Lompat ke isi

Ranggalawe: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgxbot (bicara | kontrib)
k Robot: Cosmetic changes
Antapurwa (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
'''Ranggalawe''' adalah salah satu pengikut [[Raden Wijaya]] yang berjasa besar dalam perjuangan mendirikan [[Kerajaan Majapahit]], namun meninggal sebagai pemberontak pertama pada tahun 1295.
'''Ranggalawe''' (lahir: ? - wafat: [[1295]]) adalah salah satu pengikut [[Raden Wijaya]] yang berjasa besar dalam perjuangan mendirikan [[Kerajaan Majapahit]], namun meninggal sebagai pemberontak pertama dalam sejarah kerajaan ini. Nama besarnya dikenang sebagai pahlawan oleh masyarakat [[Tuban]], [[Jawa Timur]] sampai saat ini.


== Peran Awal Ranggalawe ==
== Peran Awal ==
''Kidung Panji Wijayakrama'' dan ''Kidung Ranggalawe'' menyebut Ranggalawe sebagai putra [[Arya Wiraraja]] bupati [[Sumenep]]. Ia sendiri tinggal di Tanjung, yang terletak di [[Madura]] sebelah barat.
''Kidung Panji Wijayakrama'' dan ''Kidung Ranggalawe'' menyebut Ranggalawe sebagai putra [[Arya Wiraraja]] bupati Songeneb (nama lama [[Sumenep]]). Ia sendiri bertempat tinggal di Tanjung, yang terletak di [[Pulau Madura]] sebelah barat.


Ranggalawe dikirim ayahnya untuk membantu [[Raden Wijaya]] membuka '''Hutan Tarik''' ([[Tarik, Sidoarjo]]) menjadi desa [[Majapahit]]. Nama Ranggalawe sendiri merupakan pemberian [[Raden Wijaya]]. ''Lawe'' merupakan sinonim dari ''Wenang'', yang berarti ''benang'', atau juga berarti ''kekuasaan''. Maksudnya ialah, Ranggalawe diberi kekuasaan oleh [[Raden Wijaya]] untuk memimpin pembukaan hutan tersebut.
Pada tahun [[1292]] Ranggalawe dikirim ayahnya untuk membantu [[Raden Wijaya]] membuka Hutan Tarik (di sebelah barat [[Tarik, Sidoarjo]] sekarang) menjadi sebuah desa pemukiman bernama [[Majapahit]]. Konon, nama Ranggalawe sendiri merupakan pemberian Raden Wijaya. ''Lawe'' merupakan sinonim dari ''Wenang'', yang berarti "benang", atau dapat juga bermakna "kekuasaan". Maksudnya ialah, Ranggalawe diberi kekuasaan oleh Raden Wijaya untuk memimpin pembukaan hutan tersebut.


Selain itu Ranggalawe juga menyediakan 27 ekor kuda dari [[Sumbawa]] sebagai kendaraan perang [[Raden Wijaya]] dan para pembantunya untuk menghadapi [[Jayakatwang]] di [[Kadiri]].
Selain itu, Ranggalawe juga menyediakan 27 ekor kuda dari [[Sumbawa]] sebagai kendaraan perang Raden Wijaya dan para pengikutnya dalam perang melawan [[Jayakatwang]] raja [[Kadiri]].


Penyerangan ke [[Kadiri]] terjadi tahun 1293, Ranggalawe berada dalam gabungan pasukan [[Majapahit]] dan [[Mongol]] yang menggempur benteng timur kota [[Kadiri]]. Pemimpin benteng bernama '''Sagara Winotan''', mati dipenggal Ranggalawe.
Penyerangan terhadap ibu kota Kadiri oleh gabungan pasukan [[Majapahit]] dan [[Mongol]] terjadi pada tahun [[1293]]. Ranggalawe berada dalam pasukan yang menggempur benteng timur kota Kadiri. ia berhasil menewaskan pemimpin benteng tersebut yang bernama Sagara Winotan.


