Teguh Santosa: Perbedaan antara revisi
JohnThorne (bicara | kontrib) Perbaikan |
|||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{tidak dikembangkan|d=25|m=07|y=2016|i=14|ket=}} |
{{tidak dikembangkan|d=25|m=07|y=2016|i=14|ket=}} |
||
'''Teguh Santosa''' Trilogi 'Shandora' merupakan karya Teguh yang sangat terkenal.Teguh Santosa lahir di Gondanglegi, Malang, th 1942 dan meninggal karena penyakit kankernya 25 Oktober th 2000 di rumahnya, di Kepanjen-Malang. Semasa hidupnya Teguh adalah seorang cergamis yang produktif. Cergam pertamanya diterbitkan th 1966, sampai menjelang th 2000 Teguh menghasilkan tidak kurang dari 92 judul cergam dan komik strip, serta 12 judul novel, dan itu belum terhitung dengan pasti jumlah halaman cergam yang dibuat karena jumlah jilid per judulnya sangat bervariasi. Sebagian besar karyanya ber-''genre'' roman sejarah dan dongeng ''klenik'', serta wayang dan dongeng anak-anak. Ada juga beberapa judul silat dan horor. Sedangkan 12 novelnya bertema silat |
'''Teguh Santosa''' adalah seorang penulis cerita bergambar asal [[Indonesia]]. Trilogi 'Shandora' merupakan karya Teguh yang sangat terkenal.Teguh Santosa lahir di Gondanglegi, Malang, th 1942 dan meninggal karena penyakit kankernya 25 Oktober th 2000 di rumahnya, di Kepanjen-Malang. Semasa hidupnya Teguh adalah seorang cergamis yang produktif. Cergam pertamanya diterbitkan th 1966, sampai menjelang th 2000 Teguh menghasilkan tidak kurang dari 92 judul cergam dan komik strip, serta 12 judul novel, dan itu belum terhitung dengan pasti jumlah halaman cergam yang dibuat karena jumlah jilid per judulnya sangat bervariasi. Sebagian besar karyanya ber-''genre'' roman sejarah dan dongeng ''klenik'', serta wayang dan dongeng anak-anak. Ada juga beberapa judul silat dan horor. Sedangkan 12 novelnya bertema silat.<ref>Santosa, T. (1970). Kraman. Jakarta: UP Sastra Kumala.</ref><ref>Lent, J. A. (2015). Asian Comics. Misisippi: University Press of Mississippi.Mateu-Mestre, M. (2010). Frame Ink-Drawing and Composition for Visual Storytellers. Design Studio Press.</ref> |
||
⚫ | |||
Almarhum Teguh Santosa dengan keterbatasan teknik cetak dan alat-alat gambarnya ternyata mampu berkarya secara eksploratif dan inspiratif pada masanya. Namun bagi seorang seniman memang tak ada yang tak mungkin. |
Almarhum Teguh Santosa dengan keterbatasan teknik cetak dan alat-alat gambarnya ternyata mampu berkarya secara eksploratif dan inspiratif pada masanya. Namun bagi seorang seniman memang tak ada yang tak mungkin. |
||
Baris 8: | Baris 9: | ||
Teknik ''chiaroschuro'' yang dipakai Teguh merupakan puncak kreatifitasnya sebagai seorang cergamis. Pada masa itu tidak banyak yang mampu mengembangkan teknik ini, bahkan di masa komik moderen sekarang ini. Teknik ini memungkinkan tampilan panel-panelnya terasa hidup dan bersuasana. |
Teknik ''chiaroschuro'' yang dipakai Teguh merupakan puncak kreatifitasnya sebagai seorang cergamis. Pada masa itu tidak banyak yang mampu mengembangkan teknik ini, bahkan di masa komik moderen sekarang ini. Teknik ini memungkinkan tampilan panel-panelnya terasa hidup dan bersuasana. |
||
Sedangkan dari sisi desain, rupanya Teguh juga berusaha menampilkan adegan-adegan filmis yang dijaman |
Sedangkan dari sisi desain, rupanya Teguh juga berusaha menampilkan adegan-adegan filmis yang dijaman sekarangdikenal sebagai ''mise-en-scene'', dimana cergamis ini meng-komposisi adegan seperti layaknya sebuah ''setting'' di atas panggung lengkap dengan karakter, ''blocking'' dan''properties.'' |
||
Sekuensial dalam komik tetaplah hal penting, karena merupakan bagian dari hiburan itu sendiri. Tanpa sekuen-sekuen menarik sebuah komik akan terasa kering. Biarpun bidang gambar yang diolah cukup kecil, cergamis tetap harus mampu memanfaatkannya semaksimal mungkin. Kemampuan artistik seorang cergamis ditantang untuk mengeksplorasi ruang sempit. |
