena kebanyakan dari mereka adalah orang-orang berpenghasilan rendah dan tidak tahu di mana untuk berpindah, sedangkan pemerintah juga tidak memberikan uang kompensasi yang cukup untuk membeli rumah baru. Beberapa upaya penggusuran di 2010 dan 2011 yang berakhir dengan kekerasan, telah menyebabkan trauma bagi mereka.<ref name="Tionghoa Benteng Vows Fight Upcoming Eviction">{{cite web |url=http://www.thejakartapost.com/news/2012/05/19/Tionghoa-benteng-vows-fight-upcoming-eviction.html |title='Tionghoa Benteng' vows to fight upcoming eviction |deadurl=no |accessdate=10 July 2012}}</ref>
Orang Tionghoa Benteng biasanya hidup sebagai golongan ekonomi bawah, banyak dari mereka mencari peluang di bidang lain. Beberapa organisasi mencoba untuk meringankan beban hidup mereka.<ref name="Tionghoa Benteng Get Free Health Service">{{cite web |url=http://www.thejakartapost.com/news/2012/05/15/Tionghoa-benteng-get-free-health-service.html |title=Tionghoa Benteng get free health service |deadurl=no |accessdate=10 July 2012}}</ref> Hingga Mei 2012, sekitar 108 keluarga Tionghoa Benteng terancam tergusur dari rumah tradisional mereka. Alasan dari pemerintah Tangerang adalah bahwa daerah tersebut sebenarnya dimaksudkan sebagai lahan hijau untuk kota. Hal ini menimbulkan masalah karena kebanyakan dari mereka adalah orang-orang berpenghasilan rendah dan tidak tahu di mana untuk berpindah, sedangkan pemerintah juga tidak memberikan uang kompensasi yang cukup untuk membeli rumah baru. Beberapa upaya penggusuran di 2010 dan 2011 yang berakhir dengan kekerasan, telah menyebabkan trauma bagi mereka.<ref name="Tionghoa Benteng Vows Fight Upcoming Eviction">{{cite web |url=http://www.thejakartapost.com/news/2012/05/19/Tionghoa-benteng-vows-fight-upcoming-eviction.html |title='Tionghoa Benteng' vows to fight upcoming eviction |deadurl=no |accessdate=10 July 2012}}</ref>


Migrasi dari banyak keluarga Peranakan, khususnya yang berkecukupan, telah menyebabkan terciptanya diaspora Peranakan kecil di negara-negara tetangga, dari [[Vietnam]]<ref name="Vietnamese diaspora">{{cite web |url=http://www.colorq.org/MeltingPot/Asia/MalayChinese.htm |title=Chinese/Native intermarriage in Austronesian Asia |publisher=Color Q World |accessdate=10 July 2012}}</ref> ke [[Australia]].<ref name="Australian diaspora">{{cite web |url=http://www.theswanker.com/macammacam/2005/04/babas_and_nonya.html |title=babas_and_nonya.html |publisher=theswanker.com}}{{dead link|date=July 2012}}</ref> Namun, komunitas ini sangat kecil, dan dengan meningkatnya penggunaan berbagai bahasa di negara masing-masing, penggunaan bahasa Peranakan Melayu atau ''Baba Melayu'' telah semakin tidak terlihat.
Migrasi dari banyak keluarga Peranakan, khususnya yang berkecukupan, telah menyebabkan terciptanya diaspora Peranakan kecil di negara-negara tetangga, dari [[Vietnam]]<ref name="Vietnamese diaspora">{{cite web |url=http://www.colorq.org/MeltingPot/Asia/MalayChinese.htm |title=Chinese/Native intermarriage in Austronesian Asia |publisher=Color Q World |accessdate=10 July 2012}}</ref> ke [[Australia]].<ref name="Australian diaspora">{{cite web |url=http://www.theswanker.com/macammacam/2005/04/babas_and_nonya.html |title=babas_and_nonya.html |publisher=theswanker.com}}{{dead link|date=July 2012}}</ref> Namun, komunitas ini sangat kecil, dan dengan meningkatnya penggunaan berbagai bahasa di negara masing-masing, penggunaan bahasa Peranakan Melayu atau ''Baba Melayu'' telah semakin tidak terlihat.