== Jabatan Ranggalawe ==
== Jabatan di Majapahit ==
Setelah [[Kadiri]] runtuh, [[Raden Wijaya]] menjadi raja pertama [[Majapahit]]. Menurut ''Kidung Ranggalawe'', atas jasa-jasanya, Ranggalawe diangkat sebagai bupati [[Tuban]] yang merupakan pelabuhan utama [[Jawa Timur]] saat itu.
Setelah [[Kadiri]] runtuh, [[Raden Wijaya]] menjadi raja pertama [[Kerajaan Majapahit]]. Menurut ''Kidung Ranggalawe'', atas jasa-jasanya dalam perjuangan Ranggalawe diangkat sebagai bupati [[Tuban]] yang merupakan pelabuhan utama [[Jawa Timur]] saat itu.


[[Prasasti Kudadu]] (1294) yang memuat daftar nama para pejabat awal [[Majapahit]], ternyata tidak mencantumkan nama Ranggalawe. Yang ada ialah nama '''Arya Adikara''' dan [[Arya Wiraraja]]. Menurut [[Pararaton]], Arya Adikara adalah nama lain [[Arya Wiraraja]]. Namun [[prasasti Kudadu]] menyebutkan dengan jelas bahwa ''keduanya adalah nama dua orang yang berbeda''.
Prasasti Kudadu tahun [[1294]] yang memuat daftar nama para pejabat Majapahit pada awal berdirinya, ternyata tidak mencantumkan nama Ranggalawe. Yang ada ialah nama '''Arya Adikara''' dan [[Arya Wiraraja]]. Menurut ''[[Pararaton]]'', Arya Adikara adalah nama lain Arya Wiraraja. Namun prasasti Kudadu menyebut dengan jelas bahwa keduanya adalah nama dua orang tokoh yang berbeda.


[[Slamet Muljana]] dalam bukunya, ''Menuju Puncak Kemegahan'' (1965), mengidentifikasi nama Arya Adikara sebagai nama lain Ranggalawe. Dalam tradisi [[Jawa]] ada istilah ''nunggak semi'', yaitu nama ayah dipakai anak. Jadi, nama Arya Adikara yang merupakan nama lain [[Arya Wiraraja]], kemudian dipakai sebagai nama gelar Ranggalawe ketika diangkat sebagai pejabat [[Majapahit]].
Sejarawan [[Slamet Muljana]] mengidentifikasi Arya Adikara sebagai nama lain Ranggalawe. Dalam tradisi [[Jawa]] ada istilah ''nunggak semi'', yaitu nama ayah kemudian dipakai anak. Jadi, nama Arya Adikara yang merupakan nama lain Arya Wiraraja, kemudian dipakai sebagai nama gelar Ranggalawe ketika dirinya diangkat sebagai pejabat Majapahit.


Dalam [[prasasti Kudadu]], ayah dan anak tersebut menjabat sebagai pasangguhan. Masing-masing bergelar '''Rakryan Mantri Arya Wiraraja Makapramuka''' dan '''Rakryan Mantri Dwipantara Arya Adikara'''.
Dalam prasasti Kudadu, ayah dan anak tersebut sama-sama menjabat sebagai ''pasangguhan'', yang keduanya masing-masing bergelar ''Rakryan Mantri Arya Wiraraja Makapramuka'' dan ''Rakryan Mantri Dwipantara Arya Adikara''.


== Pemberontakan Ranggalawe ==
== Tahun Pemberontakan ==
''[[Pararaton]]'' menyebut pemberontakan Ranggalawe terjadi pada tahun [[1295]], namun dikisahkan sesudah kematian [[Raden Wijaya]]. Menurut naskah ini, pemberontakan tersebut bersamaan dengan [[Jayanagara]] naik takhta.
Kisah pemberontakan Ranggalawe yang merupakan perang saudara pertama di [[Majapahit]] disebutkan dalam ''[[Pararaton]]'' terjadi tahun 1295, dan diuraikan panjang lebar dalam ''Kidung Ranggalawe''.


Menurut ''[[Nagarakretagama]]'', Raden Wijaya meninggal dunia dan digantikan kedudukannya oleh Jayanagara terjadi pada tahun [[1309]]. Akibatnya, sebagian sejarawan berpendapat bahwa pemberontakan Ranggalawe terjadi pada tahun 1309, bukan 1295. Seolah-olah pengarang ''Pararaton'' melakukan kesalahan dalam penyebutan angka tahun.
Pemberontakan itu dipicu oleh ketidakpuasan Ranggalawe atas pengangkatan [[Nambi]] sebagai ''rakryan patih''. Menurut Ranggalawe, jabatan patih sebaiknya diserahkan kepada [[Lembu Sora]] yang dinilainya jauh lebih berjasa dalam perjuangan dari pada [[Nambi]].