Sekuensial dalam komik tetaplah hal penting, karena merupakan bagian dari hiburan itu sendiri. Tanpa sekuen-sekuen menarik sebuah komik akan terasa kering. Biarpun bidang gambar yang diolah cukup kecil, cergamis tetap harus mampu memanfaatkannya semaksimal mungkin. Kemampuan artistik seorang cergamis ditantang untuk mengeksplorasi ruang sempit. |
||
== |
== Referensi == |
||
{{reflist}} |
|||
== Pranala luar == |
|||
* [http://www.anelinda-store.com/coverteguh.php/ Komik antik Karya Teguh Santosa] |
* [http://www.anelinda-store.com/coverteguh.php/ Komik antik Karya Teguh Santosa] |
||
Baris 20: | Baris 24: | ||
[[Kategori:Komikus Indonesia]] |
[[Kategori:Komikus Indonesia]] |
||
[[Kategori:Tokoh dari Malang]] |
[[Kategori:Tokoh dari Malang]] |
||
<ref>Lent, J. A. (2015). Asian Comics. Misisippi: University Press of Mississippi.Mateu-Mestre, M. (2010). Frame Ink-Drawing and Composition for Visual Storytellers. Design Studio Press.</ref> |
|||
⚫ | |||
<ref>Santosa, T. (1970). Kraman. Jakarta: UP Sastra Kumala.</ref> |
Revisi per 31 Oktober 2016 17.07
Artikel ini perlu dikembangkan agar dapat memenuhi kriteria sebagai entri Wikipedia. Bantulah untuk mengembangkan artikel ini. Jika tidak dikembangkan, artikel ini akan dihapus pada 8 Agustus 2016. |
Teguh Santosa adalah seorang penulis cerita bergambar asal Indonesia. Trilogi 'Shandora' merupakan karya Teguh yang sangat terkenal.Teguh Santosa lahir di Gondanglegi, Malang, th 1942 dan meninggal karena penyakit kankernya 25 Oktober th 2000 di rumahnya, di Kepanjen-Malang. Semasa hidupnya Teguh adalah seorang cergamis yang produktif. Cergam pertamanya diterbitkan th 1966, sampai menjelang th 2000 Teguh menghasilkan tidak kurang dari 92 judul cergam dan komik strip, serta 12 judul novel, dan itu belum terhitung dengan pasti jumlah halaman cergam yang dibuat karena jumlah jilid per judulnya sangat bervariasi. Sebagian besar karyanya ber-genre roman sejarah dan dongeng klenik, serta wayang dan dongeng anak-anak. Ada juga beberapa judul silat dan horor. Sedangkan 12 novelnya bertema silat.[1][2] [3]
Almarhum Teguh Santosa dengan keterbatasan teknik cetak dan alat-alat gambarnya ternyata mampu berkarya secara eksploratif dan inspiratif pada masanya. Namun bagi seorang seniman memang tak ada yang tak mungkin.
Sebagai cergamis lawas, Teguh nampaknya memang mempunyai wawasan cukup luas. Dalam karyanya sering muncul ungkapan-ungkapan yang diambilnya dari dunia sastra, atau memasukkan background music klasik sebagai inspirasinya. Eksperimen semacam ini tidak biasa pada jaman itu. Teguh sadar, sebagai cergamis tugasnya adalah menghibur pembacanya, tentu saja dengan jenis cerita yang dipilihnya ‘sang pendongeng’ haruslah cerdas dan punya wawasan luas, agar ceritanya logis dan masuk akal. Istilah moderennya ‘make real’, agar pembaca merasa seolah cerita yang dibacanya memang pernah terjadi.
Teknik chiaroschuro yang dipakai Teguh merupakan puncak kreatifitasnya sebagai seorang cergamis. Pada masa itu tidak banyak yang mampu mengembangkan teknik ini, bahkan di masa komik moderen sekarang ini. Teknik ini memungkinkan tampilan panel-panelnya terasa hidup dan bersuasana.
Sedangkan dari sisi desain, rupanya Teguh juga berusaha menampilkan adegan-adegan filmis yang dijaman sekarangdikenal sebagai mise-en-scene, dimana cergamis ini meng-komposisi adegan seperti layaknya sebuah setting di atas panggung lengkap dengan karakter, blocking danproperties.
Sekuensial dalam komik tetaplah hal penting, karena merupakan bagian dari hiburan itu sendiri. Tanpa sekuen-sekuen menarik sebuah komik akan terasa kering. Biarpun bidang gambar yang diolah cukup kecil, cergamis tetap harus mampu memanfaatkannya semaksimal mungkin. Kemampuan artistik seorang cergamis ditantang untuk mengeksplorasi ruang sempit.
Referensi
- ^ Santosa, T. (1970). Kraman. Jakarta: UP Sastra Kumala.
- ^ Lent, J. A. (2015). Asian Comics. Misisippi: University Press of Mississippi.Mateu-Mestre, M. (2010). Frame Ink-Drawing and Composition for Visual Storytellers. Design Studio Press.
- ^ Masdiono, T,(2016).MEMAHAMI SISI SEKUENSIAL CERGAM,Studi Kasus Cergam “Kraman” Karya Teguh Santosa.(Laporan Riset Teguh Santosa di STDI)