Cikar: Perbedaan antara revisi
k Bot: Perubahan kosmetika |
k Bot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 9: | Baris 9: | ||
Untuk memiliki sebuah cikar asli, para kolektor benda-benda seni tidak segan-segan mencari ke pelosok-pelosok daerah di [[Sumatera]], [[Jawa]] dan [[Lombok]], sebagai upaya melestarikan dan menjaga kepunahannya untuk ditempatkan pada galeri-galeri seni sebagai simbol/artefak cita rasa bangsa [[Indonesia]] yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian bercocok tanam.{{POV-statement}} |
Untuk memiliki sebuah cikar asli, para kolektor benda-benda seni tidak segan-segan mencari ke pelosok-pelosok daerah di [[Sumatera]], [[Jawa]] dan [[Lombok]], sebagai upaya melestarikan dan menjaga kepunahannya untuk ditempatkan pada galeri-galeri seni sebagai simbol/artefak cita rasa bangsa [[Indonesia]] yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian bercocok tanam.{{POV-statement}} |
||
[[Berkas:Bajingan.jpeg| |
[[Berkas:Bajingan.jpeg|jmpl|Contoh cikar yang dikendarai seorang [[Bajingan]] di daerah [[Pulau Jawa]].]] |
||
. |
. |
||
Revisi per 26 November 2018 05.15
Cikar adalah alat transportasi darat tradisional dari Indonesia. Cikar banyak dijumpai di daerah-daerah seperti Pulau Sumatera, Pulau Jawa dan Lombok.
Cikar yang ada saat ini sudah tidak lagi seperti cikar tempo dulu, terutama pada bagian roda. Pada zaman dulu roda Cikar terbuat dari kayu jati tua yang dilapisi oleh besi dengan diameter yang besar, yaitu 160 cm; saat ini roda-roda tersebut digantikan oleh roda-roda yang terbuat dari karet. Kerangka cikar yang ada sekarang juga terbuat dari berbagai macam kayu seperti kayu bengkirai atau kayu-kayu lain yang mempunyai ketahanan dan keawetan sedangkan kerangka cikar-cikar tempo dulu terbuat dari kayu jati pilihan yang sangat kuat, terutama dari kayu jati jenis kembang dan doreng yang banyak dijumpai di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Berbeda dengan delman atau dokar, cikar pada umumnya ditarik oleh dua ekor sapi dan dipergunakan untuk angkutan yang memuat barang, berupa hasil bumi atau orang. Walau saat ini sudah sulit untuk ditemui, namun bagi beberapa orang, terutama di pedesaan, cikar masih digunakan sebagai alat transportasi untuk mengangkut hasil bumi, terutama di daerah-daerah yang sulit dilalui oleh kendaraan/ truk, karena kondisi alam yang terjal dan bebatuan. Sapi-sapi ini mampu menarik beban yang sangat berat. Sapi-sapi tersebut pada musim penghujan dimanfaatkan untuk menarik bajak di sawah, sedangkan pada musim kemarau di saat para petani tidak membajak sawah, maka sapi-sapi ini dimanfaatkan untuk menarik cikar sebagai mata pencarian sampingan para petani.
Koleksi
Cikar-cikar kuno peninggalan budaya Indonesia tempo dulu sudah sangat sulit kita jumpai dan hanya bisa dijumpai pada kolektor-kolektor seni sebagai upaya pelestarian budaya asli Indonesia dengan jumlah yang sangat terbatas.[kenetralan diragukan]
Untuk memiliki sebuah cikar asli, para kolektor benda-benda seni tidak segan-segan mencari ke pelosok-pelosok daerah di Sumatera, Jawa dan Lombok, sebagai upaya melestarikan dan menjaga kepunahannya untuk ditempatkan pada galeri-galeri seni sebagai simbol/artefak cita rasa bangsa Indonesia yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian bercocok tanam.[kenetralan diragukan]
.