Namun ''Nagarakretagama'' juga mengisahkan bahwa pada tahun 1295 Jayanagara diangkat sebagai [[yuwaraja]] atau "raja muda" di istana [[Daha]]. Selain itu ''Kidung Panji Wijayakrama'' dan ''Kidung Ranggalawe'' dengan jelas menceritakan bahwa pemberontakan Ranggalawe terjadi pada masa pemerintahan Raden Wijaya, bukan Jayanagara.
Ranggalawe juga mendapat hasutan dari tokoh licik bernama [[Mahapati]] sehingga ia nekad menghadap [[Raden Wijaya]] di ibu kota menuntut penggantian [[Nambi]] oleh [[Lembu Sora]]. Namun [[Sora]] justru tetap mendukung [[Nambi]].


Fakta lain menunjukkan, nama Arya Wiraraja dan Arya Adikara sama-sama terdapat dalam prasasti Kudadu tahun 1294, namun kemudian keduanya sama-sama tidak terdapat lagi dalam prasasti Sukamreta tahun 1296. Ini pertanda bahwa Arya Adikara alias Ranggalawe kemungkinan besar memang meninggal pada tahun 1295, sedangkan Arya Wiraraja diduga mengundurkan diri dari pemerintahan setelah kematian anaknya itu.
Karena tuntutannya tidak dihiraukan, Ranggalawe membuat kekacauan di halaman istana. [[Sora]] keluar menasihati Ranggalawe, yang merupakan keponakannya sendiri, untuk meminta maaf kepada raja. Namun Ranggalawe memilih pulang ke [[Tuban]].


Jadi, kematian Ranggalawe terjadi pada tahun 1295 bertepatan dengan pengangkatan Jayanagara putra Raden Wijaya sebagai raja muda. Dalam hal ini pengarang ''Pararaton'' tidak melakukan kesalahan dalam menyebut tahun, hanya saja salah menempatkan pembahasan peristiwa tersebut.
[[Mahapati]] ganti menghasut [[Nambi]] dengan mengatakan kalau Ranggalawe sedang menyusun pemberontakan. Maka berangkatlah [[Nambi]] atas izin raja, memimpin pasukan menyerang [[Tuban]]. Dalam pasukan itu ikut serta [[Sora]] dan [[Kebo Anabrang]].


Sementara itu ''Nagarakretagama'' yang dalam banyak hal memiliki data lebih akurat dibanding ''Pararaton'' sama sekali tidak membahas pemberontakan Ranggalawe. Hal ini dapat dimaklumi karena naskah ini merupakan sastra pujian sehingga penulisnya, yaitu [[Mpu Prapanca]] merasa tidak perlu menceritakan pemberontakan seorang pahlawan yang dianggapnya sebagai aib.
Mendengar datangnya serangan, Ranggalawe segera menyiapkan pasukannya. Ia menghadang musuh di dekat sungai '''Tambak-beras'''. Perang pun terjadi di sana. Ranggalawe bertanding melawan [[Kebo Anabrang]] di dalam sungai. [[Kebo Anabrang]] yang pandai berenang berhasil membunuh Ranggalawe secara kejam.


== Jalannya Pertempuran ==
Melihat keponakannya dianiaya sampai mati, [[Sora]] merasa tidak tahan. Ia pun membunuh [[Kebo Anabrang]] dari belakang. Pembunuhan terhadap rekan sepasukan inilah yang kelak menjadi penyebab kematian [[Sora]] tahun 1300.
''[[Pararaton]]'' mengisahkan Ranggalawe memberontak terhadap [[Kerajaan Majapahit]] karena dihasut seorang pejabat licik bernama [[Mahapati]]. Kisah yang lebih panjang terdapat dalam ''Kidung Panji Wijayakrama'' dan ''Kidung Ranggalawe''.