==Asosiasi saat ini==
==Asosiasi saat ini==
Asosiasi Tionghoa Peranakan antara lain ''[[Peranakan Association of Singapore]]'', [[Aspertina]] (Asosiasi Peranakan Tionghoa Indonesia) dan [[Asosiasi Gunung Sayang]], sebuah kelompok seni pertunjukan. Asosiasi Peranakan saat ini memiliki sekitar 1.700 anggota, dan Gunung Sayang memiliki sekitar 200 anggota. Meskipun Asosiasi Peranakan terdiri dari campuran orang muda dan tua, Asosiasi Gunung Sayang memiliki anggota yang kebanyakan oran tua atau [[pensiunan]]. Di Malaka, terdapat Asosiasi India Peranakan yang dikenal sebagai [[Chetti]] Melaka. Asosiasi ini adalah sebuah komunitas erat dari penganut Hindu [[Shaivisme|Shaivisme]].<ref>{{cite book|author=Shiv Shanker Tiwary & P.S. Choudhary|title=Encyclopaedia Of Southeast Asia And Its Tribes (Set Of 3 Vols.)|url=http://books.google.com.my/books?id=YdEjAQAAIAAJ&q=Encyclopaedia+Of+Southeast+Asia+And+Its+Tribes+(Set+Of+3+Vols.)&dq=Encyclopaedia+Of+Southeast+Asia+And+Its+Tribes+(Set+Of+3+Vols.)&hl=en&sa=X&ei=bCf-Ut6ALMOQrQfwx4GYCw&redir_esc=y|year=2009|publisher=Anmol Publications|isbn=8-1261-3837-8}}</ref> Chetti Peranakan menampilkan banyak kemiripan dengan Tionghoa Peranakan dalam hal berpakaian, lagu dan tarian, misalnya [[pantun]] rakyat. Berbeda dengan asosiasi di negara lain, Aspertina tidak hanya beranggotakan orang tua saja tetapi justru didominasi oleh para generasi muda yang tertarik dengan seni, kebudayaan dan sejarah Peranakan Tionghoa, khususnya yang ada di Indonesia.
Asosiasi Tionghoa Peranakan antara lain ''[[Peranakan Association of Singapore]]'', [[Aspertina]] (Asosiasi Peranakan Tionghoa Indonesia) dan [[Asosiasi Gunung Sayang]], sebuah kelompok seni pertunjukan. Asosiasi Peranakan saat ini memiliki sekitar 1.700 anggota, dan Gunung Sayang memiliki sekitar 200 anggota. Meskipun Asosiasi Peranakan terdiri dari campuran orang muda dan tua, Asosiasi Gunung Sayang memiliki anggota yang kebanyakan oran tua atau [[pensiunan]]. Di Malaka, terdapat Asosiasi India Peranakan yang dikenal sebagai [[Chetti]] Melaka. Asosiasi ini adalah sebuah komunitas erat dari penganut Hindu [[Shaivisme]].<ref>{{cite book|author=Shiv Shanker Tiwary & P.S. Choudhary|title=Encyclopaedia Of Southeast Asia And Its Tribes (Set Of 3 Vols.)|url=http://books.google.com.my/books?id=YdEjAQAAIAAJ&q=Encyclopaedia+Of+Southeast+Asia+And+Its+Tribes+(Set+Of+3+Vols.)&dq=Encyclopaedia+Of+Southeast+Asia+And+Its+Tribes+(Set+Of+3+Vols.)&hl=en&sa=X&ei=bCf-Ut6ALMOQrQfwx4GYCw&redir_esc=y|year=2009|publisher=Anmol Publications|isbn=8-1261-3837-8}}</ref> Chetti Peranakan menampilkan banyak kemiripan dengan Tionghoa Peranakan dalam hal berpakaian, lagu dan tarian, misalnya [[pantun]] rakyat. Berbeda dengan asosiasi di negara lain, Aspertina tidak hanya beranggotakan orang tua saja tetapi justru didominasi oleh para generasi muda yang tertarik dengan seni, kebudayaan dan sejarah Peranakan Tionghoa, khususnya yang ada di Indonesia.


==Dalam budaya populer==
==Dalam budaya populer==