Pemberontakan tersebut dipicu oleh ketidakpuasan Ranggalawe atas pengangkatan [[Nambi]] sebagai ''rakryan patih''. Menurut Ranggalawe, jabatan [[patih]] sebaiknya diserahkan kepada [[Lembu Sora]] yang dinilainya jauh lebih berjasa dalam perjuangan daripada Nambi.
Kisah pemberontakan Ranggalawe tidak terdapat dalam ''[[Nagarakretagama]]'' (1365). Hal itu dapat dimaklumi mengingat ''[[Nagarakretagama]]'' merupakan kitab pujian tentang kebesaran [[Majapahit]]. Ranggalawe terkenal sebagai pahlawan, sehingga diperkirakan [[Mpu Prapanca]] tidak tega mengisahkan kematiannya sebagai pemberontak.

Ranggalawe yang bersifat pemberani dan emosional suatu hari menghadap [[Raden Wijaya]] di ibu kota dan langsung menuntut agar kedudukan Nambi digantikan Sora. Namun Sora sama sekali tidak menyetujui hal itu dan tetap mendukung Nambi sebagai patih.

Karena tuntutannya tidak dihiraukan, Ranggalawe membuat kekacauan di halaman istana. Sora keluar menasihati Ranggalawe, yang merupakan keponakannya sendiri, untuk meminta maaf kepada raja. Namun Ranggalawe memilih pulang ke [[Tuban]].

Mahapati yang licik ganti menghasut Nambi dengan melaporkan bahwa Ranggalawe sedang menyusun pemberontakan di Tuban. Maka atas izin raja, Nambi berangkat memimpin pasukan Majapahit didampingi [[Lembu Sora]] dan [[Kebo Anabrang]] untuk menghukum Ranggalawe.

Mendengar datangnya serangan, Ranggalawe segera menyiapkan pasukannya. Ia menghadang pasukan Majapahit di dekat Sungai Tambak Beras. Perang pun terjadi di sana. Ranggalawe bertanding melawan Kebo Anabrang di dalam sungai. Kebo Anabrang yang pandai berenang akhirnya berhasil membunuh Ranggalawe secara kejam.

Melihat keponakannya disiksa sampai mati, Lembu Sora merasa tidak tahan. Ia pun membunuh Kebo Anabrang dari belakang. Pembunuhan terhadap rekan inilah yang kelak menjadi penyebab kematian Sora pada tahun [[1300]].


== Silsilah Ranggalawe ==
== Silsilah Ranggalawe ==
Kidung Ranggalawe menyebutkan nama istri Ranggalawe adalah '''Martaraga''' dan '''Tirtawati'''. Mertuanya adalah gurunya sendiri, bernama '''Ki Ajar Pelandongan'''. Dari Martaraga lahir seorang putra bernama '''Kuda Anjampiani'''.
''Kidung Ranggalawe'' dan ''Kidung Panji Wijayakrama'' menyebut Ranggalawe memiliki dua orang istri bernama Martaraga dan Tirtawati. Mertuanya adalah gurunya sendiri, bernama Ki Ajar Pelandongan. Dari Martaraga lahir seorang putra bernama Kuda Anjampiani.


''Kidung Ranggalawe'' dan ''Kidung Panji Wijayakrama'' menyebut [[Arya Wiraraja]] adalah ayah Ranggalawe, sedangkan ''[[Pararaton]]'' dan ''Kidung Harsawijaya'' menyebut [[Arya Wiraraja]] adalah ayah [[Nambi]]. ''Kidung Harsawijaya'' juga menyebutkan kalau putra [[Arya Wiraraja]] yang dikirim untuk membantu pembukaan Hutan Tarik adalah [[Nambi]], sedangkan Ranggalawe adalah perwira [[Singhasari]] yang kemudian menjadi patih pertama [[Majapahit]].
Kedua naskah di atas menyebut ayah Ranggalawe adalah [[Arya Wiraraja]]. Sementara itu, ''[[Pararaton]]'' menyebut Arya Wiraraja adalah ayah [[Nambi]]. ''Kidung Harsawijaya'' juga menyebutkan kalau putra Wiraraja yang dikirim untuk membantu pembukaan Hutan Tarik adalah Nambi, sedangkan Ranggalawe adalah perwira [[Kerajaan Singhasari]] yang kemudian menjadi patih pertama [[Majapahit]].


Uraian ''Kidung Harsawijaya'' terbukti salah karena berdasarkan [[prasasti Kudadu]] (1294) dan [[prasasti Penanggungan]] (1296) diketahui nama patih pertama [[Majapahit]] adalah [[Nambi]], bukan Ranggalawe.
Uraian ''Kidung Harsawijaya'' terbukti salah karena berdasarkan prasasti Sukamreta tahun [[1296]] diketahui nama patih pertama Majapahit adalah Nambi, bukan Ranggalawe.


Nama ayah Nambi menurut ''Kidung Sorandaka'' adalah Pranaraja. Sejarawan Dr. Brandes menganggap Pranaraja dan Wiraraja adalah orang yang sama. Namun, menurut Slamet Muljana keduanya sama-sama disebut dalam prasasti Kudadu sebagai dua orang tokoh yang berbeda.
[[Slamet Muljana]] dalam buku-bukunya tentang [[Majapahit]] (1965 dan 1979) cenderung yakin kalau [[Arya Wiraraja]] adalah ayah Ranggalawe, bukan ayah [[Nambi]]. Alasannya adalah, nama [[Arya Wiraraja]] dan Arya Adikara terdapat dalam daftar pejabat [[Majapahit]] pada [[prasasti Kudadu]] (1294), namun kemudian tidak lagi ditemui pada [[prasasti Penanggungan]] (1296).


Menurut Slamet Muljana, Nambi adalah putra Pranaraja, sedangkan Ranggalawe adalah putra Wiraraja. Hal ini ditandai dengan kemunculan nama Arya Wiraraja dan Arya Adikara dalam prasasti Kudadu, dan keduanya sama-sama menghilang dalam prasasti Sukamreta sebagaimana telah dibahas di atas.
Kiranya setelah Ranggalawe gugur oleh pasukan [[Nambi]] tahun 1295, [[Arya Wiraraja]] merasa sakit hati dan mengundurkan diri dari jabatannya, lalu menagih janji [[Raden Wijaya]] semasa perjuangan, yaitu ''membagi wilayah kerajaan menjkadi dua''. Ini membuktikan kalau [[Arya Wiraraja]] lebih mungkin sebagai ayah Ranggalawe dari pada sebagai ayah [[Nambi]].


== Ranggalawe Versi Dongeng ==
== Versi Dongeng ==
Kepahlawanan Ranggalawe melekat dalam ingatan masyarakat [[Jawa]]. Pengarang kisah [[Damarwulan]] dalam ''Serat Damarwulan'' atau ''Serat Kanda'', mengetahui adanya nama Ranggalawe namun tidak mengetahui dengan pasti bagaimana kisah hidupnya. Maka, ia pun memunculkan tokoh Ranggalawe hidup sezaman dengan [[Damarwulan]] dan [[Menak Jingga]]. Kisah [[Damarwulan]] sendiri merupakan karya fiksi, karena kisahnya tidak sesuai dengan bukti-bukti sejarah, serta tidak memiliki prasasti pendukung.
Nama besar Ranggalawe rupanya melekat dalam ingatan masyarakat [[Jawa]]. Penulis ''Serat Damarwulan'' atau ''Serat Kanda'', mengenal adanya nama Ranggalawe namun tidak mengetahui dengan pasti bagaimana kisah hidupnya. Maka, ia pun menempatkan tokoh Ranggalawe hidup sezaman dengan [[Damarwulan]] dan [[Menak Jingga]]. Damarwulan sendiri merupakan tokoh fiksi, karena kisahnya tidak sesuai dengan bukti-bukti sejarah, serta tidak memiliki prasasti pendukung.


Diceritakan Ranggalawe adalah adipati [[Tuban]] yang juga merangkap sebagai panglima angkatan perang [[Majapahit]] pada masa pemerintahan '''Ratu Kencanawungu'''. Ketika [[Majapahit]] diserang [[Menak Jingga]] dari [[Blambangan]], Ranggalawe ditugasi untuk menghadang. Dalam perang tersebut, [[Menak Jingga]] tidak mampu membunuh Ranggalawe karena selalu terlindung oleh payung pusakanya. Maka, [[Menak Jingga]] pun terlebih dulu membunuh '''Wongsopati''', abdi pemegang payung Ranggalawe. Baru kemudian, Ranggalawe dapat ditewaskan oleh [[Menak Jingga]].
Dalam versi dongeng ini, Ranggalawe dikisahkan sebagai adipati [[Tuban]] yang juga merangkap sebagai panglima angkatan perang [[Majapahit]] pada masa pemerintahan Ratu Kencanawungu. Ketika Majapahit diserang oleh Menak Jingga adipati [[Blambangan]], Ranggalawe ditugasi untuk menghadangnya. Dalam perang tersebut, Menak Jingga tidak mampu membunuh Ranggalawe karena selalu terlindung oleh payung pusakanya. Maka, Menak Jingga pun terlebih dulu membunuh abdi pemegang payung Ranggalawe yang bernama Wongsopati. Baru kemudian, Ranggalawe dapat ditewaskan oleh Menak Jingga.


Tokoh Ranggalawe dalam kisah ini memiliki dua orang putra, bernama '''Siralawe''' dan '''Buntarlawe''', yang masing-masing kemudian menjadi bupati di [[Tuban]] dan [[Bojonegoro]].
Tokoh Ranggalawe dalam kisah ini memiliki dua orang putra, bernama Siralawe dan Buntarlawe, yang masing-masing kemudian menjadi bupati di [[Tuban]] dan [[Bojonegoro]].


== Kepustakaan ==
== Kepustakaan ==
* [[Slamet Muljana]]. 1979. ''Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya''. Jakarta: Bhratara
* [[Slamet Muljana]]. 1979. ''Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya''. Jakarta: Bhratara
* [[Slamet Muljana]]. 2005. ''Menuju Puncak Kemegahan''. Yogyakarta: LKIS
* Slamet Muljana. 2005. ''Menuju Puncak Kemegahan''. Yogyakarta: LKIS
* [[Slamet Muljana]]. 2005. ''Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara''. Yogyakarta: LKIS
* Slamet Muljana. 2005. ''Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara''. Yogyakarta: LKIS


[[Kategori:Kerajaan Majapahit]]
[[Kategori:Kerajaan Majapahit]]

Revisi per 16 Juli 2008 14.53

Ranggalawe (lahir: ? - wafat: 1295) adalah salah satu pengikut Raden Wijaya yang berjasa besar dalam perjuangan mendirikan Kerajaan Majapahit, namun meninggal sebagai pemberontak pertama dalam sejarah kerajaan ini. Nama besarnya dikenang sebagai pahlawan oleh masyarakat Tuban, Jawa Timur sampai saat ini.

Peran Awal

Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe menyebut Ranggalawe sebagai putra Arya Wiraraja bupati Songeneb (nama lama Sumenep). Ia sendiri bertempat tinggal di Tanjung, yang terletak di Pulau Madura sebelah barat.

Pada tahun 1292 Ranggalawe dikirim ayahnya untuk membantu Raden Wijaya membuka Hutan Tarik (di sebelah barat Tarik, Sidoarjo sekarang) menjadi sebuah desa pemukiman bernama Majapahit. Konon, nama Ranggalawe sendiri merupakan pemberian Raden Wijaya. Lawe merupakan sinonim dari Wenang, yang berarti "benang", atau dapat juga bermakna "kekuasaan". Maksudnya ialah, Ranggalawe diberi kekuasaan oleh Raden Wijaya untuk memimpin pembukaan hutan tersebut.

Selain itu, Ranggalawe juga menyediakan 27 ekor kuda dari Sumbawa sebagai kendaraan perang Raden Wijaya dan para pengikutnya dalam perang melawan Jayakatwang raja Kadiri.

Penyerangan terhadap ibu kota Kadiri oleh gabungan pasukan Majapahit dan Mongol terjadi pada tahun 1293. Ranggalawe berada dalam pasukan yang menggempur benteng timur kota Kadiri. ia berhasil menewaskan pemimpin benteng tersebut yang bernama Sagara Winotan.

Jabatan di Majapahit

Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya menjadi raja pertama Kerajaan Majapahit. Menurut Kidung Ranggalawe, atas jasa-jasanya dalam perjuangan Ranggalawe diangkat sebagai bupati Tuban yang merupakan pelabuhan utama Jawa Timur saat itu.

Prasasti Kudadu tahun 1294 yang memuat daftar nama para pejabat Majapahit pada awal berdirinya, ternyata tidak mencantumkan nama Ranggalawe. Yang ada ialah nama Arya Adikara dan Arya Wiraraja. Menurut Pararaton, Arya Adikara adalah nama lain Arya Wiraraja. Namun prasasti Kudadu menyebut dengan jelas bahwa keduanya adalah nama dua orang tokoh yang berbeda.

Sejarawan Slamet Muljana mengidentifikasi Arya Adikara sebagai nama lain Ranggalawe. Dalam tradisi Jawa ada istilah nunggak semi, yaitu nama ayah kemudian dipakai anak. Jadi, nama Arya Adikara yang merupakan nama lain Arya Wiraraja, kemudian dipakai sebagai nama gelar Ranggalawe ketika dirinya diangkat sebagai pejabat Majapahit.

Dalam prasasti Kudadu, ayah dan anak tersebut sama-sama menjabat sebagai pasangguhan, yang keduanya masing-masing bergelar Rakryan Mantri Arya Wiraraja Makapramuka dan Rakryan Mantri Dwipantara Arya Adikara.

Tahun Pemberontakan

Pararaton menyebut pemberontakan Ranggalawe terjadi pada tahun 1295, namun dikisahkan sesudah kematian Raden Wijaya. Menurut naskah ini, pemberontakan tersebut bersamaan dengan Jayanagara naik takhta.

Menurut Nagarakretagama, Raden Wijaya meninggal dunia dan digantikan kedudukannya oleh Jayanagara terjadi pada tahun 1309. Akibatnya, sebagian sejarawan berpendapat bahwa pemberontakan Ranggalawe terjadi pada tahun 1309, bukan 1295. Seolah-olah pengarang Pararaton melakukan kesalahan dalam penyebutan angka tahun.

Namun Nagarakretagama juga mengisahkan bahwa pada tahun 1295 Jayanagara diangkat sebagai yuwaraja atau "raja muda" di istana Daha. Selain itu Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe dengan jelas menceritakan bahwa pemberontakan Ranggalawe terjadi pada masa pemerintahan Raden Wijaya, bukan Jayanagara.

Fakta lain menunjukkan, nama Arya Wiraraja dan Arya Adikara sama-sama terdapat dalam prasasti Kudadu tahun 1294, namun kemudian keduanya sama-sama tidak terdapat lagi dalam prasasti Sukamreta tahun 1296. Ini pertanda bahwa Arya Adikara alias Ranggalawe kemungkinan besar memang meninggal pada tahun 1295, sedangkan Arya Wiraraja diduga mengundurkan diri dari pemerintahan setelah kematian anaknya itu.

Jadi, kematian Ranggalawe terjadi pada tahun 1295 bertepatan dengan pengangkatan Jayanagara putra Raden Wijaya sebagai raja muda. Dalam hal ini pengarang Pararaton tidak melakukan kesalahan dalam menyebut tahun, hanya saja salah menempatkan pembahasan peristiwa tersebut.

Sementara itu Nagarakretagama yang dalam banyak hal memiliki data lebih akurat dibanding Pararaton sama sekali tidak membahas pemberontakan Ranggalawe. Hal ini dapat dimaklumi karena naskah ini merupakan sastra pujian sehingga penulisnya, yaitu Mpu Prapanca merasa tidak perlu menceritakan pemberontakan seorang pahlawan yang dianggapnya sebagai aib.

Jalannya Pertempuran

Pararaton mengisahkan Ranggalawe memberontak terhadap Kerajaan Majapahit karena dihasut seorang pejabat licik bernama Mahapati. Kisah yang lebih panjang terdapat dalam Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe.

Pemberontakan tersebut dipicu oleh ketidakpuasan Ranggalawe atas pengangkatan Nambi sebagai rakryan patih. Menurut Ranggalawe, jabatan patih sebaiknya diserahkan kepada Lembu Sora yang dinilainya jauh lebih berjasa dalam perjuangan daripada Nambi.

Ranggalawe yang bersifat pemberani dan emosional suatu hari menghadap Raden Wijaya di ibu kota dan langsung menuntut agar kedudukan Nambi digantikan Sora. Namun Sora sama sekali tidak menyetujui hal itu dan tetap mendukung Nambi sebagai patih.

Karena tuntutannya tidak dihiraukan, Ranggalawe membuat kekacauan di halaman istana. Sora keluar menasihati Ranggalawe, yang merupakan keponakannya sendiri, untuk meminta maaf kepada raja. Namun Ranggalawe memilih pulang ke Tuban.

Mahapati yang licik ganti menghasut Nambi dengan melaporkan bahwa Ranggalawe sedang menyusun pemberontakan di Tuban. Maka atas izin raja, Nambi berangkat memimpin pasukan Majapahit didampingi Lembu Sora dan Kebo Anabrang untuk menghukum Ranggalawe.

Mendengar datangnya serangan, Ranggalawe segera menyiapkan pasukannya. Ia menghadang pasukan Majapahit di dekat Sungai Tambak Beras. Perang pun terjadi di sana. Ranggalawe bertanding melawan Kebo Anabrang di dalam sungai. Kebo Anabrang yang pandai berenang akhirnya berhasil membunuh Ranggalawe secara kejam.

Melihat keponakannya disiksa sampai mati, Lembu Sora merasa tidak tahan. Ia pun membunuh Kebo Anabrang dari belakang. Pembunuhan terhadap rekan inilah yang kelak menjadi penyebab kematian Sora pada tahun 1300.

Silsilah Ranggalawe

Kidung Ranggalawe dan Kidung Panji Wijayakrama menyebut Ranggalawe memiliki dua orang istri bernama Martaraga dan Tirtawati. Mertuanya adalah gurunya sendiri, bernama Ki Ajar Pelandongan. Dari Martaraga lahir seorang putra bernama Kuda Anjampiani.

Kedua naskah di atas menyebut ayah Ranggalawe adalah Arya Wiraraja. Sementara itu, Pararaton menyebut Arya Wiraraja adalah ayah Nambi. Kidung Harsawijaya juga menyebutkan kalau putra Wiraraja yang dikirim untuk membantu pembukaan Hutan Tarik adalah Nambi, sedangkan Ranggalawe adalah perwira Kerajaan Singhasari yang kemudian menjadi patih pertama Majapahit.

Uraian Kidung Harsawijaya terbukti salah karena berdasarkan prasasti Sukamreta tahun 1296 diketahui nama patih pertama Majapahit adalah Nambi, bukan Ranggalawe.

Nama ayah Nambi menurut Kidung Sorandaka adalah Pranaraja. Sejarawan Dr. Brandes menganggap Pranaraja dan Wiraraja adalah orang yang sama. Namun, menurut Slamet Muljana keduanya sama-sama disebut dalam prasasti Kudadu sebagai dua orang tokoh yang berbeda.

Menurut Slamet Muljana, Nambi adalah putra Pranaraja, sedangkan Ranggalawe adalah putra Wiraraja. Hal ini ditandai dengan kemunculan nama Arya Wiraraja dan Arya Adikara dalam prasasti Kudadu, dan keduanya sama-sama menghilang dalam prasasti Sukamreta sebagaimana telah dibahas di atas.

Versi Dongeng

Nama besar Ranggalawe rupanya melekat dalam ingatan masyarakat Jawa. Penulis Serat Damarwulan atau Serat Kanda, mengenal adanya nama Ranggalawe namun tidak mengetahui dengan pasti bagaimana kisah hidupnya. Maka, ia pun menempatkan tokoh Ranggalawe hidup sezaman dengan Damarwulan dan Menak Jingga. Damarwulan sendiri merupakan tokoh fiksi, karena kisahnya tidak sesuai dengan bukti-bukti sejarah, serta tidak memiliki prasasti pendukung.

Dalam versi dongeng ini, Ranggalawe dikisahkan sebagai adipati Tuban yang juga merangkap sebagai panglima angkatan perang Majapahit pada masa pemerintahan Ratu Kencanawungu. Ketika Majapahit diserang oleh Menak Jingga adipati Blambangan, Ranggalawe ditugasi untuk menghadangnya. Dalam perang tersebut, Menak Jingga tidak mampu membunuh Ranggalawe karena selalu terlindung oleh payung pusakanya. Maka, Menak Jingga pun terlebih dulu membunuh abdi pemegang payung Ranggalawe yang bernama Wongsopati. Baru kemudian, Ranggalawe dapat ditewaskan oleh Menak Jingga.

Tokoh Ranggalawe dalam kisah ini memiliki dua orang putra, bernama Siralawe dan Buntarlawe, yang masing-masing kemudian menjadi bupati di Tuban dan Bojonegoro.

Kepustakaan

  • Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
  • Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan. Yogyakarta: LKIS
  • Slamet Muljana. 2005. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara. Yogyakarta: LKIS